You are on page 1of 12

Khilafah Islamiyah Dari Masa ke Masa Rasulullah SAW.

, mengkhabarghaibkan, empat kepemimpinan Muslimin sepanjang perjalanan sejarahnya : Dari Numan bin Basyir dari Hudzaifah bin al-Yaman r.a., berkata: Rasulullah SAW., bersabda: Adalah masa Kenabian itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang mengikuti jejak Kenabian (Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit (Mulkan Adhan), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabariyyah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang mengikuti jejak Kenabian (Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah). Kemudian (Nabi), diam. (Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid 4:273). era/periode akan mewarnai

1. Era Kenabian Menurut Hadits Nabi diatas, era pertama ialah era Kenabian. Era ini, jelas merujuk kepada era Kenabian Nabi Muhammad SAW,. Nabi Muhammad SAW., memimpin Muslimin dalam satu Jamaah dan Imamah. Kaum Muslimin hidup kompak dibawah pimpinan Allah dan Rasul-Nya itu. Dalam menjalankan kepemimpinannya, Nabi Muhammad SAW., tidak pernah mendirikan perkumpulan atau partai, atau negara, untuk mengamalkan Wahyu-wahyu Allah yang di wahyukan kepada beliau. Melainkan, setelah wayu diterima, kemudian diamalkan dan di dawahkan kepada umat manusia. Mereka yang memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya itu, mengikuti beliau dan dengan berjamaah, mereka mengamalkan Wahyuwahyu Allah dengan mengikuti perbuatan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW,. Orang pertama yang memenuhi seruan Rasulullah SAW., itu, ialah istri beliau, Khadijah dari kalangan wanita, Abu Bakar dari kalangan pria, dan Ali bin Abi Thalib serta Zaid bin Haritsah dari kalangan pemuda. Dari waktu ke waktu bertambah banyaklah jumlah kaum Muslimin dan Muslimat, termasuk shahabat-shahabat besar seperti Utsman bin Affan, Hamzah bin Abdul Muthalib, Umar bin Khaththab dan lain-lainnya.

Kaum Muslimin yang mengikuti Rasulullah SAW., itu adalah Jamaah pertama, Jamaah Muslimin yang di pimpin Rasulullah SAW., sendiri. Masa kepemimpinan Rasulullah SAW., dalam kehidupan berjamaah bersama kaum Muslimin berkisar lebih kurang 23 tahun.

2. Era Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah Era kedua ialah era Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah Khilafah yang berpola kepada Kenabian Nabi Muhammad SAW., Era ini, merujuk kepada masa kepemimpinan AlKhulafaur-Rasyidin Al-Mahdiyin -- Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khaththab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib r.a. Era Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah ini, dimulai sejak wafatnya Rasulullah SAW,. Keempat Khalifah itu adalah para Khalifah yang dibenarkan oleh Rasulullah SAW., sebagai Khalifah-Khalifah yang mendapat pimpinan atau petunjuk yang benar dari Allah SWT,. Bahkan Rasulullah SAW., sendiri berwasiat kepada Muslimin agar selain berpegang teguh pada Sunnah beliau, juga berpegang pada Sunnah Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyin, seraya bersabda: Aku berwasiat kepada kamu sekalian agar tetap bertaqwa kepada Allah, mendengar dan thaat, sekalipun yang memimpinmu seorang budak Habsyi, karena orang yang hidup diantara kamu di kemudianku, akan melihat perselisihan yang banyak. Maka dari itu, hendaklah kamu berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin AlMahdiyin (para Khalifah yang mendapat petunjuk yang benar). Hendaklah kamu pegang teguh akan dia, dan kamu gigitlah dengan geraham. Dan kamu jauhilah perkara-perkara baru yang diada-adakan, karena sesungguhnya semua perkara yang diada-adakan itu bidah dan semua bidah itu sesat. (HR. Ahmad dari Al-Irbadh bin Sariyah, Musnad Ahmad, Jilid 4:126-127, Sunan Abu Dawud, Jilid 4:200-201) Sebagaimana pada masa kepemimpinan Rasulullah SAW., kaum Muslimin pada masa kepemimpinan Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyin (11-40 H/632-661 M), ini pun hidup kompak dalam kehidupan berjamaah dibawah satu pimpinan. Mereka tampil sebagai sebaikbaik umat yang dibangkitkan untuk sekalian manusia, hidup berjamaah dengan satu pimpinan (Imam), yang memimpin ke arah takwa kepada Allah SWT,. Pada masa kepemimpinan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, terjadi peristiwa yang dialami beliau berdua, yang menyebabkan keduanya menemui syahid. Peristiwa ini merupakan pelajaran berharga bagi kaum Muslimin, agar hal itu hendaknya tidak terulang lagi.

