You are on page 1of 28

GUNA TANAH

KEBIJAKAN DLM PENATAGUNAAN TANAH

1. Catur Tertib Pertanahan

Tanah merupakan sarana untuk melaksanakan


pembangunan. Kedudukan tanah yang penting ini kadang
tidak diimbangi dengan usaha untuk mengatasi berbagai
permasalahan yang timgul dalam bidang pertanahan.
Fakta memperlihatkan bahwa keresahan di bidang
pertanahan mendatangkan dampak negatif di bidang
sosial, politik dan ekonomi.

Untuk itu berdasarkan Tap MPR No. IV/MPR/1978


ditentukan agar pembangunan di bidang pertanahan
diarahkan untuk menata kembali penggunaan,
penguasaan, dan pemilikan tanah. Atas dasar Tap MPR
No. IV/MPR/1978, Presiden mengeluarkan kebijaksanaan
bidang pertanahan yang dikenal dengan Catur Tertib
Bidang Pertanahan sebagaimana dimuat dalam Keppres
No. 7 Tahun 1979, meliputi:

a. Tertib Hukum Pertanahan


Diarahkan pada program:
1. Meningkatkan tingkat kesadaran hukum
masyarakat.
2. Melengkapi peraturan perundangan di bidang
pertanahan.
3. Menjatuhkan sanksi tegas terhadap pelanggaran
yang terjadi.
4. Meningkatkan pengawasan dan koordinasi dalam
pelaksanaan hukum agraria.

b. Tertib Administrasi Pertanahan


Diarahkan pada program:
1. Mempercepat proses pelayanan yang menyangkut
urusan pertanahan.
2. Menyediakan peta dan data penggunaan tanah,
keadaan sosial ekonomi masyarakat sebagai bahan
dalam penyusunan perencanaan penggunaan tanah
bagi kegiatan-kegiatan pembangunan.
3. Penyusunan data dan daftar pemilik tanah, tanah-
tanah kelebihan batas maksimum, tanah-tanah
absente dan tanah-tanah negara.
4. Menyempurnakan daftar-daftar kegiatan baik di
Kantor Agraria maupun di kantor PPAT.
5. Mengusahakan pengukuran tanah dalam rangka
pensertifikatan hak atas tanah.

c. Tertib Penggunaan Tanah


Diarahkan pada usaha untuk:
1. Menumbuhkan pengertian mengenai arti pentingnya
penggunaan tanah secara berencana dan sesuai
dengan kemampuan tanah.
2. Menyusun rencana penggunaan tanah baik tingkat
nasional maupun tingkat daerah.
3. Menyusun petunjuk-petunjuk teknis tentang
peruntukan dan penggunaan tanah.
4. Melakukan survey sebagai bahan pembuatan peta
penggunaan tanah, peta kemampuan dan peta
daerah-daerah kritis.

d. Tertib Pemeliharaan Tanah Dan Lingkungan Hidup


Diarahkan pada usaha:
1. Menyadarkan masyarakat bahwa pemeliharaan
tanah merupakan kewajiban setiap pemegang hak
atas tanah.
2. Kewajiban memelihara tanah tidak saja dibebankan
kepada pemiliknya atau pemegang haknya yang
bersangkutan, melainkan menjadi beban setiap
orang, badan hukum, atau isntansi yang mempunyai
suatu hubungan dengan tanah.
3. Memberikan fatwa tata guna tanah dalam setiap
permohonan hak atas tanah dan perubahan
penggunaan tanah.

Pertimbangan dari segi tata guna tanah, antara


lain menjawab:
• Apakah pemberian hak atas tanah kepada pemohon
itu sesuai dengan rencana tata guna tanah yang sudah
ada ?
• Apakah penggunaan tanah sebagai yang dimaksud
pemohon sesuai dengan daya kesanggupan dan
kemampuan tanah yang bersangkutan ?
• Apakah tidak perlu diadakan syarat-syarat khusus
mengenai pemeliharaan kesuburan dan pengawetan
tanah yang bersangkutan?
• Melakukan analisa dampak lingkungan (ANDAL)
sebelum suatu usaha industri/pabrik didirikan.
• Melakukan pemantauan terhadap penggunaan tanah.
Yang erat kaitannya dengan bidang tata guna tanah
adalah tertib penggunaan tanah dan tertib
pemeliharaan tanah & lingkungan hidup.

2. Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan

Berdasarkan Kep. Menteri Agraria/KBPN Nomor 5 Tahun


1995 tentang Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan
dicanangkanlah suatu gerakan nasional dengan nama
Gerakan Nasional Pemasangan Tanda Batas Pemilikan
Tanah, yaitu gerakan kesadaran masyarakat untuk
mensukseskan Catur Tertib Pertanahan.

Pemasangan tanda batas pemilikan tanah dilakukan oleh


pemilik tanah yang berdampingan secara bersama-sama
yang tergabung dalam wadah Kelompok Masyarakat
Sadar Tertib Pertanahan (POKMASDARTIBNAH)

Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan:

a. Tujuan
Sebagai gerakan partisipasi masyarakat dalam rangka
mempercepat Catur Tertib Pertanahan serta menigkatkan
pelayanan kepada masyarakat.

b. Prinsip Dasar
1. Pemasangan tanda batas tanah dilakukan oleh pemilik
tanah secara bersama-sama pemilik tanah yang
berdampingan
2. Diciptakan adanya kelompok masyarakat yang
dibentuk oleh masyarakat untuk mensukseskan
kegiatan ini.
3. Sasaran
Masyarakat pemilik tanah di perkotaan dan pedesaan,
melalui kelompok POKMASDARTIBNAH, dimana Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya bertindak
selaku motivator maupun sebagai fasilitator dalam
kegiatan tersebut.

