You are on page 1of 49

Biografi Al-Kindi: Pendiri Filsafat Islam

Nama lengkap al-Kindi adalah Abu Yusuf Yakub bin Ishak al-Kindi. Namun, masyarakat Barat sering menyebutnya al-Kindus. Al-Kindi berasal dari Arab Selatan. Ia lahir pada tahun 809. Keluarganya kaya dan terhormat. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, al-Kindi pindah ke Basrah, Irak, untuk menambah pengetahuannya di berbagai bidang. Setelah itu, ia pindah lagi ke Baghdad untuk melanjutkan kuliah. Al-Kindi dikenal sebagai seorang filosof yang mahir kimia dan matematika. Dalam sejumlah karyanya, al-Kindi sering membahas masalah logika dan matematika. Ia juga sering mengulas buku karya Aristoteles. Dalam catatan biografi al-Kindi, al-Muntakhab, dikatakan bahwa ia adalah muslim pertama yang terkenal di bidang filsafat. Sejumlah karya, terjemahan, dan koreksi terhadap hasil karyanya sendiri adalah bentuk sumbangsihnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Ia adalah tokoh yang memperkenalkan masalah metafisika, psikologi, etika, dan metode pendekatan secara logika serta ilmiah kepada masyarakat muslim Arab. Para ilmuwan Arab menganggapnya sebagai pendiri Filsafat Muslim Arab. Seorang filosof sempurna dan pemikir yang bijak. Karyakaryanya yang luar biasa membuat namanya berada pada posisi tertinggi di bidang ilmu pengetahuan. Dengan kecerdasan dan keahlian yang dimilikinya, al-Kindi juga menulis buku tentang kriptologi atau seni memecahkan kode. Dalam bukunya yang berjudul Risalah fi Istikhraj alMuamma atau Manuscript for the Deciphering Cryptographic Messages itu, ia menjelaskan beberapa cara menguraikan kode rahasia. Ia juga mengklasifikasikan kode rahasia tersebut, menjelaskan ilmu fonetik Arab dan sintaksisnya. Lewat buku tersebut, al-Kindi memperkenalkan penggunaan metode statistika untuk memecahkan kode rahasia. Pengalamannya bekerja sebagai penerjemah sandi rahasia dan pesan tersembunyi yang terdapat dalam naskah asli Yunani dan Romawi, telah mempertajam naluri al-Kindi di bidang kriptoanalisa. Sehubungan dengan itu, ia pernah menjabarkan pengalamannya tersebut dalam sebuah makalah. Di kemudian hari, makalah tersebut dibawa ke Barat untuk diterjemahkan dan diterbitkan dalam bentuk buku yang berjudul Manuscript on Deciphering Cryptographic Messages.

Tidak hanya menguasai ilmu kriptografi, al-Kindi juga pakar di bidang matematika. Ia telah menghasilkan beberapa buku mengenai sistem penomoran, yang kemudian menjadi dasar aritmatika modern. Selain itu, al-Kindi juga memberikan kontribusi besar dalam bidang geometri

bola, bidang yang sangat mendukungnya dalam studi astronomi. Bersama al-Khawarizmi dan Banu Musa bersaudara, ia diberi tugas menerjemahkan karya-karya filosof Yunani dalam bahasa Arab oleh Khalifah al-Makmun. Al-Kindi sangat mengagumi pemikiran para filosof Yunani Romawi. Ia sangat terilhami oleh dua filosof besar Yunani, yaitu Socrates dan Aristoteles. Pengaruh kedua tokoh ini bisa dilihat dalam beberapa karya al-Kindi

BIOGRAFI AL-FARABI FILOSOF KE DUA DARI TIMUR

AL-FARABI Guru Kedua dari Timur

Abu Nasr al-Farabi adalah sebagai pembangun agung sistem filsafat, ia telah membakutikan diri untuk berfikir dan merenung, menjauh dari kegiatan politik, gangguan dan kekisruhan masyarakat. Al-Farabi meninggalkan sejumlah risalah penting. Di samping murid-muridnya yang belajar langsung, banyak pula orang-orang yang mempelajari karya-karyanya setelah sepeninggalnya, dan menjadi pengikut filsafatnya menjdi acuan pemikiran ilmiah bagi Barat dan Timur, lama setelah sepeninggalnya.

Pada terakhir abad ke-13 H/ke-19 M, telah dilakukan banyak usaha untuk menulis biografinya, mengumpulakan karya-karya yang belum diterbitkan, dan menjelaskan berbagai hal yang masih samar di dalam karya filsafatnya. Pada tahun 1370 H/1950 M, seribu tahun setelah meninggalnya, beberapa sarjana Turki menemukan beberapa karya Al-Farabi yang masih berupa naskah dan memcahkan beberapa kesulitan yang berkaitan dengan pemikirannya.

Salah seorang pemikir besar Islam yang terkenal adalah al-Farabi. Nama lengkapnya adalah Abu Nasr Muhammad Ibnu al-Farabi tapi lebih dikenal dengan nama

Alfarabius atau Avennasar. Ia lahir pada tahun 870 di Farab, sebuah kota di Turki Tengah yang kini tidak ada lagi. Meskipun al-Farabi adalah orang Turki, tetapi ayahnya berkebangasaan Persia. Namun begitu, karya dan pemikiran al-Farabi tetap mencerminkan filosof Arab. Dan al-Farabi meninggal dunia 970 di Damaskus.

Para ilmuan Barat menganggap al-Farabi sebagai pendiri filsafat Arab. Mereka juga menyebut al-Farabi sebagai guru kedua (The Second Master), sedangkan Aristoteles sebagai Guru Pertama (The First Master).

Al-Farabi mengikuti pendidikan dasar dan menghabiskan masa kanak-kanak di kota kelahirannya. Setelah itu ia pergi ke Bukhara untuk melanjutkan sekolah. Al-Farabi menempuh pendidikan tingginya di Bagdad. Di kota ini, belajar bahasa Arab dan yunani yang pertama kali. Namun, al-Farabi ternyata lebih tertarik pada masalah alam semesta dan manusia. Hal inilah yang membuatnya mempelajari ilmu filsafat, terutama filsafat Flato dan Aristoteles. Al-Farabi menyerap inti pengetahuan dari filsafat Platonik dan Aristotelian, sebelum kemudian menggabungkanya dengan penegetahuan Al-Quran dan ilmu lain.

Selama di Baghdad, al-Farabi mempelajari Filsafat Aristoteles dan logika di bawah bimbingan Abu Bishr Matta ibn Yunus, seorang filosof terkenal. Di sela-sela kesibukannya, ia mulai menulis jumlah karya filsafat dan menerjemahkan karya para filosof Yunani. Ia dikenal sebagai filosof Islam pertama yang memperkenalkan filsafat Yunani pada dunia Islam. Proyek terbesar yang dilakukan al-Farabi adalah menggabungkan Yunani dan Sysri'at Islam.

Al-Farabi meninggalkan sejumlah besar tulisan yang penting, bahkan bila mempercayai keterangan-keterangan beberapa penulis tentang biografi al-Farabi, seperti al-Qifti atau Abi Usaibi'ah, jumlah tulisannya itu ialah tujuh puluh buah, memang terlihat kecil dibandingkan dengan karya-karya filosof di masanya, terutama al-Kindi da ar-Razi.

Karya-karya al-Farabi dapat dibagi menjadi dua kelompok, satu diantaranya mengenai logika dan yang kedua mengenai bidang lain. Karya-karya tentang logika menyangkut bagian-bagian yang berbeda dari Organon-nya Aristoteles, baik yang berbentuk komentar maupun tulisan panjang. Kebanyakan tulisan ini masih berupa naskah yang sebagian besar naskah-naskah ini belum ditemukan. Sedangkan karyakarya kelompok kedua menyangkut berbagai cabang pengetahuan diantaranya; filsafat, fisika, matematika, etika dan politik. Sebagian karya tersebut telah di ketemukan, dan hal ini memperjelas berbagai aspek pemikiran filosofis al-Farabi. Tetapi ada sebagian karya lainnya yang diragukan dan penulisan tentangnya yang merupakan masalah kontroversial, seperti dalam hal Fusus al-Hikam (Permata Kebijaksanaan) atau al-Mufariqat (Keterpisahan).

Sebagai seorang filosof Muslim, al-Farabi menggunakan segenap kemampuan akalnya untuk mencapai kebenaran yang hakiki. Ia berhusaha menggapai Islam yang sempurna. Oleh karena itu, menurut al-Farabi, filsafat dan agama adalah dua hal yang bersesuaian. Dua-duanya merpakan jalan untuk mencari kebenaran agama, namun keduanya mempunyai metode penelaran dan argumen yang logis. Sementara itu, agama berngkat dari keimanan dan kepasrahan jiwa.

BIOGRAFI AR-RAZI
Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Al-Razi dikenal di barat sebagai Rhazes. Dia adalah salah seoran Ilmuwan Iran yang hidup pada 864-930. Al-Razi lahi di Rayy, Teheran, pada 865. Di awal kehidupannya, dia sangat tertarik dengan seni musik. Namun, dia juga tertarik dengan ilmuilmu pengetahuan lainnya sehingga kebanyakan masa hidupnya dihabiskan untuk mengkaji kimia, filsafat, logika, matematika, dan fisika. Pada akhirnya dia dikenal sebagai ahli pengobatan seperti Ibnu Sina, tetapi semula Al-Razi adalah seorang ahli kimia. Menurut sebuah riwayat yang dikutip oleh Nasr (1968), Al-Razi meninggalkan dunia kimia karena pengelihatanya mulai kabur akibat eksperimen-aksperimen kimia yang meletihkannya. Lalu, dengan bekal ilmu kimianya yang luas dia menekuni dunia medis kedokteran yang rupanya menarik minatnya ketika muda. Menurut Al-Razi, seorang pasien yang sembuh dari penyakitnya disebabkan oleh respon reaksi kimia yang terdapat didalam tubuh pasien tersebut. Dalam waktu yang relative cepat, Al-Razi mendirikan rumah sakit di Rayy, sebagai salah satu rumah sakit yang terkenal sebgai pusat penelitian dan pendidikan medis. Selang beberapa waktu kemudian, dia juga dipercaya memimpin rumah sakit Baghdad. Beberapa ilmuwan barat berpendapat bahwa Al-Razi adalah penggagas ilmu kima modern. Hal ini dibuktikan dengan hasil karya tulis dan hasil penemuan eksperimanya. Al-Razi berhasil memberikan informasi lengkap dari beberapa rekasi kimia serta deskripsi dana desain lebih dari dua puluh instrument untuk analisis kimia. Dia juga memebrikan deskripsi ilmu kimia secara sederhana dan rasional. Sebagai seorang kimiawan, Al-Razi adalah orang pertama yang mampu menghasilkan asam sulfat dan beberapa asam lainnya bahkan penggunaan alcohol untuk fermentasi zat yang manis. Beberapa karya tulis imilahnya dalam bidang ilmu kimia yaitu 1. Al-Asrar, membahas teknik penanganan zat-zat kimia dan manfaatnya 2. Liber Experimentorum, membahas pembagian zat kedalam hewan, tumbuhan, dan mineral yang menjadi cikal bakal kimia organic dan kimia non-organik. 3. Sirr Al-Asrar, membahas (a) ilmu dan pencarian obat-obatan dari suber tumbuhan, hewan, dan galian serta simbolnya, juga jenis terbaik untuk digunakan dalam perawatan; (b) ilmu danperalatan yang penting bagi kimia serta apotek; (c) ilmu dan tujuh tata cara serta teknik kima yang melibatkan pemrosesan reksa, belerang (sulfur), arsenic, serta logam-logam lain seperti emas, perak, tembaga, timbal, dan besi

Menurut H.G Wells, pada ilmuwan muslim adalah golongan pertama yang menggagas ilmu kimia. Mereka telah mengembangkan ilmu kimia selama sembilan abad, sejak abad ke-8 M. Al-Razi wafat 925.

Biografi Ibnu Sina

BIOGRAFI Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Ia lahir pada tahun 980 M di Asfshana, suatu tempat dekat Bukhara. Orang tuanya adalah pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman.Di Bukhara ia dibesarkan serta belajar falsafah kedokteran dan ilmu - ilmu agama Islam. Ketika usia sepuluh tahun ia telah banyak mempelajari ilmu agama Islam dan menghafal Al-Quran seluruhnya. Dari mutafalsir Abu Abdellah Natili, Ibnu Sina mendapat bimbingan mengenai ilmu logika yang elementer untuk mempelajari buku Isagoge dan Porphyry, Euclid dan Al-Magest-Ptolemus. Dan sesudah gurunya pindah ia mendalami ilmu agama dan metafisika, terutama dari ajaran Plato dan Arsitoteles yang murni dengan bantuan komentator - komentator dari pengarang yang otoriter dari Yunani yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Dengan ketajaman otaknya ia banyak mempelajari filsafat dan cabang - cabangnya, kesungguhan yang cukup mengagumkan ini menunjukkan bahwa ketinggian otodidaknya, namun di suatu kali dia harus terpaku menunggu saat ia menyelami ilmu metafisika-nya Arisstoteles, kendati sudah 40 an kali membacanya. Baru setelah ia membaca Agradhu kitab ma waraet thabieah li li Aristho-nya Al-Farabi (870 - 950 M), semua persoalan mendapat jawaban dan penjelasan yang terang benderang, bagaikan dia mendapat kunci bagi segala simpanan ilmu metafisika. Maka dengan tulus ikhlas dia mengakui bahwa dia menjadi murid yang setia dari Al-Farabi Sesudah itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, seorang Masehi. Belum lagi usianya melebihi enam belas tahun, kemahirannya dalam ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia tidak cukup dengan teori - teori kedokteran, tetapi juga melakukan praktek dan mengobati orang - orang sakit.Ia tidak pernah bosan atau gelisah dalam membaca buku - buku filsafat dan setiap kali menghadapi kesulitan, maka ia memohon kepada Tuhan untuk diberinya petunjuk, dan ternyata permohonannya itu tidak pernah dikecewakan. Sering sering ia tertidur karena kepayahan membaca, maka didalam tidurnya itu dilihatnya pemecahan terhadap kesulitan kesulitan yang dihadapinya. Sewaktu berumur 17 tahun ia telah dikenal sebagai dokter dan atas panggilan Istana pernah mengobati pangeran Nuh Ibn Mansur sehingga pulih kembali kesehatannya. Sejak itu, Ibnu Sina mendapat sambutan baik sekali, dan dapat pula mengunjungi perpustakaan yang penuh dengan buku - buku yang sukar didapat, kemudian dibacanya dengan segala keasyikan. Karena sesuatu hal, perpustakaan tersebut