Hingga kapan era Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah ini berlangsung? Said bin Jamhan, mengutip Sabda Rasulullah SAW., sbb : Dari Said bin Jamhan, ia berkata: Telah menghabarkan kepadaku Safinah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW,: Khilafah pada umatku tiga puluh tahun, kemudian kerajaan sesudah itu. Lalu berkata kepadaku Safinah: Peganglah kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Usman. Dan berkata kepadaku Safinah: Peganglah kekhalifahan Ali. Berkata Safinah: Maka kami dapatkan Khilafah itu tiga puluh tahun. Berkata Said: Maka saya berkata kepada Safinah: Sesungguhnya Bani Umayyah mengaku Khalifah itu ada pada mereka. Safinah berkata: Berdusta Bani Az-Zarqai, bahkan mereka itu raja dari sejelek-jelek raja. (HR. AtTirmidzi) Safinah benar, karena masa ke-Khilafahan Al-Khulafaur-Rasyidin Al-Mahdiyin, Khilafat Ala Minhajin Nubuwwah, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, berkisar 30 tahun (632-661 M).***

3. Era Mulkan Adhon dan Mulkan Jabariyyatan Era ke tiga, setelah era Khilafah yang menempuh jalan Kenabian -- Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah, dengan kehendak Allah berakhir, ialah era Mulkan Adhan -- kerajaankerajaan yang mengigit, dan Mulkan Jabariyyatan -- kerajaan yang menyombong/takabur. Tarikh mencatat, setelah syahidnya Khalifah Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sufyan tampil memimpin Muslimin dan dialah yang merubah kepemimpinan Muslimin menjadi kerajaan. Dia menjadi raja pertama dari keturunan Umayyah, datuknya. Dalam sebuah Arsar dari Abdurrahman bin Abi Bakrah disebutkan, Muawiyyah berkata pada Abi Bakrah: Apakah kamu mengatakan kami raja? Maka kami sungguh ridha dengan Raja. (Musnad Ahmad, Jilid V:50). Muawiyyah memegang kendali kepemimpinan Muslimin dari 41-80 H (661-680 M). Kemudian diteruskan oleh putranya, Yazid, lalu diteruskan oleh keturunan Bani Umayyah lainnya sampai raja yang terakhir Marwan bin Muhammad bin Marwan (128-131 H/744-750 M), yang dilenyapkan oleh Abu Abbas Asafah.

Secara keseluruhan sistim kerajaan (Mulkan Adhan maupun Mulkan Jabariyyatan), yang menggantikan sistim Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah, dapat disimpulkan dalam table berikut: Jenis Kepemimpinan Jarak Masa Jumlah Khaliah/Raja Penguasa Pemerintahan Dinasti Umayyah di Damaskus 661-750 M 14 Pemerintahan Dinasti Abbasiyyah di Baghdad 750-1258 M 37 Pemerintahan Dinasti Abbasiyyah di Kairo 1261-1517 M 18 Pemerintahan Dinasti Utsmaniyyah di Turki 1517-1924 M 36 Dunasti yang bersamaan dengan Khilafat Abbasiyyah Pemerintah Dinasti Umayyah Di Spanyol 756-1031 M 16 Pemerintahan Dinasti Fatimiyyah Di Mesir 909-1171 M 14 Jumlah keseluruhan Khilafat/Raja/Penguasa : 135