3. Penatagunaan Tanah Pertanian


Tanpa adanya planning, maka pemakaian tanah-tanah
pertanian terutama hanya akan berpedoman pada
kepentingan masing-masing atau pada keuntungan
insidentil yang mereka harapkan dari jenis-jenis tanaman
tertentu. Dengan planning maka dapat dicapai
keseimbangan yang baik antara luas tanah dengan jenis-
jenis tanaman yang penting bagi rakyat dan negara.

Dalam planning diberikan jatah tanah menurut keperluan


rakyat dan negara untuk jenis tanaman-tanaman yang
penting bagi program sandang pangan, baik bagi bahan
pangan maupun tanaman perdagangan.

Usaha kearah penatagunaan tanah secara teknis telah


dilakukan tetapi belum secara menyeluruh, antara lain
dalam bentuk perundang-undangan seperti:

UU No. 38 Prp Tahun 1960 mengenai luas minimum


tanaman tebu yang harus ditetapkan oleh Menteri
Agraria untuk dapat menjamin produksi tebu dan
kesinambungan produktifitas pabrik gula yang harus
diimbangi dengan penetapan maksimum luas tanah di
daerah sekitar perkebunan tebu/pabrik gula yang
bersangkutan, yang boleh ditanami tanaman
perdagangan lain.

UU No. 20 Tahun 1964 yang mensyaratkan penetapan


jumlah sewa yang layak, dalam arti sewa yang tidak
merugikan kaum tani atas tanah-tanah yang diharuskan
ditanam (tebu).

Rencana pembangunan Tahunan (Repeta) tahun 2004 di


bidang pembangunan sektor pertanian terdapat
beberapa kendala, yaitu:
a. Masalah teknis yaitu keterlambatan musim hujan
b. Tekanan dari komoditas pertanian dari luar negeri
akibat dibukanya mekanisme impor dan makin
menurunya tarif bea masuk
c. Terfragmentasinya lahan pertanian yang didorong
dengan laju konversi lahan pertanian yang semakin
meningkat.

4. Penertiban Pemakaian tanah secara liar.


Penertiban pemakaian tanah liar sudah sejak lama
dilakukan yaitu:
• Pada tahun 1948 dengan Ordonansi Onrechtmatige
Ocupatie van Gronden
• UU Darurat No. 8 Tahun 1954
• UU Darurat No. 1 Tahun 1951 yang diganti dengan
• UU No. 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan
Pemakaian Tanah Tanpa Izin dari yang berhak atau
kuasanya.
Kepada penguasa daerah diberi wewenang untuk
mengambil tindakan-tindakan penyelesaian atas tanah
yang bukan perkebunan dan bukan hutan, yang
digunakan tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang
sah yang ada di daerahnya antara lain dengan perintah
pengosongan, dengan memperhatikan peruntukan dan
penggunaan tanah yang bersangkutan.

Dalam penjelasan UU ini disebutkan mengenai


banyaknya tanah-tanah di dalam maupun di luar kota
yang dipakai orang-orang tanpa izin. Juga pemekaian
tanah secara tidak teratur di perkotaan, lebih-lebih yang
melanggar norma hukum dan tata tertib yang
menghambat pembangunan yang direncanakan.

5. Penyediaan Dan Penggunaan Tanah Bagi


Keperluan Perusahaan
Pembangunan yang terus meningkat jelas menuntut
tersedianya tanah sebagai sarananya. Di satu pihak luas
tanah yang tersedia sangat terbatas. Oleh karena itu
apabila keperluan tanah bagi perusahaan-perusahaan
terutama perusahaan yang menunjang perekonomian
negara tidak diatur maka akhirnya tanah akan menjadi
faktor penghambat dalam proses pembangunan.
Atas dasar pertimbangan di atas, pemerintah
mengeluarkan kebijaksanaan tentang bagaimana
penyediaan dan penggunaan tanah bagi keperluan
perusahaan (diatur dalam PMDN No. 5 Tahun 1974):
a. Agar tercipta suasana dan keadaan yang serasi dan
menguntungkan bagi pelaksanaan kegiatan
pembangunan.
b. Agar supaya pada satu pihak, kebutuhan para
pengusaha dan kegiatan pembangunan yang
memerlukan tanah dapat dicukupi dengan memuaskan.
Dengan demikian penyediaan tanah untuk kepentingan
perusahaan tidak hanya didasarkan pada segi
keuntungan ekonomis tetapi juga harus diperhatikan
segi-segi yang lain, yaitu:
• segi yuridis
• pengaruhnya terhadap situasi sosial politik keamaan
nasional didasarkan pada asas-asas pembangunan
nasional.

