You are on page 1of 10

Lung Function Test (Tes Fungsi Paru-paru) dan Proses Penuaan

Tes fungsi paru-paru adalah tes yang mengevaluasi seberapa baik kerja paru-paru. Tes ini menentukan berapa banyak udara yang dapat ditahan paru-paru dan seberapa cepat kita dapat memindahkan udara masuk dan keluar dari paru-paru. Tes ini juga digunakan ntuk mendiagnosis gangguan paru-paru dan seberapa parah gangguan tersebut. Beberapa macam tes fungsi paru: - spirometri - peak flow meter - gas diffusion test - residual volume measurement - body plethysmography, dll. 1. Peak Flow Meter Peak Flow Meter (PFM) adalah alat untuk mengukur jumlah aliran udara dalam jalan napas (PFR). Nilai PFR dapat dipengaruhi beberapa faktor misalnya posisi tubuh, usia, kekuatan otot pernapasan, tinggi badan dan jenis kelamin. Peak Flow Meter adalah alat ukur kecil, dpat digenggam, digunakan untuk memonitor kemampuan untuk menggerakkan udara, dengan menghitung aliran udara bronki dan sekarang digunakan untuk mengetahui adanya obtruksi jalan napas. Peak Flow Meter (PFM) mengukur jumlah aliran udara dalam jalan napas. Peak Flow Rate (PFR) adalah kecepatan (laju) aliran udara ketika seseorang menarik napas penuh, dan mengeluarkannya secepat mungkin. Agar uji (tes) ini menjadi bermakna, orang yang melakukan uji ini harus mampu mengulangnya dalam kelajuan yang sama, minimal sebanyak tiga kali. Terdapat beberapa jenis alat PFM. Alat yang sama harus senantiasa digunakan, agar perubahan dalam aliran udara dapat diukur secara tepat. Pengukuran PFR membantu menentukan apakah jalan napas tebuka atau tertutup. PFR menurun (angka dalam skala turun ke bawah) jika asma pada anak memburuk. PFR meningkat (angka dalam skala naik ke atas) jika penanganan asma tepat, dan jalan napas menjadi terbuka. Pengukuran PFR dapat membantu mengetahui apakah jalan napas menyempit, sehingga penanganan asma dapat dilakukan dini, juga membantu mengenali pemicu (penyebab) asma pada anak, sehingga dapat dihindari. Terdapat perbedaan nilai pengukuran (siklus) PFR dalam satu harinya. Dengan mengukur nilai PFR dua kali dalam

sehari menunjukkan gambaran PFR sepanjang hari. Anak yang berbeda usia dan ukuran badan memiliki nilai PFR yang berbeda. Dari keseluruhan tes fungsi paru, spirometri merupakan uji fungsi paruparu yang paling sering digunakan. 2. Spirometri Spirometri adalah metode untuk menilai fungsi paru-paru dengan mengukur volume udara yang mampu pasien lepaskan / hembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimal (ventilasidalam bentuk volume statik dan volume dinamik paru). Volum statik terdiri dari Volume tidal (VT), Volume CadanganInspirasi (VCI), Volume CadanganEkspirasi (VCE), Volume Residu(VR), KapasitiVital (KV), KapasitiVital Paksa(KVP),

KapasitiResiduFungsional (KRF), KapasitiParuTotal (KPT). Volum dinamik terdiri dari volume ekspirasi paksa detik pertama (vep1), Maximal voluntary ventilation (MVV).

Volum dan Kapasitas Paru

Keterangan tambahan: Kapasitas Inpirasi merupakan jumlah dari volume tidal ditambah volume cadangan inspirasi Kapasitas Residual Fungsional merupakan jumlah dari volume residual ditambah volume cadangan ekspirasi Kapasitas vital merupakan kapasitas paru total dikurangi volume residual. Kapasitas vital juga merupakan jumlah dari kapasitas inspirasi ditambah volume cadangan ekspirasi.

