You are on page 1of 0

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Masa Nifas
a. Pengertian
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil.
Lama masa nifas ini yaitu 6 8 minggu (Mochtar, R, 2002).
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa dimulai setelah
partus selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Wiknjosastro, H,
2005).
Masa nifas (puerperium) adalah masa dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil selama 6 minggu (Saifudin, AB, 2002).
b. Periode nifas
Menurut Mochtar (2002) nifas dibagi menjadi 3 periode yaitu
puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan, puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh
alat-alat genetalia yang lama 6 8 minggu, remote puerperium yaitu
waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.

2. Involusi Uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana
uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram.
Involusi uteri dapat juga dikatakan sebagai proses kembalinya uterus pada
keadaan semula atau keadaan sebelum hamil (Pusdiknakes, WHO, J HPIEGO,
2003).






Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan decidua/
endometrium dan pengelupasan lapisan pada tempat implantasi plasenta
sebagai tanda penurunan ukuran dan berat serta perubahan tempat uterus,
warna dan jumlah lokia (Sekolah Bidan, 2008).
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
a. Iskemia Miometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari
uterus setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relative anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi (Sekolah Bidan, 2008).
b. Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi
di dalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot
yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan
lima kali lebar dari semula selama kehamilan atau dapat juga dikatakan
sebagai pengrusakan secara langsung jaringan hipertropi yang berlebihan
hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron
(Sekolah Bidan, 2008).
c. Efek Oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot
uterin sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk
mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi
perdarahan (Pusdiknakes, WHO, J HPIEGO, 2003).







Gambar 2.1. Involusi Uterus Paska Persalinan






Penurunan ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan oleh perubahan
lokasi uterus ketika turun keluar dari abdomen dan kembali menjadi organ
pelviks. Segera setelah proses persalinan puncak fundus kira-kira dua pertiga
hingga tiga perempat dari jalan atas diantara simfisis pubis dan umbilicus.
Kemudian naik ke tingkat umbilicus dalam beberapa jam dan bertahan hingga
satu atau dua hari dan kemudian secara berangsur-angsur turun ke pelviks
yang secara abdominal tidak dapat terpalpasi di atas simfisis setelah sepuluh
hari (Wiknjosastro, H, 2005).
Perubahan uterus ini berhubungan erat dengan perubahan-perubahan
pada miometrium. Pada miometrium terjadi perubahan-perubahan yang
bersifat proteolisis. Hasil dari proses ini dialirkan melalui pembuluh getah
bening (Sekolah Bidan, 2008).
Decidua tertinggal dalam uterus setelah separasi dan ekspulsi plasenta
dan membrane yang terdiri dari lapisan zona basalis dan suatu bagian lapisan
zona spongiosa pada decidua basalis (tempat implantasi plasenta) dan decidua
parietalis (lapisan sisa uterus). Decidua yang tersisa ini menyusun kembali
menjadi dua lapisan sebagai hasil invasi leukosit yaitu: (a) suatu degenerasi
nekrosis lapisan superficial yang akan terpakai lagi sebagai bagian dari
pembuangan lochia dan lapisan dalam dekat miometrium; (b) lapisan yang
terdiri dari sisa-sisa endometrium di lapisan basalis. Endometrium akan
diperbaharui oleh proliferasi epithelium endometrium. Regenerasi
endometrium diselesaikan selama pertengahan atau akhir dari postpartum
minggu ketiga kecuali di tempat implantasi plasenta (Sekolah Bidan, 2008).
Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari decidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan
keluar bersama dengan sisa cairan, suatu campuran antara darah yang
dinamakan lochia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.
Pengeluaran lokia ini biasanya berakhir dalam waktu 3 sampai 6 minggu
(Pusdiknakes, WHO, J HPIEGO, 2003).







