You are on page 1of 16

KECACINGAN Kecacingan atau dalam istilah sehari-hari biasa disebut cacingan adalah

kumpulan gejala gangguan kesehatan akibat adanya cacing parasit di dalam tubuh. Cacing - cacing usus yang merupakan persoalan kesehatan masyarakat di Indonesia mencakup 4 spesies utama yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus, dan Ancylostoma duodenale. Cacing usus umumnya tergolong nematoda dan penularannya perantaraan tanah (soil transmitted helminths). Tanah tergolong hospes perantara atau tuan rumah sementara, tempat perkembangan telur-telur atau larva cacing sebelum dapat menular dari seorang kepada orang lain. Penularannya sebagian melalui mulut menyertai makanan atau minuman, sebagian lagi larvanya menembus kulit memasuki tubuh. Namun ada juga cacing yang sering menyerang anak-anak dan non soil transmitted helminthes yaitu Enterobius/Oxyuris vermicularis. A. Ascaris lumbricoides (Al) 1. Epidemiologi Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut Ascariasis. Ascaris lumbricoides merupakan nematoda usus terbesar. Angka kejadiannya di dunia lebih banyak dari cacing lainnya, diperkirakan lebih dari 1 milyar orang di dunia pernah terinfeksi dengan cacing ini. Hal ini disebabkan karena telur cacing ini lebih tahan terhadap panas dan kekeringan. Tidak jarang ditemukan infeksi campuran dengan cacing lain, terutama Trichuris trichiura. Manusia dapat terinfeksi dengan cara menelan telur cacing Ascaris lumbricoides yang infektif (telur yang mengandung larva). Di daerah tropis, infeksi cacing ini mengenai hampir seluruh lapisan masyarakat, dan anak lebih sering terinfeksi. Pencemaran tanah oleh cacing lebih sering disebabkan oleh tinja anak. Perbedaan insiden dan intensitas infeksi pada anak dan orang dewasa kemungkinan disebabkan oleh karena berbeda dalam kebiasaan, aktivitas dan perkembangan imunitas yang didapat. Prevalensi tertinggi Ascariasis di daerah tropis pada usia 38 tahun. 2. Morfologi Cacing dewasa berwarna putih atau merah muda. Cacing ini dapat langsung diidentifikasikan karena ukurannya yang besar, yaitu cacing jantan 1031 cm dengan diameter 24 mm, betina 2235 cm, kadang-kadang sampai 39 cm dengan diameter 36 mm. Pada kepala terdapat tiga bibir, satu yang lebar di medio dorsal dan sepasang di

ventro lateral. bagian anterior tubuh, mempunyai dentakel-dentakel halus. Ujung posterior cacing jantan melengkung kearah ventral dan sepasang spikulum terdapat dalam sebuah kantong. Vulva cacing betina letaknya di tengah ventral dekat perbatasan bagian anterior dan bagian tengah. Telur yang dibuahi besar dan berbentuk lonjong dengan ukuran 4575 mikron x 3550 mikron. Pada waktu dikeluarkan dalam tinja telur belum membelah. Dengan adanya mamillated outer coat, telur ini dapat bertahan hidup karena partikel tanah melekat pada dinding telur yang dapat melindunginya dari kerusakan. Telur yang tidak dibuahi yang ditemukan dalam tinja berukuran 8894 mikron x 44 mikron. Telur yang tidak dibuahi dihasilkan oleh cacing betina yang tidak dibuahi atau cacing yang masih muda dan belum lama mengeluarkan telur. Isi telur yang tidak dibuahi terdiri atas granula dengan berbagai ukuran dan tidak teratur. Dinding telur yang lebih bujur ini, lebih tipis dari dinding telur yang dibuahi.

3. Siklus hidup

Siklus hidup ascaris dimulai dari telur yang dihasilkan oleh cacing betina dewasa di dalam usus manusia, dan dikeluarkan melalui feses. Manusia merupakan satu-satunya hospes defenitif. Seekor cacing betina dapat mengeluarkan 100.000 200.000 telur perhari, yang terdiri atas telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi. Dengan kondisi yang menuntungkan seperti udara yang hangat, lembab, tanah yang terlindung dari matahari, embrio akan berubah menjadi larva di dalam telur dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Telur yang infektif bila tertelan oleh manusia dindingnya akan mulai dicernakan di lambung, selanjutnya telur masuk ke duodenum. Perbedaan keasaman cairan lambung dan duodenum akan melemahkan dinding telur serta merangsang pergerakan larva yang terdapat didalamnya sehingga dinding telur pecah dan larva keluar. Larva akan menembus dinding usus dan menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan melalui sirkulasi portal masuk ke hepar, kemudian ke jantung dan paru-paru. Di paru-paru larva menembus dinding pembuluh darah dan dinding alveolus, masuk kerongga alveolus kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju ke faring dan menimbulkan rangsangan batuk. Adanya rangsangan batuk ini menyebabkan larva tertelan ke esofagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa diperlukan waktu lebih kurang 3 bulan, cacing dewasa dapat hidup di usus halus selama 1 tahun di usus halus.

4. Gejala klinik Gejala klinik yang disebabkan infeksi Ascaris dihubungkan dengan respon imun hospes, efek migrasi larva, dan efek mekanik cacing dewasa serta defisiensi gizi akibat keberadaan cacing dewasa. Dalam perjalanan larva melalui hati dan paruparu biasanya tidak menimbulkan gejala. Bila jumlah larvanya cukup besar dapat menimbulkan tanda-tanda pneumonitis. Ketika larva menembus jaringan paruparu masuk ke dalam alveoli, mungkin terjadi sedikit kerusakan pada epitel bronkhial. Dengan terjadinya reinfeksi dan migrasi larva berikutnya, jumlah larva yang sedikitpun dapat menimbulkan reaksi jaringan yang hebat. Reaksi jaringan yang hebat dapat terjadi di sekitar larva di dalam hati dan paru-paru, disertai infiltrasi eosinofil, makrofag, dan sel sel epiteloid. Keadaan ini disebut sebagai pneumonitis Ascaris yang dapat disertai reaksi alergi seperti dispnea, batuk kering atau produktif, mengi, demam.

