You are on page 1of 20

TUBERKULOSIS PARU

1. PENDAHULUAN Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra torak yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM. Hipokrates telah

memperkenalkan terminologi phthisis yang diangkat dari bahasa Yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini. (Sudoyo, 2009) Bukti yang lain dari Mesir, pada mummi-mummi yang berasal dari tahun 3500 SM, Jordania (300 SM), Scandinavia (200 SM), Nesperehan (1000 SM), Peru (700), United Kingdom (200-400 SM) masing-masing dengan fosil tulang manusia yang melukiskan adanya Pott's disease atau abses paru yang berasal dari tuberkulosis, atau terdapatnya lukisan orangorang dengan bongkok tulang belakang karena sakit spondilitis TB. (Sudoyo, 2009) Literatur Arab: Al Razi (850-953 M) dan Ibnu Sina (980-1037M) menyatakan adanya kavitas pada paru-paru dan hubungannya dengan lesi di kulit. Pencegahannya dengan makan-makanan yang bergizi, menghirup udara yang bersih dan kemungkinan (prognosis) dapat sembuh dari penyakit ini. Disebutkan juga bahwa TB sering didapat pada usia muda (18-30 th) dengan tanda-tanda badan kurus dan dada yang kecil. (Sudoyo, 2009) Baru dalam tahun 1882 Robert Koch menemukan kuman penyebabnya semacam bakteri berbentuk batang dan dari sinilah diagnosis secara mikrobiologis dimulai dan penatalaksanaannya lebih terarah. Apalagi pada tahun 1,896 Rontgen menemukan sinar X sebagai alat bantu. Penyakit ini kemudian dinamakan Tuberkulosis, dan hampir seluruh tubuh

manusia dapat terserang olehnya tetapi yang paling banyak adalah organ paru. (Sudoyo, 2009) Pada permulaan abad 19, insidensi penyakit tuberkulosis di Eropa dan Amerika Serikat sangat besar. Angka kematian cukup tinggi yakni 400 per 100.000 penduduk, dan angka kematian berkisar 15-30% dari semua kematian. Di antara yang meninggal tercatat orang-orang terkenal seperti: Voltaire, Sir Walter-Scott, Edgar Allan Poe, Frederick Chopin, Laenec, Anton-Chekov, dll. Usaha-usaha untuk mengurangi angka kematian dilakukan seperti menghirup udara segar di alam terbuka, makan/minum makanan bergizi, memberikan obat-obat seperti tuberkulin (sebagai upaya terapi), digitalis, minyak ikan dan Iain-lain, tetapi hasil-nya masih kurang memuaskan. Tahun 1840 George Bodingto dari Sutton Inggris mengemukakan konsep sanatorium untuk pengobatan TB tetapi ia tidak mendapat tanggapan pada waktu itu. Baru pada tahun 1859 Brehmen di Silesia Jerman, mendirikan sanatorium dan berhasil menyembuhkan sebagian pasiennya. (Sudoyo, 2009) Sejak itu banyak sanatorium didirikan seperti di Denmark, Amerika Serikat dan kemudian terbanyak di Inggris yakni di Wales, England, Skotlandia. Setelah sukses dengan sanatorium, barulah dipikirkan usaha pencegahan seperti memusnahkan sapi yang tercemar TB, memberikan pendidikan kesehatan dan perbaikan lingkungan pada penduduk seperti makan/minum yang baik, tidak menghirup udara buruk, menghindari lingkungan hidup yang terlalu padat, mengurangi pekerjaan yang meletihkan. (Sudoyo, 2009) Sejak awal abad 19, angka kesakitan dan kematian pertahun dapat diturunkan karena program perbaikan gizi dan kesehatan lingkungan yang baik serta adanya pengobatan lain/tindakan bedah seperti collapse therapy. (Sudoyo, 2009) Robert Koch meng.identifikasi basil tahan asam M.tubercufosis untuk pertama kftli sebagai bakteri penyebab TB ini. Ia

mendemontrasiKan bahwa basil ini bisa dipindahkan kepada biuatang yang rentan, yang akan memenuhi kriteria postulat Koch yang merupakan

prinsip utama dari patogenesis mikrobial. Selanjutnya ia menggambarkan suatu percobaan yang memakai guinea pig, untuk memastikan