3. Perubahan perubahan Lain pada Masa Nifas
a. Perubahan fisik berupa pengeluaran lokia, bekas implantasi uri, luka-luka,
rasa sakit, tanda-tanda vital, perubahan servik, dan ligamen-ligamen.
1. Lokia
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari decidua
yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang
mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah
dan decidua tersebut dinamakan lokia, yang biasanya berwarna merah
muda atau putih pucat.
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan
mempunyai reaksi basa/ alkalis yang dapat membuat organisme
berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina
normal. Lokia mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Secret
mikroskopik lokia terdiri dari eritrosit, peluruhan decidua, sel epitel dan
bakteri. Lokia mengalami perubahan karena proses involusi.
Pengeluaran Lokia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya
diantaranya : (a) lokia rubra/ merah (kruenta), lochia ini muncul pada
hari pertama sampai hari ketiga masa postpartum. Sesuai dengan
namanya, warnanya biasanya merah dan mengandung darah dari
perobekan/ luka pada plasenta dan serabut dari deciduas dan chorion.
Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum
dan sisa darah; (b) lokia serosa, lokia ini muncul pada hari kelima
sampai kesembilan postpartum. Warnanya biasanya kekuningan atau
kecoklatan. Lokia ini terdiri dari lebih sedikit darah dan lebih banyak
serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta; (c) lokia
alba, lokia ini muncul lebih dari hari ke-sepuluh postpartum. Warnanya
lebih pucat, putih kekuningan dan lebih banyak mengandung leukosit,
selaput lender, serviks dan serabut jaringan yang mati (Sekolah Bidan,
2008).






Bila pengeluaran lokia tidak lancar maka disebut Lochiastasis.
Kalau lokia tetap berwarna merah setelah 2 minggu ada kemungkinan
tertinggalnya sisa plasenta atau karena involusi yang kurang sempurna
yang sering disebabkan retroflexio uteri. Lokia mempunyai suatu
karakteristik bau yang tidak sama dengan sekret menstrual. Bau yang
paling kuat pada lokia serosa dan harus dibedakan juga dengan bau yang
menandakan infeksi (Sekolah Bidan, 2008).
Lokia disekresikan dengan jumlah banyak pada awal jam
postpartum yang selanjutnya akan berkurang sejumlah besar sebagai
lokia rubra, sejumlah kecil sebagai lokia serosa dan sejumlah lebih
sedikit lagi lokia alba. Umumnya jumlah lokia lebih sedikit bila wanita
postpartum berada dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini
terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas manakala
wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar
manakala dia berdiri. Total jumlah rata-rata pembuangan lokia kira-kira
8 hingga 9 oz atau sekitar 240 hingga 270 ml (Varneys Midwifery,
2004).
2. Bekas Implantasi Uri
Placenta bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum
uteri dengan diameter 7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada
minggu ke enam 2,4 cm dan akhirnya pulih (Mochtar, R, 2002).
3. Luka Luka
Luka pada jalan lahir seperti bekas episiotomi yang telah dijahit,
luka pada vagina dan serviks, umumnya (bila tidak seberapa luas) akan
sembuh dalam 6 7 hari bila tidak disertai infeksi. Infeksi mungkin
mengakibatkan sellulitis yang dapat menjalar sampai terjadi keadaan
sepsis (Mochtar, R, 2002).
4. Rasa Sakit
Rasa sakit yang disebut after pains (merian atau mules-mules)
adalah disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2 4 hari
pasca persalinan. Perasaan mules ini lebih terasa bila wanita tersebut






sedang menyusui. Perasaan sakit itupun timbul bila masih terdapat sisa-
sisa selaput ketuban, sisa-sisa plasenta, atau gumpalan darah di dalam
kavum uteri. Hal ini diberikan pengertian pada ibu ini dan kalau terlalu
mengganggu dapat diberikan obat-obat anti sakit dan obat anti mules
(Wiknjosastro, H, 2005).
5. Tanda-tanda Vital
Suhu badan wanita in partu tidak lebih dari 37,2 Celcius.
Sesudah partus dapat naik +0,5 Celcius dari keadaan normal, tetapi
tidak melebihi 38,0 Celcius. Sesudah 12 jam pertama melahirkan,
umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu badan lebih dari
38,0 Celcius, mungkin ada infeksi. Nadi berkisar umumnya antara 60
80 denyutan per menit. Segera setelah partus dapat terjadi bradikardia.
Bila terjadi takikardia sedangkan badan tidak panas, mungkin ada
perdarahan berlebihan. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil
dibandingkan dengan suhu badan. Pada beberapa kasus ditemukan
keadaan hipertensi postpartum. Tetapi ini akan menghilang dengan
sendirinya apabila tidak terdapat penyakit-penyakit lain yang
menyertainya dalam 2 bulan tanpa pengobatan (Wiknjosastro, H,
2005).
6. Servik
Setelah persalinan bentuk servik agak menganga seperti corong
berwarna merah kehitaman, konsistennya lunak. Kadang-kadang
terdapat perlukaan, perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa
masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2 3 jari dan
setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari (Mochtar, R, 2002).
7. Ligamen ligamen
Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur angsur menjadi ciut dan
pulih kembali sehingga tidak jarang uterus ke belakang dan menjadi
retrofleksi, karena ligamentum rotundum menjadi kendor (Mochtar, R,
2002).