terbakar, maka tuduhan orang ditimpakan kepadanya, bahwa ia sengaja membakarnya, agar orang lain tidak bisa lagi mengambil manfaat dari perpustakaan itu .Kemampuan Ibnu Sina dalam bidang filsafat dan kedokteran, kedua duanya sama beratnya. Dalam bidang kedokteran dia mempersembahkan AlQanun fit-Thibb-nya, dimana ilmu kedokteran modern mendapat pelajaran, sebab kitab ini selain lengkap, disusunnya secara sistematis. Dalam bidang materia medeica, Ibnu Sina telah banyak menemukan bahan nabati baru Zanthoxyllum budrunga - dimana tumbuh - tumbuhan banayak membantu terhadap bebebrapa penyakit tertentu seperti radang selaput otak (miningitis). Ibnu Sina pula sebagai orang pertama yang menemukan peredaran darah manusia, dimana enam ratus tahun kemudian disempurnakan oleh William Harvey. Dia pulalah yang pertama kali mengatakan bahwa bayi selama masih dalam kandungan mengambil makanannya lewat tali pusarnya. Dia jugalah yang mula - mula mempraktekkan pembedahan penyakit - penyakit bengkak yang ganas, dan menjahitnya. Dan last but not list dia juga terkenal sebagai dokter ahli jiwa dengan cara - cara modern yang kini disebut psikoterapi. Dibidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina otodidak dan genius orisinil yang bukan hanya dunia Islam menyanjungnya ia memang merupakan satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, yang bukan pinjaman sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan menyatakan dalam Regacy of Islam-nya Alfred Gullaume; Sebagian besar filsafat Aristoteles sedikitpun tak dapat memberi pengaruh di Barat, karena kitabnya tersembunyi entah dimana, dan sekiranya ada, sangat sukar sekali didapatnya dan sangat susah dipahami dan digemari orang karena peperangan - peperangan yang meraja lela di sebeleah Timur, sampai saatnya Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dan juga pujangga Timur lain membuktikan kembali falsafah Aristoteles disertai dengan penerangan dan keterangan yang luas. Selain kepandaiannya sebagai flosof dan dokter, iapun penyair. Ilmu - ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa, kedokteran dan kimia ada yang ditulisnya dalam bentuk syair. Begitu pula didapati buku - buku yang dikarangnya untuk ilmu logika dengan syair. Kebanyakan buku - bukunya telah disalin kedalam bahasa Latin. Ketika orang - orang Eropa diabad tengah, mulai mempergunakan buku - buku itu sebagai textbook, dipelbagai universitas. Oleh karena itu nama Ibnu Sina dalam abad pertengahan di Eropah sangat berpengaruh. Dalam dunia Islam kitab - kitab Ibnu Sina terkenal, bukan saja karena kepadatan ilmunya, akan tetapi karena bahasanya yang baik dan caranya menulis sangat terang. Selain menulis dalam bahasa Arab, Ibnu Sina juga menulis dalam bahasa Persia. Buku - bukunya dalam bahasa Persia, telah diterbitkan di Teheran dalam tahun 1954. Karya - karya Ibnu Sina yang ternama dalam lapangan Filsafat adalah As-Shifa, An-Najat dan Al Isyarat. An-Najat adalah resum dari kitab As-Shifa. Al-Isyarat, dikarangkannya kemudian, untuk ilmu tasawuf. Selain dari pada itu, ia banyak menulis karangan - karangan pendek yang dinamakan Maqallah. Kebanyakan maqallah ini ditulis ketika ia memperoleh inspirasi dalam sesuatu bentuk baru dan segera dikarangnya. Sekalipun ia hidup dalam waktu penuh kegoncangan dan sering sibuk dengan soal negara, ia menulis sekitar dua ratus lima puluh karya. Diantaranya karya yang paling masyhur adalah Qanun yang

merupakan ikhtisar pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini di Timur. Buku ini dterjemahkan ke baasa Latin dan diajarkan berabad lamanya di Universita Barat. Karya keduanya adalah ensiklopedinya yang monumental Kitab As-Syifa. Karya ini merupakan titik puncak filsafat paripatetik dalam Islam. Ibnu Sina dikenal di Barat dengan nama Avicena (Spanyol aven Sina) dan kemasyhurannya di dunia Barat sebagai dokter melampaui kemasyhuran sebagai Filosof, sehingga ia mereka beri gelar the Prince of the Physicians. Di dunia Islam ia dikenal dengan nama Al-Syaikh- al-Rais. Pemimpin utama (dari filosof filosof). Meskipun ia di akui sebagai seorang tokoh dalam keimanan, ibadah dan keilmuan, tetapi baginya minum minuman keras itu boleh, selama tidak untuk memuaskan hawa nafsu. Minum minuman keras dilarang karena bias menimbulkan permusuhan dan pertikaian, sedangkan apabila ia minum tidak demikian malah menajamkan pikiran. Didalam al-Muniqdz min al-Dhalal, al-Ghazali bahwa Ibnu Sina pernah berjanji kepada Allah dalam salah satu wasiatnya, antara lain bahwa ia akan menghormati syariat tidak melalaikan ibadah ruhani maupun jasmani dan tidak akan minum minuman keras untuk memuaskan nafsu, melainkan demi kesehatan dan obta. Kehidupan Ibnu Sina penuh dengan aktifitas -aktifitas kerja keras. Waktunya dihabiskan untuk urusan negara dan menulis, sehingga ia mempunyai sakit maag yang tidak dapat terobati. Di usia 58 tahun (428 H / 1037 M) Ibnu Sina meninggal dan dikuburkan di Hamazan.

Biografi Ibnu Miskawaih: Pendiri Filsafat Akhlak


Nama lengkapnya adalah Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Ya'qub Ibnu Miskawaih. Ia lahir pada tahun 320 H/932 M. di Rayy, dan meninggal di Isfahan pada tanggal 9 Shafar tahun 412 H/16 Februari 1030 M. Ibnu Miskawaih hidup pada masa pemerintahan dinasti Buwaihi (320 - 450 H/932 - 1062 M) yang sebagian besar pemukanya bermazhab Syiah. Dari segi latar belakang pendidikannya, tidak dijumpai data sejarah yang rinci. Namun dijumpai keterangan bahwa ia mempelajari sejarah dari Abu Bakr Ahmad Ibnu Kamil al-Qadi; mempelajari filsafat dari Ibnu al-Akhmar, dan mempelajari kimia dari Abu Thayyib. Dalam bidang pekerjaan, tercatat bahwa pekerjaan utama Ibnu Miskawaih adalah bendaharawan, sekretaris, pustakawan dan pendidik anak para pemuka dinasti Buwaihi. Selain akrab dengan penguasa, ia juga banyak bergaul dengan para ilmuwan seperti Abu Hayyan at-Tauhidi, Yahya Ibnu 'Adi dan Ibnu Sina. Selain itu Ibnu Miskawaih juga dikenal sebagai sejarawan besar yang kemasyhurannya melebihi pendahulunya, At-Thabari (wafat 310 H/923 M). Selanjutnya ia juga dikenal sebagai dokter, penyair, dan ahli bahasa. Keahlian Ibnu Miskawaih dalam berbagai bidang ilmu tersebut antara lain dibuktikan dengan karya tulisnya berupa buku dan artikel.

Jumlah buku dan artikel yang berhasil ditulis oleh Ibnu Miskawaih ada 41 buah. Menurut Ahmad Amin, semua karya Ibnu Miskawaih tersebut tidak luput dari kepentingan filsafat akhlak. Sehubungan dengan itu tidak mengherankan jika Ibnu Miskawaih selanjutnya dikenal sebagai moralis. Di antara karya tulisnya adalah Risalah fi al-Lazzat wa al-Alam, Risalah fi at-Thabi'at, Risalah fi Jaubar an-Nafs, Maqalat an-Nafs wa al-'Aql, Fi Isbat as-Shuwar al-Ruhaniyat allati la Yabula Lama, min Kitab al-'Aql wa al-Ma'qul, Ta'rif li Miskawaih Yumayyizu bihi bain adDahr wa az-Zaman, Tahzib al-Akhlaq wa Tathhir al-A'raq dan Risalah fi Jawab fi Su'ali li 'Ali ibn Miskawaih Ila Abi Hayyan as-Shauli fi Haqiqat al-'Adl.

Biografi Imam Ghazali: Ahli Tasawuf Islam


Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali dilahirkan di Thus, sebuah kota di Khurasan, Persia, pada tahun 450 H atau 1058 M. Ayahnya seorang pemintal wool, yang selalu memintal dan menjualnya sendiri di kota itu. Al-Ghazali mempunyai seorang saudara. Ketika akan meninggal, ayahnya berpesan kepada sahabat setianya agar kedua putranya itu diasuh dan disempurnakan pendidikannya setuntas-tuntasnya. Sahabatnya segera melaksanakan wasiat ayah al-Ghazali. Kedua anak itu dididik dan disekolahkan, setelah harta pusaka peninggalan ayah mereka habis, mereka dinasehati agar meneruskan mencari ilmu semampu-mampunya. Imam Ghazali sejak kecil dikenal sebagai seorang anak yang cinta ilmu pengetahuan dan penggandrung mencari kebenaran yang hakiki sekalipun diterpa duka cita, dilanda aneka rupa duka nestapa dan sengsara. Dan di masa kanak-kanak, Imam Ghazali belajar kepada Ahmad bin Muhammad ar-Radzikani di Thus kemudian belajar kepada Abi Nashr al-Ismaili di Jurjani dan akhirnya kembali ke Thus lagi. Sesudah itu Imam Ghazali pindah ke Nisabur untuk belajar kepada seorang ahli agama kenamaan di masanya, yaitu al-Juwaini, Imam al-Harmain (w. 478 H atau 1085 M). Dari beliau inilah Imam Ghazali belajar ilmu kalam, ilmu ushul, dan ilmu pengetahuan agama lainnya. Imam Ghazali memang orang yang cerdas dan sanggup mendebat segala sesuatu yang tidak sesuai dengan penalaran yang jernih hingga Imam al-Juwaini sempat memberi predikat beliau itu sebagai orang yang memiliki ilmu yang sangat luas bagaikan "laut dalam nan menenggelamkan (bahrun mughriq)". Ketika gurunya meninggal dunia, al-Ghazali meninggalkan Nisabur menuju ke istana Nidzam al-Mulk yang menjadi seorang perdana menteri Sultan Bani Seljuk. Karena kehebatan ilmunya, akhirnya pada tahun 484 atau 1091 Nidzam al-Mulk mengangkat Imam Ghazali sebagai guru besar di Universitas yang didirikannya di Baghdad.

Di tengah-tengah kesibukannya mengajar di Baghdad, beliau masih sempat mengarang sejumlah kitab seperti Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajiz, Khulashah Ilmu Fiqh, Al-Munqil fi Ilm al-Jadal (Ilmu Berdebat), Ma'khadz al-Khalaf, Lubab al-Nadzar, Tashin al-Ma'akhidz, dan Al-Mabadi' wa al-Ghayat fi Fann al-Khalaf. Begitu juga di tengah-tengah kesibukan ini, beliau juga belajar

berbagai ilmu pengetahuan dan filsafat klasik seperti filsafat Yunani, sebagaimana beliau juga mempelajari berbagai aliran agama yang beraneka ragam yang terkenal di waktu itu. Beliau mendalami berbagai bidang studi ini dengan harapan agar dapat menolongnya mencapai ilmu pengetahuan sejati yang sangat didambakan. Setelah empat tahun, beliau memutuskan untuk berhenti mengajar di Baghdad. Lalu ditinggalkannya kota tersebut untuk menunaikan ibadah haji. Setelah itu beliau menuju Syam, hidup dalam Jami' Umawy dengan kehidupan serba penuh ibadah, dilanjutkan pengembaraan ke berbagai padang pasir untuk melatih diri menjauhi barang-barang terlarang (haram), meninggalkan kesejahteraan dan kemewahan hidup, mendalami masalah keruhanian dan penghayatan agama. Kemudian pada suatu waktu, beliau pulang ke Baghdad kembali mengajar di sana. Hanya saja beliau menjadi guru besar dalam bidang studi lain tidak seperti dahulu lagi. Setelah menjadi guru besar dalam berbagai ilmu pengetahuan agama, sekarang tugas beliau menjadi imam ahli agama dan tasawuf serta penasehat spesialis dalam bidang agama. Kitab pertama yang beliau karang setelah kembali ke Baghdad ialah kitab Al-Munqidz min al-Dholal (Penyelamat dari Kesesatan). Kitab ini dianggap sebagai salah satu buku referensi yang paling penting bagi sejarawan yang ingin mendapatkan pengetahuan tentang kehidupan Imam Ghazali. Kitab ini mengandung keterangan sejarah hidupnya di waktu transisi yang mengubah pandangannya tentang nilai-nilai kehidupan. Dalam kitab ini juga, beliau menjelaskan bagaimana iman dalam jiwa itu tumbuh dan berkembang, bagaimana hakikat ketuhanan itu dapat tersingkap atau terbuka bagi umat manusia, bagaimana mencapai pengetahuan sejati (ilmu yaqin) dengan cara tanpa berpikir dan logika namun dengan cara ilham dan mukasyafah (terbuka hijab) menurut ajaran tasawuf. Sekembalinya Imam Ghazali ke Baghdad sekitar sepuluh tahun, beliau pindah ke Naisaburi dan sibuk mengajar di sana dalam waktu yang tidak lama, setelah itu beliau meninggal dunia di kota Thus, kota kelahirannya, pada tahun 505 H atau 1111 M.