Indikasi pemeriksaan spirometri: Deteksi fungsi paru paru normal / abnormal Menilai progress penyakit Untuk menilai : Penurunan fungsi paru paru Untuk mempertimbangkan rujukan untuk oksigen rumah Membedakan antara asma dan PPOK Mengukur dampak dari paparan kerja Mengukur kemanjuran obat ( terutama untuk inhaled steroids ) Melakukan penilaian pra operasi Dll

Jenis Spirometer Spirometer genggam sederhana menghasilkan pembacaan FEVI dan FVC, yang perlu dibandingkan dengan nilai prediksi normal. Spirometer menghasilkan tampilan visual yaitu atau print-out dari volume udara yang dihembuskan dari waktu ke waktu, kurva volume-waktu, sehingga anda dapat melihat seberapa baik pasien telah melakukan maneuver. Jika spirometer memiliki fasilitas memori, anda juga mungkin dapat menyimpan hasil pemeriksaan pasien. Spirometer elektronik banyak juga menampilkan kurva aliran. Kebanyakan spirometer menghitung presentase dari nilai prediksi normal karena memiliki data referensi yang sudah diprogram. Anda harus memasukkan rincian jenis kelamin pasien, ras, usia dan tinggi. Spirometer dirancang untuk digunakan di semua jenis penyakit paru-paru dan bukan hanya PPOK. Beberapa spirometer akan memberikan laporan hasil fungsi paru-paru serta keparahan penyakit. Indikasi lain penggunaan spirometri adalah untuk menentukan kekuatan dan fungsi dada, mendeteksi berbagai penyakit saluran pernapasan terutama akibat pencemaran lingkungan dan asap rokok. Berbagai penelitian untuk menguji fungsi paru dilakukan pada penderita berusia <60 tahun. dan prediksi nilai spirometri didasarkan pada hasil studi tersebut. Di Indonesia, Tim Pneumobile dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah membuat nilai rujukan fungsi paru untuk orang sehat berusia antara 13 sampai 70 tahun. Parameter yang digunakan untuk menentukan fungsi paru adalah volume eskpirasi paksa satu detik pertama (Forced expiratory volume in 1 second/FEV1), kapasitas vital paksa (forced vital capacity/FVC) dan rasio FEV1 /FVC. Nilai rujukan yang sahih untuk parameter spirometri pada lanjut usia Afro-African dan Japanese-American yang sehat sudah dilaporkan sebelumnya. Kenyataannya, prediksi nilai spirometri untuk lanjut usia seringkali didasarkan pada observasi atau ekstrapolasi dari hasil penelitian usia muda. Namun, harus diingat prediksi nilai spirometri pada lanjut usia berdasarkan data dari usia muda seringkali tidak tepat karena hubungan antara fungsi paru, usia dan tinggi badan akan berubah dengan meningkatnya usia. Petunjuk internasional merekomendasikan bahwa nilai rujukan spirometri tidak dapat diekstrapolasi berdasarkan data usia dan tinggi badan yang melebihi usia yang tesedia. Untuk Indonesia data nilai rujukan spirometri untuk orang sehat yang tersedia saat ini hanya untuk usia 13 sampai 70

tahun. Dengan semakin meningkatnya derajat kesehatan masyarakat Indonesia, populasi masyarakat yang berusia >70 tahun akan semakin bertambah.

Penuaan dan perubahan pada dinding dada Sebuah penelitian tentang perubahan compliance dinding thorax menyatakan bahwa proses penuaan berhubungan dengan penurunan compliance, yang meliputi compliance thorax atas dan kompartemen diphragma-abdomen (thorax bawah). Pada pasien usia lanjut sering ditemukan kalsifikasi kartilago costae dan chondrosternal junction serta penyakit sendi degeneratif dari spina dorsal. Perubahan bentuk thorax berhubungan dengan osteoporosis partial atau complete fraktur vertebral yang menyebabkan kyphosis dorsal atau anteroposteriordiameter.