b. Perubahan Psikologi
Gangguan psikologis yang sering terjadi pada masa nifas yaitu:
(a) Post partum blues, merupakan kesedihan atau kemurungan setelah
melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua
hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi ditandai dengan gejala-
gejala: cemas tanpa sebab, menangis tanpa sebab, tidak percaya diri,
sensitif, mudah tersinggung dan merasa kurang menyayangi bayinya; (b)
Post partum syndrome (pps), merupakan kesedihan dan kemurungan
yang biasa bertahan satu sampai dua tahun; (c) Depresi post partum, ibu
yang merasakan kesedihan, kebebasan, interaksi sosial, dan
kemandiriannya berkurang. Gejala gejalanya : sulit tidur, nafsu makan
hilang, perasaan tidak berdaya atau kehilangan kontrol (Huliana, M,
2003).
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan
mengalami fase fase sebagai berikut (Huliana, M, 2003):
1. Fase taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung dari
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu,
fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman
secara persalinan sering berulang-ulang diceritakan;
2. Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3 10 hari
setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam merawat
bayinya. Selain itu, perasaan ibu sangat sensitif sehingga mudah
tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh sebab itu,
ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan
yang baik menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan
bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri;
3. Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan
peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan.
Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan






bayinya. Pada fase ini sudah ada keinginan tinggi untuk merawat
bayinya.

4. Faktor Penunjang Proses Involusi Uterus
a. Nutrisi
Ibu nifas memerlukan diet untuk mempertahankan tubuh terhadap
infeksi, mencegah konstipasi dan untuk memulai proses memberikan ASI,
serta untuk memulihkan kesehatan (Depkes, 2004).
Pada saat proses persalinan ibu kehilangan banyak cairan dan
tenaga, sehingga sering kali menimbulkan kelelahan dan berakibat ibu
tidak mau melakukan aktivitas. Nutrisi berguna untuk membantu
mengganti sel-sel yang keluar selama proses persalinan dan proses
pemulihan rahim (J enny, Sr, 2006).
Makanan yang dikonsumsi harus bermutu, bergizi, dan cukup
kalori. Sebaiknya makan makanan yang mengandung protein, banyak
cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan (Mochtar, R, 2002). Ibu nifas harus
mendapatkan nutrisi dengan tambahan kalori sebesar 200 500 kalori dari
selama hamil (Depkes, 2004).
b. Eliminasi
Hendaknya Buang Air Kecil (BAK) dapat dilakukan secepatnya.
Kadang-kadang wanita mengalami sulit BAK, karena sphingter uretra
tertekan oleh kepala bayi dan spasme oleh iritasi musculus sphingter ani
selama persalinan (Mochtar, R, 2002).
J ika dalam enam jam paska bersalin belum dapat BAK, maka perlu
dilakukan kateterisasi (J enny, Sr, 2006). Dapat pula dilakukan rangsangan
untuk berkemih seperti sitz bath untuk mengurangi oedema dan relaksasi
sphingter atau dengan kompres air hangat/ dingin (Depkes, 2004).
Buang Air Besar (BAB) harus dilakukan 3 4 hari paska bersalin.
Bila masih sulit BAB dan terjadi obstipasi apalagi berak keras dapat
diberikan obat laksas per oral/ per rectal. J ika masih belum bisa maka
dilakukan klisma (Mochtar, R, 2002).






