Professional Documents
Culture Documents
2) Teori kedua berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata gam, mendapat
awalan a dan akhiran a, sehingga menjadi agama. Kata itu kadang-
kadang mendapat awalan i, sehingga menjadi igama dan terkadang
mendapat awalan u, menjadi ugama. Kata gam, penegertian
dasarnya adalah sama dengan kata go dalam bahasa Inggris, atau ga-
gaam, dalam bahasa Belanda, yang artinya pergi. Setelah mendapat
awalan dan akhiran a, pengertiannya berarti jalan (Daud Ali, 1998:
35).
Agama diartikan dengan jalan, karena ia merupakan jalan yang
ditempuh umat manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Selain merupakan pedoman hidup, agama juga berfungsi
sebagai pandangan hidup dan tata cara kehidupan manusia.
3) Teori ketiga dalam dunia pesantren, dikenal kata agama berasa dari
bahasa Arab dari kata ( أ ققا مaqâma), diambil dari ( أ ققا م الد يقنaqâma al-
dîn), yang artinya melaksanakan dan menunaikan ajaran agama. Kata
ini sangat akrab dengan lisan umat Islam, searti dengan أ ققا م الصقلة
(aqâma al-shalâta), yang artinya mengerjakan dan menunaikan shalat.
Karena kebisaaan orang-orang Arab membaca huruf qâf ( )قdengan
“g”, terutama orang-orang Arab yang berasal dari Arabia Selatan,
sekitar Yaman dan Hadralmaut yang ikut andil dalam penyebaran Islam
di Indonesia, maka kata ( أ قققا مaqâma) dibaca dan diucapkan dengan
agama. Contoh yang serupa dengan ungkapan itu, Abdul Qadir dibaca
dengan Abdul Gadir, Qasim dibaca dengan Gasim, Qaddafi dibaca
6
dengan Gaddafi dan seterusnya.
Pada buku sosiologi karangan Ogburn dan Nimhoff dari The Florida State
University, mendefinisikan agama sebagai berikut: “Religion is a system of
beliefs, emotional attitudes and practices by means of which group of people
attempt to cope with ultimate problem of human life”. Artinya: “Agama itu
adalah suatu pola kepercayaan-kepercayaan, sikap-sikap emosional dan
pratek-praktek yang dipakai oleh sekelompok manusia untuk mencoba
memecahkan persoalan-persoalan (ultimate) dalam kehidupan manusia.
(HM. Rasjidi, 1974: 50).
II. Ilmu
Menurut pengertian bahasa, ilmu dapat diterjemahkan sebagai.
pengetahuan. Sehingga nama pengetahuan menceminkan adanya redudensi
peristilahan (words redudancy), yang tujuannya untuk lebih menegaskan
suatu makna, seperti jatuh ke bawah, naik ke atas dan lain sebagainya. Ada
dua jems pengetahuan, yaitu "pengetahuan ilmiah" dan "Pengetahuan
Biasa". Pengetahuan Biasa (knowledge) diperoleh dari keseluruhan bentuk
upaya kemanusiaan, seperti perasaan pikiran, pengalaman, pancaindera dan
intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan objek, cara dan
kegunaannya. Sedangkan "Pengetahuan Ilmiah" (science) juga merupakan
keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu, tetapi
dengan memperhatikan obyek, cara yang digunakan dan kegunaan dari
pengetahuan tersebut. Dengan kata lain, pengetahuan ilmiah
memperhatikan obyek ontologis, landasan epistemologis dan landasan
aksiologis dari pengetahuan itu sendiri. Baik Science atau knowledge pada
dasamya keduanya merupakan hasil observasi pada fenomena alam atau
fenomena sosial. Dengan demikian, ilmu pengetahuan memiliki cakupan
yang amat luas, yaitu ilmu pengetahuan alam, sosial budaya dan
seterusnya.