Dalam kebijaksanaan yang diatur dalam PMDN No. 5


Tahun 1974 yang kemudian diatur lebih lanjut dalam
Keppres No. 83 Tahun 1989 ditentukan antara lain:
a. Penetapan lokasi perusahaan:
1) Sejauh mungkin dihindari pengurangan areal tanah
pertanian yang subur.
2) Sedapat mungkin harus dihindari pengurangan areal
pertanian yang subur.
3) Hendaknya dihindari pemindahan penduduk dari
tempat kediamannya.
4) Harus memperhatikan persyaratan untuk mencegah
terjadinya pengotoran/pencemaran lingkungan.
Point 1) ini biasanya sering diabaikan yaitu perubahan
fungsi dari tanah pertanian menjadi tanah kering untuk
lokasi perusahaan. Perubahan yang demikian biasanya
didasarkan pada pertimbangan:
Kepentingan nasional memang menghendaki perubahan
tanah pertanian menjadi lokasi perusahaan.
Perubahan ini harus mendatangkan keuntungan
ekonomis yang lebih tinggi
Perusahaan yang bersangkutan harus dapat menyerap
tenaga kerja sebanyak mungkin.
Sedapat mungkin digunakan tanah-tanah yang tidak atau
kurang produktif.
Hendaknya dihindari pemindahan penduduk yang
tanahnya masuk dalam lokasi proyek.
Harus memperhatikan persyaratan untuk mencegah
terjadinya pengotoran/pencemaran lingkungan.
b. Penetapan luas tanah yang diperlukan:
Ditentukan bahwa luas tanah yang diperlukan luasnya
disesuaikan dengan kebutuhan yang nyata artinya
kebutuhan yang benar-benar diperlukan untuk
menyelenggarakan usahanya dan kemungkinan
perluasan usahanya dikemudian hari.
Penetapan luas tanah yang diperlukan perusahaan harus
dilakukan secara tepat dan cermat, hal ini untuk
menghindari akibat-akibat yang tidak baik:
1) Luas tanah yang diberikan melebihi luas yang benar-
benar diperlukan
Ini mengakibatkan ada sebagian tanah yang tidak
dimanfaatkan/ditelantarkan dimana hal ini bertentangan
dengan asas optimal dan fungsi sosial hak atas tanah.
2) Untuk mencegah usaha-usaha yang bersifat monopoli
dan spekulatif.
Untuk mencegah hal tersebut maka dikeluarkanlah
beberapa peraturan:
Surat Keputusan MDN No. 268 tahun 1982 yang
menentukan bahwa perusahaan yang memperoleh tanah
dari negara harus memanfaatkan/menggunakan tanah
tersebut dalam waktu 10 tahun sejak keluarnya ijin
pembebasan tanah.
Instruksi Mendagri No. 21 Tahun 1973 yang
memerintahkan kepada Gubernur untuk melarang
perusahaan baik perseorangan maupun badan hukum
untuk memiliki dan menguasai tanah yang melampaui
tanah yang melampaui batas kebutuhan usaha
sesungguhnya.
c. Macam Hak atas tanah yang dapat diberikan:
1) Jika perusahaan itu merupakan usaha perseorangan
dan pemiliknya WNI hak atas tanah yang diberikan ialah:
hak milik, HGU, HGB, dan hak pakai.
2) Jika perusahaan itu berbentuk badan hukum hak atas
tanah yang diberikan ialah: Hak Pengelolaan, HGU, HGB,
dan hak pakai.
Khusus mengenai hak pengelolaan ini perusahaan yang
diberi hak mempunyai wewenang:
merencanakan peruntukan dan penggunaan tanahnya.
1)Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan
pelaksanaan usahanya.
2)Menyerahkan bagian-bagian dari tanah kepada pihak
ketiga yang memerlukan.
Misalnya PERUMNAS (Perusahaan Perumahan Nasional)
dalam kegiatannya berupa:
3)Merencanakan segala kegiatan yang berhubungan
dengan pembangunan perumahan.
Pelaksanaan pembangunan perumahan
4)Menyerahkan rumah beserta tanahnya kepada yang
berhak

6. Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah


Berdasarkan ketentuan Pasal 13 PP No. 16 Tahun 2004
ditentukan mengenai penggunaan dan pemanfaatan
tanah. Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan
lindung atau kawasan budidaya harus sesuai dengan
fungsi kawasan dalam RTRW. Penggunaan dan
pemanfaatan tanah di kawasan lindung tidak boleh
mengganggu fungsi alam, tidak mengubah bentang alam
dan ekosistem alami.
Penggunaan tanah di kawasan budidaya tidak boleh
ditelantarkan, harus dipelihara dan dicegah
kerusakannya. Pemanfaatan tanah di kawasan budidaya
tidak saling bertentangan, tidak saling mengganggu, dan
memberikan peningkatan nilai tambah terhadap
penggunan tanahnya. Ketentuan mengenai penggunaan
dan pemanfaatan tanah ditetapkan melalui pedoman
teknis penetagunaan tanah, yang menjadi syarat
menggunakan dan memanfaatkan tanah.
Dalam hal penggunaan dan pemanfaatan tanah,
pemegang hak atas tanah wajib menikuti persyaratan
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan. Persyaratan ini antara lain pedoman teknis
penatagunaan tanah, persyaratan mendirikan bangunan,
persyaratan dalam analisis mengenai dampak
lingkungan, persyaratan usaha, dan ketentuan lainnya
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada pulau-pulau
kecil dan bidang-bbidang tanah yang berada di
sempadan pantai, sempadan danau, sempadan waduk,
dan atau sempadan sungai harus memperhatikan:
a. Kepentingan umum;
b. Keterbatasan daya dukung, pembangunan yang
berkelanjutan, keterkaitan ekosistem, keanekaragaman
hayati serta kelestarian fungsi lingkungan.
Apabila terjadi perubahan RTRW, maka penggunaan dan
pemanfaatan tanah mengikuti RTRW yang terakhir.
Pemanfaatan tanah dapat ditingkatkan apabila tidak
mengubah penggunaan tanahnya. Peningkatan
pemanfaatan tanah harus memperhatikan hak atas
tanahnya serta kepentingan masyarakat. Pemanfaatan
tanah untuk kawasan lindung dapat ditingkatkan untuk
kepentingan pendidikan, penelitian dan pengembangan
ilmu pengetahuan dan tehnologi, dan ekowisata apabila
menganggu fungsi kawasan.
Kegiatan dalam rangka pemanfaatan ruang di atas dan di
bawah tanah yang tidak terkait dengan penguasaan
tanah dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu
penggunaan dan pemanfaatan tanah yang bersangkutan.
Jika kegiatan tersebut menggangu pemanfaatan tanah
harus mendapat persetujuan pemegang hak atas tanah.
Penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang
tidak sesuai dengan RTRW disesuaikan melalui
penyelenggaraan penatagunaan tanah.

