You are on page 1of 8

3.

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 9 hari, dimulai pada tanggal 19 Maret hingga 27 Maret 2011. Seluruh kegiatan pengambilan sampel air dilakukan dengan

menggunakan kapal riset Baruna Jaya VIII milik PUSLIT Oseanografi LIPI. Titik pengambilan sampel air dilakukan pada posisi lintang antara 8,39-9,08 LS dan posisi bujur antara 114,14-115,39 BT. Stasiun pengamatan dalam pengambilan sampel air dalam pendugaan kualitas perairan Selat Bali terdiri 9 titik pengamatan yang melintang dari wilayah Grajagan, Jawa Timur sampai Jimbaran, Bali yang disesuaikan dengan rute pelayaran kapal Baruna Jaya VIII. Letak koordinat, waktu pengambilan sampel dan kedalaman perairan tiap stasiun dapat dilihat pada Lampiran 4. Peta lokasi penelitian di

perairan Selat Bali dapat dilihat pada Gambar 2. Pengambilan sampel air dilakukan pada kedalaman yang berbeda, hal ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik perairan pada beberapa kolom perairan (permukaan, termoklin, dan dekat dasar perairan).

Gambar 3. Peta lokasi penelitian di bagian selatan Selat Bali

21

3.2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian meliputi alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengambilan air sampel dan analisis parameter kualitas perairan (fisika kimia). Alat dan metode yang digunakan dalam analisis kualitas perairan parameter fisika kimia perairan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Alat/metode yang digunakan dalam analisis parameter kualitas air Parameter Satuan a. Fisika 1. Suhu C 2. Kekeruhan NTU 3. TSS mg/L b. Kimia 1. pH 2. Salinitas PSU 3. DO mg/L 4. BOD mg/L 5. Amonia mg/L 6. Nitrat mg/L 7. Fosfat mg/L 8. Raksa mg/L 9. Kadmium mg/L 10. Tembaga mg/L 11. Timbal mg/L Mengacu pada: Eaton et al. 2005 Alat/metode CTD Spektrofotometer Gravimetri pH meter Salinometer DO meter Titrasi Winkler Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer AAS AAS AAS AAS Keterangan In-situ Ex-situ Ex-situ In-situ In-situ In-situ In-situ Ex-situ Ex-situ Ex-situ Ex-situ Ex-situ Ex-situ Ex-situ

Alat yang digunakan dalam proses pengambilan air sampel adalah Rossete Water Sampler yang terdiri dari 10 tabung niskin dan tiap tabung memiliki kapasitas sebesar 10 liter. Bersamaan dengan Rossete Water Sampler, CTD (Conductivity Temperature Depth) beserta alat yang digunakan untuk keperluan pengambilan data in-situ seperti pHmeter, salinometer dan DOmeter dirangkai dalam satu unit (lampiran 1).

3.3. Pengumpulan Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang dilakukan selama survey. Data in-situ yang diambil selama penelitian antara lain data

kedalaman, DO, pH, suhu, BOD, dan salinitas. Data ex-situ seperti kekeruhan, TSS,

22

nutrien dan logam terlarut dilakukan analisis di Laboratorium Fisika-Kimia Perairan, bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Pengukuran parameter seperti kedalaman dan suhu dilakukan dengan menggunakan CTD (Conductivity Temperature Depth). Kedalaman selama

penelitian sangat bervariasi, kedalaman yang paling dangkal yaitu 29,4 m dan yang paling dalam mencapai 2.549 m. CTD memiliki tiga sensor utama yaitu sensor konduktivitas listrik, sensor suhu, dan sensor tekanan. Prinsip pengoperasian CTD ini adalah dengan menurunkannya ke perairan dan secara kontinu CTD akan mengambil data numerik tiap satu meter kedalaman yang dihubungkan langsung ke ruang kontrol atau ruang operasi CTD. Dalam ruangan ini, CTD dikontrol dan dikendalikan dengan perangkat komputer. Pada pengukuran pH, pHmeter yang digunakan hanya mampu mengukur hingga kedalaman kurang dari 1.000 meter, maka ketika pengambilan sampel air pada stasiun yang memiliki kedalaman lebih dari 1.000 meter, pHmeter tidak dipasang. Pengambilan sampel air untuk kebutuhan analisis lab dilakukan dengan mengggunakan tabung Niskin. Contoh air laut yang diambil berdasarkan 3 kolom perairan, yaitu lapisan permukaan, lapisan termoklin, dan lapisan dekat dasar perairan. Pengambilan sampel air pada lapisan permukaan dilakukan pada kedalaman 510 m. Secara otomatis Rossete Water Sampler dapat dikontrol untuk dibuka dan ditutup dari ruang kontrol untuk keperluan pengambilan air sampel. Penentuan lapisan termoklin perairan dapat terlihat dari adanya perubahan suhu yang drastis. Ketika CTD diturunkan ke perairan, data parameter seperti kedalaman, temperatur, salinitas, pH, dan DO dapat langsung terbaca dalam bentuk grafik pada layar monitor dari ruang kontrol yang menghubungkan perangkat komputer dengan CTD yang diturunkan ke perairan. Ketika monitor pengamatan terlihat perbedaan suhu yang signifikan, maka satu unit tabung niskin diberhentikan untuk proses pengambilan sampel air. Setelah itu, tabung Niskin ditutup dan Rossette Water Sampler diturunkan kembali ke dasar perairan untuk mengambil contoh air pada lapisan dekat dasar perairan. Pengambilan sampel air pada kolom perairan yang

