You are on page 1of 12

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan tuntutan perkembangan zaman, membawa masyarakat pada suatu tatanan hidup yang serba cepat dan praktis. Kemajuan ilmu pengetahuan merupakan penentu bagi suatu peradaban yang modren. Keberhasilan yang dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tentu saja membawa suatu negara pada kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Namun tidak dapat dipungkiri kemajuan di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan diringi dengan meningkatnya penyimpangan dan kejahatan dibidang ekonomi dan sosial. Ini dapat dilihat di negara maju ataupun dinegara yang sedang berkembang, jenis penyimpangan dan kejahatan semakin banyak ragamnya. Semakin tinggi pradaban suatu bangsa maka semakin maju pula ilmu pengetahuan yang berkembang dalam bangsa tersebut. Apabila kemajuan ilmu pengetahuan tidak diimbangi dengan semangat kemanusiaan, maka berpengaruh pada akses yang negatif. Munculnya tindak pidana baru pada bidang ilmu pengetahuan yang berkembang tersebut. Yang menimbulkan gangguan ketenteraman, ketenangan dan sering kali menimbulkan

kerugian materil maupun immateril bagi masyarakat. Tindak pidana merupakan suatu bentuk perilaku penyimpangan yang hidup dalam masyarakat. Yang artinya tindak pidana akan selalu ada selama manusia masih ada di muka bumi ini. Hukum sebagai sarana bagi penyelesaian problematika ini diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat. Oleh karena itu perkembangan hukum khususnya hukum pidana perlu ditingkatkan dan diupayakan secara terpadu. Kodifikasi, unifikasi bidang-

bidang hukum tertentu serta penyusunan Undang-undang baru sangat dibutuhkan untuk menjawab semua tantangan dari semakin meningkatnya perkembangan tindak pidana. Ilmu kesehatan adalah salah satu bidang ilmu yang mengalami perkembangan paling cepat saat ini. Begitu pula dengan perkembangan tindak pidana dibidang ilmu kesehatan. Adapun tindak pidana yang terjadi di bidang ilmu kesehatan antara lain : malpraktek, pemalsuan obat, mengedarkan obat tanpa izin dan transplantasi organ manusia. Masalah kesehatan merupakan keprihatinan serius di setiap negara, baik negara maju maupun sedang berkembang. karena kesehatan merupakan salah satu faktor yang

menentukan kemajuan suatu negara dan merupakan hak asasi manusia. Negara memiliki kewajiban kepada rakyatnya untuk menyediakan layanan kesehatan dan menetapkan aturanaturan hukum yang terkait dengan kepentingan perlindungan kesehatan. Secara awam kesehatan dapat diartikan ketiadaan penyakit. Menurut WHO ( World Health Organization) kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis1. Dapat disimpulkan kesehatan itu sangat penting dalam kelangsungan hidup masyarakat. Jadi apabila terjadi tindak pidana di bidang kesehatan akan menyerang langsung masyarakat baik secara materil maupun immateril. Hukum kesehatan ini sebenarnya sudah lama diperkenalkan, namun

dalam perkembanganya hukum kesehatan ini masih kurang mendapat perhatian oleh para sarjana hukum di indonesia. Ini dapat dilihat dari masih jarangnya ditemukan buku-buku yang membahas tentang hukum kesehatan. Salah satu kejahatan dalam hukum kesehatan yang marak terjadi pada saat ini adalah kejahatan dibidang farmasi. Farmasi adalah suatu profesi yang berhubungan dengan seni dan

Titon Slamet Kurnia, Hak Atas Drajat Kesehatan Optimal Sebagai HAM di Indonesia, Bandung,

2007 hal 13

ilmu dalam penyediaan bahan sumber alam dan bahan sintetis yang cocok dan menyenagkan untuk didistribusikan dan digunakan dalam pengobatan dan pencegahan suatu penyakit 2. Masih segar di ingatan, hebohnya kasus formalin dalam makanan, ditariknya produk pengusir nyamuk HIT karena dikhawatirkan mengandung bahan yang berbahaya bagi keamanan dan keselamatan konsumen. Juga kasus minuman isotonik yang mengandung zat pengawet berbahaya yang disinyalir oleh Lembaga Komite Masyarakat Anti Bahan Pengawet (KOMBET). Adapun zat berbahaya yang minuman terkandung dalam

isitonik tersebut adalah natrium benzoat dan kalium sorbet yang dapat

menyebabkan penyakit yang dalam ilmu kedokteran disebut Sytemic Lupus Erythematosus, yaitu penyakit yang mematikan yang dapat menyerang seluruh tubuh dan sistem internal manusia itu sendiri. Sekarang heboh jamu berbahaya, kosmetik berbahaya, makanan-

minuman mengandung susu produk RRC (Republik Rakyat China) yang berbahaya, beras mengandung bahan pengawet berbahaya dan seterusnya. Konsumen di Indonesia masih cenderung pasif meskipun sudah ada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur tentang hak-hak konsumen, kewajiban pelaku usaha serta memberikan bentuk-bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen. Konsumen masih belum sepenuhnya menyadari hakhak mereka, sedangkan pelaku usaha juga belum sepenuhnya memenuhi kewajibannya. Kondisi tersebut cenderung untuk mendorong lahirnya berbagai bentuk pelanggaran pelaku usaha terhadap hak konsumen namun pelaku usaha yang bersangkutan tidak memperoleh sanksi hukum yang mengikat. Oleh karena itu pemerintah selaku pihak yang berwenang untuk menegakkan hukum perlindungan konsumen harus bersifat proaktif dalam

melindungi hak-hak konsumen di Indonesia. Terkait dengan sediaan farmasi yang akan
2