Pada kedua zaman ini, sekalipun Muslimin kelihatannya maju pesat dan Islam meluas ke seluruh Jazirah Arabia, Asia Selatan, Afrika dan sebagian Eropa, namun terdapat keretakan di bagian dalam. Kepemimpinan secara Sunnah Rasulullah SAW., yang diikuti oleh Khulafaur-Rasyidin Al-Mahdiyyin, telah mulai terhapus pada zaman ini dan digantikan dengan kepemimpinan secara turun temurun (Dinasti/Kerajaan). Kesatuannya bukan lagi berbentuk Jamaah, tetapi Mulkan (Kerajaan). Memang, tidak semua raja pada era ini konditenya buruk. Dari antara mereka juga ada yang saleh-saleh, bahkan Umar bin Abdul Azis r.h, salah seorang diantara raja-raja Bani Umayyah, disebut-sebut sebagai Khalifah Al-Rasyidah ke lima. Secara zahir, Muslimin pun masih berada dibawah satu pimpinan, hingga Mulkan Adhan dan Mulkan Jabariyyatan dihapuskan oleh Allah SWT., dengan runtuhnya Dinasty Utsmadiyyah di Turki pada tahun 1342 H/1924M, setelah lebih dahulu pada 1 Nopember 1922 M, Sultan Muhammad IV diturunkan dari tahtanya oleh Turki Muda Nasional pimpinan Mustafa Kemal Pasya.

Masa kekuasaan Mulkan Adhan dan Mulkan Jabariyatan, berlangsung sekitar 1263 tahun (661 M 1924 M). Mengisi kevakuman selama masa ini, Khilafah yang mengikuti jejak Kenabian, diamanahkan Allah SWT., kepada para Mujadid, yang bangkit di setiap permulaan abad, sesuai dengan janji-Nya kepada Nabi Muhammad SAW.,: Innallooha yabatsu lihaadihil ummati alaa rasi kulli miatin sanatin mayujaadi laha diinaha Sesungguhnya Allah berjanji kepada umat ini bahwa pada setiap permulaan abad, Dia akan membangkitkan seorang Mujadid yang akan memperbaharui bagi mereka agama mereka (Abu Dawud). Nawwab Siddiq Hasan Khan, Ulama kenamaan asal Hindustan, dalam bukunya berjudul Al-Hujajul Kiromah, mengemukakan, Mujadid yang dijanjikan Allah itu telah datang pada masanya, sepanjang 13 abad terakhir, al: 1. Khalifah Umar bin Abdul Aziz, r.h. 2. Imam SyafiI, sebagian berkata: Ahmad ibni Hanbal, r.h. 3. Imam Abu Syarah atau Abu Hasan Asari, r.h. 4. Imam Abu Ubaidullah dan Qadi Abubakar Baqlani, r.h. 5. Imam Al-Ghazali, r.h. 6. Imam Abdul Qadir Al-Jailani, r.h. 7. Imam Ibnu Taimiyah dan Chawaja Muinuddin Chisti, r.h. 8. Imam Hafiz Ibnu Hajar Asqalani dan Saleh Ibnu Umar, r.h. 9. Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, r.h. 10. Imam Muhammad Tahir Gujrati, r.h. 11. Imam Mujaddid Alfi Sarhadi, r.h. 12. Imam Syekh Waliyullah Delhi, r.h. 13. Imam Sayyid Ahmad Bareluwi, r.h. 14. Imam Mahdi-Isa bin Maryam Yang Dijanjikan (Masih Mauud)

Mereka inilah Imam-Imam Zaman, Ulama-Ulama al waratsatul An-biyaa, yang oleh Nabi SAW., diilustrasikan sebagai: Matsalu ashhaabii matsalun-nujuum, maniqtadaa bisyaiim-minha-Htada -- Sahabat-sahabatku bagaikan bintang-bintang yang bertaburan, siapa pun yang kamu ikuti, kamu akan mendapat petunjuk yang benar (Ad-Daarami), dimana Nabi SAW., menegaskan: Man-lam yarif imaama zamaanihi faqad maata miitatan jaahiliyyatan Barangsiapa yang tidak kenal dengan Imam Zamannya, lalu dia mati, maka matinya adalah laksana mati Jahiliyah (Abu Dawud), dan : Man maata bighairi imaamin maata miitatan jaahiliyyatan Barangsiapa mati tidak mempunyai Imam, maka matinya laksana mati jahiliyyah (Musnad Ahmad).

