You are on page 1of 3

Nama : Hafidzah R.A.

NIM : I21110047

2. Bagaimana menetepkan obat yang digunakan telah masuk pada fase eliminasi pada tikus ? Untuk dapat menetapkan suatu obat telah masuk pada fase eliminasi tikus adalah dengan melihat kadar obat dalam tubuh tikus. Ketika kadar suatu obat naik hal ini berarti obat tersebut sudah mengalami fase absorbsi. Namun ketika kadar suatu obat mengalami penurunan secara terus menerus hal ini berarti obat telah masuk dalam fase eliminasi dalam tubuh, kemudian dilakukan perhitungan nilai parameter farmakokinetik berdasarkan kadar yang telah didapat tadi (Ristchel dan Kearns,2007). Pada hewan atau manusia organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal (Rowland dan Tozer,1995). Tempat ekskresi obat lainnya adalah intestinal (melalui feses), paru-paru, kulit, keringat, air liur, dan air susu (Batubara, 2008). Obat dieksresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi melalui ginjal melibatkan tiga proses, yaitu filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal, dan reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus (Rowland dan Tozer,1995). Obat yang tidak terikat protein (bentuk bebas) akan mengalami filtrasi glomerulus masuk ke tubulus (Batubara, 2008). Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat, yakni minus plasma protein, jadi semua obat bebas akan keluar dalam ultrafiltrat sedangkan yang terikat protein akan tetap tinggal dalam darah (Rowland dan Tozer,1995). Kelarutan dan pH tidak berpengaruh pada kecepatan filtrasi glomerulus, yang berpengaruh adalah ukuran partikel, bentuk partikel, dan jumlah pori glomerulus (Batubara, 2008). Obat yang tidak

mengalami filtrasi glomerulus dapat masuk ke tubulus melalui sekresi di tubulus proksimal. Sekresi tubulus proksimal merupakan proses transport aktif, jadi memerlukan carrier (pembawa) dan energ (Batubara, 2008). Sekresi aktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal terjadi melalui transporter membran Pglikoprotein (P-gp) dan MRP (Multidrug-Resistance Protein) yang terdapat di membran sel epitel dengan selektivitas berbeda (Rowland dan Tozer,1995). Setelah obat sampai di tubulus, kebanyakan akan mengalami reabsorpsi kembali ke

sirkulasi sistemik (Batubara, 2008). Reabsorpsi pasif terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk non-ion obat yang larut lemak. Oleh karena derajat ionisasi

bergantung pada pH larutan, maka hal ini dimanfaatkan untuk mempercepat ekskresi ginjal pada keracunan suatu obat asam atau obat basa (Rowland dan Tozer,1995). Kecepatan ekskresi/eliminasi suatu obat dapat dilihat dari nilai waktu paruhnya (T1/2). Waktu paruh adalah waktu yang diperlukan sehingga kadar obat dalam darah (Batubara, 2008) atau jumlah obat dalam tubuh tinggal Universitas Sumatera Utaraseparuhnya (Holford dkk., 1997). Perlambatan eliminasi obat dapat disebabkan oleh adanya gangguan hepar atau ginjal sehingga memperpanjang waktu paruhnya (Batubara, 2008). Waktu paruh merupakan jarak waktu kadar obat dalam plasma pada fase elominasi turun sampai separuhnya. Kecepatan eliminasi obat dari plasma t1/2 tergantung dari kecepatan biotransformasi dan eksresi nya. Dari fase eliminasi ini dapat ditentukan parameter farmakokinetik yang berupa nilai clearance (Cl) dan volume distibusi (Vd). Volume distribusi (Vd) adalah volume perkiraan obat terlarut dan terdistribusi dalam tubuh. Semakin besar nilai volume distribusi, semakin luas distribusinya (Batubara, 2008). Besarnya volume distribusi ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh, dan derajat ikatan obat dengan protein plasma dan dengan berbagai jaringan (Rowland dan Tozer,1995). Bersihan (clearance) adalah kecepatan obat dibersihkan dari dalam tubuh atau volume plasma yang dibersihkan dari obat persatuan waktu (volume/waktu). Bersihan total adalah jumlah bersihan dari berbagai organ, seperti hepar, ginjal, empedu, paru-paru, dan lain-lain (Batubara, 2008). Bersihan obat-obat yang tidak diubah melalui urin merupakan bersihan ginjal. Di dalam hati, bersihan obat melalui biotransformasi obat parent drug menjadi satu atau lebih metabolik, atau ekskresi obat yang tidak diubah (unchanged drug) ke dalam empedu, atau keduaduanya (Holford, 2007).

Daftar Pustaka Batubara, P. L. 2008. Farmakologi Dasar, edisi II. Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi. Jakarta. Ristchel, W.A dan Kearns, G.L 2004. Handbook of Basic Phamacokinetics, 6th Edition. American Pharmacists Association. Washington DC. Holford, N.H.G. 2007. Pharmacokinetics & Pharmacodynamics:Rational Dosing & the Time Course of Drug Action. Lange Medical Publications, 34-49. USA. Rowland, M dan Tozer T.M. 1995. Clinical Pharmacokinetiks, 3rd Edition. Lippincott Williams and Wilkins. USA.

You might also like