7. Penggunaan Dan Penetapan Luas Tanah Untuk


Tanaman-Tanaman Tertentu
Beberapa aturan yang berkaitan dengan penyediaan
tanah untuk tanaman-tanaman tertentu ialah:
UU No. 38 Prp Tahun 1960 tentang penetapan luas tanah
bagi tanaman-tanaman tertentu.
Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1975 tentang Tebu Rakyat
Intensifikasi (TRI)
Hal-hal yang penting yang harus diperhatikan dalam
pengadaan tanah ini:
a)Mengenai letak tanah
Ditentukan di desa-desa yang termasuk dalam wilayah
kerja perusahaan yang memerlukan tanah
b)Mengenai luas tanah
Harus memperhatikan kepentingan perusahaan dan
masyarakat serta kelangsungan kesuburan tanah
c)Pola tanam

Agar tanah yang diperlukan bagi tanaman tertentu


ditentukan secara bergiliran.

Kemudian cara untuk memperoleh tanah dapat dilakukan


dengan:
Perjanjian sewa tanah antara petani pemilik tanah atau
kelompok tani dengan perusahaan yang memerlukan
tanah.

Yang perlu diperhatikan dalam hal ini ialah besarnya


penetapan uang sewa. Jumlah uang sewa minimal sama
dengan hasil yang diperoleh apabila tanah itu dikerjakan
sendiri oleh pemiliknya.

Perjanjian bagi hasil tanah pertanian.


Yang perlu diperhatikan dalam hal ini ialah besarnya
imbangan pembagian hasil antara pemilik dengan
perusahaan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
LANDASAN HUKUM TATA GUNA TANAH

1.Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, dimana dalam pasal


tersebut terkandung prinsip-prinsip sebagai berikut:
Bahwa bumi, air dan kekayaan alam dikuasai oleh
negara.
Bahwa negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa
Indonesia harus menggunakan BARA + K tersebut untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Bahwa hubungan antara negara dengan BARA + K
merupakan hubungan menguasai.

2.Sebagai pelaksana dari pasal 33 ayat (3) UUD 45


adalah Pasal 14 dan 15 UUPA
Pasal 14 menentukan agar pemerintah membuat suatu
rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan
penggunaan BARA + K untuk kepentingan-kepentingan
yang bersifat politis, ekonomis, sosial dan keagamaan.
Dalam penjelasan umum poin 8 dinyatakan bahwa:
Akhirnya untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita
bangsa dan Negara di atas dalam bidang agraria perlu
adanya suatu rencana (planning) mengenai peruntukkan,
penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa
untuk keperluan berbagai kepentingan hidup rakyat dan
Negara: Rencana Umum (National Planning) yang
meliputi seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian
diperinci menjadi rencana-rencana khusus (regional
planning) dari tiap-tiap daerah. Dengan adanya planning
itu maka penggunaan tanah dapat dilakukan secara
terpimpin dan teratur hingga dapat membawa manfaat
yang sebesar-besarnya bagi Negara dan rakyat.
Dalam penjelasan pasal 14 dinyatakan bahwa:
Pasal ini mengatur soal perencanaan persediaan,
peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang
angkasa sebagai yang telah dikemukakan dalam
penjelasan umum (II angka 8). Mengingat akan corak
perekonomian Negara dikemudian hari dimana industri
dan pertambangan akan mempunyai peranan yang
penting, maka disamping perencanaan untuk pertanian
perlu diperhatikan, pula keperluan untuk industri dan
pertambangan (ayat 1 huruf d dan e). Perencanaan itu
tidak saja bermaksud menyediakan tanah untuk
pertanian, peternakan, perikanan, industri dan
pertambangan, tetapi juga ditujukan untuk
memajukannya. Pengesahan peraturan Pemerintah
Daerah harus dilakukan dalam rangka rencana umum
yang dibuat oleh Pemerintah Pusat dan sesuai dengan
kebijaksanaan Pusat.

Pasal 15 menentukan suatu kewajiban kepada semua


pihak yang menggunakan tanah baik Pemerintah,
masyarakat maupun perseorangan untuk memelihara
tanahnya.
Undang-undang yang diharapkan memberikan petunjuk
lebih lanjut tentang pembuatan rencana umum
penggunaan tanah sebagaimana dikehendaki pasal 14
UUPA ialah peraturan pemerintah

3.No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.


4.UU No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
5.UU No. 38 Prp Tahun 1960 jo UU No. 20 Tahun 1964
tentang Penggunaan dan Penetapan luas tanah untuk
tanaman-tanaman tertentu.
Mengenai penertiban/pemanfaatan:
6.UU No. 51 Prp Tahun 1960 tentang Pemakaian Tanah
Tanpa Izin yang berhak atau kuasanya.
7.Instruksi Mendagri No. 2 Tahun 1982 tertanggal 30
Januari 1982
8.Keputusan Mendagri No. 268 Tahun 1982 tertanggal 17
Januari 1982
Mengenai Fatwa tata guna tanah diatur dalam Peraturan
Mendagri No. 3 Tahun 1972 jo No. 6 Tahun 1986.
9.PP No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

Menurut Mieke Komar Kantaatmadja, selain aspek-aspek


tujuan penataan ruang, penatagunaan tanahpun harus
mengacu pada kebijaksanaan dasar mengenai
pertanahan yang terkandung dalam UUPA dan undang-
undang lain yang berkaitan dengan penggunaan tanah.
Dasar-dasar penatagunaan tanah itu adalah:
1. Kewenangan untuk mengatur persediaan, peruntukkan
dan penggunaan tanah serta pemeliharaan tanah ada
pada Negara;
2. Hak atas tanah memberikan wewenang kepeda
pemegang hak untuk menggunakan tanah yang
bersangkutan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu;
3. Kewenangan pemegang hak atas tanah untuk
mempergunakan tanah tersebut dibatasi oleh ketentuan
bahwa hak atas tanah berfungsi sosial;
4. perlunya perlindungan terhadap pihak ekonomi lemah
dalam proses penatagunaan tanah;
5. penatagunaan tanah tidak dapat dipisahkan dari
pengaturan penguasaan dan pemilikan tanah;
6. penggunaan tanah disamping sebagai subsistem
penatagunaan ruang juga merupakan subsistem dari
system pembangunan;
7. Karena sifatnya multidimensi (dimensi fisik, ekonomi,
soaial, politik, hankam) dan multisektor maka
penatagunaan tanah dalam prakteknya harus
diselenggarakan secara koordinatif;
8. penatagunaan tanah harus mampu menyediakan
tanah bagi semua kegiatan pembangunan yang sifatnya
dinamis, karena penatagunaan tanah bersifat dinamis
dan sibernetik;
9. Penyelenggaraan penatagunaan tanah merupakan
tugas pemerintah pusat yang pelaksanaannya di daerah
berdasarkan dekonsentrasi atau medebewind.

