You are on page 1of 23

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, ditandai dengan kelainan pada struktur atau fungsi sirkulasi jantung yang terjadi akibat gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Penyakit jantung bawaan terjadi pada 0,5-0,8% bayi lahir hidup. Etiologi sebagian besar PJB masih belum jelas, namun dipengaruhi oleh berbagai faktor predisposisi genetik dan pengaruh lingkungan. Secara garis besar, PJB dapat dibagi menjadi dua, yaitu PJB sianotik dan PJB non-sianotik. Pada PJB non-sianotik, kelainan yang paling sering terjadi adalah kelainan yang menimbulkan beban volume berlebih dan pirau kiri ke kanan, salah satunya adalah defek septum atrium.1 Defek septum atrium (DSA) adalah defek pada sekat jantung yang memisahkan atrium kiri dan kanan, sehingga terjadi pirau dari atrium kiri ke atrium kanan dengan peningkatan beban volume di atrium dan ventrikel kanan. Defek septum atrium terdiri dari DSA primum, sekundum, tipe sinus venosus, dan tipe sinus koronarius. Defek septum atrium merupakan bentuk PJB terbanyak kedua setelah defek septum ventrikel dengan prevalensi sekitar 7-10%, dan 80% di antaranya merupakan DSA sekundum.2,3 Prevalensi defek septum atrium pada remaja lebih

tinggi dibanding pada masa bayi dan anak, oleh karena sebagian besar pasien asimtomatik sehingga diagnosis baru ditegakkan setelah anak besar atau remaja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Defek Septum Atrium (DSA) merupakan keadaan dimana terjadi defek pada bagian septum antar atrium sehingga terjadi komunikasi langsung antara atrium kiri dan kanan.Defek Septum Atrium dapat terjadi di bagian manapun dari septum atrium, tergantung dari struktur septum atrium yang gagal berkembang secara normal.1
Secara anatomis DSA dibagi menjadi DSA primum, sekundum, tipe sinus venosus, dan tipe sinus koronarius. Pada DSA primum terdapat defek pada bagian bawah septum atrium, yaitu pada septum atrium primum. Selain itu, pada DSA primum sering pula terdapat celah pada daun katup mitral. Kedua keadaan tersebut menyebabkan pirau dari atrium kiri ke kanan dan arus sistolik dari ventrikel kiri ke atrium kiri melalui celah pada katup mitral (regurgitasi mitral). Pada tipe sinus venosus defek septum terletak di dekat muara vena kava superior atau inferior dan sering disertai dengan anomali parsial drainase vena pulmonalis, yaitu sebagian vena pulmonalis kanan bermuara ke dalam atrium kanan. Pada tipe sinus koronarius defek septum terletak di muara sinus koronarius. Pirau pada DSA sinus koronarius terjadi dari atrium kiri ke sinus koronarius, baru kemudian ke atrium kanan. Pada kelainan ini dapat ditemukan sinus koronarius yang membesar.2,3
is

Gambar 1. Anatomi jantung normal (A) dan jantung dengan ASD (B) 2

Pada DSA sekundum terdapat lubang patologis pada fosa ovalis. Defek septum atrium sekundum dapat tunggal atau multipel (fenestrated atrial septum). Defek yang lebar dapat meluas ke inferior sampai pada vena kava inferior dan ostium sinus koronarius, ataupun dapat meluas ke superior sampai pada vena kava superior.2,3

2. Etiologi Sebagaimana yang telah diketahui bahwa penyakit jantung kongenital banyak disebabkan oleh interaksi kompleks antara faktor genetik dengan faktor lingkungan (paparan terhadap zat teratogen). Abnormalitas genetik dapat disebabkan oleh mutasi gen tunggal (single gene mutation) dan kelainan kromosomal (delesi, trisomi, monosomi). Kelainan kromosomal yang sering menyebabkan DSA diantaranya sindrom Turner (45X), sindrom Down (trisomi 21), serta sindrom Miller Dieker (delesi 17p). Namun demikian perlu diingat bahwa banyak kelainan kromosomal lainnya yang dapat menyebabkan penyakit jantung kongenital, meskipun tidak spesifik menyebabkan kelainan tertentu.