Biografi Jabir Ibnu Hayyan: Bapak Kimia Islam


Jabir Ibnu Hayyan adalah salah satu ilmuwan yang dianggap paling pantas menyandang gelar ahli kimia Arab pada masa awal perkembangannya. Abu Abdullah Jabir bin Hayyan al-Kufi as-Sufi adalah nama lengkap Jabir Ibnu Hayyan. Ia lahir pada tahun 721 dan dibesarkan dalam keluarga dokter. Ada pendapat yang menyatakan bahwa Jabir adalah keturunan Yunani yang memeluk agama Islam. Sejak kecil, Ibnu Hayyan sudah akrab dengan dunia empiris dan medis. Ia berhasil mengklasifikasikan beragam benda berdasarkan unsur kimia yang menyusunnya. Pengklasifikasian itu terbagi tiga, yaitu tubuh, nyawa, dan akal. Jabir memasukkan unsur emas (Au) dan perak (Ag) dalam kategori tubuh, sedangkan sulfur (S) dan arsenik (As) dalam kategori nyawa. Sementara itu, merkuri (Hg) dan sal amoniak (batu bara dan sari minyak) dimasukkannya dalam kategori akal. Buku dan kumpulan tulisan Ibnu Hayyan terbagi dalam beberapa kelompok penting. Pertama, buku yang berisi sejumlah esai tentang praktek alkemi yang sistemnya merujuk pada alkemi kuno. Kedua, buku yang berisi uraian tentang pengajaran alkemi. Ketiga, buku yang mengenal kesetimbangan. Sebuah uraian tentang landasan teori, atau filosofi alkemi, dan ilmu gaib. Ibnu Hayyan telah menulis sekitar 306 buah buku kimia, yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai bahasa dan disimpan di perpustakaan di seluruh dunia. Nama Ibnu Hayyan dikenal sebagai ahli kimia setelah ia mempresentasikan sejumlah metode riset kimia hasil penemuannya. Ia pun dianggap sebagai perintis empirisme dan metodologi ilmiah. Ia mampu mengemukakan pandangan-pandangannya tentang teori pembentukan geologis, hasil campuran bermacam logam. Ia juga telah mempelajari dan mendalami proses pembuatan karbonat dan senyawa-senyawa sulfida dan arsen. Selain itu, Ibnu Hayyan juga sering melakukan usaha pemurnian logam, cat warna kain, kulit, dan sebagainya. Demi menunjang aktifitasnya sebagai ilmuwan, Ibnu Hayyan mendirikan sebuah laboratorium. Di tempat ini, ia melakukan sejumlah percobaan, seperti sublimasi, penyaringan, kristalisasi, dan sebagainya. Menurut Ibnu Hayyan, percobaan adalah aspek paling penting dalam kimia. Jika seseorang tidak dapat meletakkan dasar pengetahuan melalui percobaan maka kemungkinan besar ia akan melakukan kesalahan. Ia juga berkata bahwa sebuah teori kimia tidak dapat diakui kebenarannya jika hanya didasarkan pada apa yang telah dibaca, tapi terlebih dulu harus diuji dan dibuktikan kebenarannya melalui serangkaian percobaan dan penelitian.

Selain menulis esai, Ibnu Hayyan juga menulis literatur. Jumlah literatur karyanya sangat banyak dan mewakili hampir semua bidang ilmu pengetahuan yang ada pada masa itu hingga akhir abad VII. Dari sejumlah fakta yang ada, diketahui bahwa kumpulan tulisan tersebut dibuat pada akhir abad IX dan awal abad X. Atas jasa dan karyanya di bidang kimia, Jabir Ibnu Hayyan mendapat gelar Bapak Kimia Islam Pertama. Ia tidak hanya terkenal di negeri kelahirannya, tapi juga di wilayah lain, seperti Eropa. Di sana, ia lebih dikenal dengan nama Geber. Ibnu Hayyan adalah ilmuwan pertama yang menggunakan metode ilmiah dalam aktivitasnya di bidang alkemi, yang kemudian dikembangkan menjadi ilmu kimia seperti yang dikenal sekarang. Jabir Ibnu Hayyan juga dikenal sebagai orang pertama yang mendirikan laboratorium dan menggunakan tungku sebagai tempat mengolah mineral, mengekstraksi zat-zat, sebelum kemudian mengklasifikasikannya. Di laboratoriumnya, Ibnu Hayyan melakukan sejumlah penelitian dan percobaan dengan ketekunan yang luar biasa. Ketekunan tersebut tidak sia-sia karena ia akhirnya berhasil menemukan beberapa senyawa kimia baru, seperti karbida (carbida acid). Lewat percobaan dan penelitiannya, Ibnu Hayyan juga menyumbangkan beberapa teori tentang penguapan, pembutiran, pelelehan, persenyawaan, dan sublimasi. Beberapa percobaan Jabir masih sering digunakan untuk mengklasifikasi unsur kimia, terutama pada bahan logam dan non logam. Ibnu Hayyan juga menulis sejumlah risalah, terutama yang berkaitan dengan ilmu kimia. Lewat risalahnya, ia memperkenalkan model penelitian baru yang kemudian menjadi titik awal perkembangan ilmu kimia modern. Pada abad pertengahan, risalah Ibnu Hayyan yang berjudul Kitab al-Kimya dan Kitab al-Sabeen diterjemahkan dalam bahasa Latin. Kemudian hari, terjemahan bahasa Latin Kitab al-Kimya diterbitkan kembali oleh seorang Inggris, bernama Robert Chester dengan judul The Book of the Composition of Alchemy (1444). Sementara itu, Kitab al-Sabeen diterjemahkan kembali oleh Gerard dari Cremona. Sebuah buku karya Ibnu Hayyan juga sempat diterjemahkan oleh Berthelot dengan judul Book of Kingdom, Book of the Balances and Book of Eastern Mercury. Pada tahun 1678, seorang penerjemah asal Inggris yang bernama Richard Russel menerjemahkan karya Jabir yang lain dengan judul Sum of Perfection. Di kemudian hari Sum of Perfection menjadi buku terpopuler di Eropa selama beberapa abad. Buku ini memberi pengaruh besar pada proses evolusi ilmu kimia modern.

Biografi Imam Bukhari

Nama lengkap Imam Bukhari adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Ju'fi Al-Bukhari. Beliau lahir pada hari Jum'at setelah shalat Jum'at, 13 Syawwal 194 H dikota bukhara. Maka tak heran jika beliau lebih populer dengan sebutan AlBukhari. Karena penggunaan huruf 'al' dirasa kurang familiar di Indonesia, maka masyarakat di sini menyebut beliau Imam Bukhari atau Bukhari. Bukhari dididik dalam keluarga yang berilmu. Ismail, Bapaknya, adalah seorang ahli hadits yang memplajarinya dari sejumlah ulama terkenal. Seperti, Malik bin Anas, Hammad bin Zaid, dan Abdullah bin Al-Mubarak. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil, sehingga dia pun diasuh oleh sang ibu dalam kondisi yatim. Ayahnya meninggalkan Bukhari dalam keadaan yang berkecukupan dari harta yang halal dan berkah. Harta tersebut dijadikan Bukhari sebagai media untuk sibuk dalam menuntut ilmu. Waktu kecil, kedua mata Bukhari buta. Suatu ketika ibunya bermimpi melihat Khalilullah Nabi Ibrahim AS berujar kepadanya, "Wahai ibu, sesungguhnya Allah telah memulihkan penglihatan putramu karena banyaknya do'a yang kamu panjatkan kepada-NYA." Menjelang pagi harinya, ibu Imam Bukhari mendapati penglihatan anaknya telah sembuh. Menginjak usia 16 tahun, dia bersama ibu dan kakaknya mengunjungi kota suci. Dia kemudian tinggal di Makkah dekat dengan Baitullah beberapa saat untuk menuntut ilmu. Beberapa negeri yang telah disinggahi dalam rangka rihlah mempelajari hadits antara lain : Khurasan, Bashrah, Kufah, Baghdad, Hijaz (Makkah & Madinah), Syam, Al-Jazirah (kota-kota yg terletak disekitar Dajlah & Eufrat), Mesir. Guru dan Murid Imam Bukhari Imam Bukhari berjumpa dengan sekelompok kalangan atba'ut tabi'in muda, dan beliau meriwayatkan hadits dari mereka, Sebagaimana beliau juga meriwayatkan dengan jumlah

yang sangat besar dari kalangan selain mereka. Dalam masalah ini beliau telah menulis dari sekitar 1.080 jiwa yang semuanya dari kalangan ahlul hadits. Guru-guru Imam Bukhari terkemuka yang telah beliau riwayatkan haditsnya ialah : Abu 'Ashim An-Nabil, Makki bin Ibrahim, Muhammad bin Isa bin Ath-Thabba', Ubaidullah bin Musa, Ahmad bin Hambal, dan sebagainya. Sedangkan diantara murid beliau adalah : Imam Muslim bin Al-Hajjad AnNaisaburi, Imam Abu Isa at - Tirmidzi, Al-Imam Shalih bin Muhammad, dan sebagainya.

10pt; line-height: 150%;">


Karya-Karya Imam Bukhari Banyak buku yang ditulis oleh Imam Bukhari. Diantranya adlh Al-Jami' as-Sahih, Al-Adab al-Mufrad, At-Tarikh ash-Shaghir, At-Tarikh al-Awsath, At-Tarikh al-Kabir,At-Tafsir al-Kabir, Al-Musnad al-Kabir, Kitab al-'ilal, Raf'ul Yadain fi ash-Shalah, Birrul Walidain, Kitab alAsyribah, Al-Qira'ah Khalfa, Al-Wihdan, Al-Fawa'id, Qadlaya ash-Shahabah wa at-Tabi'in, dan Masykhah. Semua karya Imam Bukhari sangat penting dalam ilmu hadits, Tetapi yang paling terkenal adalah kitab Al-Jami' Ash-Shahih yang lebih populer dengan 'Shahih AlBukhari'. Kitab ini mulai ditulis ketika beliau berada di Makkah. Penulisan berakhir ketika beliau berada di Madinah.

Dari sekian ribu hadits yang dihafalnya, untuk dimasukkan kedalam kitabnya itu ia mengadakan seleksi yang sangat ketat. Setiap hendak memasukkan hadits kedalam kitabnya, beliau melakukan shalat sunah dan beristikharah. Bila merasa mantap, beliau baru memasukkan hadits tersebut. Beliau melakukan hal ini selama lebih kurang 16 Tahun. Wafat Beliau Imam Bukhari keluar menuju Samarkand. Tiba di khartand, sebuah desa kecil sebelum Samarkand, ia singgah untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun, di sana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan akhirnya beliau meninggal pada hari sabtu, tanggal 31 Agustus 870M (256H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Semoga Allah selalu merahmatinya dan ridha kepadanya. Aamiin Ya Rabbal'alamiin.

Imam Muslim
Imam Muslim dilahirkan di Naisabur pada tahun 202 H atau 817 M. Imam Muslim bernama lengkap Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an Naisaburi. Naisabur, yang sekarang ini termasuk wilayah Rusia, dalam sejarah Islam kala itu termasuk dalam sebutan Maa Wara'a an Nahr, artinya daerah-daerah yang terletak di sekitar Sungai Jihun di Uzbekistan, Asia Tengah. Pada masa Dinasti Samanid, Naisabur menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan selama lebih kurang 150 tahun. Seperti halnya Baghdad di abad pertengahan, Naisabur, juga Bukhara (kota kelahiran Imam Bukhari) sebagai salah satu kota ilmu dan pusat peradaban di kawasan Asia Tengah. Di sini pula bermukim banyak ulama besar. Perhatian dan minat Imam Muslim terhadap ilmu hadits memang luar biasa. Sejak usia dini, beliau telah berkonsentrasi mempelajari hadits. Pada tahun 218 H, beliau mulai belajar hadits, ketika usianya kurang dari lima belas tahun. Beruntung, beliau dianugerahi kelebihan berupa ketajaman berfikir dan ingatan hafalan. Ketika berusia sepuluh tahun, Imam Muslim sering datang dan berguru pada seorang ahli hadits, yaitu Imam Ad Dakhili. Setahun kemudian, beliau mulai menghafal hadits Nabi SAW, dan mulai berani mengoreksi kesalahan dari gurunya yang salah menyebutkan periwayatan hadits. Selain kepada Ad Dakhili, Imam Muslim pun tak segan-segan bertanya kepada banyak ulama di berbagai tempat dan negara. Berpetualang menjadi aktivitas rutin bagi dirinya untuk mencari silsilah dan urutan yang benar sebuah hadits. Beliau, misalnya pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya. Dalam lawatannya itu, Imam Muslim banyak bertemu dan mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits kepada mereka. Di Khurasan, beliau berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray beliau berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu 'Ansan. Di Irak beliau belajar hadits kepada Ahmad bin Hambal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz beliau belajar kepada Sa'id bin Mansur dan Abu Mas 'Abuzar; di Mesir beliau berguru kepada 'Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan ulama ahli hadits lainnya. Bagi Imam Muslim, Baghdad memiliki arti tersendiri. Di kota inilah beliau berkali-kali berkunjung untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits. Kunjungannya yang terakhir beliau lakukan pada tahun 259 H. Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, Imam Muslim sering mendatanginya untuk bertukar pikiran sekaligus berguru padanya. Saat itu, Imam Bukhari yang memang lebih senior, lebih menguasai ilmu hadits ketimbang dirinya. Ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az Zihli, beliau bergabung kepada Bukhari. Sayang, hal ini kemudian menjadi sebab terputusnya hubungan dirinya dengan Imam Az Zihli. Yang lebih menyedihkan, hubungan tak baik itu merembet ke masalah ilmu, yakni dalam hal penghimpunan dan periwayatan hadits-hadits Nabi SAW.

Imam Muslim dalam kitab shahihnya maupun kitab-kitab lainnya tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari Az Zihli, padahal beliau adalah gurunya. Hal serupa juga beliau lakukan terhadap Bukhari. Tampaknya bagi Imam Muslim tak ada pilihan lain kecuali tidak memasukkan ke dalam Kitab Shahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu. Kendatipun demikian, dirinya tetap mengakui mereka sebagai gurunya. Imam Muslim yang dikenal sangat tawadhu' dan wara' dalam ilmu itu telah meriwayatkan puluhan ribu hadits. Menurut Muhammad Ajaj Al Khatib, guru besar hadits pada Universitas Damaskus, Syria, hadits yang tercantum dalam karya besar Imam Muslim, Shahih Muslim, berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan. Bila dihitung dengan pengulangan, katanya, berjumlah sekitar 10.000 hadits. Sementara menurut Imam Al Khuli, ulama besar asal Mesir, hadits yang terdapat dalam karya Muslim tersebut berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan. Jumlah hadits yang beliau tulis dalam Shahih Muslim itu diambil dan disaring dari sekitar 300.000 hadits yang beliau ketahui. Untuk menyaring hadits-hadits tersebut, Imam Muslim membutuhkan waktu 15 tahun. Mengenai metode penyusunan hadits, Imam Muslim menerapkan prinsip-prinsip ilmu jarh, dan ta'dil, yakni suatu ilmu yang digunakan untuk menilai cacat tidaknya suatu hadits. Beliau juga menggunakan sighat at tahammul (metode-metode penerimaan riwayat), seperti haddasani (menyampaikan kepada saya), haddasana (menyampaikan kepada kami), akhbarana (mengabarkan kepada saya), akhabarana (mengabarkan kepada kami), dan qaalaa (ia berkata). Imam Muslim menjadi orang kedua terbaik dalam masalah ilmu hadits (sanad, matan, kritik, dan seleksinya) setelah Imam Bukhari. "Di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat orang; salah satu di antaranya adalah Imam Muslim," komentar ulama besar Abu Quraisy Al Hafizh. Maksud ungkapan itu tak lain adalah ahli-ahli hadits terkemuka yang hidup di masa Abu Quraisy.

