You are on page 1of 3

SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PENDIDIKAN: PERSPEKTIF PEMAKAI DAN ORGANISASI

Diah Hari Suryaningrum NIM. 107020301111007 LATAR BELAKANG Konsep good governance dan akuntabilitas telah menjadi topic penelitian yang banyak diminati karena semakin tingginya tuntutan masyarakat terhadap pengelolaan dan pertanggungjawaban organisasi yang baik. Berbagai penelitian tentang good corporate governance dan good government governance telah dilakukan. Munculnya dua konsep good governance tersebut dilatarbelakangi oleh tujuan yang berbeda dari organisasi perusahaan (corporate) yang lebih dilandasi pada tujuan untuk meraup keuntungan dan organisasi pemerintahan (government) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan memberikan pelayanan publik. Wacana konsep good governance dan akuntabilitas tersebut juga seharusnya dilaksanakan pada organisasi pendidikan karena tujuan dari organisasi pendidikan tidak hanya terfokus pada transfer atau konversi ilmu pengetahuan (knowledge) akan tetapi juga menekankan nilai-nilai luhur (values) baik dalam hal akademik maupun nilai sosial. Sistem Informasi Akuntansi pendidikan menjadi penting karena dapat menjamin akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan dari lembaga atau organisasi pendidikan (Bastian, 2002). Penggunaan teknologi informasi (TI) telah berkembang kedalam banyak area yang secara luas dapat dikategorikan oleh aplikasi-aplikasi dan pemakai targetnya. Dipicu oleh good governance, banyak organisasi telah menginvestasikan dana yang besar untuk penerapan teknologi informasi. Di dalam organisasi bisnis, perkembangan terkini TI adalah penerapan ecommerce berbasis internet. Sementara itu, dalam organisasi pendidikan mulai diterapkan elearning. Dan dalam organisasi pemerintahan inisiatif e-government dimulai dengan munculnya Instruksi Presiden Republik Indonesia No.6 Tahun 2001 dan dipertegas kembali dengan Instruksi Presiden No.3 Tahun 2003. Munculnya otonomi daerah selain membawa semangat keterbukaan dan pemberdayaan masyarakat, juga telah menjadi tuntutan bahwa masyarakat butuh kecepatan informasi dan pelayanan prima, sehingga hal ini semakin mendesak pemerintah khususnya pemerintah daerah untuk segera mengimplementasikan e-government secara terintegrasi. Abhiseka (2003) berpendapat bahwa website (e-government) adalah salah satu sarana teknologi yang dapat digunakan untuk memfasilitasi penerapan good governance. Terkait dengan good governance di perguruan tinggi, website universitas dapat dipakai sebagai sarana untuk memberikan informasi tentang penerapan good governace pada perguruan tinggi. Di Indonesia, belum banyak perguruan tinggi yang menginformasikan laporan keuangan pada websitenya sebagai salah satu bentuk penerapan good governance dalam hal transparansi kinerja keuangan. Yuhertiana (2009) meneliti 10 website perguruan tinggi terbaik di Indonesia menurut versi webometrics (dari 270 website perguruan tinggi Indonesia yang terdaftar). Penemuannya menujukkan bahwa hanya dua perguruan tinggi yaitu Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Universitas Airlangga (UNAIR) yang telah menyajikan Laporan Keuangan Auditan. Tiga perguruan tinggi telah menyajikan informasi keuangan dalam laporan tahunan, yaitu: Universitas Indonesia (UI), Universitas Airlangga (UNAIR), dan Universitas Brawijaya (UB). Sementara satu perguruan tinggi, yaitu Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) telah menyajikan informasi tentang system operasional dan kebijakan keuanggannya. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan penelitian, yaitu bagaimana realitas perkembangan system informasi