Kelainan jantung pada sindrom Down merupakan kelainan yang paling jelas mekanismenya karena melibatkan anomali struktur yang berasal dari bantalan endokardium (termasuk sekat atrioventrikular dan katup jantung). Teratogen merupakan faktor lingkungan yang paling berperan dalam menyebabkan penyakit jantung kongenital, termasuk di antaranya DSA. Telah diketahui bahwa pajanan terhadap infeksi rubella kongenital, diabetes gestasional, alkohol, thalidomide, asam retinoat dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung kongenital pada anak.5,6

3. Klasifikasi DSA dapat digolongan menjadi empatgolongan,yakni:1 a. Defek septum atrium sekundum merupakan tipe yang tersering (80%). Pada defek septum atrium sekundum terdapat lubang patologis di tempat fossa ovalis. Defek dapat berukuran kecil sampai sangat besar sehingga mencakup sampai sebagian besar septum.Akibatnya terjadi pirau dari atrium kiri ke atrium kanan, dengan beban volume di atrium dan ventrikel kanan. b. Defek s e p t u m a t r i u m p r i m u m merupakan jenis kedua terbanyak dari defek septum atrium. Pada defek septum primum terdapat celah pada 3

bagian bawah septum atrium, yakni pada septum atrium primum. Disamping itu, sering pula terdapat celah pada daun katup mitral. c. Defek sinus venosus terletak didekat muara vena kava superior atau vena kava inferior dan seringkali disertai dengan anomali parsial drainase vena pulmonalis, yakni sebagian vena pulmonalis bermuara ke dalam atrium kanan. d. Defek disinus koronarius defek terdapat di muara sinus koronarius. Pirau dari kiri ke kanan yang terjadi adalah dari atrium kiri ke sinus koronarius, baru kemudian ke atrium kanan.

4. Patofisiologi Penyebab dari penyakit jantung kongentinal DSA ini belum dapat dipastikan, banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi teratogen yang tidak diketahui dalam trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin.Dimana struktur kardiovaskuler terbentuk.Adanya defek septum atrium akan membuat darah dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedangkan pada atrium kanan 5 mmHg) .Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta. Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis, maka akan terjadi kenaikan tekanan, sehingga tahanan katup arteri pulmonalis meningkat dan terjadi perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik (jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal). Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolik.7,8 Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmonalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan ke kiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.9,10

Derajat pirau dari atrium kiri ke atrium kanan tergantung pada besarnya defek, komplians relatif ventrikel kanan dan resistensi relatif vaskular pulmonal. Pada defek yang besar, sejumlah darah yang teroksigenasi (dari vena pulmonal) mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan, menambah jumlah darah vena yang masuk ke atrium kanan (venous return). Total darah tersebut kemudian dipompa oleh ventrikel kanan ke paru. Aliran darah balik dari paru ke atrium kiri akan terbagi menjadi dua, yaitu ke atrium kanan melalui defek dan ke ventrikel kiri. Pada defek yang besar, rasio aliran darah pulmonal dibandingkan sistemik (Qp/Qs) dapat berkisar antara 2:1 sampai 4:1.3 Gejala asimtomatis pada bayi dengan DSA terkait dengan resistensi paru yang masih tinggi dan struktur ventrikel kanan pada masa awal kehidupan, yaitu dinding otot ventrikel kanan yang masih tebal dan komplians yang kurang, sehingga membatasi pirau kiri ke kanan. Seiring dengan bertambahnya usia, resistensi vaskular pulmonal berkurang, dinding ventrikel kanan menipis dan kejadian pirau kiri ke kanan melalui DSA meningkat. Peningkatan aliran darah ke jantung sisi kanan akan menyebabkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta dilatasi arteri pulmonalis. Resistensi vaskular pulmonal tetap rendah sepanjang masa anak-anak, meskipun dapat mulai meningkat saat dewasa dan menyebabkan pirau yang berlawanan dan terjadi sianosis.3

5.

Diagnosis Defek Septum Atrium sekundum lebih sering terjadi pada perempuan dengan rasio 2:1 antara perempuan dan pria.Defek septum atrium (DSA) sering tidak terdeteksi sampai dewasa karena biasanya asimptomatik dan tidak memberikan gambaran diagnosis fisik yang khas. Walaupun angka kekerapan hidup tidak seperti normal, cukup banyak yang bertahan hidup sampai usia lanjut.1 a. Gejala klinis Penderita DSA sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:10,11 Detak jantung berdebar-debar (palpitasi) Sering mengalami infeksi saluran pernapasan Dispneu (kesulitan dalam bernapas) Sesak napas ketika melakukan aktivitas

Dispneu deffort dan atau kelelahan ringan adalah gejala awal yang paling sering ditemui.Pada bayi kurang dari 1 tahun jarang sekali memperlihatkan tandatanda gagal jantungkongestif yang mengarah pada defek atrium yang
1,10,11

tersembunyi.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik:

Denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada Pemeriksaan dengan stetoskop menunjukkan bunyi jantung yang abnormal. Dapat terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah yang melalui katup pulmonalis. Tanda-tanda gagal jantung Jika shunt-nya besar,murmur juga bisa terdengar akibat peningkatan aliran darah yang mengalir melalui katup trikuspidalis. Pada pemeriksaan DSA terdapat suara splitting yang menetap pada S2. Tanda ini adalah khas pada patologis DSA dimana defek jantung yang tipe lain tidak menyebabkan suara splitting pada S2 yang menetap. Sianosis jarang ditemukan, kecuali bila defek besar atau common atrium, defek sinus koronarius, kelainan vaskular paru, stenosis pulmonal, atau bila disertai anomali Ebstein.1,10

b. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang untuk DSA ini dapat dilakukan dengan beberapa cara,antara lain:1,10,11 Foto Thoraks Foto thoraks standar dapat sangat membantu diagnosis defek septum atrium. Pada pasien dengan defek septum atrium dengan pirau yang bermakna, foto thoraks AP menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis yang menonjol. Pada foto AP biasanya tampak jantung yang hanya sedikit membesar dan vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau, seperti pada defek septum ventrikel, vaskularisasi paru tampak meningkat bila Qp/ Qs > 2:1. Elektrokardiografi Gambaran EKG penting dalam membantu diagnosis defek septum sekundum. Elektroardiogram menunjukkan pola RBBB pada 95% kasus defek septum sekundum, yang menunjukkan terdapatnya beban volume ventrikel kanan. Pada defek septum atrium deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation) yang membedakannya dari defek septum atrium primum yang menunjukkan deviasi sumbu (left axis deviation). Dapat juga 6

terjadi blok AV derajat 1 (pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus defek sekundum. Hipertrofi ventrikel kanan cukup sering ditemukan, akan tetapi pembesaran atrium kanan jarang tampak. Ekokardiografi Dengan menggunakan ekokardiografi trans torakal (ETT) dan Doppler berwarna dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan ventrikel kanan, keterlibatan katup mitral misalnya prolaps yang memang sering terjadi pada DSA. Ekokardiografi trans esophageal (ETE) sangat bermanfaat bila,dengan cara ini dapat dilakukan pengukuran besar defek secara presisi, sehingga dapat membantu dalam tindakan penutupan DSA perkutan, juga kelainan yang menyertai. Kateterisasi jantung Dengan tersedianya alat ekokardiografi dan doppler, terdapat 2 hal penting dalam diagnosis dan penatalaksanaan defek septum atrium. Pertama, lebih banyak pasien dengan defek septum sekundum yang diagnosisnya dapat ditegakkan pada masa bayi dan anak kecil. Kedua, diagnosis anatomik dan fisiologis yang akurat dengan ekokardiografi dan doppler memungkinkan kateterisasi jantung., kateterisasi hanya dilakukan apabila terdapat keraguan akan adanya penyaki penyerta atau hipertensi pulmonal. Apabila dilakukan pada kateterisasi jantung defek septum sekundum tanpa komplikasi ditemukan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang normal atau sedikit meningkat. Terdapat pula kenaikan saturasi oksigen di atrium kanan. Perlu dicari kemugkinan terdapatnya kelainan lain misalnya stenosis pulmonal atau anomali parial drainase vena pulmonalis.

6. Penatalaksanaan Menutup DSA pada masa kanak-kanak bisa mencegah terjadinya kelainan yang serius di kemudian hari.Pada beberapa anak, DSA dapat menutup spontan tanpa pengobatan.Jika gejalanya ringan atau tidak ada gejala, tidak perlu dilakukan pengobatan.Jika lubangnya besar atau terdapat gejala, dilakukan pembedahan untuk menutup DSA. Pengobatan pencegahan dengan antibiotik sebaiknya diberikan setiap kali sebelum penderita menjalani tindakan pencabutan gigi untuk mengurangi risiko terjadinya endokarditis infektif.10,11