Salah satu sasaran yang akan dicapai dari pelaksanaan


tata guna tanah adalah terjadinya penatagunaan tanah
yang terdapat di perkotaan dan pedesaan sehingga akan
muncul suatu konsep penataan tanah yang baik serta
serasi dari aspek lingkungan. Konsep yang dimaksud
untuk menata penggunaan tanah di perkotaan dan
pedesaan ialah Konsolidasi Tanah.
MODEL PERENCANAAN TATA GUNA TANAH

Sebelum dikeluarkannya PP No. 16 Tahun 2004 tentang


Penatagunaan Tanah, masalah model perencanaan
penggunaan tanah masih merupakan masalah yang
belum tuntas artinya masalahnya masih menjadi
pembicaraan diantara para perencana pembangunan di
Indonesia. Hal ini disebabkan belum ditemukan model
perencanaan penggunaan tanah yang dapat dijadikan
pedoman oleh para perencana pembangunan.

Adapun faktor-faktornya adalah:


1.UUPA sendiri hanya mengatur secara garis besarnya
saja.
Hal ini bisa dilihat dalam ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15
UUPA (UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria). Pasal 14 menentukan agar
Pemerintah membuat “rencana umum” penggunaan
tanah untuk berbagai macam kepentingan masyarakat
dan negara. Sedang Pasal 15 UUPA menentukan agar
penggunaan tanah tidak menimbulkan kerusakan bagi
lingkungan hidup termasuk terpeliharanya tingkat
kesuburan tanah.
2.Adanya perbedaan pendapat tentang kedudukan dari
rencana penggunaan tanah.
3.Selama ini pemerintah Indonesia menggunakan model
perencanaan penataan wilayah termasuk penggunaan
tanah yang diwarisi oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Tetapi setelah keluar PP No. 16 Tahun 2004 tentang


Penatagunaan Tanah maka sudah ada aturan yang bisa
dipergunakan sebagai acuan dalam mengatur dan
menyelesaikan persoalan penatagunaan tanah di
Indonesia.
Ada beberapa Model Perencanaan Penggunaan Tanah
yaitu:

1.Model Zoning
Menurut model ini, tanah di suatu wilayah/daerah
tertentu dibagi dalam beberapa zone penggunaan atau
kepentingan-kepentingan/kegiatan-kegiatan/usaha-usaha
yang dilakukan.
Contoh model zoning yang dikembangkan oleh Ernest W
Borgess untuk kota Chicago, dimana wilayah dibagi
menjadi:
a.Wilayah “the loop” yang merupakan wilayah
perdagangan yang sering disebut “downtown”.
b.“The zone in transitions” merupakan wilayah yang
disiapkan bagi perkembangan industri dan perdagangan.
c.“The zone of working men’s homes” merupakan
wilayah pemukiman bagi pekerja-pekerja kelas bawah.
d.“The residential zone” merupakan wilayah pemukiman
bagi orang-orang kaya
e.“The commuters zone” merupakan wilayah diluar batas
kota.

Kebaikan dari model zoning adalah:


Tugas perencana penggunaan tanah cukup sederhana.
Adanya jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak atas
tanah warga masyarakat.

Kelemahan-kelemahannya adalah:
Tidak adanya ruang atas tanah yang dapat menampung
kegiatan-kegiatan yang dipandang merugikan atau
mengganggu apabila diletekkan pada zone-zone tertentu.
Akan terjadi perkembangan wilayah yang tidak merata.
Pada suatu saat, suatu zone akan mengalami tingkat
kepadatan yang tinggi.

2.Model Terbuka
Istilah terbuka mempunyai arti bahwa suatu ruang atas
tanah dalam satu wilayah tertentu tidak terbagi-bagi
dalam zone-zone penggunaan sebagaimana dalam model
zoning. Model terbuka menitikberatkan pada usaha-
usaha untuk mencari lokasi yang sesuai bagi suatu
kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah
atau swasta. Untuk memperoleh lokasi yang sesuai,
faktor-faktor tertentu harus diperhatikan antara lain:
a.Data kemampuan fisik tanah
Atas data kemampuan fisik tanah dibuatlah pola
penggunaan tanah. Pola penggunaan tanah perkotaan
dibuatlah jaringan jalan dengan tetap memperhatikan
asas ATLAS. Sedangkan pola penggunaan tanah untuk
pedesaan dibuat atas dasar tinggi dan tingkat kemiringan
tanah. Atas dasar ini maka suatu wilayah pedesaan
dibedakan menjadi beberapa wilayah penggunaan utama
yang disebut wilayah tanah usaha.
Wilayah tanah usaha dibedakan menjadi:
Wilayah tanah usaha terbatas.
Ketinggian <> 1000 m
Perbedaan ketinggian tanah ini akan membedakan pula
perbedaan pola penggunaan tanah

b.Keadaan sosial ekonomi masyarakat


Meliputi: kepadatan penduduk, kegiatan yang dilakukan
penduduk & mata pencaharian, rata-rata pendapatan
perkapita, adat istiadat dll. Data ini penting untuk
mencegah keresahan-keresahan masyarakat sebagai
akibat adanya kegiatan pembangunan.
Keadaan lingkungan hidup.
Untuk mengetahui pengaruh pembangunan terhadap
lingkungan hidup dilakukan dengan ANDAL (analisa
dampak lingkungan)
c.Data mengenai penguasaan tanah yang ada di wilayah
tersebut.