Moh. Anief, Farmasetika, Yogyakarta 1993 hal 11

dibahas oleh penulis, upaya pemerintah untuk melindungi pembentukkan lembaga yang

konsumen

adalah

melalui

bertugas untuk mengawasi pada suatu produk serta

memberikan perlindungan kepada konsumen Di Indonesia telah dibentuk suatu badan yang bertugas untuk mengawasi peredaran obat dan makanan, yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). BPOM dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 166 Tahun 2000 jo Keppres Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang mengatur mengenai pembentukan lembaga- lembaga pemerintah nondepartemen. LPND adalah

lembaga pemerintah pusat yang dibentuk untuk menjalankan tugas pemerintahan tertentu dari presiden serta bertanggung jawab langsung pada presiden. BPOM merupakan salah satu LPND yang mempunyai tugas yang terkait dengan pengawasan obat dan makanan.
3

Tetapi lembaga yang bertugas mengawasi belum optomal dalam melakukan tugasnya, ini terbukti dengan masih banyaknya ditemui obat dan makanan yang tidak sesuai dengan standar kesehatan masih beredar di masyarakat. Untuk mencapai kesembuhan jasmani dan rohani dari suatu penyakit, tidak bisa lepas dari suatu pengobatan optimal dan benar. Namun apabila obat yang diedarkan oleh pihak yang di tunjuk oleh Undang-Undang berhak mengedarkan obat, mengedarkan obat dengan melakukan penyimpangan sudah tentu obat tersebut tidak dapat digunakan dalam proses penyembuhan . Karena mungkin saja obat tersebut tidak memenuhi standar racikan obat, kadaluarsa dan aturan pakai. Obat seperti ini apabila digunakan dapat menimbulkan penyakit baru bagi penggunanya bahkan dapat menimbulkan kematian.

www.tesishukum.com, Tanggung Jawab Badan Pengawas Makana Dan Obat, terakhir kali di akses 12 februari 2010

Suatu perbuatan yang dapat menimbulkan sakit pada orang lain atau bahkan menimbulkan kematian merupakan kejahatan dalam Undang-undang. Perbuatan jahat merupakan suatu perbuatan yang harus dipidana. Dalam hal ini yang bertanggung jawab adalah pihak yang ditunjuk Undang-undang berhak mengedarkan obat dan memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Kebutuhan masyarakat atas perlindungan kesehatan merupakan hal yang tidak bisa ditawar lagi, Karena langsung menyerang kebutuhan masyarakat yang primer. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menegakan aturan perundang-undangan yang ada untuk menanggulangi permasalahan yang semakin kompleks dalam hukum kesehatan ini. Oleh sebab itu penulis mencoba mengkaji mengenai tindak pidana mengedarkan

sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar untuk mengetahui bagaimana sebenarnya tindak pidana ini. Dalam hal ini penulis mencoba mengkaji pengaturan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar dalam hukum positif Indonesia, faktor-faktor yang melatarbelakangi perbuatan ini serta upaya penanggulanganya. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DALAM TINDAK PIDANA MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI YANG TIDAK MEMILIKI IZIN EDAR (Analisa Putusan No.

1461/Pid.B/2011/PN.JKT.Tim).

B. Identifikasi Masalah Dari uraian diatas adapun permasalahan yang akan dibahas penulis yaitu : 1. Apakah penerapan Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terhadap tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar (Studi Putusan No.

1461/Pid.B/2011/PN.JKT.Tim)? 2. Apakah upaya penanggulangan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar? C. Perumusan Masalah Dari uraian diatas adapun perumusan masalah yang akan dibahas penulis yaitu : 1. Bagaimanakah penerapan Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terhadap penegakan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar (Studi Putusan No. 1461/Pid.B/2011/PN.JKT.Tim)? 2. Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar?

D. Tujuan Dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan yang khusus dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui : 1. Untuk mengetahui penerapan UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan terhadap tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar (Studi Putusan No. 1461/Pid.B/2011/PN.JKT.Tim) 2. Untuk mengetahui upaya penanggulangan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar. Selain tujuan-tujuan tersebut diatas, penulisan skripsi ini diharapkan bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya: a. Secara teoritis Hasil penelitiaan ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu hukum, Khususnya hukum pidana yang terkait dengan tindak pidana kesehatan di bidang farmasi.

b. Secara praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk: 1) Bagi aparat penegak hukum, sebagai sumbanagan pemikiran untuk penanganan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar. 2) Akademisi dan praktisi hukum untuk memberi masukan dan gambaran mengenai tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar khususnya di kota Jakarta Timur.