Pada DSA dengan rasio left to right shunt lebih besar dari 2:1 perlu dilakukan tindakan operasi untuk mengkoreksi keadaan tersebut. Ada 2 jenis tindakan operasi yang digunakan untuk melakukan koreksi pada DSA ini, yaitu:10 Bedah jantung terbuka Amplatzer septal occlude (ASO) ASO merupakan alat dengan cakram ganda yang dapat mengembang sendiri (self expandable), terbuat dari kawat nitinol berdiameter 0,004-0,0075 inci yang teranyam kuat menjadi dua cakram dengan pinggang penghubung 3-4 mm. Di dalamnya terdapat lapisan dakron terbuat dari benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga lubang/hubungan antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna. Tindakan pemasangan ASO telah mendapat persetujuan dari American Food and Drug Administration (FDA) pada bulan Desember 2001. Di Indonesia, tindakan ASO mulai dilakukan pada tahun 2002. Kriteria pasien DSA yang akan dilakukan pemasangan ASO, antara lain : 1. DSA sekundum 2. Diameter kurang atau sama dengan 34 mm 3. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban volume pada ventrikel kanan 4. Mempunyai rim posterior minimal 5 mm dari vena pulmonalis kanan 5. Defek tunggal dan tanpa kelainan jantung lainnya yang memerlukan intervensi bedah 6. Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri 7. Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskuler paru (Pulmonary Artery Resistance Index = PARI) kurang dari 7 - 8 Wood Unit 8. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%.

Pada dewasa sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk keluhan, umur, ukuran dan anatomi defek, adanya kelainan yang menyertai, tekanan arteri pulmonal serta resistensi vascular paru. Indikasi penutupan DSA:1 Pembesaran jantung foto toraks, dilatasi ventrikel kanan,kenaikan arteri pulmonalis 50% atau kurang dari tekanan aorta, tanpa mempertimbangkan keluhan. Adanya riwayat iskemik transient atau stroke pada DSA atau foramen ovale persisten. 8

7. Komplikasi Komplikasi yang akan timbul jika tidak dilakukan penutupan defek adalah pembesaran jantung kanan dan penurunan komplians ventrikel kanan, aritmia, dan kemungkinan untuk menyebabkan penyakit vaskular paru obstruktif. Sindroma eisenmenger adalah keadaan pirau kanan ke kiri parsial atau total pada pasien dengan defek septum akibat perubahan vaskular paru. Pada defek septum yang menyebabkan pirau dari kiri ke kanan, peningkatan alirah darah ke paru menyebabkan perubahan histologis pada pembuluh darah paru. Hal ini menyebabkan tekanan darah di paru meningkat, sehingga pirau berbalik arah menjadi dari kanan ke kiri. Gejala yang timbul berupa sianosis, dyspnea, lelah dan disritmia. Pada tahap akhir penyakit, dapat timbul gagal jantung, nyeri dada, sinkop dan hemoptisis. Beberapa komplikasi menyertai tindakan penutupan defek septum, baik trans-kateter atau melalui pembedahan. Komplikasi mayor, yaitu komplikasi yang perlu penanganan segera antara lain kematian, dekompensasi hemodinamik yang mengancam nyawa, memerlukan intervensi bedah, dan lesi fungsional atau anatomi yang permanen akibat tindakan kateterisasi. Komplikasi yang dapat timbul dari tindakan pembedahan antara lain 9

aritmia atrial, blok jantung. Komplikasi lain yang berhubungan dengan alat-alat oklusi transkateter adalah embolisasi yang kadang memerlukan pembedahan ulang, aritmia, trombus. Komplikasi yang jarang terjadi adalah efusi perikardial, transient ischemic attack,dansudden death.10

7. Prognosis Secara umum, prognosis defek septum sekundum pada masa anak-anak dapat dikatakan baik.Pada sebagian besar kasus meskipun tidak dioperasi pasien dapat melakukan aktivitasnya dengan normal ataupun hampir normal. Masalah akan timbul pada dekade ke-2 hingga ke-3. Hipertensi pulmonal dapat terjadi dalam kurun waktu tersebut. DSA meskipun tidak membahayakan tapi perlu mendapatkan perhatian khusus karena selama puluhan tahun tidak menunjukkan keluhan dalam perjalanannya, tetapi dalam waktu sangat pendek terutama dengan timbulnya hipertensi pulmonal akan mengarah dalam suatu keadaan klinis yang berat. Timbulnya fibrilasi atrium dan gagal jantung merupakan gejala yang berat.10 Setelah penutupan DSA pada waktu anak-anak, ukuran jantung akan kembali pada ukuran normal pada waktu 4-6 bulan. Setelah dilakukan penutupan, tidak ada permasalahan yang timbul dengan aktivitas fisik dan tidak ada batasan apapun dalam aktivitas. Yang harus dilakukan adalah melakukan perawatan secara berkaladengan seorang ahli kardiologi yang telah merawatnya.10 Prognosis penutupan DSA akan sangat baik dibanding dengan pengobatan medikamentosa. Pada kelompok umur 40 tahun ke atas harus dipertimbangkan terjadinya aritmia atrial, apalagi bila sebelumnya telah ditemui adanya gangguan irama.1

10

BAB III LAPORAN KASUS BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

Nama pasien Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan MRS

: An. S : 11 tahun : Perempuan : Palas, Pangkalan Kuras Pelalawan : Pelajar : 18 November 2013

Tanggal pemeriksaan : 26 November 2013

ANAMNESIS: Autoanamnesa dan alloanamnesa (anak dan ibu pasien)

Keluhan utama

Sesak napas yang semakin memberat sejak 3hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS).

