You are on page 1of 4

Farmakoterapi pada Depresi

October 31, 2011 by fathelvi

Yak, kali ini kita bercerita tentang farmakoterapi pada pasien DEPRESI Pada mulanya, aku cukup heran (semenjak kuliah profesi dulu malah), mengapa terapi di penyakit jiwa khususnya depresi perlu kita plajari juga? Toh, ntar juga sembuh sendiri. Apalagi, kita-kita kalo lagi musim ujian, sering bilang Deeeuuh, depresi nih gue. Kapan yaah, ujian ini berlalu? hihi. Ternyata sodara-sodara, tak seperti yang kita kiraaaa loh (kita? Lo ajah kaliii, hehe). Karena, ternyata oh ternyata, depresi itu penyakit ke-4 yang menyebabkan disabilitas di dunia. Dan depresi adalah penyakit gangguan jiwa paling banyak dialami manusia yang paling banyak menimbulkan disabilitas. Selain itu, depresi juga meningkatkan mortilitas (dengan meningkatnya angka keinginan untuk bunuh diri) dan komorbiditas dengan penyakit-penyakit lainnya. Nah, ujung-ujungnya, pasti kualitas hidup pasien tersebut (dan juga keluarganya jika ia adalah kepala keluarga) akan otomatis mengalami penurunan. Masya Allah Depresi juga menyebabkan beban global (bahkan mencapai 13 % dan diperkirakan sampai 15 % di tahun 2020). Dan 33 % dari disabilitas (ketidakmampuan untuk menjalani kehidupan dengan baik)disebabkan oleh gangguan psikiatrik.

Yang lebih menyedihkan lagi, ternyata prevalensinya itu sampai 17 % loh! Dan 30 % diantaranya tak terdeteksi. Dari sekian banyak itu, 40 % nya ndak dapat terapi. Mengapa? Soalnya, depresi ini lebih banyak gejala somatiknya jadi yang diterapi justru somatiknya ajah. Dan yang lebih memprihatinkan lagi, penyakit-penyakit depresi yang memiliki komorbiditas dengan m=penyakit medic lainnya. Selain itu, di kalangan masyarakat kita, masi tabu tuh yang namanya sakit jiwa. Kesannya gimanaaa gituh yak?! Mana ada sih orang yang ngaku lagi sakit jiwa? Mana mau sih dibilang gangguan jiwa. Makanya ndak banyak yang terobati. Selain itu, ada juga kerancuan diagnosis. Yang tumpang tindih ama yang laen. Hadeuuh, lengkap deh!

Naaah, setelah skian banyak fatka di paparkan, dapat kita simpulkan bahwa kita sebagai farmasis perlu jugak belajar tentang gangguan jiwa ini terkait obat-obatan dan terapi yang kita berikan ke pasiennya. Gitu loh. Nah, sepakat kan yah, kita belajar tentang farmakoterapi penyakit gangguan psikiatrik. Sepakatttt! Okeeh, lets go!

Pertama kita masuk dulu ke Simptom atau GEJALA dari si Depresi ini. Gejala depresi : Merasa males ajah mengerjakan sesuatu, ndak punya minat buat menyerjakan sesuatu (mood

depressed) Merasa bersalah, merasa tak berguna (feeling to guilt, worthlessness) Afek depresi (sediiih, murung) Gelisah, melempem (sluggishness, restlessness)

Mudah lelah (fatigue) Kurang minat (lack of interest) Merasa ingin bunuh diri (suicidal tought) Perubahan pola tidur (change in sleep) Perubahan berat badan (lebih kurus) atau change in weight Ketidakmampuan utk berkonsentrasi (inability to concentrate)

Etiologi (penyebab) dari depresi : multi-causal (banyak sebab) konstitusi biologik( genetic) psikodinamik /psikogenik/stressor masa kecil stressor dari lingkungan atau psiko-sosial adanya penyakit organic (sindrom otak organic) sekunder terhadap suatu reaksi terhadap zat/obat-obat tertentu

Ada 4 kategori yang harus diwaspadai pada seseorang : 1. keluhan mood dan keluhan emosional

(merasa rendah diri , tak punya minat untuk melakukan sesuatu, apatis, mudah tersinggung) 2. keluhan somatic

(sakit kepala, pusing, lelah, insomnia) 3. keluhan daya ingat

(mudah lupa,sulit berkonsentrasi) 4. keluhan dalam kehidupan

(berkurangnya kemampuan untuk mengatasi masalah kehidupan, perkawinan, dan mengisolasi diri dari lingkungan)

Criteria diagnsotiknya adalah : Sedikitnya 2 dari gejala utama : perasaan depresif hilangnya minat lemas tak bertenaga

dan sedikitnya 2 gejala tambahan : rasa bersalah dan rasa tak berguna sulit konsentrasi/perhatian menurun gangguan pola tidur/susah tidur adanya gangguan pola makan/penurunan berat badan adanya rasa ingin bunuh diri

sudah berlangsung LEBIH DARI 2 MINGGU!

Factor Risiko Depresi 1. jenis kelamin (wanita 2x lebih banyak dari pria)

2. 3.

umur (onset 20-40 tahun) riwayat keluarga (kluarga depresi 3x lebih tinggi dari yang tidak mempuntai riwayat keluarga

depresi) 4. status marital (perceraian lebih tinggi dari pada yang menikah. Wanita yang menikah lebih

tinggi dari pada wanita lajang, dan laki-laki lajang lebih tinggi dari pada yang menikah) 5. 6. persalinan/melahirkan (6 bulan pasca melahirkan) kematian orang tua di awal kehidupan (kemungkinan memiliki hubungan)

Gejala somatic pada gangguan depresi : Dirujuk dari DSM IV dan ICD 10 Lebih dari 60 % pasien depresi datang dengan keluhan somatik! (Sakit kepala, pusing, masalah lambung, susah tidur, berat badan menurun, anoreksia, badan sakit-sakit, pegelinu, lelah, tak bertenaga, sakit dada, sesak nafas).

sebenarnya, si depresi ini ada kaitannya dengan nyeri juga. Orang yang depresi, ia lebih peka untuk nyeri. Artinya nyerinya agak berlebihan dibandingkan orang yang lagi gak depresi. Mengapa? Ternyata, secara anatomi-fisiologi nya antara rasa nyeri dan depresi itu melalui perantara 5-HT (serotonin) dan norepineprin di jalur neuroanatomi yang berbeda tapi saling tumpang tindih. Kalo depresi itu melalui : jalur projeksi dari nucleus raphe dan locus ceruleus ke korteks serebri dan system limbic otak depan. Sementara, nyeri itu (sbagian) melalui descending pain pathways 5-HT dan noereprineprin yang menghambat input menuju ke dorsal horn neuron di syaraf spinal. Jadi, nyeri dan depresi itu ada pengaruhnya juga tho walaupun berada di jalur neuroanatomi yang beda. Kekurangan 5-HT dan norepineprin menyebabkan pengaruh terhadap kepekaan ambang nyeri dan mood. Dapat diperkirakan bahwa anti-depresan dengan kerja rangkap bisa mengatasi depresi dan nyeri

You might also like