Prinsip-prinsip yang dipergunakan dalam model terbuka:


a.Bahwa perencanaan penggunaan tanah tidak
menggariskan kegiatan yang harus diletakkan, tetapi
meletakkan kegiatan yang telah digariskan.
b.Tersedianya peta penggunaan tanah bukan merupakan
tujuan tetapi berfungsi sebagai alat atau sarana untuk
mecapai tujuan pembangunan.
c.Bahwa tanah itu sendiri tidak dapat memberikan suatu
bagi manusia, tetapi kegiatan yang ada di atasnyalah
yang memberikan manfaat dan kemakmuran.

Kebaikan dari model terbuka:


a.Semua kegiatan pembangunan baik pemerintah
maupun swasta dilaksanakan dan tertampung, tanpa ada
kekawatiran akan terjadi konflik dalam penggunaan
tanah.
b.Tanah dapat digunakan sesuai dengan asas-asas
penggunaan tanah.
Kelemahan model terbuka adalah kurangnya jaminan
kepastian hukum terhadap hak atas tanah warga
masyarakat. Hak atas tanah warga masyarakat kurang
mendapatkan jaminan hukum. Untuk mengatasi ini maka
hendaknya proses pembebasan tanah dilakukan sesuai
dengan peraturan yang berlaku.

3.Land Consolidation
Dikenal pula adanya teknik konsolidasi tanah (land
consolidation) yaitu teknik penataan kembali lokasi dan
batas-batas tanah serta sarana dan prasarana (pelurusan
jalan, sungai, saluran pembagian/pembuangan air)
sedemikian rupa, sehingga pengkaplingan menjadi
berbentuk segi empat panjang dan setiap persil dapat
dicapai secara efisien oleh penggarap atau saluran air.
Penatagunaan tanah juga mencakup arti pemeliharaan.
Tanah itu harus dipelihara baik-baik menurut cara yang
lazim dikerjakan di daerah yang bersangkutan sesuai
dengan petunjuk dari jawatan-jawatan yang
bersangkutan agar bertambah kesuburan serta dicegah
kerusakannya.
Dalam dictum peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah
dinyatakan bahwa tanah sebagai kekayaan bangsa
Indonesia harus dimanfaatnkan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Untuk itu perlu dilakukan konsolidasi
tanah sebagai upaya untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna penggunaan tanah serta menyelaraskan
kepentingan induvidu dengan fungsi sosial tanah dalam
rangka pelaksanaan pembangunan.

Konsolidasi tanah ialah kebijaksanaan pertanahan


mengenai penataan kembali penguasaan dan
penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk
kepentingan pembangunan untuk meningkatkan kualitas
lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alan dengan
melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Bertitik tolak dari definisi tersebut di atas maka ada
beberapa elemen dari konsolidasi tanah, yaitu:
a. Konsolidasi tanah merupakan kebijakan pertanahan;
b. Konsolidasi tanah berisikan penataan kembali
penguasaan, penggunaan, dan usaha pengadaan tanah;
c. Konsolidasi tanah bertujuan untuk kepentingan
pembangunan, meningkatkan kualitas lingkungan,
pemeliharaan sumber daya alam;
d. Konsolidasi tanah harus dilakukan dengan melibatkan
pastisipasi aktif masyarakat.
Tujuan Konsolidasi tanah ialah untuk mencapai
pemanfaatan tanah secara optimal melalui peningkatan
efisiensi dan produktifitas penggunaan tanah. Sedangkan
sasaran yang akan dicapai ialah terwujudnya suatu
tatanan penguasaan dan penggunaan tanah yang tertib
dan teratur.

Sedangkan pelaksanaan konsolidasi tanah diatur lebih


lanjut dalam SE KBPN No. 410-4245/1991 tentang
Petunjuk Pelaksnaan Konsolidasi Tanah. Dalam pont 2 SE
ini dinyatakan bahwa Peningkatan yang demikian itu
mengarah kepada tercapainya suatu tatanan
penatagunaan dan penguasaan tanah yang tertib dan
teratur. Sasaran konsolidasi tanah terutama ditujukan
pada wilayah sebagai berikut:
a. Wilayah perkotaan;
1) Wilayah pemukiman kumuh;
2) Wilayah yang tumbuh pesat secara alami;
3) Wilayah pemukiman yang mulai tumbuh;
4) Wilayah yang direncanakan menjadi pemukiman yang
baru;
5) Wilayah yang relative kosong di bagian pinggiran kota
yang diperkirakan akan berkembang sebagai daerah
pemukiman
b. Wilayah pedesaan
1) Wilayah yang potensial dapat memperoleh pengairan
tetapi belum tersedia jaringan irigasi;
2) Wilayah yang jaringan irigasinya telah tersedia tetapi
pemanfaatannya belum merata;
3) Wilayah yang berpengairan cukup baik maupun masih
perlu ditunjang oleh pangadaan jaringan jalan yang
memadai.
Pada point 3 SE KBPN No. 410-4245/1991 dinyatakan
bahwa konsolidasi tanah meliputi kegiatan sebagai
berikut:
a. Konsolidasi tanah perkotaan
1) Pemilihan lokasi;
2) Penyuluhan;
3) Penjajakan kesepakatan;
4) Penetapan lokasi konsolidasi tanah dengan surat Kep.
Bupati/walikotamadya;
5) Pengajuan daftar usulan rencana kegiatan konsolidasi
tanah;
6) Identifikasi subjek dan objek;
7) Pemetaan dan pengukuran keliling;
8) Pengukuran dan pemetaan rincian;
9) Pengukuran topografi dan pemetaan penggunaan
tanah;
10) Pembuatan blok plan/pradisain tata ruang;
11) Pembuatan desain tata ruang;
12) Musyawarah tentang rencana penetapan kapling
baru;
13) Pelepasan hak atas tanah oleh para peserta;
14) Penegasan tanah sebagai objek konsolidasi tanah;
15) Staking out/relokasi;
16) Konstruksi/pembentukan badab jalan dll;
17) Redistribusi tanah/penerbitan sk pemberian hak;
18) Sertifikat;
b. Konsolidasi tanah pedesaan
1) Pemilihan lokasi;
2) Penyuluhan;
3) Penjajakan kesepakatan;
4) Penetapan lokasi konsolidasi tanah dengan surat Kep.
Bupati/walikotamadya;
5) Identifikasi subjek dan objek;
6) Pengajuan daftar usulan rencana kegiatan konsolidasi
tanah;
7) Seleksi calon penerima hak
8) Pemetaan dan pengukuran kapling;
9) Pengukuran dan pemetaan rincian;
10) Pengukuran topografi dan pemetaan penggunaan
tanah;
11) Pembuatan blok plan/pradisain tata ruang;
12) Pembuatan desain tata ruang;
13) Musyawarah tentang rencana penetapan kapling
baru;
14) Pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah;
15) Penegasan tanah sebagai objek konsolidasi tanah;
16) Staking out/relokasi;
17) Konstruksi/pembentukan prasarana umum dll;
18) Redistribusi tanah/penerbitan sk pemberian hak;
19) Sertifikat;
Kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan
konsolidasi tanah diarahkan pada tertib penggunaan
tanah tetapi juga diarahkan untuk melakukan penataan
kembali bidang-bidang tanah tertentu.
ASAS-ASAS TATA GUNA TANAH