Reputasinya mengikuti gurunya Imam Bukhari


Dalam khazanah ilmu-ilmu Islam, khususnya dalam bidang ilmu hadits, nama Imam Muslim begitu monumental, setara dengan gurunya, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhary al-Jufy atau lebih dikenal dengan nama Imam Bukhari. Sejarah Islam sangat berhutang jasa kepadanya, karena prestasinya di bidang ilmu hadits, serta karya ilmiahnya yang luar biasa sebagai rujukan ajaran Islam, setelah alQuran. Dua kitab hadits shahih karya Bukhari dan Muslim sangat berperan dalam standarisasi bagi akurasi akidah, syariah dan tasawwuf dalam dunia Islam. Melalui karyanya yang sangat berharga, al-Musnad ash-Shahih, atau al-Jami ash-Shahih, selain menempati urutan kedua setelah Shahih Bukhari, kitab tersebut memenuhi khazanah pustaka dunia Islam, dan di Indonesia, khususnya di pesantren-pesantren menjadi kurikulum wajib bagi para santri dan mahasiswa.

Pengembaraan (rihlah) dalam pencarian hadits merupakan kekuatan tersendiri, dan amat penting bagi perkembangan intelektualnya. Dalam pengembaraan ini (tahun 220 H), Imam Muslim bertemu dengan guru-gurunya, dimana pertama kali bertemu dengan Qanabi dan yang lainnya, ketika menuju kota Makkah dalam rangka perjalanan haji. Perjalanan intelektual lebih serius, barangkali dilakukan tahun 230 H. Dari satu wilayah ke wilayah lainnya, misalnya menuju ke Irak, Syria, Hijaz dan Mesir. Waktu yang cukup lama dihabiskan bersama gurunya al-Bukhari. Kepada guru besarnya ini, Imam Muslim menaruh hormat yang luar biasa. "Biarkan aku mencium kakimu, hai Imam Muhadditsin dan dokter hadits," pintanya, ketika di sebuah pertemuan antara Bukhari dan Muslim. Disamping itu, Imam Muslim memang dikenal sebagai tokoh yang sangat ramah, sebagaimana alBukhari yang memiliki kehalusan budi bahasa, Imam Muslim juga memiliki reputasi, yang kemudian populer namanya sebagaimana disebut oleh Adz-Dzahabi dengan sebutan muhsin dari Naisabur. Maslamah bin Qasim menegaskan, "Muslim adalah tsaqqat, agung derajatnya dan merupakan salah seorang pemuka (Imam)." Senada pula, ungkapan ahli hadits dan fuqaha besar, Imam An-Nawawi, "Para ulama sepakat atas kebesarannya, keimanan, ketinggian martabat, kecerdasan dan kepeloporannya dalam dunia hadits."

Kitab Shahih Muslim


Imam Muslim memiliki jumlah karya yang cukup penting dan banyak. Namun yang paling utama adalah karyanya, Shahih Muslim. Dibanding kitab-kitab hadits shahih lainnya, kitab Shahih Muslim memiliki karakteristik tersendiri, dimana Imam Muslim banyak memberikan perhatian pada ekstraksi yang resmi. Beliau bahkan tidak mencantumkan judul-judul setiap akhir dari satu pokok bahasan. Disamping itu, perhatiannya lebih diarahkan pada mutabaat dan syawahid. Walaupun dia memiliki nilai beda dalam metode penyusunan kitab hadits, Imam Muslim sekali-kali tidak bermaksud mengungkap fiqih hadits, namun mengemukakan ilmu-ilmu yang bersanad. Karena beliau meriwayatkan setiap hadits di tempat yang paling layak dengan menghimpun jalur-jalur sanadnya di tempat tersebut. Sementara al-Bukhari memotong-motong suatu hadits di beberapa tempat dan pada setiap tempat beliau sebutkan lagi sanadnya. Sebagai murid yang shalih, beliau sangat menghormati gurunya itu, sehingga beliau menghindari orang-orang yang berselisih pendapat dengan al-Bukhari. Kitab Shahih Muslim memang dinilai kalangan muhaditsun berada setingkat di bawah al-Bukhari. Namun ada sejumlah ulama yang menilai bahwa kitab Imam Muslim lebih unggul ketimbang kitabnya alBukhari.

Sebenarnya kitab Shahih Muslim dipublikasikan untuk Abu Zurah, salah seorang kritikus hadits terbesar, yang biasanya memberikan sejumlah catatan mengenai cacatnya hadits. Lantas, Imam Muslim kemudian mengoreksi cacat tersebut dengan membuangnya tanpa argumentasi. Karena Imam Muslim tidak pernah mau membukukan hadits-hadits yang hanya berdasarkan kriteria pribadi semata, dan hanya meriwayatkan hadits yang diterima oleh kalangan ulama. Sehingga hadits-hadits Muslim terasa sangat populis. Berdasarkan hitungan Muhammad Fuad Abdul Baqi, kitab Shahih Muslim memuat 3.033 hadits. Metode penghitungan ini tidak didasarkan pada sistem isnad sebagaimana dilakukan ahli hadits, namun beliau mendasarkannya pada subyek-subyek. Artinya jika didasarkan isnad, jumlahnya bisa berlipat ganda.

Antara al-Bukhari dan Muslim


Imam Muslim, sebagaimana dikatakan oleh Prof. Mustafa Adzami dalam bukunya Studies in Hadith Methodology and Literature, mengambil keuntungan dari Shahih Bukhari, kemudian menyusun karyanya sendiri, yang tentu saja secara metodologis dipengaruhi karya al-Bukhari. Antara al-Bukhari dan Muslim, dalam dunia hadits memiliki kesetaraan dalam keshahihan hadits, walaupun hadits al-Bukhari dinilai memiliki keunggulan setingkat. Namun, kedua kitab hadits tersebut mendapatkan gelar sebagai as-Shahihain. Sebenarnya para ulama berbeda pendapat mana yang lebih unggul antara Shahih Muslim dengan Shahih Bukhari. Jumhur Muhadditsun berpendapat, Shahihul Bukhari lebih unggul, sedangkan sejumlah ulama Marokko dan yang lain lebih mengunggulkan Shahih Muslim. Hal ini menunjukkan, sebenarnya perbedaannya sangatlah sedikit, dan walaupun itu terjadi, hanyalah pada sistematika penulisannya saja, serta perbandingan antara tema dan isinya. Al-Hafizh Ibnu Hajar mengulas kelebihan Shahih Bukhari atas Shahih Muslim, antara lain, karena AlBukhari mensyaratkan kepastian bertemunya dua perawi yang secara struktural sebagai guru dan murid dalam hadits Muanan; agar dapat dihukumi bahwa sanadnya bersambung. Sementara Muslim menganggap cukup dengan "kemungkinan" bertemunya kedua rawi tersebut dengan tidak adanya tadlis. Al-Bukhari mentakhrij hadits yang diterima para perawi tsaqqat derajat utama dari segi hafalan dan keteguhannya. Walaupun juga mengeluarkan hadits dari rawi derajat berikutnya dengan sangat selektif. Sementara Muslim, lebih banyak pada rawi derajat kedua dibanding Bukhari. Disamping itu kritik yang ditujukan kepada perawi jalur Muslim lebih banyak dibanding kepada al-Bukhari. Sementara pendapat yang berpihak pada keunggulan Shahih Muslim beralasan sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar , bahwa Muslim lebih berhati-hati dalam menyusun kata-kata dan redaksinya,

karena menyusunnya di negeri sendiri dengan berbagai sumber di masa kehidupan guru-gurunya. Beliau juga tidak membuat kesimpulan dengan memberi judul bab sebagaimana Bukhari lakukan. Dan sejumlah alasan lainnya. Namun prinsipnya, tidak semua hadits Bukhari lebih shahih ketimbang hadits Muslim dan sebaliknya. Hanya pada umumnya keshahihan hadits riwayat Bukhari itu lebih tinggi derajatnya daripada keshahihan hadits dalam Shahih Muslim.

Karya-karya Imam Muslim


Imam Muslim berhasil menghimpun karya-karyanya, antara lain seperti: 1) Al-Asma wal-Kuna, 2) Irfadus Syamiyyin, 3) Al-Arqaam, 4) Al-Intifa bi Juludis Siba, 5) Auhamul Muhadditsin, 7)At-Tarikh, 8) At-Tamyiz, 9) Al-Jami, 10) Hadits Amr bin Syuaib, 11) Rijalul Urwah, 12)Sawalatuh Ahmad bin Hanbal, 13) Thabaqat, 14) Al-Ilal, 15) Al-Mukhadhramin, 16) Al-Musnad al-Kabir, 17) Masyayikh ats-Tsawri, 18) Masyayikh Syubah, 19) Masyayikh Malik, 20) Al-Wuhdan, 21) As-Shahih al-Masnad. Kitab-kitab nomor 6, 20, dan 21 telah dicetak, sementara nomor 1, 11, dan 13 masih dalam bentuk manuskrip. Sedangkan karyanya yang monumental adalah Shahih dari judul singkatnya, yang sebenarnya berjudul, Al-Musnad as-Shahih, al-Mukhtashar minas Sunan, bin-Naqli al-Adl anil Adl an Rasulillah.

Wafatnya Imam Muslim


Imam Muslim wafat pada Ahad sore, pada tanggal 24 Rajab 261 H. Semoga Allah SWT merahmatinya, mengampuni segala kesalahannya, serta menggolongkannya ke dalam golongan orang-orang yang sholeh. Amiin.

Biografi Imam Abu Dawud


Beliau lahir sebagai seorang ahli urusan hadits, juga dalam masalah fiqh dan ushul serta masyhur akan kewaraannya dan kezuhudannya. Kefaqihan beliau terlihat ketika mengkritik sejumlah hadits yang bertalian dengan hukum, selain itu terlihat dalam penjelasan bab-bab fiqih atas sejumlah karyanya, seperti Sunan Abu Dawud. Al-Imam al-Muhaddist Abu Dawud lahir pada tahun 202 H dan wafat pada tahun 275 H di Bashrah. Sepanjang sejarah telah muncul para pakar hadist yang berusaha menggali makna hadist dalam berbagai sudut pandang dengan metoda pendekatan dan sistem yang berbeda, sehingga dengan upaya yang sangat berharga itu mereka telah membuka jalan bagi generasi selanjutnya guna memahami as-Sunnah dengan baik dan benar. Di samping itu, mereka pun telah bersusah payah menghimpun hadits-hadits yang dipersilisihkan dan menyelaraskan di antara hadits yang tampak saling menyelisihi. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kewibawaan dari hadits dan sunnah secara umum. Abu Muhammad bin Qutaibah (wafat 267 H) dengan kitab beliau Tawil Mukhtalaf al-Hadits telah membatah habis pandangan kaum Mutazilah yang mempertentangkan beberapa hadits dengan al-Quran maupun dengan rasio mereka. Selanjutnya upaya untuk memilahkan hadits dari khabar-khabar lainnya yang merupakan hadits palsu maupun yang lemah terus dilanjutkan sampai dengan kurun al-Imam Bukhari dan beberapa penyusun sunan dan lainnya. Salah satu kitab yang terkenal adalah yang disusun oleh Imam Abu Dawud yaitu sunan Abu Dawud. Kitab ini memuat 4800 hadits terseleksi dari 50.000 hadits. Beliau sudah berkecimpung dalam bidang hadits sejak berusia belasan tahun. Hal ini diketahui mengingat pada tahun 221 H, beliau sudah berada di baghdad. Kemudian mengunjungi berbagai negeri untuk memetik langsung ilmu dari sumbernya. Beliau langsung berguru selama bertahuntahun. Diantara guru-gurunya adalah Imam Ahmad bin Hambal, al-Qanabi, Abu Amr adhDhariri, Abu Walid ath-Thayalisi, Sulaiman bin Harb, Abu Zakariya Yahya bin Main, Abu Khaitsamah, Zuhair bin Harb, ad-Darimi, Abu Ustman Said bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan lain-lain. Sebagai ahli hukum, Abu Dawud pernah berkata: Cukuplah manusia dengan empat hadist, yaitu: Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung niatnya; termasuk kebagusan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat; tidaklah keadaan seorang mukmin itu menjadi mukmin, hingga ia ridho terhadap saudaranya apa yang ia ridho terhadap dirinya sendiri; yang halal sudah jelas dan yang harampun sudah jelas pula, sedangkan diantara keduanya adalah syubhat. Beliau menciptakan karya-karya yang bermutu, baik dalam bidang fiqh, ushul,tauhid dan terutama hadits. Kitab sunan beliaulah yang paling banyak menarik perhatian, dan merupakan salah satu diantara kompilasi hadits hukum yang paling menonjol saat ini. Tentang kualitasnya

ini Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah berkata: Kitab sunannya Abu Dawud Sulaiman bin Asyats assijistani rahimahullah adalah kitab Islam yang topiknya tersebut Allah telah mengkhususkan dia dengan sunannya, di dalam banyak pembahasan yang bisa menjadi hukum diantara ahli Islam, maka kepadanya hendaklah para mushannif mengambil hukum, kepadanya hendaklah para muhaqqiq merasa ridho, karena sesungguhnya ia telah mengumpulkan sejumlah hadits ahkam, dan menyusunnya dengan sebagus-bagus susunan, serta mengaturnya dengan sebaik-baik aturan bersama dengan kerapnya kehati-hatian sikapnya dengan membuang sejumlah hadits dari para perawi majruhin dan dhuafa. Semoga Allah melimpahkan rahmat atas mereka dan memberikannya pula atas para pelanjutnya.