J ika tidak bisa BAK dan BAB, berarti proses involusi akan
terhambat, untuk itu ibu-ibu paska bersalin disarankan banyak minum,
minimal 2 3 liter per hari untuk mengganti cairan tubuh yang banyak
hilang saat bersalin dan mempercepat proses agar BAK lancar
(Puspayanti, 2009).
c. Laktasi
Laktasi adalah produksi dan pengeluaran ASI. Laktasi ini dapat
dipercepat dengan memberikan rangsangan puting susu (isapan bayi/
meneteki bayi secara dini). Pada puting susu terdapat saraf-saraf sensorik
yang jika mendapat rangsangan (isapan bayi) maka timbul impuls menuju
hipotalamus kemudian disampaikan pada kelenjar hipofisis bagian depan
dan belakang. Pada kelenjar hipofisis bagian depan akan mempengaruhi
pengeluaran hormon prolaktin yang berperan dalam peningkatan produksi
ASI, sedangkan kelenjar hipofisis bagian belakang akan mempengaruhi
pengeluaran hormon oksitosin, hormon ini berfungsi memacu kontraksi
otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI
dipompa keluar serta memacu kontraksi otot rahim sehingga involusi
uterus berlangsung lebih cepat dari biasanya (Suradi, R, 2004).
Pengeluaran hormon oksitosin juga dapat dipercepat dengan cara
ibu memikirkan untuk menyusui bayinya. Tanda dan perasaan bahwa
reflek oksitosin telah berjalan (Mexsitalia), yaitu sebagai berikut: (1) ibu
mungkin merasa ada perasaan memeras dan menggelitik dalam
payudaranya sesaat sebelum atau selama menyusui; (2) ASI mengalir dari
payudara bila ibu memikirkan bayinya atau mendengar tangis bayinya; (3)
ASI menetes pada payudara sebelah ketika bayi menghisap/ menetek; (4)
ASI memancar halus ketika bayi menghentikan menetek di tengah
menyusui; (5) nyeri karena kontraksi rahim, kadang dengan aliran darah
ketika menyusui dalam minggu pertama; (6) isapan dan menelan yang
pelan dan dalam oleh bayi yang menunjukkan ASI mengalir dalam
mulutnya.







d. Personal Hygiene
Pada prinsipnya, alasan kebersihan vagina pada masa nifas perlu
dijaga (Handayani, F, 2007) yaitu banyak darah atau lokia yang keluar dari
vagina; vagina berada dekat saluran buang air kecil dan buang air besar
yang tiap hari dilakukan; adanya luka di daerah perineum yang bila
terkena kuman dapat menjadi infeksi; vagina merupakan organ terbuka
yang mudah dimasuki kuman kemudian menjalar ke rahim.
Luka perineum akibat episiotomi, ruptura atau laserasi merupakan
daerah yang tidak mudah dijaga agar tetap bersih dan kering. Untuk itu
perlu dilakukan vulva hygiene karena dapat memberikan kesempatan
untuk melakukan inspeksi secara seksama pada daerah perineum dan
mengurangi rasa sakit (Depkes, 2004).
Vulva hygiene sebaiknya menggunakan air hangat yang mengalir
(bisa ditambah larutan antiseptik) atau duduk berendam dalam larutan
antiseptik selama 10 menit setiap kali BAK atau BAB, basuh dari depan
ke belakang hingga tidak ada sisa-sisa kotoran yang menempel disekitar
vagina baik itu air seni maupun feses yang mengandung kuman dan bisa
menimbulkan infeksi pada luka jahitan (Imam, S, 2009). Hendaknya
sering mengganti pembalut (setiap 4 jam atau jika dirasa sudah tidak
nyaman lagi) dan membersihkan daerah perineum (J enny, Sr, 2006).
e. Istirahat
Setelah mengalami proses persalinan, maka ibu membutuhkan
istirahat yang cukup untuk memulihkan keadaannya. Istirahat dapat berupa
tidur siang maupun tidur malam hari (Huliana, M, 2003).
f. Riwayat Persalinan
Persalinan (partus labour) adalah proses pengeluaran produk
konsepsi yang viable melalui jalan lahir biasa (Mochtar, R, 2002).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 42 minggu), lahir spontan
dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa
komplikasi baik ibu maupun janinnya (Saifuddin, AB, 2002).






