You are on page 1of 8

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah

berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997).

Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal sebagai berikut: 1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan, seperti laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru. 2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran napas dan sebagainya. 3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan misalnya barbiturat, narkotik.

Asfiksia Mekanik Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), misalnya: 1. Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas: 2. Pembekapan (smothering) Penyumbatan (gagging dan choking)

Penekanan dinding saluran pernapasan: Penjeratan (strangulation) Pencekikan (manual strangulation, throttling) Gantung (hanging)

3. 4.

Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik) Saluran pernapasan terisi air (tenggelam/ drowning)

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4 fase, yaitu: a. Fase dispnea Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di medula oblongata, sehingga amplitudo dan frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.

b.

Fase konvulsi Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga terdapat konvulsi (kejang), yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya timbul spasme opistotonik.

c.

Fase apnea Depresi pusat pernapasan menjadi lebih hebat, pernapasan melemah dan dapat berhenti. Kesadaran menurun dan akibat dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja.

d.

Fase akhir Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah pernapasan berhenti.

Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih kuran 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.

Pemeriksaan Jenazah Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir. Terdapat pula bula halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran pernapasan bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler. Gambaran pembendungan pada mata, berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula, dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieus spot. Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya pada konjungtiva bulbi, palpebrae, dan subserosa lainnya. Kadang-kadang dijumpai pula di kulit wajah. Penulis lain

mengatakan bahwa Tardieus spot ini timbul karena permeabilitas kapiler yang meningkat akibat hipoksia.

Pemeriksaan Bedah Jenazah Kelainan yang umum ditemukan pada pembedahan jenazah korban mati akibat asfiksia adalah: 1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat pasca mati. 2. 3. Busa halus di dalam saluran pernapasan. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah. 4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis dan daerah sub-glotis. 5. 6. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis).

Pembagian asfiksia berdasarkan penyebabnya :

1. Kekurangan oksigen (hipoksi-hipoksia/anoksi-anoksia dalam darah paru-paru) a. Kekurangan oksigen dalam udara bebas (atmosfer) contoh : ada gas dalam cerobong asap, exposure to seur gas (pembakaran hutan) b. Secara mekanik : gangguan dalam saluran pernapasan (paru-paru) 1. Smothering 2. Chocking : tertutupnya saluran napas pada hidung dan mulut : terdapatnya benda dalam saluran pernapasan

3. Drowning (tenggelam) c. tekanan saluran pernapasan dari luar (strangulation) 1. Manual stranglation (throttling/cekikan) 2. Ligatur strangulation (jeratan) 3. Hanging (gantung diri)

4. Tekanan pada dada atau perut yang kuat 5. Kegagalan saluran pernapasan primer : paralise pusat pernapasan dan elektrik

2. Anemik hipoksia Berkurangnya kemampuan membawa oksigen je dalam darah Contoh : keracunan CO (dimana HbCO > dari HbO2) 3. Gangguan sirkulasi darah dalam pelepasan oksigen permenit (stagnan hipoksia) Contoh : pasien dalam keadaan syok

Perubahan patologi secara umum Dengan berkurangnya oksigen/hipoksia secara cepat dan tiba-tiba maka akan terjadi hipoksia sel dalam jaringan tubuh, diikuti dengan kekurangan oksigen pada dinding kapiler, sehingga terjadi pecahnya kapiler atau terjadi pendarahan (ptechiae haemorhagik). Selain itu, juga terjadi dilatasi kapiler yang menyebabkan adanya stasis darah pad kapiler venus atau pembuluh darah lainnya, terjadilah kongestif (bendungan darah). Dari uraian diatas maka secara umum asfiksia akan didapati : 1. Ptechiae haemoraghik : pada konjungtiva bulbi, pleura. 2. Dilatasi pembuluh darah 3. Kongesti/bendungan darah akibat dilatasi pembuluh darah kapiler 4. Transudat plasma ke dalam jaringan karena meningkatnya ereabilitas kapiler, diikuti dengan peningkatan pad saluran limfe selama pembuluh limfe memenuhi pembuluh darah yang berdilatasi maka tidak terjadi transudat. Jika tidak terpenuhi akan teerjadi transudat /edema, terutama edema paru 5. Post mortem fluidity (pengenceran) apabila pemeriksaan jenazah segera, maka darah akan mengalami pengenceran dan darah yang keluar dari jantung mengalami pembekuan. Pengenceran ini disebabkan oleh factor fibrinolisin 90 % yang akan aktif bila ada thrombus. Dengan alas an ini fibrinolisis terjadi jika proses pembekuan 6. Terjadi dilatasi jantung salah satu karakteristik asfiksia adalah dilatasi jantung, salah satunya adalah secondary muscular flaccidity 7. Perubahan biokimia (Swan dan Brucer)

menurut Brucer : pH (keasaman), konsentrasi CO2, konsentrasi oksigen bila diukur akan terdapat perbedaan sesuai dengan penyebab asfiksia.