Perencanaan tata agraria harus didasarkan pada tiga


prinsip:
1.Prinsip penggunaan aneka (principle of multiple use)
Prinsip ini menghendaki agar rencana tata agraria dapat
memenuhi beberapa kepentingan sekaligus pada satu
kesatuan tanah tertentu.

2.Prinsip penggunaan maksimum (principle of maximum


production)
Prinsip ini dimaksudkan agar penggunaan suatu bidang
agraria diarahkan untuk memperoleh hasil fisik yang
setinggi-tingginya untuk memenuhi kebutuhan rakyat
yang mendesak.
3.Prinsip penggunaan optimum (principle of optimum
use)
Prinsip ini menghendaki agar penggunaan suatu bidang
agraria dapat memberikan keuntungan ekonomis yang
sebesar-besarnya kepada orang yang
menggunakan/mengusahakan tanpa merusak sumber
alam itu sendiri.

Dalam literatur Hukum Agraria biasanya dibedakan 2


kelompok asas tata guna tanah yang disebabkan oleh
karena adanya perbedaan titik berat penggunaan tanah
diantara keduanya dimana penggunaan tanah di daerah
pedesaan lebih dititikberatkan pada usaha-usaha
pertanian. Sedangkan penggunaan tanah di daerah
perkotaan dititikberatkan pada kegiatan non pertanian
serta perbedaan ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan
dengan perkotaan. Berdasarkan penjelasan Pasal 13 ayat
(5) PP No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah,
bahwa pedoman teknis penggunaan tanah bertujuan
untuk menciptakan penggunaan dan pemanfaatan tanah
yang lestari, optimal, serasi dan seimbang (LOSS)
diwilayah pedesaan serta aman, tertib, lancar dan sehat
(ATLAS) di wilayah perkotaan yang menjadi persyaratan
penyelesaian administrasi pertanahan. Secara rinci asas
tata guna tanah itu dijelaskan sebagai berikut:
Asas tata guna tanah untuk daerah pedesaan (rural land
use planning). Biasanya disingkat dengan LOSS.
1.Lestari
Tanah harus dimanfaatkan dan digunakan dalam jangka
waktu yang lama yang akan berdampak pada:
a) Akan terjadi penghematan dalam penggunaan tanah.
b) Agar supaya generasi yang sekarang dapat memenuhi
kewajibannya untuk mewarislan sumber daya alam
kepada generasi yang akan datang.
Suatu ungkapan dari seorang raja Afrika bahwa: the land
belongs to agreat family of which many member are
dead, some are living and the large number still to the
born. (jadi tanah bukan milik masyarakat sekarang saja,
tetapi tanah milik dari masyarakat dulu masyarakat
sekarang dan masyarakat yang akan datang).
2.Optimal
Pemanfaatan tanah harus mendatangkan hasil atau
keuntungan ekonomis yang setinggi-tingginya.
3.Serasi dan seimbang
Suatu ruang atas tanah harus dapat menampung
berbagai macam kepentingan pihak-pihak, sehingga
dapat dihindari adanya pertentangan atau konflik dalam
penggunaan tanah.

Asas tata guna tanah untuk daerah perkotaan (urban


land use planning)
1.Aman
Maksudnya aman dari: bahaya kebakaran, dari tindak
kejahatan, bahaya banjir, bahaya kecelakaan lalu lintas
dan aman dari ketunakaryaan.
2.Tertib
Maksudnya tertib dalam bidang pelayanan, dalam
penataan wilayah perkotaan, dalam lalu lintas, dan dalam
hukum.
3.Lancar
Maksudnya lancar dalam pelayanan, lancar berlalu lintas,
dan lancar dalam komunikasi.
4.Sehat
Maksudnya sehat dari segi jasmani dan sehat dari segi
rohani.
Sedangkan asas penatagunaan tanah menurut PP No. 16
Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah ialah
keterpaduan, berdayaguna dan berhasilguna, serasi,
selaras, seimbang, berkelanjutan, keterbukaan,
persamaan, keadilan dan perlindungan hukum (Pasal 2).
PENGERTIAN TATA GUNA TANAH

