You are on page 1of 3

‫مفعول به‬

1. Definisi
Adalah isim ysng menunjukkan suatu arti dimana perbuatan fail (pelaku) jatuh
padanya, baik dalam kondisi isbat (positif) atau negatif).
Contoh: 1. bentuk isbat: َ‫( بَ َريْتُ الْقََلم‬saya meraut pena)
2. bentuk nafi: َ‫( مَابَ َريْتُ ا ْلقَلَم‬saya tidak meraut pena)
2. macam-macam
a. maf’ul bih sharih (nyata)
maf’ul bih sharih terbagi menjadi 2 macam:
 Isim zhahir
 Isim dhamir muttasil
Contoh: ْ‫( َأكْ َرمْتُ وَ َأ ْك َرمْ ُتهُم‬saya memuliakanmu dan saya memuliakan mereka)
Isim dhamir munfasil
Contoh: ُ‫( ِايّاهُ اُ ِر ْيد‬padanya aku berkehendak)
b. ma’ul bih ghairu sharih (tidak nyata)
maf’ul bihi ghairu sharih terbagi menjadi 3 macam:
 Mu’awwal (dita’wilkan) dengan masdar
Contoh: َ‫ج ِتهَا ُدك‬ ْ ِ‫ج َت ِهدٌ → عَِلمْتُ ا‬ ْ ُ‫عَِلمْتُ َاّنكَ م‬
 Jumlah yang dita’wilkan dengan isim mufrad
Contoh: ‫ج َتهِدًا‬ْ ُ‫ك م‬ َ ‫ظ َننْ ُت‬
َ → ُ‫ج َتهِد‬ْ َ‫ك ت‬
َ ‫ظ َننْ ُت‬
َ
 Jar dan majrur
Contoh: َ‫ت بِ َي ِدك‬ ُ ‫س ْك‬َ ْ‫( َام‬saya memegang tanganmu)
3. hukum-hukum
Ada 4 hukum maf’ul bih:
 Maf’ul bih wajib dibaca nashab
 Maf’ul bih boleh dibuang (tidak disebutkan) karena ada suatu dalil.
Contoh: ُ‫( رََأيْت‬saya melihat...)
Sebagai jawaban dari pertanyaan ً‫خِليْل‬ َ ‫( هَلْ رََأيْتُت‬apakah engkau telah
melihat si khalil?)
Contoh yang membuang kedua maf’ul bih adalah
‫عمُوْنَ؟‬
ُ ْ‫شرَكائِيَ اّل ِذيْنَ ُك ْنتُ ْم تَز‬
ُ َ‫َايْن‬
 Diperbolehkan fi’il dari maf’ul bih dibuang/tidak disebutkan jika ada dalil.
Contoh: ِ‫ اَ ْلكِلَبَت عَلَى ا ْل َبقَر‬jika diperkirakan ‫( اَرْسِتلِ ا ْلكِلَبَت‬lepaskanlah anjing untuk
mengejar sapi)
 Pada asalnya, maf’ul bih itu diakhirkan dari fi’il dan fa’il, tapi kadang-kadang
didahulukan atas fa’il/fi’il dan fa’il sekaligus.
MENDAHULUKAN MAF’UL BIH DAN MENGAKHIRKANNYA
1. Boleh mendahulukan maf’ul bih
Contoh ٌ‫ب الدّرْسَ زُ َهيْر‬ َ َ‫( َكت‬pelajaran telah ditulis oleh zuhair)
2. Boleh mengakhirkan maf’ul bih
Contoh: َ‫( َكتَبَ زُ َهيْرٌ الدّرْس‬Zuhair telah menulis pelajaran)
HUKUM MENDAHULUKAN MAF’UL DAN FA’IL
1. fa’il wajib didahilukan jika tidak diketahui mana yang maf’ul.
Contoh: ‫عيْسَى‬ ِ َ‫( عَلَ َم مُوْسَى و‬Musa telah mengajar Isa)
2. fa’il wajib diakhirkan dan maf’ul wajib didahulukan jika fa’il terikat dengan
dhamir yang kembali kepada maf’ul.
Contoh: ُ‫لمُه‬ َ ُ‫س ِع ْيدًا غ‬
َ َ‫( َأكْ ِرم‬Said telah dimuliakan oleh pelayan mudanya)
3. fa’il wajib didahukkan dan maf’ul wajib diakhirkan apabila fa’il dan maf’ul
keduanya berupa isim dhamir dan tidak ada pengkhususan pada salah satunya.
4. jika salah satu dari keduanya berupa dhamir muttasil, dan yang lain berupa isim
dhamir, maka wajib mendahulukan yang berupa isim dhamir.