E. Kerangka Teori Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya pembangunan kesehatan. Menurut Sudarto Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.4 Menurut Kanter, EY & Sianturi., setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya

Sudarto. Hukum Pidana I. Semarang : Yayasan Sudarto, 1990. Hal. 54

saing bangsa, serta pembangunan nasional.5 Menurut Poernomo, Bambang Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan.6 Menurut Saleh Roeslan, Roeslan Perkembangan teknologi kesehatan yang berjalan seiring dengan munculnya fenomena globalisasi telah menyebabkan banyaknya perubahan yang sifat dan eksistensinya sangat berbeda jauh dari teks yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan7. Pesatnya kemajuan teknologi kesehatan dan teknologi informasi dalam era global ini ternyata belum terakomodatif secara baik oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Perencanaan dan pembiayaan pembangunan kesehatan yang tidak sejiwa dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, yaitu menitikberatkan pada pengobatan (kuratif), menyebabkan pola pikir yang berkembang di masyarakat adalah bagaimana cara mengobati bila terkena penyakit. Hal itu tentu akan membutuhkan dibandingkan memandang dana yang lebih besar bila

dengan upaya pencegahan. Konsekuensinya, masyarakat akan selalu persoalan pembiayaan kesehatan sebagai sesuatu yang bersifat

konsumtif/pemborosan. Selain itu, sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih belum menganggap kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga di dalam menjalankan pembangunan sehingga alokasi dana kesehatan hingga kini masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara lain. Menurut Fuat Usfa & Tongat Berbicara tentang hukum pidana tidak akan terlepas
Kanter, EY & Sianturi. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapanya. Jakarta :Storia Grafika, 2002. Hal. 43 6 Poernomo, Bambang. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Ghalia Indonesia, hal. 32 7 Saleh, Roeslan. Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta : Aksara baru, hal. 52
5

dari masalah pokok yang menjadi titik perhatianya. Masalah pokok dalam hukum pidana tersebut meliputi masalah tindak pidana (perbuatan jahat), kesalahan dan pidana serta korban.8 Menurut Adami Chazawi Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Istilah ini terdapat dalam WvS Belanda dan demikian juga dalam Wvs Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. 9 Strafbaar feit, terdiri dari 3 kata, yakni straf, baar dan feit. Berbagai istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan sebagai pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh,

sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Tindak pidana merupakan suatu peristiwa dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan (crime) yang bisa diartikan secara yuridis atau kriminologis. Isi dari pengertian tindak pidana tersebut dalam kenyataanya tidak ada kesatuan pendapat diantara para sarjana. Larangan untuk mengedarkan obat bagi pihak yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan ini juga daapt dilihat dalam ketentuan Pasal 98 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 bahwa orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat.

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Masalah


8 9

Fuat Usfa & Tongat, Pengantar Hukum Pidana, UMM Press, , Malang ,2004 ,hal 31 Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag 1, Grafindo, Jakarta ,2002, hal 67

Penelitian yang digunakan untuk menjawab persoalan dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan metode Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris. Penelitian yuridis normatif dinamakan juga dengan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal 2. Sumber Dan Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: a. Data primer yaitu data yang dilakukan melalui studi lapangan. 26 Dilakukan dengan menggali dan memahami secara mendalam persepsi mengenai Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar studi Putusan No. 1461/Pid.B/2011/PN.JKT.Tim sehingga dapat dijadikan untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini. Studi lapangan ini dilakukan melalui pembahasan mengenai kasus No. 1461/Pid.B/2011/PN.JKT.Tim. Jadi lapangan pokok bahasan dalam skripsi ini yaitu : Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Data skunder, diperoleh melalui studi pustaka yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber pustaka buku-buku, dokumen-dokumen resmi hasil penelitian yang berwujud laporan, peraturan perundang-undangan yang dengan tindak pidana mengedarkan sedian farmasi tanpa izin edar.10 terkait

G. Sistematika Penulisan Sisitematika penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa bab, dimana masing-masing bab diuraikan permasalahanya secara tersendiri, namun dalam konteks yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Secara sistematika penulis penulis menempatkan materi pembahasan keseluruhanya dalam beberapa bab berikut ini: BAB I
10

PENDAHULUAN
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1984 hal 12

Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang permasalahan, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, kerangka teori, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA Dalam bab ini penulis membahas mengenai pengertian tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana, jenis-jenis tindak pidana dan sebab-sebab terjadinya tindak pidana BAB III TINDAK PIDANA MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA Dalam bab ini membahas mengenai Pengertian Sediaan Farmasi Macam-macam Sediaan Farmasi, Sediaan Farmasi Berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495, Berdasarkan Undang-

Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063), Sediaan Farmasi Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3671) Dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5062) dan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781)

BAB IV PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DALAM TINDAK PIDANA MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI YANG TIDAK MEMILIKI IZIN EDAR (Analisa Putusan 1461/Pid.B/2011/PN.JKT.Tim) Dalam bab ini membahas mengenai Kasus Posisi Analisa Kasus, Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi BAB V PENUTUP Dalam bab ini akan diambil kesimpulan yang disertai No.

You might also like