4. Era Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah Era ke empat, setelah era Mulkan Adhan dan Mulkan Jabariyatan berakhir sesuai dengan kehendak Allah, maka kepemimpinan Islam, menurut Rasulullah SAW., akan kembali ke era Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah: Tsuma takuunu Khilafatan ala minhajin Nubuwwah, -- kelak, kemudian, akan berdiri lagi Khilafah yang berpola dan mengikuti jejak Kenabian Muhammad SAW,. Pasca era Mulkan Adhan dan Mulkan Jabariyatan berakhir, upaya untuk mendirikan kembali sistim Khilafah sudah seringkali dilakukan ulama-ulama dan pemimpin-pemimpin dunia Islam. Menurut mereka, Khilafah wajib adanya bagi Muslimin, dan era dimana sekarang ini berada adalah era berdirinya kembali Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah, sesuai dengan Sabda Nabi Muhammad SAW,. Tahun 1919, di India dibentuk All India Khilafat Conference oleh tokoh-tokoh Muslim India, seperti Syaukat Ali dan saudaranya Muhammad Ali. Lembaga ini dibentuk untuk menjaga keutuhan lembaga Khilafat dan mengusir Kolonial Inggris yang menduduki negeri-negeri Muslim di Timur Tengah umunya, dan melakukan penindasan di India, khususnya. Harapan utama gerakan ini tertumpu pada kebijakan Mustafa Kemal Pasya. Namun, setelah mengadakan dua kali konferensi, di India pada 1919, dan di Karachi pada 1921, harapan gerakan ini hancur, setelah Mustafa Kemal Pasya, menghapus kekhilafahan Turki Utsmani (Mulkan Utsmaniyyah), untuk selama-lamanya dari bumi Turki pada 3 Maret 1924.

Tahun 1926, di Mekah Saudi Arabia, berlangsung Kongres Islam Sedunia, atas prakarsa Raja Ibnu Saud. Mewakili Muslim Indonesia, hadir H.O.S. Tjokro Aminoto dari Syarikat Islam, K.H. Mas Mansur dari Muhamadiyah, dan H.A. Karim Amarullah, ayahanda yang terhormat Buya Hamka. Tetapi, kongres ini tidak berhasil mewujudkan apa yang menjadi cita-cita. Saudi Arabia menolak usulan kongres untuk menghidupkan kembali lembaga Khilafah. Dalam pandangan Saudi Arabia, para utusan kongres terlalu mengaikan masalah Islam dan Muslimin dengan politik. Tahun 1974, di Lahore, Pakistan, berlangsung Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam. Tiga puluh delapan negara hadir dalam KTT ini, pesertanya terdiri atas Kepala Negara, Perdana Menteri, dan Menteri-Menteri Luar Negeri. Presiden Uganda, Idi Amin, mengusulkan agar Khilafah bagi Muslimin dibahas dalam KTT ini, bahkan dia mencalonkan Raja Faisal dari Saudi Arabia untuk menduduki jabatan Khilafah itu. Usul Presiden Idi Amin, didukung oleh Senegal. Prsiden Anwar Sadat dari Mesir, dan Pemimpin Libya, Muamar Gadafi, serta Presiden Abdel Rahman Al-Iryani dari Yaman Utara, bahkan mengusulkan agar Raja Faisal mau menerima gelar Pangeran Umat Beriman. Tetapi, usul Idi Amin dan wakil dari Senegal itu tidak mendapat respons KTT. Masalahnya seperti angin lalu saja. Keputusan tidak ada, penolakan pun tidak ada. Upaya menegakan lembaga Khilafah pun, kembali menemui jalan buntu. Tahun 1953, di Al-Quds, Yorusalem, Palestina, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, mendirikan Hizbu Tahrir Partai Pembebasan. Hizbu Tahrir, yang kini berpusat Internasional di Yordania dan telah berkembang di 30 negara itu, mengklaim sebagai partai politik idiologis dengan tujuan menjadikan idiologi Islam sebagai lampu penerang dalam kegelapan sekularistik yang membelenggu dunia saat ini. Menegakan Khilafah Islamiyah merupakan inti perjuangan, dan tema sentral kampanye-kampanyenya. Menurut Hizbu Tahrir, syariah tidak bisa tegak tanpa Khilafah. Syariah tidak bisa ditegakan melalui demokrasi, sebab demokrasi bukan sistem pemerintahan berdasarkan wahyu Allah SWT., melainkan hanya berasal dari akal pikir manusia. Demokrasi akidahnya sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, sedangkan Islam akidahnya Dua Kalimah Syahadat. Demokrasi, kata mereka, mengandung sejumlah fakta yang mengantarkan kepada keharaman. Maka, tidaklah mengherankan, jika ditengah masa krisis multi dimensi melanda dunia, termasuk melanda bangsa Indnesia saat ini,