observasinya yang pertama yang menggambarkan bahwa imunitas didapat mengikuti infeksi primer sebagai suatu fenomena Koch. Konsep dari pada imunitas yang didapat (acquired immunity) diperlihatkan dengan pengembangan vaksin TB, satu vaksin yang sangat sukses, yaitu vaksin Bacillus Calmette Guerin (BCG) dibuat dari suatu strain Mikobakterium Bovis, vaksin ini ditemukan oleh Albert Calmette dan Camille Guerin di Institut Pasteur Perancis dan diberikan pertama kali kemanusia pada tahun 1921. (Sudoyo, 2009) Sejarah eradikasi TB dengan kemoterapi dimulai pada tahun .1944 ketika seorang perempuan umur 21 tahun dengan penyakit TB paru lanjut menerima injeksi pertama Streptomisin yang sebelumnya diisolasi oleh Selman Waksman. Segera disusul dengan penemuan asam para amino salisilik (PAS) .Kemudian dilanjutkan dengan penemuan Isoniazid yang signifikan yang dilaporkan oleh Robitzek dan Selikoff 1952. Kemudian diikuti penemuan berturut-turutpirazinamid tahun 1954 dan Etambutol 1952, Rifampisin 1963 yang menjadi obat utama TB sampai saat ini. (Sudoyo, 2009)

2. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGIS 2.1 Cara Penularan Lingkungan hidup yang sangat padat dan petnukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasapya secara inhalasi, sehingga TB paru fnerupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA). Pada TB kulit atau jafingan lunak penularan bisa meialui inokulasi

langsung. Infeksi yang disebabkan oleh M. bovis dapat disebabkan oleh susu yang kurang disterilkan dengan baik atau terkontaminasi. Sudah dibuktikan bahwa lingkungan sosial ekonomi yang baik, pengobatan teratur dan pengawasan minum obat ketat berhasil mengurangi angka morbiditas dan mortalitas di Amerika selama tahun 1950-1960. (Sudoyo, 2009) Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,30,6/um. Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae complex adalah : 1). M tuberculosae, 2). Varian Asian, 3). Varian African I, 4. Varian African II, 5. M. bovis. Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan seeara epidemiologi. (Sudoyo, 2009) Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT, atypical adalah: 1. M. kansasi, 2. M. avium, 3. M. intra cellulare, 4. M.scrofulaceum, 5. M. malmacerse, 6. M. xenopi. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidpglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi. (Sudoyo, 2009) Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya, karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. (Sudoyo, 2009)

2.2 Patogenesis 2.2.1 Tuberkulosis Primer Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan para. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian bam oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. (Sudoyo, 2009) Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan para akan ber-bentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi

limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian para menjadi TB milier. (Sudoyo, 2009) Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening mentiju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjaf getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi (Sudoyo, 2009) :

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm dan 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.

Berkomplikasi dan menyebar secara (Sudoyo, 2009) : a) perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya b) secara bronjsogen pada paru yang bersangkutan maupun para di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus c) secara limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya d) secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.

2.2.2

Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder) Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan tnuncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi

tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pascaprimer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. (Sudoyo, 2009) Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. (Sudoyo, 2009) TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari

jumlah kuman, virulensi-nya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi (Sudoyo, 2009) : Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granu loma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinyaperkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh ensim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut. Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat (Sudoyo, 2009): a) Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk dalam pferedaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura. b) memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti

Aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma

c) bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadangkadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped. (Sudoyo, 2009) Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni (Sudoyo, 2009) : 1) Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi 2) Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lertgkap dan sempuma 3) Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi pengobatan yang sempurna juga.

2.3 Klasifikasi Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi, seperti (Sudoyo, 2009) : Pembagian secara patologis Tuberculosis primer (childhood tuberculosis) Tuberculosis post-primer (adult tuberculosis) Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberkulosis paru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif, dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh). Pembagian secara radiologis (luas lesi) Tuberculosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru. Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih

dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru. Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosis. (Sudoyo, 2009) Pada tahun 1974, American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat. (Sudoyo, 2009) Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes tuberculin negatif. Kategori I : terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat kontak positif, tes tuberculin negatif. Kategori II : terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologis dan sputum negatif. Kategori III : terinfeksi tuberculosis dan sakit.