Riwayat Hidup Imam Tirmidzi

Khazanah keilmuan Islam klasik mencatat sosok Imam Tirmizi sebagai salah satu periwayat dan ahli Hadits utama, selain Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan sederet nama lainnya. Karyanya, Kitab Al Jami', atau biasa dikenal dengan kitab Jami' Tirmizi, menjadi salah satu rujukan penting berkaitan masalah Hadits dan ilmunya, serta termasuk dalam Kutubus Sittah (enam kitab pokok di bidang Hadits) dan ensiklopedia Hadits terkenal. Sosok penuh tawadhu' dan ahli ibadah ini tak lain adalah Imam Tirmizi. Dilahirkan pada 279 H di kota Tirmiz, Imam Tirmizi bernama lengkap Imam Al-Hafiz Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Ad-Dahhak As-Sulami At-Tirmizi. Sejak kecil, Imam Tirmizi gemar belajar ilmu dan mencari Hadits. Untuk keperluan inilah ia mengembara ke berbagai negeri, antara lain Hijaz, Irak, Khurasan, dan lain-lain. Dalam lawatannya itu, ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru Hadits untuk mendengar Hadits dan kemudian dihafal dan dicatatnya dengan baik. Di antara gurunya adalah; Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Daud. Selain itu, ia juga belajar pada Imam Ishak bin Musa, Mahmud bin Gailan, Said bin Abdurrahman, Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni', dan lainnya. Perjalanan panjang pengembaraannya mencari ilmu, bertukar pikiran, dan mengumpulkan Hadits itu mengantarkan dirinya sebagai ulama Hadits yang sangat disegani kalangan ulama semasanya. Kendati demikian, takdir menggariskan lain. Daya upaya mulianya itu pula yang pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra. Dalam kondisi seperti inilah, Imam Tirmizi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada usia 70 tahun. Di kemudian hari, kumpulan Hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama, di antaranya; Makhul ibnul-Fadl, Muhammad bin Mahmud Anbar, Hammad bin Syakir, Abd bin Muhammad An-Nasfiyyun, Al-Haisam bin Kulaib Asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf An-Nasafi, Abul-Abbas Muhammad bin Mahbud Al-Mahbubi, yang meriwayatkan kitab Al-Jami' daripadanya, dan lain-lain. Mereka ini pula murid-murid Imam Tirmizi. Banyak kalangan ulama dan ahli Hadits mengakui kekuatan dan kelebihan dalam diri Imam Tirmizi. Selain itu, kesalehan dan ketakwaannya pun tak dapat diragukan lagi. Salah satu ulama itu, Ibnu Hibban Al-Busti, pakar Hadits, mengakui kemampuan Tirmizi dalam menghafal, menghimpun, menyusun, dan meneliti Hadits, sehingga menjadikan dirinya sumber pengambilan Hadits para ulama terkenal, termasuk Imam Bukhari. Sementara kalangan ulama lainnya mengungkapkan, Imam Tirmizi adalah sosok yang dapat dipercaya, amanah, dan sangat teliti. Kisah yang dikemukakan Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib At-Tahzibnya, dari Ahmad bin Abdullah bin Abu Dawud, berikut adalah salah satu bukti kelebihan sang Imam :

Saya mendengar Abu Isa At-Tirmizi berkata, "Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Mekkah, dan ketika itu saya telah menulis dua jilid buku berisi Hadits-hadits berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Dia mengira bahwa 'dua jilid kitab' itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya bertemu dengannya, saya memohon kepadanya untuk mendengar Hadits, dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membacakan Hadits yang telah dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang ternyata masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. Melihat kenyataan itu, ia berkata, 'Tidakkah engkau malu kepadaku?' Lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. 'Coba bacakan!' perintahnya. Aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi, 'Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?' Aku menjawab, 'Tidak.' Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan Hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan 40 Hadits yang tergolong Hadits-hadits sulit atau gharib lalu berkata, 'Coba ulangi apa yang kubacakan tadi!' Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai, dan ia berkomentar, 'Aku belum pernah melihat orang seperti engkau.' " Selain dikenal sebagai ahli dan penghafal Hadits, mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawiperawinya, Imam Tirmizi juga dikenal sebagai ahli fiqh dengan wawasan dan pandangan luas. Pandangan-pandangan tentang fiqh itu misalnya, dapat ditemukan dalam kitabnya Al-Jami'. Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh ini pula mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya. Sebagai tamsil, penjelasannya terhadap sebuah Hadits mengenai penangguhan membayar piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut: "Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami. Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abi Az-Zunad, dari Al-Arai dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, bersabda: Penangguhan membayar utang (yang dilakukan oleh si berutang) yang mampu adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan utangnya kepada orang lain yang mampu membayar, hendaklah pemindahan utang itu diterimanya." Bagaimana penjelasan sang Imam? Berikut ini komentar beliau, "Sebagian ahli ilmu berkata: 'Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang mampu membayar dan ia menerima pemindahan itu, maka bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang yang dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil.' Sementara sebagian ahli lainnya mengatakan: 'Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi rugi disebabkan kepailitan muhal 'alaih, maka baginya dibolehkan menuntut bayar kepada orang pertama (muhil). Alasannya adalah, tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim. Menurut Ibnu Ishak, perkataan 'Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim' ini adalah 'Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang dikiranya mampu, namun ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda orang Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu'." demikian penjelasan Imam Tirmizi. Ini adalah satu contoh yang menunjukkan kepada kita, betapa cemerlangnya pemikiran fiqh Imam

Tirmizi dalam memahami nash-nash Hadits, serta betapa luas dan orisinal pandangannya itu. Hingga meninggalnya, Imam Tirmizi telah menulis puluhan kitab, diantaranya: Kitab Al-Jami', terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmizi, Kitab Al-'Ilal, Kitab At-Tarikh, Kitab Asy-Syama'il an-Nabawiyyah, Kitab AzZuhd, dan Kitab Al-Asma' wal-Kuna. Selain dikenal dengan sebutan Kitab Jami' Tirmizi, kitab ini juga dikenal dengan nama Sunan At-Tirmizi. Di kalangan muhaddisin (ahli Hadits), kitab ini menjadi rujukan utama, selain kitab-kitab hadits lainnya dari Imam Bukhari maupun Imam Muslim. Kitab Sunan Tirmizi dianggap sangat penting lantaran kitab ini betul-betul memperhatikan ta'lil (penentuan nilai) Hadits dengan menyebutkan secara eksplisit Hadits yang sahih. Itu sebabnya, kitab ini menduduki peringkat ke-4 dalam urutan Kutubus Sittah, atau menurut penulis buku Kasyf Az Zunuun, Hajji Khalfah (w. 1657), kedudukan Sunan Tirmizi berada pada tingkat ke-3 dalam hierarki Kutubus Sittah. Tidak seperti kitab Hadits Imam Bukhari, atau yang ditulis Imam Muslim dan lainnya, kitab Sunan Tirmizi dapat dipahami oleh siapa saja, yang memahami bahasa Arab tentunya. Dalam menyeleksi Hadits untuk kitabnya itu, Imam Tirmizi bertolak pada dasar apakah Hadits itu dipakai oleh fuqaha (ahli fikih) sebagai hujjah (dalil) atau tidak. Sebaliknya, Tirmizi tidak menyaring Hadits dari aspek Hadits itu dhaif atau tidak. Itu sebabnya, ia selalu memberikan uraian tentang nilai Hadits, bahkan uraian perbandingan dan kesimpulannya. Diriwayatkan, bahwa ia pernah berkata: "Semua Hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah dapat diamalkan." Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu menggunakannya (sebagai pegangan), kecuali dua Hadits, yaitu: Pertama, yang artinya: "Sesungguhnya Rasulullah SAW menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab takut dan dalam perjalanan.'' Juga Hadits, "Jika ia peminum khamar, minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia." Hadits mengenai hukuman untuk peminum khamar ini adalah mansukh (terhapus) dan ijma' ulama pun menunjukkan demikian. Sedangkan mengenai shalat jamak, para ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk meninggalkannya. Sebagian besar ulama berpendapat boleh hukumnya melakukan shalat jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibn Sirin dan Asyab serta sebagian besar ahli fiqh dan ahli Hadits juga Ibn Munzir. Beberapa keistimewaan Kitab Jami' atau Sunan Tirmizi adalah, pencantuman riwayat dari sahabat lain mengenai masalah yang dibahas dalam Hadits pokok (Hadits al Bab), baik isinya yang semakna maupun yang berbeda, bahkan yang bertentangan sama sekali secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, keistimewaan yang langsung kaitannya dengan ulum al Hadits (ilmu-ilmu Hadits) adalah masalah ta'lil Hadits. Hadits-hadits yang dimuat disebutkan nilainya dengan jelas, bahkan nilai rawinya yang dianggap penting. Kitab ini dinilai positif karena dapat digunakan untuk penerapan praktis kaidahkaidah ilmu Hadits, khususnya ta'lil Hadits tersebut.

BIOGRAFI IMAM AN-NASA'I

Sahabat Wisnoe . . . Lagi-lagi kita belajar kitab yuk, kali ini kita akan belajar kitab-kitab yang enam atau kutub alsittah, diantaranya ialah sunan an-Nasa'i.

1.

Nama dan Tanggal Lahir Imam yang bergelar Abu Abd al-Rahman al-Nasai ini mempunyai nama lengkap imam Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr bin Dinar. Beliau lahir pada tahun 215 H/ 830M di kota Nasa, Khurasan, Turkmenistan[1] Latar belakang kota Nasa ini sehubungan dengan sejarah penaklukan kota tersebut. Ketika pasukan Islam hendak menaklukkan kota Khurasan, mereka melewati desa ini, mereka hanya menemukan kaum wanita karena kaum lelakinya melarikan diri meninggalkan desa tersebut. Sehingga desa tersebut dikenal dengan sebutan Nasa[2]. Sejak usia kanak-kanak beliau sudah mulai menghafal al-Quran dan belajar ilmu agama di tanah kelahirannya tersebut. Di waktu usia 15 tahun beliau melakukan pengambaraan mencari hadis Nabi dan berguru kepada Qutaibah bin Saidal-Balkhi selama 1 tahun 2 bulan kemudian beliau pindah ke Mesir dan lama menetap disana.[3] Dalam buku Atlas hadis digambarkan pengembaraan Sang Imam dari tanah menetap di fustat, Mesir pindahma ke Damaskus dan wafat di Baitul maqdis, Ramalah, Palestina dan ada pendapat yang mengatakan di Makkah saat menunaikan ibadah haji.[4] Setelah menjadi ulama hadis, beliau mengajar hadis di Mesir, setahun sebelum beliau wafat, beliau pindah ke Damaskus, di kota inilah beliau menulis kitab fadhail Ali ibn Abi Thalib yang kontroversial dengan masyarakat Damaskus yang sering mencaci Ali. Masyarakat Damaskus. Beliau diminta menyebutkan keutamaan Muawwiyah, namun beliau tidak tegas

menyebutkan kalau beliau tidak mengetahui hadis Nabi yang menyebutkan keutamaan Muawwiyah. Beliau dipukuli oleh pendukung bani Ummayyah, beliau meninggal di Ramlah dan dimakamkan di Damaskus dan ada yang menyebut di Makkah antara safa dan Marwa tahun 303 H atau 915 M dalam usia 85/88 tahun[5]. 2. Sifat-sifatnya Imam an-Nasai memiliki wajah yang tampan, kulitnya sawo matang dan berwajah oval, wibawa dan prestisenya tinggi[6]. Beliau tidak hanya ahli hadis namun juga ahli ibadah, beliau selalu mendirikan malam dan puasa Daud. Beliau juga melaksanakan haji setiap tahun. Imam anNasai juga ahli dalam peperangan, beliau ikut berjihad di Mesir. Dan mengajarkan hadis Nabi kepada para prajurit Islam. 3. Guru-guru dan Murid-muridnya Guru imam an-Nasai sangat banyak sekali sebagaimana Imam bukhari yang tidak bisa disebutkan keseluruhan di makalah ini. Banyaknya guru beliau difaktori oleh kegigihan beliau mencari hadis Nabi ke berbagai daerah. Diantara guru beliau adalah: Abu Daud Sajastani, Ishaq bin Rawaih, Hisyam bin Ammar, ishaq bin Syahin, Basyar bin Muaz al-Aqdi, Ziyad bin Ayyub, muhammad bin Manzur al-Makki, Isa bin Yunus bin alRamli, Mujahid bin MusaYahya bin Darasat al-Basri, Abbas bin Abdil Azim al-Anbari, Abdul Ala bin Wasil Tamim bin al-Muntasir, Muhammad bin al-Nadr bin Muswwar, Suwaid bin Nasr, Utbah bin abdullah al-Halabi, Abi Qudamah Ubaidillah bin Said, Said bin Masruq al-kindi, dan sebagainya.

4.

a. b. c. d. e.

Adapun diantara murid-muridnya adalah:Abu Basyar al-Daulabi, Abu Jafar al-Tahawi Abu Ali Naisaburi, Hamzah bin Muhammad al-Kinani, Abu Bakr Muhammad bin Ahmad bin alHaddad al-Syafii, Abdul Karim bin Abi Abdirrahman al-Nasai, Abu Bakr Ahmad bin Muhammad bin al-Sunni. Abul Qasim Sulaiman bin ahmad al-Tabrani, Muhammad bin Muawwiyah bin al-Ahmar al-Andalusi, Hasan bin Rasyiq, Muhammad bin Abdullah bin Hawaih an-Naisaburi, Muhammad bin Musa al-Mamuni, dan Abyad bin Muhammad bin Abyad. Karya - Karyanya Imam an-Nasai adalah ulama yang sangat produktif baik dalam bidang ilmu hadis, dan Fiqh. Ajaj al-Khatib menyebutkan dalam bukunya Ushul al-Hadis bahwa imam al-Nasai mengarang lebih kurag 15 kitab dalam bidang ilmu hadis. Beliau adalah pakar ilmu hadis, ilmu jarh wa tadil , ilmu ilalul hadis, serta ilm fiqh.Diantara karya-karya beliau yaitu: Al-Sunan al-Kubra Al-Sunan al-Sugra disebut juga kitab al-Mujtaba yang merupakan ringkasan kitab sunan alKubra Musnad Ali Musnad Malik Manasik al-Hajj

f. g. h. i.

Kitab al-Jumah Igrab Syubah Ali Sufyan wa sufyan Ali Syubah Khashaish Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah Fadhailu ash-Shahabah, kitab ini disusun agar tidak disangka penyebar isu bahwa tidak menyebutkan keutamaan muawwiyah, sebagaimana dikatakan kepada sahabatnya bahwa iya tidak pernah meriwayatkan dari Muawwiyah, tapi beliau tidak mencelanya[7]. j. Amal yaum wal Lailah

5. Pandangan Ulama Hadis terhadap Imam al-Nasai a. Makmun al-Misri al-Muhaddis : imam al-Nasai dipilih oleh imam-imam hadis lainnya sebagai pemimpin mereka dalam penaklukan Tharsus b. Al-Hafiz Abu Said bin Yunus , al-Qasim al-mutarrir, dan murid beliau diantaranya: Abu bakr al-haddad al-Syafii, Abu Ali Naisaburi al-Hafiz mengagumi kepiawaian al-nasai di bidangnya, ilmu hadis c. Al-dar al-Qutni mengatakan bahwa imam al-Nasai didahulukan dalam bidang ilmu hadis pada masanya, diperkuat juga oleh pernyataan hamzah al-Sahm yang bertanya pada al-Dar al-Qutni tentang siapa yang lebih didahulukan antara Abdurrahman al-Nasai dan Ibnu Huzaimah ketika keduanya sama-sama membacakan hadis, al-Dar al-Qutni menjawab : tidak ada yang menyamai dan didahulukan daripada Abu Abdurahman (al-Nasai) dalam bidang ilmu hadis, tidak ada orang yang sewara beliau, syekh mesir paling pintar dan paling paham ilmu hadis di masanya. d. Al-Khalili mengatakan imam al-Nasai adalah seorang yang Hafiz mutqinun, diakui kekuatan hafalannya dan kepitarannya, dan pendapatnya sangat dihandalkan dalam ilmu jarh wa tadil. e. Az-Zahabi berkata bahwa imam al-Nasai adalah ulama yang terkumpul padanya lautan ilmu, sangat kritis terhadap seorang rawi, mempunyai karangan yang sangat baik , para hafizh banyak mendatanginya. Tidak ada diantara tiga ratus orang yang lebih hafal selain al-Nasai karena ia merupakan orang yang paling tajam pengetahuannya dalam bidang hadis, paling tahu mengenai cacat hadis dan perawi yang meriwayatkannya jika dibandingkan dengan Muslim, Abu Daud, Abu Isa, serta beliau merupakan penolong bagi kesamaran dan ketidakjelasan yang ada pada al-Bukhari dan Abi Zurah. Ibnu Kasir mengungkapkan bahwa imam an-Nasai adalah imam pada masanya dan orang paling utama dalam bidangnya[8]. Makalah ini ditulis oleh saudari Risa Farihatul Ilma.