23

berbeda ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kualitas air pada masingmasing kolom perairan. Pengambilan sampel air untuk keperluan analisis ex-situ, dengan

memindahkan air sampel dari tabung Niskin ke dalam botol sampel polyethylene beserta pengawetnya yang disesuaikan untuk keperluan analisis tertentu (Lampiran 2). Botol yang diberi label biru yang memiliki kapasitas satu liter digunakan untuk keperluan analisis parameter fisika seperti kekeruhan dan TSS. Botol biru ini tidak menggunakan pengawet apapun untuk keperluan analisis. Botol polyethylene yang diberi label warna merah muda memiliki kapasitas sebesar 500 ml digunakan untuk keperluan analisis parameter logam terlarut, seperti Hg, Pb, Cd, dan Cu diberi pengawet berupa HNO3, sedangkan untuk keperluan analisis parameter seperti total P, NH3, dan NO2 digunakan botol polyethylene 500 ml yang diberi label warna jingga dengan bahan pengawet H2SO4. Botol BOD yang terbuat dari gelas bening yang memiliki kapasitas sebesar 125 ml digunakan untuk inkubasi. Beberapa sampel untuk analisis parameter seperti BOD, nitrat, amonia dan fosfat disimpan pada suhu 4 C. Pengawetan atau penanganan sampel mengacu pada APHA (2005). Parameter fisika-kimia yang diamati dan alat/metode analisisnya selengkapnya disajikan pada Tabel 2.

3.4. Analisis Data Data yang diperoleh terlebih dahulu dikelompokkan ke dalam parameter dan stasiunnya masing-masing. Kemudian dalam menganalisis data, hasil pengolahan lebih lanjut ditampikan dalam bentuk grafik sehingga perbedaan mengenai karakteristik fisika dan kimia perairan dapat terlihat.

3.4.1. Sebaran menegak Profil sebaran menegak dibuat untuk melihat pola pelapisan (stratifikasi) massa air pada setiap stasiun. Nilai parameter fisika-kimia perairan diletakkan pada sumbu x sedangkan kedalaman (m) diletakkan pada sumbu y. Parameter yang

dianalisis secara vertikal adalah semua parameter in-situ pada proses pengoperasian CTD yang terekam secara kontinu setiap 1 meter (suhu, salinitas, pH, dan DO).

24

Profil ini dapat digunakan untuk melihat kedalaman, sebaran maksimum dan minimum nilai parameter fisika kimia pada kedalaman tiap stasiun serta pola distribusi secara vertikal parameter-parameter tersebut.

3.4.2. Sebaran melintang Sebaran melintang dibuat untuk mengetahui perbedaan secara spasial karakteristik fisika-kimia perairan berdasarkan tiga lapisan perairan, yaitu lapisan permukaan, termoklin, dan dekat dasar perairan (Lampiran 5). Lapisan termoklin tiap stasiun berada pada kedalaman yang berbeda. Penentuan lapisan termoklin dilihat dari perbedaan suhu yang signifikan yang dapat terlihat pada saat CTD diturunkan yang dikendalikan dengan komputer yang mengukur kedalaman, suhu, salinitas, DO secara kontinu tiap satu meter. Nilai dari parameter fisika-kimia perairan yang ditampilkan pada sebaran melintang dapat melihat kisaran maksimum dan minimum pada titik stasiun yang telah ditentukan serta melihat perbedaan antara stasiun yang relatif dekat dengan daratan sampai ke laut lepas. Sebaran melintang diolah dan disajikan dengan menggunakan software ODV (Ocean Data View) versi 3.0.1-2005. Pola sebaran warna yang ditampilkan dalam ODV didasarkan atas data parameter fisika-kimia perairan di setiap stasiun yang dianalisis dan pendekatan interpolasi pada wilayah diluar stasiun pengamatan.