Riwayat Penyakit Sekarang : 2 minggu SMRS, pasien merasakan sesak. Sesak dirasakan ketika pasien melakukan aktivitas.Sesak berkurang ketika beristirahat, timbulnya sesak tidak diakibatkan oleh debu, cuaca ataupun makanan.Pasien juga mengeluhkan dadanya berdebar-debar saat sesak. Dada berdebar-debar tidak berkurang dengan istirahat. Tidak ada nyeri dada yang dirasakan saat sesak, selain itu pasien juga merasa sering merasa capek dengan aktivitas yang tidak teralu berat. Pasien merasakan sangat lemah. Menurut keterangan ibu pasien, sesak ini adalah yang pertama kali terjadi sejak pasien lahir. Selanjutnya pasien berobat ke praktek dokter umum, namun keluhan tidak berkurang. 3 hari SMRS pasien merasakan sesak yang semakin memberat, berdebar-debar saat sesak dan merasakan sangat lemah serta merasa capek dengan aktivitas yang tidak teralu berat. Pasien juga merasakan nyeri dibagian ulu hati. Batuk (+),menurut ibu pasien batuk lebih sering dirasakan pada malam hari, demam (+),demam hilang timbul, berkurang dengan obat penurun demam, mual muntah (-).Kemudian pasien dibawa ke praktek dokter umum yang ada di Sorek, namun karna sesak dan dada yang berdebar debar tidak juga berkurang, sehingga pasien langsung di rujuk ke RSUD AA. Saat tiba 11

di RSUD AA, pasien langsung dirawat di Ruang Anak selama beberapa hari.Kemudian setelah beberapa hari dirawat di bagian Anak, pasien di pindahkan ke ruang perawatan Jantung.

Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak pernah mengetahui riwayat penyakit jantung sebelumnya

Riwayat penyakit keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama Tidak ada keluarga pasien yang menderita kelainan jantung bawaan

Riwayat pekerjaan, kebiasaan, dan sosial ekonomi Pasien sehari hari adalah seorang pelajar Termasuk ke dalam kelompok sosial ekonomi menengah

Pemeriksaan fisik: Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran: Komposmentis Tanda-tanda vital TD : tidak dilakukan HR : 98x/menit RR : 37x/menit T : 37,50C Keadaan gizi : BB = 18 kg, TB = 100 cm, IMT = 18 kg/m2berat badan kurang Pemeriksaan khusus: Kulit dan wajah : tidak sembab Mata kiri dan kanan Mata tidak cekung Konjungtiva Sklera Pupil : tidak anemis : tidak ikterik : bulat, isokor diameter 2mm/2mm, refleks cahaya +/+ 12

Telinga : tidak ada kelainan Hidung : tidak ada kelainan Lidah Leher Thoraks: Paru-paru Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan. Perkusi Palpasi : Sonor : Vokal fremitus kanan=kiri : sianosis (-), tidak kotor, faring tidak anemis, tonsil T1-T1 : Tidak terdapat pembesaran KGB, peningkatan JVP (-)

Auskultasi: Suara napas vesikular memanjang, rhonki basal (+), wheezing (-) Jantung Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada SIK V linea mid clavicula sinistra Palpasi Perkusi : Ictus cordis teraba pada SIK V linea mid clavicula sinistra, thrill (+) : Batas jantung kanan linea parasternalis dekstra SIK II - IV Batas jantung kiri 1 jari lateral linea mid clavicula sinistra SIK V Pinggang jantung linea parasternalis sinistra SIK II Auskultasi: BJ 1 normal, BJ 2 meningkat di daerah pulmonal, bising sistolik (+) terutama di linea parasternalis sinistra SIK II, murmur (+) Abdomen Inspeksi : Bentuk perut datar, pelebaran vena (-) Auskultasi: Bising usus (+), frekuensi 5x/menit Perkusi Palpasi : Timpani, shifting dullness (-) : Nyeri tekan (+) pada bagian epigastrium, supel, hepar tidak teraba,

splenomegali (-) : Clubbing finger (-), oedem (),akral hangat, CRT< 2 detik, : sianosis (-)