[1] Syauqi Abu Khalil,Atlas Hadis (Jakarta : Almahira, 2007),hlm.11 [2] Dosen tafsir hadis Uin Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadis,..hlm.131

[3] Muhammad Muhammad Abu Zuhu, al-hadits wal muhadditsun aw inayah al-Ummah alIslamiyyahbi al-sunnah al-Nabawiyyah (Dar al-kitab al-Arabi, 1984) hlm.358 [4] Syauqi Abu Khalil,Atlas Hadis,hlm.11 [5] Dosen tafsir hadis Uin Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadis,..hlm.. 132 [6] Syaikh Muhammad Said Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, terj.Khoirul Amru Harahab dan Ahmad Fauzan (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008) hlm. 353 [7] Syaikh Muhammad Said Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, terj.Khoirul Amru Harahab dan Ahmad Fauzan (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008) hlm. 354 [8] Dosen tafsir hadis Uin Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadis,..hlm.. 137

Biografi Ibnu Majah


Nama sebenarnya Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabii al-Qazwini dari desa Qazwin, Iran. Lahir tahun 209 dan wafat tahun 273. Beliau adalah muhaddits ulung, mufassir dan seorang alim. Beliau memiliki beberapa karya diantaranya adalah Kitabus Sunan, Tafsir dan Tarikh Ibnu Majah. Ia melakukan perjalanan ke berbagai kota untuk menulis hadits, anatara lain Ray, Basrah, Kufah, Baghdad, Syam, Mesir dan Hijaz. Ia menerima hadit dari guru gurunya antara lain Ibn Syaibah, Sahabatnya Malik dan al-Laits. Abu Yala berkata, Ibnu Majah seorang ahli ilmu hadits dan mempunyai banyak kitab. Beliau menyusun kitabnya dengan sistematika fikih, yang tersusun atas 32 kitab dan 1500 bab dan jumlah haditsnya sekitar 4.000 hadits. Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi menghitung ada sebanyak 4241 hadits di dalamnya. Sunan Ibnu Majah ini berisikan hadits yang shahih, hasan, dhaif bahkan maudhu. Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi mengkritik ada hampir 30 hadits maudhu di dalam Sunan Ibnu Majah walaupun disanggah oleh as-Suyuthi. Ibnu Katsir berkata, Ibnu Majah pengarang kitab Sunan, susunannya itu menunjukan keluasan ilmunya dalam bidang Usul dan furu, kitabnya mengandung 30 Kitab; 150 bab, 4.000 hadits, semuanya baik kecuali sedikit saja. Al-Imam al-Bushiri (w. 840) menulis ziadah (tambahan) hadits di dalam Sunan Abu Dawud yang tidak terdapat di dalam kitabul khomsah (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Nasai dan Sunan Tirmidzi) sebanyak 1552 hadits di dalam kitabnya Misbah azZujajah fi Zawaid Ibni Majah serta menunjukkan derajat shahih, hasan, dhaif maupun maudhu. Oleh karena itu, penelitian terhadap hadits-hadits di dalamnya amatlah urgen dan penting. Ia wafat pada tahun 273 H

Rabu, 05 Januari 2011


Biografi singkat Abu Ja'far Muhammad bin Jarir At-Tabari SIAPAKAH BELIAU ? Nama lengkapnya adalah Abu Ja'far Muhammad bin Jari At-Tabari, beliau lebih dikenal dengan nama atTabari atau Ibnu Jarir at-Tabari, beliau seorang sejarahwan dan ahli tafsir terkemuka kelahiran kota Amul, Tabaristan (di Iran) pada tahun 225 Hijriyah atau 839 sesudah Masehi. Kota Amul tersebut merupakan tempat berkembangnya kebudayaan Islam, namun ia lebih banyak menghabiskan waktunya di kota Baghdad. Di kota Baghdad, ia pernah ditunjuk menjadi hakim, tetapi ia menolaknya. Lalu, pemerintah juga pernah memintanya menjadi hakim yang menangani perkara-perkara kezaliman para pejabat. Namun, ia pun tetap menolaknya. Pada saat berusia kurang lebih 85 tahun, beliau wafat di kota Baghdad, tepatnya pada tahun 310 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 923 sesudah Masehi. Sebagian besar hidupnya di isi dengan mengajar dan menulis. Salah seorang muridnya, yakni Ibnu Kumail, menjelaskan bagaimana gurunya membagi waktu setiap ahri. Pagi sampai siang hari digunakannya untuk menulis. Di dalam satu hari beliau sanggup menulis 40 halaman karya ilmiah. Adapun pada sore hari, ia memberi pelajaran al-Qur'an dan tafsir di mesjid. Lalu, selepas maghrib ia memberikan pelajaran ilmu fikih. PERJALANAN ILMIAH Untuk melanjutkan sekolahnya ke pusat-pusat studi Islam, at-Tabari pertama kali berangkat ke kota Rayy, Iran. Setelah itu ia pindah ke kota Baghdad untuk menemui Imam Ahmad bin Hanbal. Namun sebelum ia sampai ke kota tersebut, Imam Hanbali meninggal dunia (241 H/855 M). Lalu, ia pergi ke kota Wasit dan Basrah untuk mengikuti beberapa kuliah. Setelah itu beliau melanjutkan perjalanan ke kota kota Kufah untuk mendalami hadis dan ilmu-ilmu yang terkait dengannya. Kemudian beliau kembali ke kota Baghdad untuk belajar ilmu-ilmu al-Qur'an dan fikih, khususnya fikih

Syafi'i. Pada tahun 253 H/867 M, beliau pergi ke kota Fustat, Mesir, dan singgah di Suriah untuk belajar ilmu hadis. Setelah itu, ia kembali lagi ke kota Baghdad dan berhasil menulis berbagai karya monumental yang tetap banyak digunakan sampai saat ini. KARYANYA Kitab tafsirnya yang paling terkenal adalah kitab Jami' al-Bayan Fi tafsir al-Qur'an atau lebih di kenal dengan nama kitab Tafsir at-Tabari. Kitab itu berorientasi pada permasalahan tafsir hukum (fiqih), karena ia juga terkenal sebagai seorang fuqaha lewat karyanya Iktilaf al-Fuqaha' (perbedaan pendapat para ulama). Ketika dalam masa penyusunan kitab tafsir at-Tabari, beliau mengumpulkan bahan-bahan tentang tafsir bi al-ma'sur (tafsir al-Qur'an dengan al-Qur'an, hadis, dan ijtihad sahabat). Kitab ini berisi antara lain penemuan-penemuan hukum akidah dan fikih yang disimpulkan dari al-Qur'an. Sampai sekarang kitab itu menjadi bahan untuk menggali beberapa kenyataan dalam filologi. Karya sejarah at-Tabari yang sangat populer adalah Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk atau dikenal dengan nama tarikh at-Tabari. Kitab itu dianggap sebagai kitab sejarah perkembangan Islam terlengkap. Dalam kitab itu ditemukan informasi-informasi yang tidak pernah di tulis oleh sejarahwan lainnya sebelumnya. Isi kitab tersebut terbagi atas dua bagian. Bagian pertama berisi sejraha bangsa Arab, Persia, dan Romawi sebelum kedatangan Islam. Adapun bagian kedua, berisi sejarah pasca-Islam. Kitab sejarah atTabari tersebut telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Kitab tarikh at-Tabari dianggap sebagai karya yang agung dan menjadi salah satu kitab rujukan para ulama-ulama besar selepas beliau. Ibnu Asir mengungkapkan dalam pendahuluan kitabnya yakni kitab al-Kamil fi at-Tarikh bahwa ia menulis kitabnya setelah mendapatkan inspirasi dari karya at-Tabari.

Biografi Imam Fakhruddin Ar-Razi

Biografi

Abu Abdullah Muhammad ibni Umar ibn al-Husin al-Taimi al-Bakri al-Tabaristani Fakhruddin al-Razi atau Fakhruddin al-Razi adalah seorang ahli falsafah dan teologi Parsi yang beragama Islam. Beliau dilahirkan di Rayy, sebuah daerah berdekatan dengan Teheran pada 25 Ramadhan 543 H. Pengajian awal beliau adalah daripada ayahnya iaitu Diya'uddin atau Khatib al-Ray dan ilmu yang dipelajarinya ialah kalam, fiqh dan sains Islam. Setelah itu, al-Razi meneruskan pengajian dengan Majduddin al-Jili dan Kamal Samnani. Fakhruddin muslim bermazhab Syafie dan teologinya aliran Ash'ari. Beliau dikenali sebagai Ibni al-Khatib dan Khatib al-Ray. Di Afghanistan dan Iran, beliau dikenali sebagai Imam Razi. Al Razi kemudiannya mengembara ke Khorezmi di Khorasan. Di setiap bandar yang disinggahi beliau, ramai orang mendekati beliau untuk menuntut ilmu. Malahan, beliau mencatatkan bandar-bandar yang dikunjunginya, murid-muridnya dan cendiakawan-cendiakawan yang ditemui. Hasil pengembaraan beliau dirumuskan dalam bukunya yang bertajuk Munzarat Fakhruddin al Razi fi Bilad Ma Wara al-Nahar. Beliau juga turut bertemu dengan beberapa pembangkang beliau seperti Mutazilah, Hanbali (yang menetang ilmu kalam), Batiniah dan Qarmatiah di mana ajaran mereka ini dikritik oleh al Razi. Beliau menghabiskan masa tuanya di Herat dan membina masjid di situ. Wafat pada tahun 1209 M atau 606 H, beliau dikebumikan di Herat, Afghanistan.

Karya

Hasil karya al Razi yang terkenal ialah Tafsir al-Kabir, sebuah tafsir al-Quran, juga dinamakan Mafatih al-Ghaib.

Karya falsafah beliau pula ialah Sharih al-Isharat, sebuah komentar mengenai karay Kitab alIsharat wa al-Tanbihat karangan Ibnu Sina, al-Mahsul, sebuah karya fiqah dan Mahabis alMashriqya (Bicara Timur).

Biografi Az-Zamakhshari Abu al Qasim Mahmud bin Muhammad bin umar bin Muhammad bin Umar al Khawarizmi azZamakhsyari lahir di Zamakhsyari pada tanggal 27 Rajab 467 H. Beliau berasal dari keluarga miskin dan taat beragama. Menjelang usia remaja beliau pergi meninggalkan desanya untuk menuntut ilmu ke Bukhara, sebuah pusat ilmu pengetahuan terkemuka pada saat itu. Baru beberapa tahun belajar beliau terpaksa pulang karena ayahnya meninggal dunia. Kemudian az-Zamakhsyari bermukim di Khawarizm dan berguru kepada Abu mudlar, seorang tokoh Mutazilah yang menguasai berbagai disiplin ilmu. Dibawah bimbinan Abu Mudlar, Zamakhsyari berhasil mengasai satra Arab, logika, filsafat, teologi. Beliau menjadi salah satu ulama yang yang disegani dan mnempati posisi yang cukup tinggi dibidang pemerintahan. Setelah mengalami kekecewaan yang mendalam dalam bidang pemerintahan dan ditambah sakit yang dideritanya, Zamakhsyari lebih berkosentrasi pada pengkajian agama seperti mengajar, membaca dan menulis. Beliau pergi ke Baghdada dan menjumpai beberapa ulama untuk mengikuti pengajian pengajiannya, di antaranya belajar hadis kepada Abu al-Khattab, Abu Saad Asy Syaqani dan Abu Mansur al-Harisi, belajar fikih kepada Asy-Syarif ibnu Syajari. Pada tahun 526 H sampai tahun 529 H Zamakhsayari berada di Makkah dan berhasil mengarang sebuah kitab yang diberi nama Al-Kasyaf. Di kalangan ulama az-Zamakhsyaridikenal sebagai orang yang sangat luas ilmu dan wawasannya. Beliau wafat pada tanggal 9 Zulhijjah 538 H. Az-Zamakhsyari termasuk ulama yang cukup produktif dalam menghasilkan karya tulisan. Ini terlihat dari banyaknya krya yang telah beliau hasilkan, diantaranya: al Mufrad wa al Muallaf fi al nahwi, an Namuzaj fi al Nahwi, al-Mustasqa Fi Amtsal al-Fiqhiyyah, al-Faiq fi Tafsir al Hadis, dan sebagainya. Dari sekian banyak karyanya, tafsir al-Kasyaf adalah karyanya yang sangat monumental. B. Karakteristik Tafsir al-Kasyaf Kitab tafsir al-Kasyaf atau lengkapnya al-Kasyaf an Haqiq at-Tanzil wa Uyun, al-Aqawil fi Wujuh at-Tawil (Penyingkap Tabir Hakekat Wahyu dan Mata Air Hikmah Dalam Aneka pentawilan) yang terdiri dalam empat jilid di selesaikan oleh az-Zamakhsyari dalam waktu yng relatif singkta yakni tiga tahun. Dalam mukaddimah tafsir al-Kasyaf, az-Zamakhsyari mengungkapkan latar belakang penulisan kitab tafsir ini. Ada beberapa faktor yang melatar belakanginya, diantaranya: Pertama, emakin banyanknya permintaan agar beliau menulis sebuah kitab tafsir; kedua, antusias masyarakat yang begitu besar untuk mengetahui apa, yang beliau jelaskan sekitar ayat-ayat al-Quran. Sehingga kalau dicermati tafsir ini, alKasyaf nampaknya juga tidak lepas dari kondisi yng melatarbelakanginya. Kasyaf secara bahasa berarti membuka ini berati tafsirnya sengaja ditulis dengan maksut untuk menyingkap rahasia-rahasia makna danpengertian al-Quran yang banyak ditanyakan oleh umat pada masa itu. Latar belakang az-Zamakhsyari sebagai seorang pakar bahasa Arab memiliki pengaruh yang sangt besar

dalam penulisan kitab tafsir ini. Dalam penulisannya az-Zamakhsyari menggunakan pendekatan bahasa, sehingga kitab tafsir ini memiliki corak tafsir yang sangat kental, yaitu corak lughawi (bahasa) Selain itu, karakteristik yang menonjol dalm tafsir al-Kasyaf adalah adanya kecenderungan pada paham mutazilah . Pada dasarnya masing penganut aliran theologi mengklaim ayat-ayat yang sesuai dengan madzhabnya sebagai ayat muhkamat, sedangkan ayat yang sesuai ayat madzhab lain diklam sebagai ayat mutasyabihat yang harus di tawilkan sesuai dengan mana yat muhkamat yang mereka maksud. Demikian halnya dalam tafsir al-Kasyaf, setelah menjelaskan makna ayat muhkamat dan mutasyabihat pada ayat 7 surat Ali Imran Kemudian menyebut surat al-Anam ayat 107 sebagai surat muhkamat dan surat al-Qiyamah ayat 23 sebagai ayat mutasyabihat. Dalam hal ini az-Zamakhsyari mengambil kesimpulan arti bahwa kata dalam surat Qiyamah berarti / yang artinya menanti. { } : { ( 12 ) } [ : 12 ] { ( 30 ) } { [ } : 53 ] { [ } : 28 ] { [ } : 245 ] { [ } : 88 ] : : Dalam menafsirkan ayat-ayat fikih, az-Zamakhsyari berusaha untuk bersikap netral sebagaimana terlihat dalam penafsiran surat, al-Maidah ayat: 6 ......$ { } . ) . . :( 340 .