Otot-otot Pernapasan Kinerja otot pernafasan terganggu dengan pertambahan usia bersamaan dengan perubahan pada tulang rusuk , dinding dada menurun, compliance, dan peningkatan functional residual capacity ( FRC) yang dihasilkan dari penurunan elastisitas paru-paru. Kelengkungan kyphosis tulang belakang dan diameter anteroposterior dada meningkat dengan penuaan, sehingga mengurangi kelengkungan dari diafragma dan dengan demikian meningkatkan kapasitas paruparu. Perubahan compliance dinding dada kepatuhan mengakibatkan peningkatan bernapas dari diafragma dan otot abdominal serta kontribusi yang sedikit dari otot-otot dada. Pada sebuah penelitian, compliance sistem respirasi pada usia 60 tahun 20% lebih rendah dibanding pada usia 20 tahun.

Compliance rongga dada, sistem pernapasan, dan elastisitas paru-paru menurunan seiring dengan penuaan , sehingga menjebak udara statis (meningkatkan RV), FRC juga meningkat , dan terjadi peningkatan kerja pernapasan.

Fungsi otot pernapasan juga dipengaruhi oleh penuaan, baik sebagai konsekuensi dari perubahan geometrik dalam tulang rusuk, status gizi (massa tubuh tanpa lemak, berat tubuh), fungsi jantung, atau melalui usia terkait penurunan massa otot perifer dan fungsi (disebut sebagai sarcopenia). Pada sebuah penelitian dengan subyek 80 tahun, nilai-nilai MIP (Maksimum inspiratory Pressures) dapat mencapai nilai rendah kritis, hal ini dapat mengakibatkan hipoventilasi alveolar atau kegagalan pernafasan dalam situasi klinis seperti gagal jantung atau pneumonia. Expiratory flow rate juga menurun dengan penuaan, dengan karakteristik perubahan dalam kurva flow volume menunjukkan adanya peningkatan kolaps saluran napas perifer.

Pertukaran gas bertahan saat istirahat dan selama beraktivitas walaupun luas permukaan alveolar berkurang dan heterogenitas ventilasi perfusi meningkat. Bahkan, pada atlet yang berusia lebih tua yang memiliki teratur pelatihan fisik, sistem pernapasan tetap mampu beradaptasi dengan tingkat latihan yang tinggi. Pada orang yang kurang beraktivitas fisik, VO2max menurun seiring dengan penuaan, sedangkan kerja pernapasan, pada ventilasi tertentu meningkat. Penurunan sensitivitas pusat pernapasan terhadap hipoksia atau hiperkapnia dapat mengakibatkan respon ventilasi berkurang pada kasus penyakit, seperti gagal jantung, infeksi, atau PPOK, meskipun data mengenai respon ventilasi terhadap hipoksia pada orang tua belum jelas.

Berikut ini beberapa rumus regresi dari berbagai tes fungsi paru-paru dengan subjek usia lanjut:

Perubahan yang terjadi pada proses menua terhadap system respirasi yang berpengaruh pada lung function test (tes fungsi paru-paru): 1. Perubahan geometrik rongga dada (dapat karena kalsifikasi kartilago costae, chondrosternal junction, degenerative sendi spina dorsal, osteoporosis, vertebral fracture, kyphosis) 2. Volum paru-paru menyempit 3. Penurunan fungsi otot-otot respirasi Perubahan parenkim paru-paru dan jalan napas (pembesaran duktus alveolaris, jaringan ikat sekitar jalan napas berkurang), terjadi pergeseran kurva pressure-volume ke kiri dank e atas. 4. RV (Residual Volume), FRC (Functional Residual Capacity) meningkat 5. Forced expiratory volume in 1 second (FEV1) or forced vital capacity (FVC) menurun 6. MIP (maximal inspiratory pressure) dan MEP (maximal expiratory pressure) menurun 7. Perubahan gas exchange (pertukaran gas) Peningkatan ketidakseimbangan V/Q 8. V max menurun

9. Respon terhadap hipercapnia dan hipoksia menurun 10. Kapasitas difusi karbon monoksida di paru-paru menurun karena flattering permukaan dalam alveoli

You might also like