Ekstremitas Kulit

13

Pemeriksaan laboratorium Tanggal : 19/11/2013 Darah rutin Hb Ht Leukosit RBC Trombosit Kimia darah Glukosa AST1 ALT1 Ureum Creatinin BUN : 118 mg/dL : 33 U/L : 13 U/L : 50 mg/dL : 0,6 mg/dL : 23,4 mg/Dl :13,3 mg/dL : 37,2 % :11.400/L :4.530.000/L :216.000/L

14

Foto thoraks

Bacaan : Cor : Kardiomegali (CTR = 73%) Paru : Corakan vaskuler meningkat, sudut kostofrenikus tajam

15

Elektrokardiogram

EKG : Sinus rhytm HR : 100x/ menit Axis : RAD Gelombang P pulmonal (+) Gelombang R di V1 dominan Gelombang S (+) di V6 Gelombang T inversi di V1,V2,V3,V5,V6

Kesan :Dilatasi atrium kanan dan hipertrofi ventrikel kanan

16

Ekokardiografi

- RA dan RV dilatasi - Aorta dan trikuspid, Arteri pulmonalis dilatasi - Septum interatrial terdapat gap besar, flow L R shunt - Septum interventrikel tidak ada gap - Ejeksi Fraksi : 64% Kesan : ASD II dengan Left right shunt, pulmonal regurgitasi Resume : Pasien wanita usia10 tahun datang ke RSUD Arifin Achmad dengan keluhan utama sesak napas yang semakin memberat sejak 3hari SMRS. Sesak nafas memberat saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat. Dari anamnesis didapatkan keluhan sesak nafas, jantung berdebar-debar, badan lemah, batuk (+) terutama malam hari, demam (+) hilang timbul. Dari pemeriksaan fisik didapatkan, frekuensi pernafasan meningkat ( 37 kali/ menit) , dari inspeksi terlihat iktus kordis pada SIK 5, pada palpasi didapatkan iktus kordis teraba pada SIK 5 dan teraba thrill (+), perkusi : batas jantung kanan 1 jari lateral LMCS, auskultasi ditemukan BJ 1 normal, BJ 2 meningkat di daerah pulmonal, bising sistolik (+) terutama di linea parasternalis sinistra SIK II, murmur (+). Hasil pemeriksaan 17

Laboratorium ditemukan adanya sedikit peningkatan leukosit 11.400/L, hasil rontgen thorax, jantung: kardiomegali, paru : corakan vaskuler paru meningkat, sudut kosto frenikus tajam. Hasil pemeriksaan elektrokardiogram kesan : dilatasi atrium kanan dan hipertrofi ventrikel kanan. Dari hasil ekokardiografi didapatkan kesan RA dan RV dilatasi, ASD II + Pulmonary Hypertension (PH) dengan EF = 67%. Daftar masalah : Sesak nafas Jantung berdebar debar Batuk + demam

DiagnosisKerja : ASD II + Hipertensi Pulmonal Penatalaksanaan : Nonfarmakologis : Bed rest Farmakologis : IVFD RL 20 tpm O2 3L/menit Captopril 2 x 6,25 mg Furosemid 1 x tab Spironolacton 25 mg 1x DMP syr 3 x cth I Bisoprolol 1 x

Follow up Tanggal 27/11/2013 S O A P O2 3L/menit IVFD RL 12 tpm O2 3L/menit Captopril 2 x 6,25 mg Furosemid 1 x tab

Sesak nafas T: 110/70 mmHg berkurang N: 85x/menit Nyeri dada S: 36,5 C (-) Jantung berdebar P: 24 x/menit

ASD II IVFD RL 20 tpm + PH

18

debar (+) Batuk (+)

Spironolacton 25 mg 1x DMP syr 3 x cth I Bisoprolol 1 x

28/11/2013

Sesak napas T: 86/70 mmHg berkurang Jantung berdebardebar (+) N: 85x/menit S: 36,5 C P: 22 x/menit

ASD II + PH

IVFD RL 20 tpm O2 3L/menit Captopril 2 x 6,25 mg Furosemid 1 x tab Spironolacton 25 mg 1x DMP syr 3 x cth I Bisoprolol 1 x

Batuk (+)

29/11/2013

Sesak nafas T: 110/70 mmHg berkurang Demam (+) Jantung berdebar debar (+) N: 90x/menit S: 38,5 C P: 24 x/menit

ASD II IVFD RL 20 tpm + HP + O2 3L/menit obs febris Captopril 2 x 6,25 mg Furosemid 1 x tab Spironolacton 25 mg 1x DMP syr 3 x cth I Bisoprolol 1 x Paracetamol 3x250 mg