Disini terlihat dalam lafadz di dalam penafsirannya az-Zamakhsyari mengungkapkan perbedaan pendapat yang terjadi antara madzhab Syafii, Maliki, dan Hanafi. Az-Zamakhsyari tidak membela salah satu pendapat tetapi menyatakan bahwa mengusap salah satu bagian dari kepala atau keseluruhan kepala memiliki pengertian yang sama. C. Contoh Penafsiran Az-Zamakhsyari ( 1) ( 2) ( 3) ( 4)

. : : } { . : : ) ( . . : . : . : : . . : . : : . : . : : . } { . : . . { } { : } : . : . } { . : : ] : 163 [ } { : . } { } { .

Biografi Singkat Imam Hanafi | Imam Mazhab


Add Comment Ulama Biografi Singkat Imam Hanafi | Imam Mazhab - Imam Abu Hanifah yang dikenal dengan dengan sebutan Imam Hanafi bernama asli Abu Hanifah Numan bin Tsabit Al Kufi, lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M), pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan. Beliau digelari Abu Hanifah (suci dan lurus) karena kesungguhannya dalam beribadah sejak masa kecilnya, berakhlak mulia serta menjauhi perbuatan dosa dan keji. dan mazhab fiqhinya dinamakan Mazhab Hanafi. Gelar ini merupakan berkah dari doa Ali bin Abi Thalib r.a, dimana suatu saat ayahnya (Tsabit) diajak oleh kakeknya (Zauti) untuk berziarah ke kediaman Ali r.a yang saat itu sedang menetap di Kufa akibat pertikaian politik yang mengguncang ummat islam pada saat itu, Ali r.a mendoakan agar keturunan Tsabit kelak akan menjadi orang orang yang utama di zamannya, dan doa itu pun terkabul dengan hadirnya Imam hanafi, namun tak lama kemudian ayahnya meninggal dunia.

Biografi Singkat Imam Hanafi


Pada masa remajanya, dengan segala kecemerlangan otaknya Imam Hanafi telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan hukum islam, kendati beliau anak seorang saudagar kaya namun beliau sangat menjauhi hidup yang bermewah mewah, begitu pun setelah beliau menjadi seorang pedagang yang sukses, hartanya lebih banyak didermakan ketimbang untuk kepentingan sendiri.

Disamping kesungguhannya dalam menuntut ilmu fiqh, beliau juga mendalami ilmu tafsir, hadis, bahasa arab dan ilmu hikmah, yang telah mengantarkannya sebagai ahli fiqh, dan keahliannya itu diakui oleh ulama ulama di zamannya, seperti Imam hammad bin Abi Sulaiman yang mempercayakannya untuk memberi fatwa dan pelajaran fiqh kepada murid muridnya. Keahliannya tersebut bahkan dipuji oleh Imam Syafii "Abu Hanifah adalah bapak dan pemuka seluruh ulama fiqh". karena kepeduliannya yang sangat besar terhadap hukum islam, Imam Hanafi kemudian mendirikan sebuah lembaga yang di dalamnya berkecimpung para ahli fiqh untuk bermusyawarah tentang hukum-hukum Islam serta menetapkan hukum-hukumnya dalam bentuk tulisan sebagai perundang undangan dan beliau sendiri yang mengetuai lembaga tersebut. Jumlah hukum yang telah disusun oleh lembaga tersebut berkisar 83 ribu, 38 ribu diantaranya berkaitan dengan urusan agama dan 45 ribu lainnya mengenai urusan dunia. Abu Hanifah Nu'man bin Tsabit Ismail bin Hamad bin Abu Hanifah cucunya menuturkan bahwa dahulu Tsabit ayah Abu Hanifah pergi mengunjungi Ali Bin Abi Thalib, lantas Ali mendoakan keberkahan kepadanya pada dirinya dan keluarganya, sedangkan dia pada waktu itu masih kecil, dan kami berharap Allah subhanahu wa taala mengabulkan doa Ali tersebut untuk kami. Dan Abu Hanifah At-Taimi biasa ikut rombongan pedagang minyak dan kain sutera, bahkan dia punya toko untuk berdagang kain yang berada di rumah Amr bin Harits. Abu Hanifah itu tinggi badannya sedang, memiliki postur tubuh yang bagus, jelas dalam berbicara, suaranya bagus dan enak didengar, bagus wajahnya, bagus pakaiannya dan selalu memakai minyak wangi, bagus dalam bermajelis, sangat kasih sayang, bagus dalam pergaulan bersama rekan-rekannya, disegani dan tidak membicarakan hal-hal yang tidak berguna. Beliau disibukkan dengan mencari atsar/hadits dan juga melakukan rihlah untuk mencari hal itu. Dan beliau ahli dalam bidang fiqih, mempunyai kecermatan dalam berpendapat, dan dalam permasalahanpermasalahan yang samar/sulit maka kepada beliau akhir penyelesaiannya. Beliau sempat bertemu dengan Anas bin Malik tatkala datang ke Kufah dan belajar kepadanya, beliau juga belajar dan meriwayat dari ulama lain seperti Atha bin Abi Rabbah yang merupakan syaikh besarnya, Asy-Syabi, Adi bin Tsabit, Abdurrahman bin Hurmuj al-Araj, Amru bin Dinar, Thalhah bin Nafi, Nafi Maula Ibnu Umar, Qotadah bin Diamah, Qois bin Muslim, Abdullah bin Dinar, Hamad bin Abi Sulaiman guru fiqihnya, Abu Jafar Al-Baqir, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Muhammad bin Munkandar, dan masih banyak lagi. Dan ada yang meriwayatkan bahwa beliau sempat bertemu dengan 7 sahabat. Beliau pernah bercerita, tatkala pergi ke kota Bashrah, saya optimis kalau ada orang yang bertanya kepadaku tentang sesuatu apapun saya akan menjawabnya, maka tatkala diantara mereka ada yang bertanya kepadaku tentang suatu masalah lantas saya tidak mempunyai jawabannya, maka aku memutuskan untuk tidak berpisah dengan Hamad sampai dia meninggal, maka saya bersamanya selama 10 tahun.

Pada masa pemerintahan Marwan salah seorang raja dari Bani Umayyah di Kufah, beliau didatangi Hubairoh salah satu anak buah raja Marwan meminta Abu Hanifah agar menjadi Qodhi (hakim) di Kufah akan tetapi beliau menolak permintaan tersebut, maka beliau dihukum cambuk sebanyak 110 kali (setiap harinya dicambuk 10 kali), tatkala dia mengetahui keteguhan Abu Hanifah maka dia melepaskannya. Adapun orang-orang yang belajar kepadanya dan meriwayatkan darinya diantaranya adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Abul Hajaj di dalam Tahdzibnya berdasarkan abjad diantaranya: Ibrahin bin Thahman seorang alim dari Khurasan, Abyadh bin Al-Aghar bin Ash-Shabah, Ishaq al-Azroq, Asar bin Amru Al-Bajali, Ismail bin Yahya Al-Sirafi, Al-Harits bin Nahban, Al-Hasan bin Ziyad, Hafsh binn Abdurrahman al-Qadhi, Hamad bin Abu Hanifah, Hamzah temannya penjual minyak wangi, Dawud Ath-Thai, Sulaiman bin Amr An-Nakhai, Suaib bin Ishaq, Abdullah ibnul Mubarok, Abdul Aziz bin Khalid at-Turmudzi, Abdul karim bin Muhammad al-Jurjani, Abdullah bin Zubair al-Qurasy, Ali bin Zhibyan al-Qodhi, Ali bin Ashim, Isa bin Yunus, Abu Nuaim, Al-Fadhl bin Musa, Muhammad bin Bisyr, Muhammad bin Hasan Assaibani, Muhammad bin Abdullah al-Anshari, Muhammad bin Qoshim al-Asadi, Numan bin Abdus Salam al-Asbahani, Waki bin Al-Jarah, Yahya bin Ayub Al-Mishri, Yazid bin Harun, Abu Syihab Al-Hanath Assamaqondi, Al-Qodhi Abu Yusuf, dan lain-lain. Pandangan Ulama Terhadap Abu Hanifah Berikut ini beberapa penilaian para ulama tentang Abu Hanifah, diantaranya:

Yahya bin Main berkata, Abu Hanifah adalah orang yang tsiqoh, dia tidak membicarakan hadits kecuali yang dia hafal dan tidak membicarakan apa-apa yang tidak hafal. Dan dalam waktu yang lain beliau berkata, Abu Hanifah adalah orang yang tsiqoh di dalam hadits. Dan dia juga berkata, Abu hanifah laa basa bih, dia tidak berdusta, orang yang jujur, tidak tertuduh dengan berdusta, . Abdullah ibnul Mubarok berkata, Kalaulah Allah subhanahu wa taala tidak menolong saya melalui Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri maka saya hanya akan seperti orang biasa. Dan beliau juga berkata, Abu Hanifah adalah orang yang paling faqih. Dan beliau juga pernah berkata, Aku berkata kepada Sufyan Ats-Tsauri, Wahai Abu Abdillah, orang yang paling jauh dari perbuatan ghibah adalah Abu Hanifah, saya tidak pernah mendengar beliau berbuat ghibah meskipun kepada musuhnya kemudian beliau menimpali Demi Allah, dia adalah orang yang paling berakal, dia tidak menghilangkan kebaikannya dengan perbuatan ghibah. Beliau juga berkata, Aku datang ke kota Kufah, aku bertanya siapakah orang yang paling wara di kota Kufah? Maka mereka penduduk Kufah menjawab Abu Hanifah. Beliau juga berkata, Apabila atsar telah diketahui, dan masih membutuhkan pendapat, kemudian imam Malik berpendapat, Sufyan berpendapat dan Abu Hanifah berpendapat maka yang paling bagus pendapatnya adalah Abu Hanifah dan dia orang yang paling faqih dari ketiganya. Al-Qodhi Abu Yusuf berkata, Abu Hanifah berkata, tidak selayaknya bagi seseorang berbicara tentang hadits kecuali apa-apa yang dia hafal sebagaimana dia mendengarnya. Beliau juga berkata, Saya tidak melihat seseorang yang lebih tahu tentang tafsir hadits dan tempat-tempat pengambilan fiqih hadits dari Abu Hanifah.

Imam Syafii berkata, Barangsiapa ingin mutabahir (memiliki ilmu seluas lautan) dalam masalah fiqih hendaklah dia belajar kepada Abu Hanifah. Fudhail bin Iyadh berkata, Abu Hanifah adalah seorang yang faqih, terkenal dengan wara-nya, termasuk salah seorang hartawan, sabar dalam belajar dan mengajarkan ilmu, sedikit bicara, menunjukkan kebenaran dengan cara yang baik, menghindari dari harta penguasa. Qois bin Rabi juga mengatakan hal serupa dengan perkataan Fudhail bin Iyadh. Yahya bin Said al-Qothan berkata, Kami tidak mendustakan Allah swt, tidaklah kami mendengar pendapat yang lebih baik dari pendapat Abu Hanifah, dan sungguh banyak mengambil pendapatnya. Hafsh bin Ghiyats berkata, Pendapat Abu Hanifah di dalam masalah fiqih lebih mendalam dari pada syair, dan tidaklah mencelanya melainkan dia itu orang yang jahil tentangnya. Al-Khuroibi berkata, Tidaklah orang itu mensela Abu Hanifah melainkan dia itu orang yang pendengki atau orang yang jahil. Sufyan bin Uyainah berkata, Semoga Allah merahmati Abu Hanifah karena dia adalah termasuk orang yang menjaga shalatnya (banyak melakukan shalat).

Wafat Abu Hanifah Pada zaman kerajaan Bani Abbasiyah tepatnya pada masa pemerintahan Abu Jafar Al-Manshur yaitu: raja yang ke-2, Abu Hanifah dipanggil kehadapannya untuk diminta menjadi qodhi (hakim), akan tetapi beliau menolak permintaan raja tersebut, karena Abu Hanifah hendak menjauhi harta dan kedudukan dari sultan (raja), maka dia ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara dan wafat dalam penjara. Dan beliau wafat pada bulan Rajab pada tahun 150 H (hari kelahiran Imam Syafi'i) dalam usia 70 tahun, dan dia dishalatkan banyak orang bahkan ada yang meriwayatkan dishalatkan sampai 6 kloter.