Di Indonesia, klasifikasi yang dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan mikrobilogis. (Sudoyo, 2009) Tuberculosis paru Bekas tuberculosis paru Tuberculosis paru tersangka, yang terbagi dalam : Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negatif, tetapi tanda-tanda lain positif. Tuberculosis paru tersangka yang tidak diobati. Disini sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori, yaitu (Sudoyo, 2009) : Kategori I, ditujukan terhadap : Kasus baru dengan sputum positif. Kasus baru dengan bentuk TB berat. Kategori II, ditujukan terhadap : Kasus kambuh. Kasus gagal dengan sputum BTA positif. Kategori III, ditujukan terhadap : Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas. Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I. Kategori IV, ditujukan terhadap : TB kronik.

3. GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS 3.1 Gejala - gejala Klinis Keluhan yang dirasakan pasien tuberku-losis dapat bemacammacam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah (Sudoyo, 2009) : Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadangkadang panas badan dapat mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya. infeksi kuman tuberkulosis yang Batuk/Batuk Darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-prpduk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap pe,nyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah psnyakit berkembang dalam

jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berhulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berapa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. (Sudoyo, 2009) Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru. (Sudoyo, 2009) Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuri'tis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. (Sudoyo, 2009) Malaise. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise inimakin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur. (Sudoyo, 2009)

3.2 Diagnosis Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis tuberculosis paru adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculosae dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. WJO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberculosis paru. (Sudoyo, 2009) Paru dengan sputum BTA positif (Sudoyo, 2009) : Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2 x pemeriksaan.

Satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif. Satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif. Pasien dengan sputum BTA negatif (Sudoyo, 2009) : Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2 x pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif. Diagnosis berdasarkan riwayat penyakit pasien (Sudoyo, 2009) : Kasus baru, yaitu pasien yang tidak mendapat obat anti TB lebih dari 1 bulan. Kasus kambuh, yaitu pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB, tetapi kemudian timbul lagi TB aktifnya. Kasus gagal (smear positive failure), yaitu : Pasien yang sputum BTA nya tetap positif setelah mendapat obat anti TB lebih dari 5 bulan. Pasien yang menghentikan pengobatannya setelah mendapat obat anti TB 1 5 bulan dan sputum BTA nya masih positif. Kasus kronik, yaitu pasien yang sputum BTA nya tetap positif setelah mendapat pengobatan ulang (retreatment) lengkap yang disupervisi dengan baik.

3.3 Komplikasi Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, Poncets arthropathy. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB. (Sudoyo, 2009)

4. PENATALAKSANAAN 4.1 Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. (Sudoyo, 2009) Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak memmjukkan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dim atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran getaran/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa. (Sudoyo, 2009) Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki % basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesicular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik. (Sudoyo, 2009) Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terja'dinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan; Di sini akan didapatkan tanda-tanda kor pulmonal derigan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia, siariosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang

mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites, dan edema. (Sudoyo, 2009) Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif. (Sudoyo, 2009)

4.2 Pemeriksaan radiologis Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberculosis. Lokasi lesi tuberculosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apical lobus atas atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkial). (Sudoyo, 2009) Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma. (Sudoyo, 2009) Pada kavitas bayangan berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. (Sudoyo, 2009) Gambaran tuberculosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan

pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/ empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/ pleura

(pneumotoraks). (Sudoyo, 2009)

4.3 Pemeriksaan Laboratorium 4.3.1 Darah Pemerik,saan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenjs pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. (Sudoyo, 2009) Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga: 1). Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer; 2). Gama globulin meningkat; 3). Kadar natrium darah menurun. Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik. (Sudoyo, 2009) Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahashi. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak. {Criteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1/128. Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatian karena angka-angka positif palsu dan negatif palsunya masih besar. (Sudoyo, 2009) Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga dipakai yakni Peroksidase Anti Peroksida (PAP-TB) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi (85-95%), tetapi beberapa peneliti lain meragukannya karena mendapatkan angka-angka yang lebih rendah. Sungguhpun begitu PAP-TB ini masih dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat bila digunakan sebagai sarana tunggal untuk diagnosis TB. Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah menentukan adanya antibodi IgG yang spesifik