Batuk (+)

30/11/2013

Sesak napas T: 110/70 mmHg berkurang Demam (-) Jantung berdebardebar berkurang N: 88x/menit S: 37,5 C P: 22 x/menit

ASD II + PH

IVFD RL 20 tpm O2 3L/menit Captopril 2 x 6,25 mg Furosemid 1 x tab Spironolacton 25 mg 1x DMP syr 3 x cth I Bisoprolol 1 x

Batuk berkurang

19

PEMBAHASAN Pasien masuk ke rumah sakit dengan keluhan utama sesak disertai jantung yang berdebar-debar. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan berbagai pemeriksaan penunjang, makapada pasien ini di diagnosismenderita kelainan jantung kongenital yakni berupa defek septum atrium tipe sekundum yang telah terdapat hipertensi pulmonal.Pasien tidak pernah mengeluhkan penyakit jantung sebelumnya. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa pasien dengan defek septum atrium (DSA) sering tidak terdeteksi sampai dewasa karena biasanya asimptomatik dan tidak memberikan gambaran diagnosis fisik yang khas.5 Keluhan pada defek septum atrium biasanya timbul pada dekade ke-2 atau ke-3 kehidupan. Gejala yang timbul adalah sesak napas ketika beraktivitas dan atau berdebardebar. Munculnya gejala ini berhubungan dengan peningkatan shunt dari kiri ke kanan. Pada pasien keluhan sesak yang timbul terjadi akibat adanya shunt dari atrium kiri ke atrium kanan. Seseorang dengan DSA memiliki septum (dinding) yang terbuka di antara atrium. Sebagai hasilnya, darah yang teroksidasi dari atrium kiri akanmengalir melalui lubang pada septum ke dalam atrium kanan, sehingga terjadi percampuran dengan darah rendah oksigen dan terjadi peningkatan jumlah total darah yang mengalir menuju paru-paru. Akibatnya adalah terjadi kelebihan volume darah pada jantung kanan yang pada akhirnya menyebabkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta dilatasi arteri pulmonalis.Hal ini dapat dilihat dari hasil pada foto thoraks yaitu ditemukan adanya kardiomegali, dari hasil EKG didapatkan kesan adanya dilatasi atrium kanan dan hipertrofi ventrikel kanan. Sedangkan dari hasil ekokardiografi didapatkan kesan berupa ASD dengan Left right shunt+ pulmonal regurgitasi. Hasil pemeriksaan pada pasien ini sesuai dengan beberapa literatur yang ada.1,2 Defek septum atrium tipe sekundum adalah tipe yang paling banyak ditemukan, terjadi pada 1 dalam 1500 kelahiran hidup, dengan 65-75% wanita. Pemeriksaan ekokardiografi dapat membantu menentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan ventrikel kanan, keterlibatan katup mitral, misalnya prolaps yang sering terjadi pada DSA.Pada pasien ini didapatkan lokasi defek yaitu pada daerah sekundum dengan arah left right shunt.

20

Pada pasien ini sudah terjadi komplikasi berupa peningkatan tekanan pada vaskularisasi paru atau yang dikenal hipertensi pulmonal akibat kelebihan volume darah pada arteri pulmonal. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa hipertensi pulmonal seringkali baru terjadi pada dekade ke-2 atau ke-3 oleh karena faktor compliance dari jantung kanan dan arteri pulmonal yang besar. Penatalaksanaan pada ASD dengan hipertensi pulmonal terdiri dari pengobatan secara suportif dan definitif. Pengobatan definitif yaitu berupa tindakan pembedahan dan pemasangan ASO (Amplatzer Septal Occluder). Sedangkan pengobatan suportif bertujuan untuk mencegah progresiftas komplikasi dari penyakit. Pada pasien, terapi medikamentosa yang telah dilakukan yaitu pemberian captopril, furosemid, spironolacton, dan bisoprolol. Captopril merupakan obat golongan ACE inhibitor yang telah terbukti dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas pada semua pasien gagal jantung. ACE inhibitor bekerja dengan mengurangi pembentukan Angiotensin II pada reseptor AT1 maupun AT2 sehingga efektif dalam menurunkan preload jantung dan akan menghambat progresi remodelling jantung. Pemberian furosemid yang merupakan obat utama untuk mengatasi kelebihan (overload) cairan yang bermanifestasi sebagai kongesti paru atau edema perifer. Pada pasien, sesak yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh adanya kongesti paru akibat meningkatnya aliran darah ke pulmonal yang melewati arteri pulmonal. Pemberian spironolakton bertujuan mengurangi efek samping dari furosemid yang berupa hipokalemia, serta menurunkan preload dan progresi remodelling jantung sehingga dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas akibat gagal jantung. Sedangkan pemberian bisoprolol yang merupakan golongan -blockerpada gagal jantung bertujuan untuk mengurangi kejadian iskemia miokard, mengurangi stimulasi sel-sel automatik jantung dan memiliki efek antiaritmia, sehingga mengurangi resiko terjadinya aritmia jantung.-blockerjuga menghambat pelepasan renin sehingga menghambat aktivasi sistem RAA, akibatnya terjadi penurunan hipertrofi miokard, apoptosis, fibrosis dan remodelling miokard. Sehingga progresi gagal jantung pada pasien ini dapat dihambat, dengan demikian memburuknya kondisi klinik dapat dicegah.11 Seorang dewasa dengan DSA akan berkurang kelangsungan hidupnya jika penutupan DSA dilakukan pada masa dewasa karena semakin tua usia saat di operasi maka angka ketahanan hidupnya akan semakin menurun, hal ini berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi.Komplikasi berat dari DSA yang belum dioperasi adalah gagal jantung kanan, pneumonia berulang, hipertensi pulmonal, atrial flutter, atrial fibrilasi, paradoxical embolus, dan stroke. Pada kasus ini penatalaksanaan awal bersifat medikamentosa dan belum 21