BIOGRAFI IMAM MALIK


Dahulu kala tepatnya tahun 93 H di kota Madinah lahir seorang anak yang di kemudian hari dikenal dengan sebutan Imam Malik. Kunyah beliau Abu Abdillah, dan nama lengkap beliau Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir bin Amr bin Al Harits bin Ghaiman bin Khutsail bin Amr bin Al Harits Al Himyari Al Ashbahi Al Madani. Beliau diberi gelar Syaikhul Islam, Hujjatul Ummah, Mufti Al Haramain (Mufti dua tanah suci) dan Imam Daarul Hijrah. Pada tahun yang sama wafat shahabat Nabi Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, pelayan Rasulullah Sholallahu Alaihi Wasallam. Ayah beliau, Anas adalah seorang ulama besar dari kalangan Tabiin. Ibu beliau bernama Aliyah bintu Syariik Al Adziyyah. Paman-paman beliau bernama Abu Suhail Nafi, Uwais, Ar Rabi, An Nadhar, semuanya putra Abu Amr. Imam Malik tumbuh dalam suasana yang penuh pengawasan dan perhatian kedua orang tuanya, serba berkecukupan, dan beliau memiliki ketabahan hati yang luar biasa. Beliau berperawakan tinggi besar, berambut putih (beruban) dan berjenggot putih lebat. Beliau berwajah tampan dan kulit beliau putih bersih dengan mata jernih kebiru-biruan. Beliau suka sekali memakai baju putih dan beliau selali memakai pakaian yang bersih. Pada usia belasan tahun Al Imam Malik mulai menuntut ilmu. Ketika berumur 21 tahun beliau mulai mengajar dan berfatwa. Beliau berguru pada ulama terkenal di antaranya Nafi, Said Al Maqburi, Amir bin Abdullah bin Zubair, Ibnu Al Mukandir, Az Zuhri, Abdullah bin Dinaar, dan sederet ulama-ulama besar lainnya. Murid-murid Al Imam Malik banyak sekali. Di antara mereka yang sangat terkenal adalah Ishaq bin Abadullah bin Abu Thalhah, Ayyub bin Abu Tamimah As Sakhtiyani, Ayyub bin Habiib Al Juhani, Ibrahim bin Uqbah, Ismail bin Abi Hakim, Ismail Ibnu Muhammad bin Saad, dan Al Imam Asy Syafii. Sahabat-sahabat Al Imam Malik diantaranya adalah Mamar, Ibnu Juraij, Abu Hanifah, Amr bin Al Harits, Al Auzai, Syubah, Ats Tsauri, Juwairiyyah bin Asma, Al Laits, Hammad bin Zaid. Al Imam Malik mempunyai karya yang besar di bidang hadits, yaitu kitab Al Muwattha, karya beliau lainnya adalah Risalah fi Al Qadar, Risalah fi Al Aqdhiyyah, dan satu juz tentang tafsir. Di samping karya-karya beliau lainnya yang tidak disebutkan di sini. Pujian-pujian yang datang dari para ulama kepada Al Imam Malik membuktikan tingginya reputasi beliau dalam bidang keilmuan, tidak kurang dari murid beliau, Al Imam Asy Syafii yang mengatakan, Ilmu itu berputar-putar di sekitar tiga orang, Malik, Laits, dan Ibnu Uyainah.

Al Imam Ahmad bin Hanbal menuturkan bahwa Imam Malik ditinjau dari sisi ilmu lebih utama dari Al Auzai, Ats Tsauri, Al Laits, Hammad, dan Al Hakam. Al Qaththan berkata, Beliau (Al Imam Malik) adalah imam yang patut dijadikan panutan. Al Imam Malik adalah seorang tokoh yang gigih menyebarkan dan mempertahankan aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Pendapat-pendapat beliau tentang Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah tercermin dari ucapan-ucapan beliau diantaranya: 1. Beliau berkata, Iman itu ucapan dan perbuatan (maksudnya: iman itu keyakinan di dalam hati yang disertai dengan ucapan lisan dan perbuatan anggota badan, pent), bisa bertambah dan berkurang dan sebagiannya lebih utama dari sebagian yang lain. 2. Beliau berkata, Al Quran itu KALAMULLAH (firman Allah). Kalamullah itu berasal dari Allah Subhanahu Wataala. Dan apa yang berasal dari Allah Subhanahu Wataala itu sekali-kali bukan makhluk. 3. Beliau berkata, Siapa yang mengatakan bahwa Al Quran itu makhluk, maka dia harus dicambuk dan dipenjara. 4. Beliau berpendapat bahwa orang-orang yang beriman akan dapat melihat Allah Subhanahu Wataala pada hari kiamat dengan mata kepala mereka. Berkenaan dengan akhlak yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu Al Imam Malik mengatakan, Hendaknya seorang penuntut ilmu itu memiliki sifat teguh hati (tabah), tenang pembawaannya (berwibawa), dan Khasyyah (takut kepada Allah Subhanahu Wataala). Beliau sendiri dikenal sebagai orang yang sangat takwa kepada Allah Subhanahu Wataala, berwibawa, dan sangat disegani sebagaimana dikatakan Mushab bin Abdullah dalam syairnya, Jika Beliau tidak menjawab pertanyaan pertanyaan tidak diajukan lagi karena orang segan itu disebabkan kewibawaan dan cahaya ketakwaannya Beliau disegani orang kendati bukan penguasa. Al Imam Malik wafat pada tahun 179 H. Jenazah beliau dimakamkan di pemakaman Baqi. Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada Imam Malik.

Biografi Imam Syafi'i - Kisah Perjalanan dan Pelajaran Hidup Sang Mujtahid

Begitu akrab namanya di hati kita, tapi sudahkah kita mengenalnya lebih dekat? Buku ini menyuguhkan riwayat hidup Imam Syafii dengan narasi dan ilustrasi memikat. Sang imam berusia singkat, namun hidupnya penuh semangat ilmu dan amal, meletakkan dasar-dasar keilmuan Islam yang layak diingat. Buku ini berbeda dari yang sudah-sudah. Dari kisah dan peristiwa yang diurai, pembaca bisa memetik pelajaran ilmu dan iman sekaligus saat membacanya. Kaya data tapi disuguhkan dengan nyaman dan tertata. Ia menyarikan tokoh-tokoh terkemuka dan peristiwa penting terkait dengan sang imam yang layak dicermati setiap muslim. Disajikan dengan ungkapan-ungkapan ringkas hingga mudah dicerna dan diingat bahkan sebelum tuntas membacanya. Buku ini lebih dari sekadar biografi, tulisan bergizi ini juga menggugah kita untuk sadar dan terhubung dengan warisan intelektual Islam dan figur-figur teladan yang tak lekang oleh waktu dan terus menginspirasi kita di zaman yang terus berubah ini.

Riwayat Hidup Imam Hambali


"Ia murid paling cendekia yang pernah saya jumpai selama di Baghdad. Sikapnya menghadapi sidang pengadilan dan menanggung petaka akibat tekanan khalifah Abbasiyyah selama 15 tahun karena menolak doktrin resmi Mu'tazilah merupakan saksi hidup watak agung dan kegigihan yang mengabdikannya sebagai tokoh besar sepanjang masa." Penilaian ini diungkapkan oleh Imam Syafi'i, yang tak lain adalah guru Imam Hanbali. Menurut Syafi'i, perjuangan mempertahankan keyakinan yang tak sesuai dengan pemikiran seseorang, selalu menghadapi risiko antara hidup dan mati. Dan Imam Hanbali membuktikan hal itu. Imam Hanbali yang dikenal ahli dan pakar hadits ini memang sangat memberikan perhatian besar pada ilmu yang satu ini. Kegigihan dan kesungguhannya telah melahirkan banyak ulama dan perawi hadits terkenal semisal Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Daud yang tak lain buah didikannya. Karya-karya mereka seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim atau Sunan Abu Daud menjadi kitab hadits standar yang menjadi rujukan umat Islam di seluruh dunia dalam memahami ajaran Islam yang disampaikan Rasulullah SAW lewat hadits-haditsnya. Kepakaran Imam Hanbali dalam ilmu hadits memang tak diragukan lagi sehingga mengundang banyak tokoh ulama berguru kepadanya. Menurut putra sulungnya, Abdullah bin Ahmad, Imam Hanbali hafal hingga 700.000 hadits di luar kepala. Hadits sejumlah itu, diseleksi secara ketat dan ditulisnya kembali dalam kitab karyanya Al Musnad. Dalam kitab tersebut, hanya 40.000 hadits yang dituliskan kembali dengan susunan berdasarkan tertib nama sahabat yang meriwayatkan. Umumnya hadits dalam kitab ini berderajat sahih dan hanya sedikit yang berderajat dhaif. Berdasar penelitian Abdul Aziz al Khuli, seorang ulama bahasa yang banyak menulis biografi tokoh sahabat, sebenarnya hadits yang termuat dalam Al Musnad berjumlah 30 ribu karena ada sekitar 10 ribu hadits yang berulang. Kepandaian Imam Hanbali dalam ilmu hadits, bukan datang begitu saja. Tokoh kelahiran Baghdad, 780 M (wafat 855 M) ini, dikenal sebagai ulama yang gigih mendalami ilmu. Lahir dengan nama Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Imam Hanbali dibesarkan oleh ibunya, karena sang ayah meninggal dalam usia muda. Hingga usia 16 tahun, Hanbali belajar Al-Qur'an dan ilmu-ilmu agama lain kepada ulama-ulama Baghdad. Setelah itu, ia mengunjungi para ulama terkenal di berbagai tempat seperti Kufah, Basrah, Syam, Yaman, Mekkah dan Madinah. Beberapa gurunya antara lain Hammad bin Khalid, Ismail bil Aliyyah, Muzaffar bin Mudrik, Walin bin Muslim, dan Musa bin Tariq. Dari merekalah Hanbali muda mendalami fikih, hadits, tafsir, kalam, dan bahasa. Karena kecerdasan dan ketekunannya, Hanbali dapat menyerap semua pelajaran dengan baik. Kecintaannya kepada ilmu begitu luar biasa. Karenanya, setiap kali mendengar ada ulama terkenal di suatu tempat, ia rela menempuh perjalanan jauh dan waktu lama hanya untuk menimba ilmu dari sang ulama. Kecintaan kepada ilmu jua yang menjadikan Hanbali rela tak menikah dalam usia muda. Ia baru menikah setelah usia 40 tahun. Pertama kali, ia menikah dengan Aisyah binti Fadl dan dikaruniai seorang putra bernama Saleh. Ketika Aisyah meninggal, ia menikah kembali dengan Raihanah dan dikarunia putra bernama Abdullah. Istri keduanya pun meninggal dan Hanbali menikah untuk terakhir kalinya dengan seorang jariyah, hamba

sahaya wanita bernama Husinah. Darinya ia memperoleh lima orang anak yaitu Zainab, Hasan, Husain, Muhammad, dan Said. Tak hanya pandai, Imam Hanbali dikenal tekun beribadah dan dermawan. Imam Ibrahim bin Hani, salah seorang ulama terkenal yang jadi sahabatnya menjadi saksi akan kezuhudan Imam Hanbali. ''Hampir setiap hari ia berpuasa dan tidurnya pun sedikit sekali di waktu malam. Ia lebih banyak shalat malam dan witir hingga Shubuh tiba,'' katanya. Mengenai kedermawanannya, Imam Yahya bin Hilal, salah seorang ulama ahli fikih, berkata, ''Aku pernah datang kepada Imam Hanbali, lalu aku diberinya uang sebanyak empat dirham sambil berkata, 'Ini adalah rezeki yang kuperoleh hari ini dan semuanya kuberikan kepadamu.''' Imam Hanbali juga dikenal teguh memegang pendirian. Di masa hidupnya, aliran Mu'tazilah tengah berjaya. Dukungan Khalifah Al Ma'mun dari Dinasti Abbasiyah yang menjadikan aliran ini sebagai madzhab resmi negara membuat kalangan ulama berang. Salah satu ajaran yang dipaksakan penganut Mu'tazilah adalah paham Al-Qur'an merupakan makhluk atau ciptaan Tuhan. Banyak umat Islam yang menolak pandangan itu. Imam Hanbali termasuk yang menentang paham tersebut. Akibatnya, ia pun dipenjara dan disiksa oleh Mu'tasim, putra Al Ma'mun. Setiap hari ia didera dan dipukul. Siksaan ini berlangsung hingga Al Wasiq menggantikan ayahnya, Mu'tasim. Siksaan tersebut makin meneguhkan sikap Hanbali menentang paham sesat itu. Sikapnya itu membuat umat makin bersimpati kepadanya sehingga pengikutnya makin banyak kendati ia mendekam dalam penjara. Sepeninggal Al Wasiq, Imam Hanbali menghirup udara kebebasan. Al Mutawakkil, sang pengganti, membebaskan Imam Hanbali dan memuliakannya. Namanya pun makin terkenal dan banyaklah ulama dari berbagai pelosok belajar kepadanya. Para ulama yang belajar kepadanya antara lain Imam Hasan bin Musa, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Abu Zur'ah Ad Dimasyqi, Imam Abu Zuhrah, Imam Ibnu Abi, dan Imam Abu Bakar Al Asram. Sebagaimana ketiga Imam lainnya; Syafi'i, Hanafi dan Maliki, oleh para muridnya, ajaran-ajaran Imam Ahmad ibn Hanbali dijadikan patokan dalam amaliyah (praktik) ritual, khususnya dalam masalah fikih. Sebagai pendiri madzhab tersebut, Imam Hanbali memberikan perhatian khusus pada masalah ritual keagamaan, terutama yang bersumber pada Sunnah. Menurut Ibnu Qayyim, salah seorang pengikut madzhab Hanbali, ada lima landasan pokok yang dijadikan dasar penetapan hukum dan fatwa madzhab Hanbali. Pertama, nash (Al-Qur'an dan Sunnah). Jika ia menemukan nash, maka ia akan berfatwa dengan Al-Qur'an dan Sunnah dan tidak berpaling pada sumber lainnya. Kedua, fatwa sahabat yang diketahui tidak ada yang menentangnya. Ketiga, jika para sahabat berbeda pendapat, ia akan memilih pendapat yang dinilainya lebih sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW. Jika ternyata pendapat yang ada tidak jelas persesuaiannya dengan Al-Qur'an dan Sunnah, maka ia tidak akan menetapkan salah satunya, tetapi mengambil sikap diam atau meriwayatkan kedua-duanya. Keempat, mengambil hadits mursal (hadits yang dalam sanadnya tidak disebutkan nama perawinya), dan hadits dhaif (hadits yang lemah, namun bukan 'maudu', atau hadits lemah). Dalam hal ini, hadits dhaif didahulukan daripada qias. Dan kelima adalah qias, atau analogi. Qias digunakan bila tidak ditemukan dasar hukum dari keempat sumber di atas. Pada awalnya madzhab Hanbali hanya berkembang di Baghdad. Baru pada abad ke-6 H, madzhab ini

berkembang di Mesir. Perkembangan pesat terjadi pada abad ke-11 dan ke-12 H, berkat usaha Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) dan Ibnu Qayyim (w. 751 H). Kedua tokoh inilah yang membuka mata banyak orang untuk memberikan perhatian pada fikih madzhab Hanbali, khususnya dalam bidang muamalah. Kini, madzhab tersebut banyak dianut umat Islam di kawasan Timur Tengah. Hasil karya Imam Hanbali tersebar luas di berbagai lembaga pendidikan keagamaan. Beberapa kitab yang sampai kini jadi kajian antara lain Tafsir Al-Qur'an, An Nasikh wal Mansukh, Jawaban Al-Qur'an, At Tarikh, Taat ar Rasul, dan Al Wara. Kitabnya yang paling terkenal adalah Musnad Ahmad bin Hanbal.

KELOMPOK : 1.EVI NURUL .A 2.RISEU DIRGAYANTY 3.FIKRI ROMDONI

You might also like