akuntansi pendidikan di Indonesia? Apakah perguruan tinggi telah mengembangkan teknologi informasi akuntansi keuangan? Apakah system yang dikembangkan tersebut telah berhasil dilaksanakan? Apakah penerpan system informasi akuntansi pendidikan berdampak terhadap kinerja individual dan kinerja organisasi? Berbagai penelitian untuk mengukur berhasil tidaknya suatu pengembangan system informasi telah banyak dilakukan terutama dalam dunia bisnis dengan mengukur keberhasilan suatu system dari sudut pandang persepsian pemakai-pemakai profesional. Dibandingkan dengan pemakai-pemakai (users) akhir dan manajer-manajer di lingkungan bisnis umumnya, penelitian ini menjadi menarik karena dilakukan pada lingkungan perguruan tinggi yang pada dasarnya para manajer dan pemakai-pemakainya mempunyai karakteristik yang berbeda dalam pengambilan keputusan penerimaan teknologi. Lebih lanjut, penelitian-penelitian empiris terdahulu telah meneliti penerimaan teknologi pemakai dalam konteks organisasi bisnis, sehingga menawarkan diskusi terbatas pada penerimaan teknologi oleh professional-profesional individual. Beberapa literature dan hasil penelitian telah membuktikan bahwa hasil pengembangan suatu system informasi dapat menjadi berhasil atau gagal. Ada banyak cara untuk menilai apakah system yang dikembangkan berhasil diterapkan dalam suatu organisasi, misalnya: kepuasan pengguna system (Mulyono, 2009; McKeen at al, 1994; DeLone and McLean, 1992), produktivitas system ((Stevens et al. 1994; Mohan et al. 1990), kinerja system (Szajna and Scamell, 1993; West and Courtney 1996), atau efektivitas system (Pitt et al, 1995). Penelitian lain menunjukkan digunakan atau tidak digunakannya system informasi dalam organisasi (Everdingen et al, 2000; Hartwick and Barki. 1994). Model-model teoritis yang banyak digunakan pada penelitian system informasi, antara lain: Theory of Reasoned Action (TRA) oleh Ajzen (1980); Technology Acceptance Model (TAM) oleh Davis et al. (1989), Taylor and Todd (1995), Venkatesh dan Davis (1996) dan Schilewaert et al. (2000); Theory of Planned Behavior (TPB) oleh Ajzen (1991); Teori Perilaku Interpersonal oleh Venkatesh (2000); Teori Ekspektansi oleh DeSanctis (1983), Fiske dan Taylor (1991); Model Pemanfaatan Komputer Personal oleh Igbaria et al. (1997); Teori Kognitif Sosial oleh Bandura (1986); Model Kesesuaian-Apropriasi oleh Goodhue dan Thompson (1995); Teori Hipotesis Kontinjensi oleh Hartman dan Moers (1999); dan Teori Penyatuan Penerimaan dan Penggunaan Teknologi (Unified Theory of Acceptance and Use of Technology) oleh Venkatesh et al (2003). Pada beberapa penelitian tersebut, system informasi diperlakukan sebagai obyek, yaitu sebagai konstruksi teknis yang digunakan oleh manusia. Dalam teori actor-network, system informasi diperlakukan sebagai actor yang berinteraksi dengan system teknologi lainnya dan elemen sosial dalam lingkungan organisasi dan network. Actor network theory menjelaskan bagaimana system informasi bertindak sebagai agen pengubah (change agent) atau musuh bagi mereka yang tidak menginginkan perubahan dalam organisasi (Askenas and Westelius, 2001; Hansethand Braa, 1988). Disamping menempatkan system informasi sebagai actor, penelitian ini juga menggunakan tiga peran organisasional yaitu: kepemimpinan yang kuat dan berkomitmen; komunikasi yang jujur dan terbuka; serta tim implementasi system; yang merupakan faktor kunci keberhasilan pengembangan system. Diimplementasikannya system informasi dapat meningkatkan pengetahuan organisasional yang akhirnya mengarah pada peningkatan kinerja, seperti: meningkatnya kreativitas organisasi, meningkatnya efektivitas operasional, serta meningkatnya kualitas produk atau jasa yang dihasilkan. Dalam pandangan tentang pengetahuan organisasional, informasi

sudah melekat pada rutinitas dan proses yang akhirnya ada tindakan. Oleh karena itu, pengetahuan dapat didefinisikan sebagai kualitas di dalam diri manusia, yang berada didalam daya pikir manusia, yang membuat seseorang harus mengidentifikasi, menginterpretasi, dan menggabungkan pengetahuan (Myers, 1996) Setidaknya ada empat konsep teori yang mendasari pengelolaan pengetahuan (knowledge management), yaitu intellectual capital theory (Ross and von Krogh, 1996), knowledge economy theory (Tordoir, 1995), knowledge alliances (Conner and Prahalad, 1996), dan core competence management (Prahalad and Hamel, 1990). Dua teori pertama diambil dari hasil penelitian tentang pengembangan system informasi dan dua teori berikutnya merupakan hasil penelitian di bidang strategy organisasional. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pada penelitian system informasi dengan cara memberikan kedalaman pengetahuan dalam area pendidikan yang mungkin berbeda pada area bisnis pada umumnya. Sebagai sesuatu yang minimal, penemuan dari penelitian ini menyediakan dasar teoritikal dan bukti empiris untuk arah investigasi berikutnya dalam bidang professional lainnya. Dari perspektif manajerial, penemuan-penemuan dari penelitian ini juga dapat meningkatkan pemahaman dan praktek manajemen organisasional dalam penerapan system akuntansi pendidikan dan mendiskusikan implikasinya untuk memformulasikan strategi organisasional yang mendorong dan mempercepat penerimaan teknologi, yang pada akhirnya akan memperbaiki implementasi good governace di perguruan tinggi.

You might also like