dilakukan tindakan bedah karena telah mengalami komplikasi berat yaitu hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal dapat meningkatkan risiko operasi dan memiliki prognosis yang buruk.8 Selain itu dari kepustakaan juga menyebutkan bahwa penutupan DSA dilakukan sesegera mungkin dengan alasan bahwa beban jantung kanan akan meningkat seiring dengan pertambahan usia, lebih disarankan jika memungkinkan untuk menunggu hingga anak sedikitnya berusia 5 tahun dan memiliki berat badan lebih dari 20 kg. Pada pasien ini BB masih 18 kg dengan IMT dibawah normal, oleh karena itu lebih baik dilakukan pengobatan secara suportif sampai kondisi anak benar benar stabil dan memungkinkan untuk dilakukan penutupan dengan tindakan pembedahan, namun sebelumnya dilakukan terlebih dahulu TEE (Transesophageal Echocardiography).11

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Bernstein D. Congenital heart disease. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 1878-81. 2. 2. Soeroso S, Sastrosoebroto H. Penyakit jantung bawaan non-sianotik. Dalam: Sastroasmoro S, Madiyono B, penyunting. Buku ajar kardiologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 1994. h. 203-13.

3. Ghanie A. Penyakit jantung congenital pada dewasa. In: Sudoyo AW dkk (ed). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jilid III. Jakarta: BP FKUI, 2007. 1641-8. 4. Gessner IH. Atrial septal defect, ostium secundum. 10 November 2008. http://medscape.com [diakses tanggal: 22 Juni 2013]. 5. Friedman WF, Child JS. Congenital heart disease in the adult. In: Harrisons principles of internal medicine. 2001. New York: McGraw-Hill. 6. Gatzoulis MA, Swan L, Therrien J, Pantely GA. Adult congenital heart disease: a practical guide. 2005. Oxford: Blackwell publishing ltd. 7. Popelova J, Oechslin E, Kaemmerer H, Sutton M. Congenital heart disease in adults. 2008. United kingdom:informa healthcare. 8. Hasan R, Alatas H (ed). Penyakit jantung bawaan. In: Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid II. Jakarta : BP. FKUI. 2007. 705-18. 9. Atrial septal defect. http://kidshealth.org/parent/medical/heart/asd.html [diakses tanggal 22 Juni 2013] 10. Rigatelli G, Cardaioli P, Hijazi ZM. Contemporary clinical management of atrial septal defects in theadult. 12 Desember 2007. http://medscape.com [diakses tanggal 22 Juni2013]. 11. Himpunan bedah toraks kardiovaskular Indonesia. Atrial septal defect. 31 Desember 2009. http://www.bedahktv.com/index.php?/e-Education/Jantung-Anak/Atrial-SeptalDefect.html [diakses tanggal 22 Juni 2013]. 12. Nasution AH. Anastesi pada atrial septal defect (ASD). 22 Mei 2009. http://anestesi.usu.ac.id/sari-pustaka/16-anestesi-pada-atrial-septal-defect-asd-oleh-drakhyar-h-nasution-span.html [diakses tanggal 23 Juni 2013].

23

You might also like