Istilah tata guna tanah biasa juga dikenal dengan istilah


asingnya sebagai “Land Use Planning”. Apabila istilah
tata guna tanah dikaitkan dengan obyek hukum agraria
nasional (UUPA), maka penggunaan istilah tersebut
kurang tepat. Hal ini dikarenakan obyek hukum agraria
meliputi: bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya. Sedangkan tata guna
tanah hanya berobyek tanah yang merupakan salah satu
bagian dari obyek hukum agraria. Maka istilah yang tepat
adalah “Tata Guna Agraria” atau “Agrarian Use Planning”
yang meliputi:

1.Tata Guna Tanah (land use planning)


2.Tata Guna Air (water use palnning)
3.Tata Guna Ruang Angkasa (air use planning)

Dalam ketentuan menimbang huruf a TAP MPR No. IX


Tahun 2001 Tentang Pembaruan Agraria Dan Pengelolaan
Sumber Daya Alam ditegaskan bahwa bahwa sumber
daya agraria/sumber daya alam meliputi bumi, air, ruang
angkasa dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya sebagai Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan Nasional
yang wajib disyukuri. Oleh karena itu harus dikelola dan
dimanfaatkan secara optimal bagi generasi sekarang dan
generasi mendatang dalam rangka mewujudkan
masyarakat adil dan makmur.

Ada beberapa definisi tata guna tanah yang dapat


dijadikan acuan:
1.Tata guna tanah adalah rangkaian kegiatan untuk
mengatur peruntukan, penggunaan dan persediaan
tanah secara berencana dan teratur sehingga diperoleh
manfaat yang lestari, optimal, seimbang dan serasi untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan negara.

2.Tata guna tanah adalah rangkaian kegiatan penataan,


penyediaan, peruntukan dan penggunaan tanah secara
berencana dalam rangka melaksanakan pembangunan
nasional.
Tata guna tanah adalah usaha untuk menata proyek-
proyek pembangunan, baik yang diprakarsai pemerintah
maupun yang tumbuh dari prakarsa dan swadaya
masyarakat sesuai dengan daftar sekala prioritas,
sehingga di satu pihak dapat tercapai tertib penggunaan
tanah, sedangkan di pihak lain tetap dihormati peraturan
perundangan yang berlaku.

Dari beberapa definisi tersebut dapat diambil unsur-unsur


yang ada, yaitu:
a. Adanya serangkaian kegiatan.
Yang meliputi pengumpulan data lapangan yang
menyangkut tentang penggunaan, penguasaan, dan
kemampuan fisik tanah, pembuatan rencana/pola
penggunaan tanah untuk kepentingan pembangunan dan
pengawasan serta keterpaduan di dalam pelaksanaanya.
b. Penggunaan tanah harus dilakukan secara berencana.
Ini mengandung konsekuensi bahwa penggunaan tanah
harus dilakukan atas dasar prinsip-prinsip tertentu.
Prinsip-prinsip tersebut ialah lestari, optimal, serasi dan
seimbang.
c. Adanya tujuan yang hendak dicapai.
Ialah untuk tercapainya sebesar-besar kemakmuran
rakyat menuju masyarakat yang adil dan makmur.

3.Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola


pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berujud
konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan
kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah
sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan
masyarakat secara adil (Pasal 1 PP No. 16 Tahun 2004
tentang Penatagunaan Tanah). Tanah adalah wujud
tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan
alami maupun buatan manusia. Pemanfaatan tanah
adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah tanpa
mengubah wujud fisik penggunaan tanahnya. Sedangkan
pengertian penguasaan tanah adalah hubungan hukum
antara orang per orang, kelompok orang atau badan
hukum dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam UU
No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU No. 5 Tahun 1960


pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula
tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air.
Sedangkan tanah menurut PP 16 Tahun 2004 ialah wujud
tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan
alami maupun buatan manusia.

Penatagunaan tanah merupakan bagian dari sub sistem


penataan ruang wilayah yang dituangkan dalam rencana
tata ruang wilayah. Rencana tata ruang wilayah ialah
hasil perencanaan tata ruang berdasarkan aspek
administrative dan atau aspek fungsional yang telah
ditetapkan.
TUJUAN TATA GUNA TANAH

Tujuan dari tata guna tanah harus diarahkan untuk dapat


mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Usaha-
usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut:
1.Mengusahakan agar tidak terjadi penggunaan tanah
yang salah tempat.
Maksudnya setiap kegiatan yang memerlukan tanah
harus diperhatikan mengenai data kemampuan fisik
tanah untuk mengetahui sesuai tidaknya kemampuan
tanah tersebut dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.

2.Mengusahakan agar tidak terjadi penggunaan tanah


yang salah urus.
Maksudnya setiap harus melaksanakan kewajibannya
memelihara tanah yang dikuasainya. Hal ini untuk
mencegah menurunnya kualitas sumber daya tanah yang
akirnya akan timbul kerusakan tanah.

3.Mengusahakan adanya penggendalian terhadap


perkembangan kebutuhan masyarakat akan tanah.
Pengendalian ini dilakukan untuk menghindari konflik
kepentingan akibat penggunaan tanah.
Mengusahakan agar terdapat jaminan kepastian hukum
bagi hak-hak atas tanah warga masyarakat.

4.Jaminan kepatian hukum penting untuk melindungi


warga masyarakat yang tanahnya diambil untuk
kepentingan proyek pembangunan.

Berdasarkan ketentuan PP No. 16 Tahun 2004 tentang


Penatagunaan Tanah tujuan dari penatagunaan tanah
ialah pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem
untuk kepentingan masyarakat secara adil. Secara rinci
penatagunaan tanah bertujuan untuk:
a. mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan
yang sesuai dengan RTRW;
b. mewujudkan penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi
kawasan dalam RTRW;
c. mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah serta
pengendalian pemanfaatan tanah;
d. menjamin kepastian hukum untuk memanfaatkan
tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan
hukum dengan tanah sesuai dengan RTRW yang telah
ditetapkan.

You might also like