Asfiksia dikatakan asfiksia mutlak bila ada : Ptechiae haemorhagik Kongesti alat-alat dalam Dilatasi pembuluh darah Sianosis sianosis terjadi bila ada reduce Hb yang banyak, sedangkan Hb O2 lenih sedikit dalam darah atau proporsi Hb O2 dalam darah tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Pengenceran darah

PEMBEKAPAN (SMOTHERING) Smothering adalah tertutupnya permukaan saluran napas hidung-mulut atau hidung saja yang menghambat pemasukan udara ke paru-paru. Smothering umumnya terjadi karena kecelakaan pada bayi/infant dimana keluarga/orang tua bayi kurang/lalai memperhatikan bayinya. Biasanya bahan/alat yang membuat tertutup selimut, bantal. Dapat juga bayi dibunuh (infanticide) oleh ibunya sendiri dengan memberikan bekapan kain, bedak. Ada juga dilaporkan bayi meninggal karena tertekan oleh bekapan payudara ketika sedang menyusui. Smothering bisa juga gradual, karena tidak semua saluran napas tertutup (sebagian) dimana dapat bertahan beberapa menit atau jam. Cara kematian yang berkaitan dengan pembekapan dapat berupa: 1. Bunuh diri (suicide). Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi misalnya pada penderita penyakit jiwa, orang tahanan dengan menggunakan gulungan kasur, bantal, pakaian, yang diikatkan menutupi hidung dan mulut. 2. Kecelakaan (accidental smothering). Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, terutama bayi prematur bila hidung dan mulut tertutup oleh bantal atau selimut. Anak-anak atau dewasa muda yang terkurung dalam suatu tempat yang sempit dengan sedikit udara misalnya terbekap dalam kantong plastik. Orang dewasa yang terjatuh waktu bekerja atau pada penderita epilepsi yang mendapat serangan dan terjatuh sehingga mulut dan hidung tertutup dengan pasir, gandum, tepung, dan sebagainya.

3. Pembunuhan (homicidal smothering). Biasanya terjadi pada kasus pembunuhan anak sendiri. Pada orang dewasa hanya terjadi pada orang tidak berdaya seperti orang tua, orang sakit berat, orang dalam pengaruh obat atau minuman keras.

Pemeriksaan Luar Didapati pada daerah hidung/mulut hiperemis/bintik-bintik perdarahan/memar disekitar mulut serta ditandai tanda-tanda asfiksia umum (lebam mayat lebih gelap, dilatasi pembuluh darah, ptechiae haemorrhagic bola mata, congestive alat-alat dalam, dilatasi pembuluh darah (arteri/vena).

PENCEKIKAN (THROTTLING) Manual strangulation adalah penekanan dengan satu tangan kiri atau kanan atau kedua tangan, lengan bawah kanan atau kiri terhadap leher korban/orang lain. Cekikan biasanya berhubungan dengan pembunuhan, perampokan, perkosaan walaupun kadang bisa kecelakaan, pada pembunuhan pada kasus perampokan, perkosaan, contoh yang khas horseplay, kematian dimana seseorang yang geram/gemas dengan pasangannya mencekik leher korban (kematian disebabkan terjadinya penekanan sinus carotis, terjadi reflek vagal, kemudian cardiac arrest). Tidak ada cekikan oleh karena bunuh diri Mekanisme : 1. penekanan pada leher dengan penyempitan saluran nafas (hipoksi-hipoksia) 2. kompresi/penekanan pada sinus carotus lalu terjadi reflek vagal dan terjadi cardiac arrest 3. obstruksi arteri carotis dan vena jugularis internal, terjadi hipoksi cerebral, memerlukan waktu yang lama untuk menyebabkan kematian.