Komplikasi selama persalinan seringkali menimbulkan komplikasi
pada masa nifas, sehingga membutuhkan penanganan dan pengawasan
khusus. Walaupun early ambulation dapat mencegah hambatan aliran
darah yang berakibat terjadinya trombosis vena dalam atau DTV (Deep
Vein Thrombosis), namun apabila mobilisasi dilakukan secara berlebihan
dapat membebani jantung sehingga proses involusi terganggu (Imam, S,
2007).
g. Luka/ robekan perineum
Perineum adalah daerah antara vulva dan anus. Biasanya, setelah
melahirkan perineum menjadi agak bengkak/ memar dan mungkin ada
luka bekas jahitan bekas robekan atau episiotomi, yaitu sayatan untuk
memperluas pengeluaran bayi (Depkes, 2004).
Menurut Wiknjosastro (2005), luka perineum adalah luka pada
perineum karena adanya robekan jalan lahir baik karena episiotomi
maupun melahirkan janin. Pada luka perineum ini sebaiknya dilakukan
perawatan luka perineum. J ika perawatan luka perineum dilakukan dengan
baik dapat menghindarkan dari infeksi. Infeksi bisa terjadi karena ibu
kurang telaten melakukan perawatan paska persalinan. Ibu takut
menyentuh luka yang ada pada perineum sehingga memilih tidak
membersihkannya. Padahal dalam keadaan luka perineum rentan didatangi
kuman dan bakteri sehingga mudah terinfeksi.
h. Latihan/ senam nifas
Umumnya, para ibu paska melahirkan takut melakukan banyak
gerakan. Sang ibu biasanya khawatir gerakan-gerakan yang dilakukannya
akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Padahal, apabila ibu
bersalin melakukan ambulasi dini, itu bisa memperlancar terjadinya proses
involusi uteri (kembalinya rahim ke bentuk semula) (Henry, 2009).
Salah satu aktivitas yang dianjurkan untuk dilakukan para ibu
setelah persalinan adalah senam nifas. Senam ini dilakukan sejak hari
pertama setelah melahirkan hingga hari kesepuluh. Dalam pelaksanannya,
harus dilakukan secara bertahap, sistematis, dan kontinyu (Henry, 2009).






Tujuan senam nifas ini di antaranya memperbaiki sirkulasi darah,
memperbaiki sikap tubuh setelah hamil dan melahirkan, memperbaiki
tonus otot pelvis, memperbaiki regangan otot abdomen/ perut setelah
hamil, memperbaiki regangan otot tungkai bawah, dan meningkatkan
kesadaran untuk melakukan relaksasi otot-otot dasar panggul (Henry,
2009).
Program senam nifas dimulai dari tahap yang paling sederhana
hingga yang sulit. Dimulai dengan mengulang tiap 5 gerakan. Setiap hari
ditingkatkan sampai 10 kali. Adapun gerakan-gerakannya sebagai berikut
(Henry, 2009) :
Hari pertama, ambil nafas dalam-dalam, perut dikembungkan,
kemudian napas dikeluarkan melalui mulut. Ini dilakukan dalam posisi
tidur terlentang. Hari kedua, tidur terlentang, kaki lurus, tangan
direntangkan kemudian ditepukkan ke muka badan dengan sikap tangan
lurus, dan kembali ke samping. Hari ketiga, berbaring dengan posisi
tangan di samping badan, angkat lutut dan pantat kemudian diturunkan
kembali. Hari keempat, tidur terlentang, lutut ditekuk, kepala diangkat
sambil mengangkat pantat. Hari kelima, tidur terlentang, kaki lurus,
bersama-sama dengan mengangkat kepala, tangan kanan, menjangkau
lutut kiri yang ditekuk, diulang sebaliknya. Hari keenam, tidur terlentang,
kaki lurus, kemudian lutut ditekuk ke arah perut 90 secara bergantian
antara kaki kiri dan kaki kanan. Hari ketujuh, tidur terlentang kaki lurus
kemudian kaki dibuka sambil diputar ke arah luar secara bergantian. Hari
8, 9, 10, tidur terlentang kaki lurus, kedua telapak tangan diletakkan di
tengkuk kemudian bangun untuk duduk (sit up).
i. Mobilisasi dini
Menurut Soelaiman dalam Fefendi (2008), mobilisasi dini adalah
kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari
tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan. Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu
upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara






membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis. Konsep
mobilisasi mula-mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan
pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya
untuk mencegah komplikasi.
1) Rentang Gerak Dalam Mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu: (a) rentang
gerak pasif, rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan
otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara
pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien;
(b) rentang gerak aktif, hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan
otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif
misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya; (c) rentang gerak
fungsional, berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan
melakukan aktifitas yang diperlukan (Fefendi, 2008).
2) Manfaat Mobilisasi Dini
Manfaat mobilisasi adalah penderita merasa lebih sehat dan
kuat dengan early ambulation. Dengan bergerak, otot-otot perut dan
panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat
kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa
sehat dan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat
kesembuhan. Faal usus dan kandung kencing lebih baik. Dengan
bergerak akan merangsang peristaltic usus kembali normal. Aktifitas
ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti
semula (Fefendi, 2008).
Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk
ibu merawat anaknya. Perubahan yang terjadi pada ibu paska
persalinan akan cepat pulih misalnya kontraksi uterus, dengan
demikian ibu akan cepat merasa sehat dan bisa merawat anaknya
dengan cepat. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli,
dengan mobilisasi sirkulasi darah normal/ lancar sehingga resiko






terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan (Fefendi,
2008).
3) Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi yaitu
Kerugian bila tidak melakukan mobilisasi yaitu peningkatan
suhu tubuh, karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga
sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah
satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh. Dengan
mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras,
maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena
kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka.
Selain itu bila tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat
pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan
terganggunya kontraksi uterus (Fefendi, 2008).
4) Tahap-tahap Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini dilakukan secara bertahap yaitu pada 6 jam
pertama ibu paska persalinan harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini
yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan,
menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki,
mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan
menggeser kaki. Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring
kekiri dan kekanan mencegah trombosis dan tromboemboli. Setelah 24
jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk. Setelah ibu
dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan (Fefendi, 2008).

5. Perawatan Paska Persalinan
Menurut Mochtar (2002) perawatan masa nifas meliputi :
a) Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang
selama 8 jam paska persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke kanan
dan ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli.






Pada hari ke 2 diperbolehkan duduk, hari ke 3 jalan jalan, hari ke
4 atau ke 5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas mempunyai
variasi, bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya
luka-luka.
b) Diet
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya
makan-makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran
dan buah-buahan.
c) Miksi
Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-
kadang wanita mengalami sulit kencing, karena sfingter uretra ditekan
oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi m.sphincter ani selama
persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung kemih yang terjadi
selama persalinan. Kandung kemih penuh dan wanita sulit kencing,
sebaiknya dilakukan katererisasi.
d) Defekasi
Buang air besar harus dilakukan 3 4 hari paska persalinan. Bila
masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras dapat
diberikan obat laksans per oral atau per rektal. J ika masih belum bisa
dilakukan klisma.
e) Perawatan payudara (mammae)
Perawatan mammae telah dimulai sejak wanita hamil supaya
punting susu lemas, tidak keras dan kering, sebagai persiapan untuk
menyusui bayinya. Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan
cara : (1) pembalutan mammae sampai tertekan, (2) pemberian obat
esterogen untuk supresi LH seperti tablet lynoral dan parlodel. Dianjurkan
sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena sangat baik untuk kesehatan
bayinya.
f) Laktasi
Untuk menghadapi masa laktasi (menyusukan) sejak dari
kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mamma yaitu :






(1) Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli dan jaringan
lemak bertambah.
(2) Keluar cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut kolostrum
bewarna kuning kuning susu.
(3) Hipervasularisasi pada permukaan dan bagian dalam dimana vena
vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
(4) Setelah persalinan pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang.
Maka timbul pengaruh lactogenic hormone (LH) atau prolaktin yang
akan merangsang air susu. Di samping itu pengaruh oksitosin
menyebabkan mio-epitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu
keluar. Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari postpartum.
6. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni : indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, S,
2007).
b. Pentingnya Pengetahuan (Notoatmodjo, S, 2007)
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Dari
pengalaman dan penelitian temyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan.
Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru
didalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan yakni: (1) Awareness
(kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek); (2) Interest (merasa tertarik)
terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai
timbul; (3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya






stimulus tersebut bagi dirinya; (4) Trial, sikap dimana subjek mulai
mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang kehendaki oleh
stimulus; (5) Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui
proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap
yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).
Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran akan tidak berlangsung lama. J adi, pentingnya pengetahuan
disini adalah dapat menjadi dasar dalam merubah perilaku sehingga
perilaku itu langgeng (Notoatmodjo, S, 2007).
c. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan (Notoatmodjo, S, 2007), yaitu :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik, dan
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh sebab itu, "tahu" ini adalah merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Contoh: dapat
menyebutkan tanda-tanda bahaya pada masa nifas.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek






yang telah dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus
makan makanan yang bergizi.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil
(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan
rumus statistik dalam penghitungan-penghitungan hasil penelitian,
dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah
(problem solving cycle) didalam pemecahan masalah kesehatan dari
kasus yang diberikan.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam
suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata
kerja : dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan,
dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.






Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui
atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan
pengetahuan (Notoatmodjo, S, 2007).
d. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku
Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan. Perilaku manusia adalah suatu aktivitas daripada manusia
itu sendiri. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon
seseorang (organisme) terhadap stimulasi yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Blum
(1986) menyatakan ada 4 faktor yang mempengaruhi dcrajat kesehatan
pada manusia yaitu genetik (hereditas), lingkungan, pelayanan kesehatan,
dan perilaku (Notoatmodjo, S, 2007).
Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007) ada tiga
faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun
kelompok sebagai berikut: (1) faktor yang mempermudah (predisposing
factor) yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, norma sosial,
dan unsur lain yang terdapat dalam diri individu maupun masyarakat; (2)
faktor pendukung (enabling factor) antara lain umur, status sosial
ekonomi, pendidikan, dan sumber daya manusia; (3) faktor pendorong
(reinforcing factor) yaitu faktor yang memperkuat perubahan perilaku
seseorang yang dikarenakan adanya sikap suami, orang tua, tokoh
masyarakat atau petugas kesehatan.
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
1. Pengalaman
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman baik dari
pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain.
Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran
suatu pengetahuan.







2. Ekonomi (pendapatan)
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun
kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih
lebih tercukupi bila dibandingkan keluarga dengan status ekonomi
rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan
informasi pendidikan yang termasuk dalam kebutuhan sekunder.
3. Lingkungan sosial ekonomi
Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan
saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Individu yang dapat
berinteraksi lebih banyak dan baik, maka akan lebih besar ia terpapar
informasi.
4. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam
pemberian respon terhadap sesuatu yang datangnya dari luar. Orang
yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih
rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir
sejauhmana keuntungan yang akan mereka dapatkan.
5. Paparan media massa atau informasi
Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik
berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga
seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio,
majalah, dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih
banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pemah terpapar
informasi media massa.
6. Akses layanan kesehatan atau fasilitas kesehatan
Mudah/ sulitnya dalam mengakses kesehatan tentunya akan
berpengaruh terhadap pengetahuan khususnya dalam hal kesehatan.










7. Penyuluhan Kesehatan
a) Pengertian
Salah satu komponen di dalam pelayanan kesehatan dasar itu adalah
pendidikan kesehatan, yang di Indonesia pernah juga disebut dengan penyuluhan
kesehatan.
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan
cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja
sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang
ada hubungannya dengan kesehatan.
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan
yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup
sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara
perseorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan (Effendy, N,
1998).
Pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang
yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu, dan masyarakat.
Pendidikan kesehatan tidak dapat diberikan kepada seseorang oleh orang lain,
bukan seperangkat prosedur yang harus dilaksanakan atau suatu produk yang
harus dicapai, tetapi sesungguhnya merupakan suatu proses perkembangan yang
berubah secara dinamis, yang didalamnya seseorang menerima atau menolak
informasi, sikap, maupun praktek baru, yang berhubungan dengan tujuan hidup
sehat.
b) Tujuan Pendidikan Kesehatan
Tujuan pendidikan kesehatan adalah (Effendy, N, 1998) (1) tercapainya
perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan
memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam
upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (2) terbentuknya perilaku
sehat pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang sesuai dengan
konsep hidup sehat baik fisik, mental, dan sosial sehingga dapat menurunkan
angka kesakitan dan kematian. Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan






adalah untuk merubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang
kesehatan.
c) Unsur-unsur Pendidikan Kesehatan
Unsur-unsur pendidikan kesehatan, yaitu: (1) Input adalah sasaran
pendidikan (individu, kelompok, masyarakat), dan pendidik (pelaku pendidikan);
(2) Proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain); (3) Output
(melakukan apa yang diharapkan atau perilaku).
d) Langkah-langkah Penyuluhan Kesehatan
Dalam melakukan penyuluhan kesehatan, maka penyuluh yang baik harus
melakukan penyuluhan sesuai dengan langkah langkah dalam penyuluhan
kesehatan masyarakat sebagai berikut (Effendy, N, 1998) :
1) Mengkaji kebutuhan kesehatan masyarakat.
2) Menetapkan masalah kesehatan masyarakat.
3) Memprioritaskan masalah yang terlebih dahulu ditangani melalui
penyuluhan kesehatan masyarakat.
4) Menyusun perencanaan penyuluhan : menetapkan tujuan, penentuan sasaran,
menyusun materi/ isi penyuluhan, memilih metoda yang tepat, menentukan
jenis alat peraga yang akan digunakan, penentuan kriteria evaluasi,
pelaksanaan penyuluhan, penilaian hasil penyuluhan, tindak lanjut dari
penyuluhan
Menurut Effendy (1998), faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap
sasaran dalam keberhasilan penyuluhan kesehatan adalah :
1. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap
informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima
informasi yang didapatnya.
2. Tingkat Sosial Ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah
pula dalam menerima informasi baru.







3. Adat Istiadat
Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru
merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita masih
sangat menghargai dan menganggap sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
4. Kepercayaan Masyarakat
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh
orang-orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan
masyarakat dengan penyampai informasi.
5. Ketersediaan Waktu di Masyarakat
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas
masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam
penyuluhan.
e) Metode Promosi Kesehatan
1). Metode Pendidikan Individual
Dalam promosi kesehatan, metode pendidikan yang bersifat
individual digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina
seseorang yang mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku (inovasi).
Dalam pendekatan individual ini terdapat beberapa bentuk yakni bimbingan
dan penyuluhan serta wawancara.
2). Metode Pendidikan Kelompok
a) Kelompok Besar
Suatu kelompok dapat dikatakan kelompok besar jika jumlah peserta
lebih dari 15 orang. Adapun metode yang biasa digunakan adalah ceramah
dan seminar.
b) Kelompok Kecil
Suatu kelompok dapat dikatakan sebagai kelompok kecil jika jumlah
peserta kurang dari 15 orang. Metode yang cocok adalah diskusi kelompok,
curah pendapat, bola salju, kelompok-kelompok kecil, memainkan
perananan, dan permainan simulasi.








3). Metode Pendidikan Massa
Metode pendidikan massa cocok untuk mengkomunikasikan pesan-
pesan kesehatan yang ditujukan pada masyarakat. Metode yang cocok
adalah ceramah umum, pidato, sinetron, tulisan di majalah, billboard, dan
lain-lain.
f) Alat Bantu / Media Pendidikan Kesehatan
Alat Bantu Pendidikan Kesehatan adalah alat-alat yang digunakan oleh
pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan atau pengajaran. Alat bantu
atau alat peraga disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada
setiap manusia diterima atau ditangkap melalui panca indera, sehingga pada
prinsipnya adalah mengerahkan indera sebanyak mungkin kepada suatu obyek
sehingga mempermudah pemahaman.
Manfaat alat bantu kesehatan adalah menimbulkan minat sasaran
pendidikan, mencapai sasara yang lebih banyak, membantu dalam mengatasi
banyak hambatan dalam pemahaman, merangsang sasaran pendidikan untuk
meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain, mempermudah
penyampaian bahan pendidikan oleh para pendidik, mempermudah penerimaan
informasi oleh sasaran pendidikan, Mendorong keinginan orang untuk
mengetahui, membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.
Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan
sangat bervariasi, antara lain sebagai berikut, (a) media cetak, yang terdiri dari
boklet, leaflet, flyer, flipchart, rubrik, poster, dan foto tentang kesehatan; (b)
media elektronik, yang terdiri dari televisi, radio, video, slide, dan film strip; (c)
media papan, yang terdiri dari billboard yang dipasang di tempat-tempat umum.

You might also like