Hizbu Tahrir gigih dan gencar sekali menyampaikan seruan: Wahai kaum Muslimin, sadar dan bangkitlah! Hanya dengan Khilafah, syariat Islam yang dirindukan, dapat diterapkan ditengah kalian. Hanya dengan Khilafah kalian dapat merajut kembali benang-benang kejayaan dan keemasan seperti sejarah umat terdahulu. Wahai kaum Muslimin, sadar dan bangkitlah! Ingatlah bahwa Allah mewajibkan kalian taat pada satu Ulil Amri, yang kalian baiat sendiri sebagai Khalifah/Imam. Allah juga mewajibkan kalian mengemban dakwah dan jihad ke seantero dunia. Dan semua itu hanya dapat terwujud, dengan tegaknya Khilafah Islamiyah..Sunguh benar apa yang dikatakan Rasulullah dalam Sabdanya: Dan akan kembali lagi sistem Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. (Lembar Dakwah, Jumat, 25 Maret 2005) Dan, meneriakan yel-yel: Tolak Kepemimpinan Sekuler. Tegakan Khilafah. Terapkan Syariah. Ganti Sistemnya. Jangan Cuma Orangnya. Satukan Pikiran dan Langkah. Angkat Kepala Negara Yang Mau Menegakan Syariah. Khilafah is The Only Sulution. Islam, Yes! Sekularisme, Kapitalisme, No! Di Indonesia, H. Harry Moekti, mantan rocker, yang akrab disapa Kang Harry, termasuk salah seorang pendukung dan penganjur gerakan menegakan kembali lembaga Khilafah Islamiyah yang di gagas dan di usung Hizbu Tahrir ini. Ia kerap kali turun ke berbagai daerah di tanah air termasuk Makassar, untuk mengkampanyekan dan mensosialisasikan ide dan gagasan yang di usungnya. Akan tetapi, sudah lebih setengah abad, Hizbu Tahrir berjuang, Khilafah Islamiyah yang dicita-citakan, tak juga kunjung menjadi kenyataan. Khilafah Islamiyah, hingga saat ini, masih menjadi tema yang dikampanyekan dan diwacanakan, belum menjadi kenyataan. Khilafah Jamaah Muslimin Wali Alfattah Pada dekade tahun 50-an, di Indonesia ada kelompok Islam yang konsens dengan penegakan kembali Khilafah, bernama Jamaah Muslimin Hizbullah. Kelompok yang di pimpin Wali Alfattah ini, tak hanya konsens dengan penegakan kembali Khilafah, bahkan mengklaim telah menegakan kembali Khilafah, dengan membaiat Wali Alfattah sebagai Khilafah pada musyawarah Ahlul Halli Wal Aqdi ke dua, (6-8 Pebuari 1959), di Mesjid Taqwa, Petojo Sabangan, Jakarta. Langkah kelompok ini lebih maju dibanding dengan kelompok Islam yang lain. Ia menjadikan Surah Ali Imran ayat 102-103, dan Hadits Nabi