terhadap antigen M.tuberculosae. Sebagai antigen dipakai polimer sitoplasma M. tuberculin var bovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonik dan dipisahkan secara ultrasentrifus. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan hasil uji PAPTB positif. Hasil positif palsu kadang-kadang masih didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan dan masa 3 bulan revaksinasi BCG. (Sudoyo, 2009) Uji serologis lain terhadap TB yang hampir sama cara dan nilainya dengan uji PAP-TB adalah uji Mycodot. Di sini dipakai antigen LAM (Lipoarabinomannan) yang dilekatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir ini dicelupkan ke dalam serum pasien. Antibodi spesifik anti LAM dalam serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir yang intensitasnya sesuai dengan jumlah antibodi. (Sudoyo, 2009)

4.3.2

Sputum Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan jjxi mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah uhtuk mendapat sputum, terutamst pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif. (Sudoyo, 2009) Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. , Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan^aram hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkos-kopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan

dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin. (Sudoyo, 2009) Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke luar. Diperkirakan di Indonesia terdapat 50% pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL sputum. Untuk pewamaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet. (Sudoyo, 2009) Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah (Sudoyo, 2009) : Pemeriksaan sediaan langsung dengan mi-kroskop biasa. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens

(pewamaan khusus) Pemeriksaan dengan biakan (kultur) Pemeriksaan terhadap resistensi obat. Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens dengan sinar ultra violet walaupun sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan, karena pewamaan yang dipakai (auramin-. rho-damin) dicurigai bersifat karsinogenik. Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam medium biakan, koloni kuman tuberkuiosis mulai tampak. Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakan dinyatakan negatif. Medium biakan yang sering dipakai yaitu Lowenstein Jensen, Kudoh atau Ogawa. (Sudoyo, 2009) Saat ini sudah dikembangkan pemeriksa-an bisfcan sputum BTA dengan cara Bactec (Bactec 400 Radio metric System), di mana kuman sudah dapat dideteksi dalam 7-10 hari. Di samping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dideteksi DNA kuman TB

dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi Mituberculosae yang tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan biasanya dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identifikasi kuman. (Sudoyo, 2009) Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomen dead bacilli atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek. Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairari lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin, dan tinja. (Sudoyo, 2009)

4.3.3

Tes Tuberkulin Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu S menegikkan diagnosis tuberkuiosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D. (Purified Protein Derivative) intrakutan

berkekuatan5 T.U. (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U. dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strength). Kadang-kadang bila dengan 5 T.U. masih memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan 250 T.U. (second strength). Bila dengan 250 T.U. masih memberikan hasil negatif, berarti tuberkuiosis dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantouks dengan 5 T.U. saja sudah cukup berarti. (Sudoyo, 2009) Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pemah mengalami infeksi M tuberculosae, M. bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman patogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculosae atau BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi

imunologi dengan dibentuknya antibodi selular pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan Intibocji humoral yang dalam perannya akan menekankan antibodi selular. (Sudoyo, 2009) Bila pembentukan antibodi selular cukup misalnya pada penularan dengan kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan di mana pembentukan antibodi humoral amat berkurang (pada hipogaima-globulinemia), maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan. (Sudoyo, 2009) Seteiah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan. (Sudoyo, 2009) Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux ini dibagi dalam (Sudoyo, 2009) : 1) Indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Di sirii peran antibodi humoral paling menonjol 2) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan= golongan low grade sensitivity. Di sini peran antibodi humoral masih menonjol 3) Indurasi 10-15 mm: Mantoux positif = golongan normal sensitivity. Di sini peran kedua antibodi seimbang 4) Indurasi lebih dari 15 mm: Mantoux positif kuat= golongan hypersSnsitivity. Di sini peran antibodi selular paling menonjol. Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni (Sudoyo, 2009) : 1) Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis. 2) Anergi, penyakit sistemikberat(Sarkoidosis,LE). 3) Penyakit eksantematous dengan panas yang akut : morbili, cacar air, poliomielitis.

4) Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit lirnforetikular (Hodgkih) 5) Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat- obat imunosupresi lainnya. 6) Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.

You might also like