6
III. Filsafat
Falsafah ialah satu disiplin ilmiah yang mengusahakan kebenaran yang
bersifat umum dan mendasar. Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani
philosophia, yang berarti love of wisdom atau mencintai kebenaran. Empat
hal yang melahirkan filsafat yaitu ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat
bertanya dan ke-raguan. Ketakjuban terhadap segala sesuatu (terlihat/tidak)
dan dapat diamati (dengan mata dan akal budi) serta ketidakpuasan akan
penjelasan berdasarkan mitos membuat manusia mencari penjelasan yang
lebih meyakinkan dan berpikir rasional. Hasrat bertanya membuat manusia
terus mempertanyakan segalanya, tentang wujud sesuatu serta dasar dan
hakikatnya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk memperoleh
penjelasan yang lebih pasti menunjukkan adanya keraguan (ketidakpastian)
dan kebingungan pada manusia yang bertanya.
Ciri berpikir secara filsafati adalah radikal (berpikir tuntas, atau mendalam
sampai ke akar masalah); sistematis (berfikir logis dan terarah, setahap demi
setahap); dan universal (berpikir umum dan menyeluruh, tidak terbatas pada
bagian-bagian tertentu, tetapi melihat masalah secara utuh) dan ranah
makna (memikirkan makna terdalam berupa nilai kebenaran, keindahan dan
kebaikan). Terjemahan filsafat Yunani ke dalam Islam (Arab) diakui telah
mendorong pemikiran dan filsafat Islam berkembang sangat pesat. Akan
tetapi, hal itu bukan berarti filsafat Islam adalah jiplakan Yunani. Sebab,
pertama , belajar tidak identik dengan penjiplakan. Kenyataannya, filsafat
Islam yang dikembangkan filosof muslim berbeda sama sekali dengan filsafat
Yunani. Kedua , pemikiran rasional Islam telah lebih dahulu mapan sebelum
kedatangan terjemahan filsafat Yunani. Teologi Muktazilah yang sangat
rasional saat itu telah menjadi doktrin resmi negara.
6
mereka disebut filsafat populer, yang diterima secara umum, dan bersifat
eksternal.
6
Dikatakan Al-Fârâbî, bangsa Yunani menyebut pengetahuan tentang
kebenaran abadi ini kebijaksanaan "paripuma" sekaligus kebijaksanaan
tertinggi. Mereka menyebut perolehan pengetahuan seperti itu sebagai ilmu',
dan mengistilahkan keadaan ilmiah pikiran sebagai filsafat'. Yang dimaksud
dengan yang terakhir ini adalah tidak lain pencarian dan kecintaan pada
kebijaksanaan tertinggi. Menurut Al-Fârâbî, orang-orang Yunani juga
berpendapat bahwa secara potensial kebijaksanaan ini memasukkan setiap
jenis kebajikan. Berdasarkan alasan ini, filsafat lantas disebut sebagai ilmu
dari segala ilmu, induk dari segala ilmu, kebijaksanaan dari segala
kebijaksanaan dan seni dari segala seni. Maksud mereka sebenarnya, tutur
Al-Fârâbî, adalah seni yang memanfaatkan segala kesenian, kebajikan yang
memanfaatkan segala kebajikan, dan kebijaksanaan yang memanfaatkan
segala kebijaksanaan.
6
Pada saat yang sama, Al-Fârâbî menyukai gagasan keunggulan relatif satu
lambang religius atas lambang lainnya, dalam pengertian bahwa lambang-
lambang dan citra-citra yang dipakai dalam satu agama lebih mendekati
kebeparan spiritual yang hendak disampaikan-lebih tepat dan lebih efektif-
ketimbang yang dipakai dalam agama lainnya. renting dicatat, Al-Farabi
diketahui tidak pernah mencela agama tertentu, meskipun dia berpendapat
bahwa sebagian dari lambang dan citra religius agama tersebut tak
memuaskan atau bahkan membahayakan.
Daftar Pustaka
6
http://www.islamic-center.or.id/new/islamic-learning/aqidah-mainmenu-43/28-
aqidah/104-makna-dan-pengertian-agama;
http://www.si.its.ac.id/kurikulum/materi/iptek/ilmuteknologi.html;
http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/14/1/pustaka-218.html;
http://id.shvoong.com/humanities/h_philosophy/1786489-pengertian-filsafat-
sains/;
http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_11.html;
http://thepolitea.blogspot.com/2006/04/filsafat.html;
http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/14/1/pustaka-216.html;
http://yudhim.blogspot.com/2008/01/hubungan-ilmu-pengetahuan-filsafat-
dan.html;
http://fai.elcom.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=88;
http://www.uniga.ac.id/cetak.php?id=32.