yang diriwayatkan Hudzaifah bin Al-Yaman, sebagai pijakan argumentasi ke-Khilafahannya. Tetapi, Khilafah Jamaah Muslimin Hizbullah Wali Alfattah ini, tampaknya hanya Khilafah biasa saja, seperti dalam jamaah-jamaah yang lain. Dilihat dari latarbelakang, fungsi dan esensi, tidak memiliki kriteria dan tidak memiliki syarat sebagai Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah seperti yang dinubuwatkan Nabi. Gerakan Khilafah Wali Alfattah ini juga tidak global, hanya di Indonesia saja, itu pun hanya terkonsentrasi di Jawa, khususnya Jawa bagian barat dan tengah. Faktor Penyebab Kegagalan Muslimin Mendirikan Khilafah Kenapa usaha-usaha yang dilakukan berbagai kelompok Islam untuk mendirikan kembali Khilafah Islamiyah selalu menemui jalan buntu dan tak kunjung menjadi kenyataan? Bukankah Khilafah Islamiyah merupakan cita-cita dan harapan umat Islam? Dan, bukankah di dibawah panji Khilafah Islamiyah itulah terletak kejayaan Islam dan umat Islam? Inilah pertanyaan-pertanyaan penting yang harus dicarikan jawabannya, dan sangat baik juga dijadikan bahan renungan umat Islam, aktivis pejuang berdirinya kembali keKhilafahan, setelah hampir satu abad (1924-2006=82 tahun), berjuang. Dalam visi saya, ada dua faktor yang menyebabkan Muslimin, selalu gagal dalam perjuangannya menegakan kembali lembaga Khilafah: Pertama, terjadinya pemahaman dan penafsiran yang berbeda atas kedudukan Khilafah Rasulullah SAW., dan atas nash Al-Quran Surah An-Nisa ayat 59. Sebagian ada yang memahami Khilafah atau Ulil Amri itu, kedudukan politik, dan sebagian lagi memahami Khalifah atau Ulil Amri itu kedudukan Dien. Disini terjadi tarik menarik. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila rencana mewujudkan Khilafah selalu menemui kegagalan, meskipun konferensi berulang-ulang dilakukan. Khilafah dalam Muslimin pun terkatung-katung dan, tanpa terasa, sudah 82 tahun menggantung. Padahal, Khilafah/Imamah wajib adanya bagi Muslimin, dan wajib terus ada selama Muslimin dan Muminin masih ada, selama-lamanya hingga Hari Qiyamat kelak. Jalan keluar dari kesulitan ini, sesungguhnya mudah, sederhana sekali. Jika Khilafah Rasullah SAW., dan nash Al-Quran Surah An-Nisa ayat 59, difahami secara Dien, yang berarti kedudukan Khilafah atau Ulil Amri itu, coraknya agamis, bukan politis, maka Rasulullah SAW., dan Khulafaur-Rasyiddin-lah contohnya. Tetapi, jika kedudukan Khilafah

atau Ulil Amri itu coraknya politis, bukan agamis, maka Mulkan-Mulkan itulah contohnya, seperti Dinasti Umayyah, Abbasiyyah dan Utsmaniyah. Para aktivis pejuang penegakan kembali Khilafah tinggal memilih, model ke-Khilafahan mana yang mau dipakai. Model ke-Khilafahan Rasulullah SAW., dan Khulafaur-Rasyiddin Al-Mahidyyin Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali, r.a., ataukah model Mulkan-Mulkan Umayyah, Abbasiyah dan Utsmaniyah. Kalau model ke-Khilafahan Rasulullah SAW., dan Khulafaur-Rasyiddin AlMahdiyyin yang dipilih, berarti tidak harus punya wilayah kekuasaan (toritorial), karena agama menyangkut hati nurani manusia, dan Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrat manusia manapun (Ar-Rum, 30:30), berlaku untuk seluruh alam (Al-Anbiya, 21:107) dan seluruh umat manusia (Saba, 34:28). Untuk mewujudkan harapan, cita-cita, dan perjuangan menegakan Khilafah model ini, metodenya adalah dawah sesuai dengan petunjuk Al-Quran (Ali Imran, 3:104; An-Nahl, 16:125, Fushshilat, 41:33-34), dan contoh Rasulullah SAW,(AtTaubah, 9:128-129; Ali Imran, 3:159; Asy-Syuaraa, 26:214-217; Al-Anam, 6:50-52, dll). Kalau model Mulkan-Mulkan Umayyah, Abbasiyyah dan Utsmaniyah, yang dipilih, berarti harus punya wilayah kekuasaan, punya toritorial, punya negara. Karena, tidak mungkin ada Penguasa (Raja, Khalifah, Emir, atau apa pun namanya), tanpa wilayah kekuasan. Memilih model kedua, ada kendala cukup berat, karena Muslimin dimana pun saat ini, harus mencari pulau lain di planet bumi ini untuk mendirikan negara baru sebagai wilayah kekuasaan Mulkan, atau mengambil kekuasan dengan suka rela atau terpaksa, dari tangan salah satu penguasa di suatu negara dimana saja di planet bumi ini, lalu berkuasa dan menjalankan roda kekuasan dengan corak Mulkan, seperti yang pernah dilakukan Umayyah, Abbasiyah, dan Utsmaniyah. Insya Allah, jika konsep ini digunakan, para aktivis pejuang penegakan kembali lembaga ke-Khilafahan yang bercorak Mulkan, akan menjadi kenyataan. Tetapi, jika model kedua ini yang dipilih dan berhasil, Islam sebagai rahmatan-lilalamiin, pengaruhnya terbatas diwilayah Mulkan itu saja, tidak global lil alam dan lin-naasi. Bisa mengglobal, jika Mulkan itu menjadi Imperium dunia. Dan itu, adalah sangat mustahil. Kedua, Para aktivis pejuang penegakan kembali lembaga Khilafah, agaknya telalu melihat lembaga Khilafah itu Al-Rasyidah ataupun Al-Mulkan, sebagai lembaga yang bercorak politis, ketimbang bercorak agamis. Kentalnya visi mereka bahwa lembaga Khilafah