Contoh: fail wajib didahulukan → ‫( َأكْ َرمْتُ عَِليّا‬saya memuliakan Ali)
Mendahulukan maf”ul atas fi’il dan fa’ilnya sekaligus → ُ‫عَِليّا َأكْ َرمْت‬
(pada si Ali saya memuliakan)
MENDAHULUKAN MAF’UL ATAS FI’IL DAN FA’IL
Maf’ul bih wajib didahulukan atas fi’il dan fa’il dalam 4 masalah:
1. maf’ul bih berupa isim syarat
contoh: ٍ‫ضلِلِ الُ فَمَا لَهُت مِنْت هَاد‬ ْ ُ‫( مَنْت ي‬dan barang siapa yang disesatkan Allah, niscaya
tidak ada baginya seorang pemimpin) (QS. 39:23)
Maf’ul bih dimudhafkan kepada isim isyarat
Contoh: ‫( َهدْيَت مَنْت َتّتبِعْت َبنُوْكَت‬pada petunjuk siapapun, yang Engkau ikuti, maka akan
mengikuti pula putra-putramu)
2. maf’ul bih berupa isim istifham
contoh: ‫( مَنْ َأكْ َرمْتَ؟‬siapakah yang engkau muliakan?)
3. maf’ul bih berupa lafadz ْ‫ كَم‬dan ْ‫كََأيّن‬
contoh: ُ‫ب مََلكْت‬ ٍ ‫( !كَ ْم ِكتَا‬banyak sekali kitab yang kamu miliki!)
Berupa isim yang dimudhafkan kepada lafadz (‫كَمْ( لخبرية‬
Contoh: ‫( ! َذنْبَت كَمْت ُمذْنِبٍت غَ َفرْتٌت‬dosa yang banyak sekali dari pelaku dosa yang saya
ampuni)
4. maf’ul bih dinashabkan oleh jawabannya lafadz ‫َأمّا‬
contoh: ْ‫( َفَأمّا ال َي ِتيْ َم فَلَ َت ْقهَر‬maf’ul bih didahulukan)
(adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-
wenang)
- tidak wajib mendahulukan maf’ul kalau terdapat lafadz yang memisah.
Contoh: َ‫ل َبدَاَلك‬ ْ َ‫( َأمّا ا ْليَ ْو َم فَا ْفع‬adapun pada hari ini, maka kerjakanlah yang tampak
bagimu)
MENDAHULUKAN SALAH SATU DARI 2 MAF’UL
Ketentuan-ketentuan wajib mendahulukan salah satu dari 2 maf’ul:
1. jika ada keserupaan, maka wajib mendahulukan maf’ul yang mempunyai hak
didahulukan, yaitu maf’ul yang pertama.
Contoh: ‫سعِ ْيدًا خَاِلدًا‬ َ ُ‫ظ َننْت‬ َ (saya menduga said sebagai khalid)
2. jika salah stu dari 2 maf’ul berupa isim dzahir dan isim dhamir, maka wajib
mendahulukan isim dhamir dan mengakhirkan maf’ul bih yang berupa isim
zhahir.
Contoh: ‫ط ْي ُتكَ دِرْ َهمًا‬ َ ْ‫( أَع‬saya telah memberikan kepadamu uang dirham)
LAFADZ YANG MENYERUPAI MAF’UL BIH
Apabila lafadz yang diamalkan oleh sifat Musyabihat berupa isim ma’rifat, maka
mempunyai hak dibaca rafa’ karena sebagai fa’ilnya.
Contoh: ُ‫( عَِليّ حَسَنٌ خُلُقُه‬Ali adalah orang yang budi pekertinya baik)
Hanya saja, apabila para ulama’ bertijuan untuk ma’na mubalaghah, maka mereka
memindahkan fungsinya, dengan cara sifat musyabihat itu merafa’kan fa’il yang berupa
dhamir yang tersimpan yang kembali kepada lafadz sebelumnya. Lalu yang tadinya
menjadai fa’il dibaca nashab untuk berfungsi sebagai lafadz yang mempunyai maf’ul bih.
Mereka mengucapkannya dalam contoh tersebut menjadi ucapan: ُ‫( عَِليّ حَسَنٌ خُلُقُه‬Ali adalah
orang yang sanagt baik budi pekertinya)

By: Daris Salami (bsa uin maliki 07)

You might also like