Pemeriksaan: Pada pemeriksaan kasus cekikan, fokus pemeriksaan pada daerah leher. Di sini kita harus hati-hati sekali, mengamati dengan cermat; apakah ada memar yang halus, luka lecet tekan yang tipis pada daerah sisi kanan dan kiri leher yang berbentuk cetakan dari telapak jari jempol di sebelah kanan korban (untuk penyekik "right handed") atau luka lecet tekan dengan cetakan dari telapak jari jempol di sebelah kiri korban dengan keempat jari lainnya di kanan (untuk penyekik "left handed"). Bentuk luka lecet tekan akibat jari jempol mirip seperti bulan sabit "crescent

appearance".

Letak dari luka akibat cekikan ini sejajar dengan tulang jakun di samping kiri atau kanan, di atas m. sternocleidomastoideus di bawah angulus mandibulae (daerah sinus caroticus). Diusahakan pemeriksaan secepat mungkin dan pada siang hari. Apabila diperiksa kebetulan pada malam hari maka dengan sinar lampu yang cukup terang. Setelah dilakukan pemeriksaan luar, pada pemeriksaan dalam; setelah insisi pertama (primary incision), jangan dulu dipotong iga II VII. Dikupas dulu kulit bagian leher secara hati-hati untuk melihat apakah ada bintik perdarahan, memar pada lapisan dalam kulit yang merupakan lanjutan dari luka lecet di bagian luar tadi. Juga otot-otot leher diperhatikan adanya bintik perdarahan serta tulang-tulang rawan,os hyoid, os crycoid, apakah ada yang patah atau retak. Untuk melengkapi pemeriksaan yang mungkin dicekik dengan lengan bawah, diteliti dengan patah tulang pada columna vertebralis cervicalis, apakah ada retak atau patah tulang. Seseorang yang dicekik bisa saja meninggal karena vagal refleks. Tentu pada keadaan ini tidak ditemukan tanda-tanda asfiksia pada tubuh korban. Kalau kita mendapatkan ciri-ciri khas (crescent appearance) dan kita menduga suatu vagal refleks, maka kita harus menemukan tidak adanya tanda-tanda asfiksia pada tubuh korban (negative finding). Ini perlu untuk mencocokkan di TKP (Tempat Kejadian Perkara).

Keterangan Pemeriksaan Pada pemeriksaan kasus cekikan, fokus pemeriksaan pada daerah leher. Di sini kita harus hati-hati sekali, mengamati dengan cermat; apakah ada memar yang halus, luka lecet tekan yang tipis pada daerah sisi kanan dan kiri leher yang berbentuk cetakan dari telapak jari jempol di sebelah kanan korban (untuk penyekik "right handed") atau luka lecet tekan dengan cetakan dari telapak jari jempol di sebelah kiri korban dengan keempat jari lainnya di kanan (untuk penyekik "left handed"). Bentuk Luka Bentuk luka lecet tekan akibat jari jempol mirip seperti bulan sabit "crescent appearance". Letak Luka Letak dari luka akibat cekikan ini sejajar dengan tulang jakun di samping kiri atau kanan, di atas m.

sternocleidomastoideus di bawah angulus mandibulae (daerah sinus caroticus). Diusahakan pemeriksaan secepat mungkin dan pada siang hari. Apabila diperiksa kebetulan pada malam hari maka dengan sinar lampu yang cukup terang. Pemeriksaan Dalam Pemeriksaan Lengkap - Pada pemeriksaan dalam; setelah insisi pertama (primary incision), jangan dulu dipotong iga II VII. Dikupas dulu kulit bagian leher secara hati-hati untuk melihat apakah ada bintik perdarahan, memar pada lapisan dalam kulit yang merupakan lanjutan dari luka lecet di bagian luar tadi. Juga otot-otot leher diperhatikan adanya bintik perdarahan serta tulang-tulang rawan, os hyoid, os crycoid, apakah ada yang patah atau retak. Untuk melengkapi pemeriksaan yang mungkin dicekik dengan lengan bawah, diteliti dengan patah tulang pada columna vertebralis cervicalis, apakah ada retak atau patah tulang. Seseorang yang dicekik bisa saja meninggal karena vagal refleks. Tentu pada keadaan ini tidak ditemukan tanda-tanda asfiksia pada tubuh korban. Kalau kita mendapatkan ciri-ciri khas (crescent appearance) dan kita menduga suatu vagal refleks, maka kita harus menemukan tidak adanya tanda-tanda asfiksia pada tubuh korban (negative finding). Ini perlu untuk mencocokkan di TKP (Tempat Kejadian Perkara).

You might also like