adalah lembaga bercorak politis, menyebabkan mereka lupa, dan melampaui kewenangan Allah, bahkan mengambil hak prerogatif Allah. Dari uraian diatas kita mengetahui, setelah era Mulkan Adhan dan Mulkan Jabariyyatan berakhir, akan berdiri Khilafah yang berpola dan mengikuti jejak kenabian Muhammad SAW,. Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah, sebagaimana pernah terjadi dan berlangsung dimasa ke-Khalifahan Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali, r.a., selama 30 tahun sejak wafatnya Rasulullah SAW,. Ini berarti, Khilafah pasca Mulkan-Mulkan itu, coraknya agamis, bukan bercorak politis. Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah, Al-Khulafaur-Rasyidin Al-Mahdiyyin Abu Bakar Ashshiddiq, Umar bin Khaththab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, r.a., secara lahir dipilih oleh manusia orang-orang beriman, tetapi pada hakikatnya mereka dipilih oleh Allah, karena dibelakang mereka bekerja Tangan Allah. Hal demikian sesuai dengan janji Allah SWT., Sendiri (An-Nur, 24:55), dan cara kerjanya, sama dengan ketika Nabi SAW., melempar musuh di medan pertempuran Badar (Al-Anfal, 8:17). Ini artinya, mengangkat Khilafah yang bercorak agamis Ala Minhajin Nubuwwah, adalah kewenangan Allah, dan hak prorogatif Allah. Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah I, Al-Khulafaur-Rasyidin Al-Mahdiyyin, berdiri setelah sebelumnya diawali dengan kebangkitan seorang Reformer Agung, Rasulullah Muhammad SAW,. Setelah Sang Reformer wafat, orang-orang beriman berkumpul, lalu mengadakan pemilihinan Pemimpin Pengganti -- Khilafah, dimana dibelakangnya bekerja Tangan Allah, dan saat itu, Muminin sepakat memilih dan membaiat Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., sebagai Khilafah Manhaj an-Nubuuwah I. Cara yang sama dilakukan saat memilih Umar bin Khaththab r.a., sebagai Khilafah Manhaj an-Nubuwwah II, Usman bin Affan r.a., sebagai Khilafah Manhaj an-Nubuuwah III, dan Ali bin Abi Thalib r.a., sebagai Khilafah Manhaj anNubuuwah IV. Sebelum wafat, Khalifah Abu Bakar r.a., memang sempat menulis wasiat untuk memilih Umar bin Khaththab r.a., sebagai Khalifah. Saat Khalifah Umar r.a., masih hidup, Khalifah Umar r.a., membentuk sebuah majlis untuk memilih Khalifah bilamana beliau meninggal, terdiri dari 6 orang sahabat senior, yaitu: Usman bin Affan, Ali bi n Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqash, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin

Ubaidillah. Tetapi, dalam pelaksaan pemilihan Khilafah, esensinya sama: Syuura.

Kebangkitan Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah II, pasti tidak akan lepas dari metode dan mekanisme tersebut. Diawali dengan kebangkitan seorangang Reformer, lalu setelah Sang Reformer itu wafat, Muminin berkumpul mengadakan pemilihan Pemimpin Pengganti -Khalifah, yang dibelakang mereka bekerja Tangan Allah. Hal demikian, selain selaras dengan petunjuk Al-Quran (Ali Imran, 3:159; Asy-Syuura, 42:38), juga sangat logis. Sebab, bagaimana bisa ada Pemimpin Pengganti -- Khilafah, jika tidak ada yang diganti.

You might also like