3.4.3. Penentuan status mutu air dengan Metode Storet Metode Storet merupakan metode yang umum digunakan untuk menentukan status mutu perairan. Secara prinsip, Metode Storet membandingkan data kualitas perairan dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya. Penelitian analisis kualitas perairan ini disesuaikan dengan Kepmen-LH nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota perairan (Lampiran 3). Cara menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari US-EPA (United States Enviromental Protection Agency) dengan

mengklasifikasikan air ke dalam 4 kelas, yaitu: 1. 2. Kelas A : baik sekali, skor = 0 Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 memenuhi baku mutu tercemar ringan

25

3. 4.

Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 tercemar sedang Kelas D : buruk, skor -31 tercemar berat

Prosedur penggunaan: data pengamatan mengenai kualitas air dibandingkan dengan baku mutu yang sesuai dengan kelas air. Jika hasil pengukuran memenuhi baku mutu air (hasil pengukuran baku mutu) maka diberi skor 0. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu) maka diberi skor seperti pada Tabel 3. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang di dapat dengan menggunakan sistem nilai (lampiran 6). Tabel 3. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air pada Indeks Storet berdasarkan Kepmen-LH No.115 tahun 2003 Jumlah Data < 10 10 Nilai Maksimum Minimum Rata-rata Maksimum Minimum Rata-rata Fisika -1 -1 -3 -2 -2 -6 Parameter Kimia -2 -2 -6 -4 -4 -12 Biologi -3 -3 -9 -6 -6 -18

Untuk penentuan indeks storet ini, data dikelompokkan menjadi tiga kelompok data, yakni: 1. 2. 3. Kelompok I yang terdiri dari stasiun 1 dan 2 Kelompok II yang terdiri dari stasiun 3, 4, dan 5 Kelompok III yang terdiri dari stasiun 6,7, dan 8

Pengelompokkan stasiun ini bertujuan untuk membandingkan status mutu perairan dari stasiun yang relatif dekat pantai dan stasiun yang berada jauh dari pantai.

3.4.4. Penentuan status mutu air dengan Indeks Pencemaran Indeks pencemaran (Pollution Index) merupakan indeks yang berkaitan dengan senyawa pencemaran yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas perairan yang diizinkan (Nemerow 1974 in Kepmen-LH Nomor 115 tahun 2003). Pengelolaan kualitas air atas dasar

26

Indeks Pencemaran (IP) dapat memberi masukan pada pengambilan keputusan agar dapat menilai kualitas perairan untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. Jika Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku mutu peruntukan air (j) (Lampiran 3) dan Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisis, maka Pij adalah Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij. Pij ditentukan dengan cara: 1. Memilih parameter yang terdapat dalam baku mutu 2. Menghitung nilai dari Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap stasiun. 3. a). Jika nilai konsentrasi yang menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat (misalkan DO), maka penentuan nilai maksimum Cim (misalkan untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh). Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij hasil perhitungan,yaitu:

b). Jika nilai baku mutu Lij memiliki rentang, - untuk Ci Lij rata-rata

- untuk Ci > Lij rata-rata

c). Jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0. Misalkan (C1/L1j)= 0,9 dan (C2/L2j) = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar, misalkan (C3/L3j) = 5,0 dan (C4/L4j) = 10,0. Dalam contoh ini tingkat kerusakan badan air sulit untuk ditentukan. Cara untuk mengatasinya adalah: - Penggunaan nilai (Ci/Lij) hasil pengukuran jika nilai ini < 1,0 maka nilai (Ci/Lij) baru = (Ci/Lij) hasil pengukuran.

27

- Jika hasil (Ci/Lij) hasil pengukuran > 1,0 maka nilai (Ci/Lij) baru dapat diperoleh dari:

P adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau persyaratan yang dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya digunakan nilai 5). 4. Menentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij ((Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M). 5. Sehingga nilai dari Indeks Pencemaran dapat diketahui dari persamaan: Dari hasil perhitungan nilai Indeks Pencemaran, besarnya nilai atau skor menggambarkan kondisi kualitas perairan sesuai dengan kriteria pada Tabel 4. berikut. Tabel 4. Penentuan status mutu air berdasarkan Indeks Pencemaran Skor 0,0 PIj 1,0 1,0 < PIj 5,0 5,0 < PIj 10 PIj > 10 Kriteria Kondisi baik Tercemar ringan Tercemar sedang Tercemar berat

You might also like