Terdapatnya cacing dewasa dalam usus biasanya tidak menyebabkan kelainan kecuali bila jumlahnya banyak sekali, meskipun demikian, karena kecenderungan cacing dewasa untuk bermigrasi, seekor cacingpun dapat menimbulkan kelainan serius. Migrasi cacing dapat terjadi karena rangsangan seperti demam, penggunaan anestesi umum. Migrasi ini dapat menimbulkan obstruksi usus masuk ke saluran empedu, saluran pankreas. Dapat juga bermigrasi keluar melalui anus, mulut atau hidung. Di Jepang dilaporkan 1398 kasus migrasi Ascaris yang abnormal meliputi organ-organ abdomen 93,5%, kepala dan leher 2,3%, urogenital 1,7%, dada 1,6% dan lain lain 0,9%. Migrasi ke organ-organ saluran empedu, hepar, pankreas dan apendiks meliputi 80%. Hal ini mungkin oleh karena dekatnya organ-organ tersebut ke lumen usus.

B. Trichuris trichiura.(Tt) 1. Epidemiologi Infeksi oleh cacing ini disebut trichuriasis. Diperkirakan sekitar setengah milyar kasus diseluruh dunia. Trichuriasis paling sering terjadi pada masyarakat rural yang miskin dimana fasilitas sanitasi tidak ada. Prevalensi infeksi berhubungan dengan usia, tertinggi adalah anak-anak usia sekolah. Penularan terjadi melalui kontaminasi tangan, makanan atau minuman. 2. Morfologi. Cacing dewasa berwarna merah muda, melekat pada dinding sekum dan pada dinding apendiks, kolon atau bagian posterior ileum. Bagian tiga perlima anterior tubuh adalah langsing, dan bagian posterior tebal, sehingga menyerupai cambuk. Cacing jantan berukuran 3045 mm dengan bagian kaudal melingkar. Cacing betina berukuran 3550 mm dan ujung posteriornya membulat. Telur cacing cambuk berukuran 3054 x 23 mikron, berbentuk seperti tempayan (gentong) dengan semacam tutup yang jernih dan menonjol pada kedua kutupnya. Kulit bagian luar bewarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih. Sel telur yang dibuahi pada waktu dikeluarkan dari cacing betina dan terbawa tinja ke luar tubuh manusia, isinya belum bersegmen. Di dalam tanah, memerlukan sekurangkurangnya 34 minggu untuk menjadi embrio. Cacing betina dapat mengeluarkan sebanyak lebih kurang 4000 telur perhari. Keadaan udara yang lembab perlu untuk perkembanagn nya.

3. Siklus hidup. Manusia merupakan hospes defenitif utama pada cacing cambuk, walaupun kadang kadang terdapat juga pada hewan seperti babi dan kera. Bila telur berisi embrio tertelan manusia, larva yang menjadi aktif keluar melalui dinding telur yang tak kuat lagi, masuk kedalam usus bagian proksimal dan menembus vili usus. Di dalam usus dapat menetap selama 310 hari. Setelah menjadi dewasa cacing turun kebawah ke daerah sekum. Suatu struktur yang menyerupai tombak pada bagian anterior membantu cacing itu menembus dan menempatkan bagian anteriornya yang seperti cambuk kedalam mukosa usus hospesnya. Di tempat itulah cacing mengambil makanannya. Masa pertumbuhan, mulai dari telur tertelan sampai menjadi dewasa lebih kurang 3090 hari. Cacing betina dewasa dapat memproduksi 20006000 telur/hari. Cacing dewasa dapat hidup untuk beberapa tahun. 4. Gejala klinik Perkembangan larva Trichuris di dalam usus biasanya tidak memberikan gejala klinik yang berarti walaupun dalam sebagian masa perkembangannya larva memasuki mukosa intestinum tenue. Proses yang berperan dalam menimbulkan gejala yaitu trauma oleh cacing dan dampak toksik. Trauma pada dinding usus terjadi karena cacing ini membenamkan kepalanya pada dinding usus. Cacing ini biasanya menetap pada sekum. Pada infeksi yang ringan kerusakan dinding mukosa usus hanya sedikit. Infeksi cacing ini memperlihatkan adanya respon imunitas humoral yang ditunjukkan dengan adanya reaksi anafilaksis lokal yang dimediasi oleh Ig E, akan tetapi peran imunitas seluler tidak dijumpai. Terlihat adanya infiltrasi lokal eosinofil di sub mukosa dan pada infeksi berat ditemukan edem. Pada keadaan ini mukosa akan mudah berdarah, namun cacing tidak aktif menghisap darah. Gejala pada infeksi ringan dan sedang anak menjadi gugup, susah tidur, nafsu makan menurun, bisa dijumpai nyeri epigastrik, muntah, kontipasi, perut kembung. Pada infeksi berat dijumpai mencret yang mengandung darah, lendir, nyeri perut, tenesmus, anoreksia, anemia dan penurunan berat badan. Pada infeksi sangat berat bisa terjadi prolapsus rekti.

C. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale, Necator americanus). 1. Epidemiologi. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus ditemukan di daerah tropis dan sub tropis. Manusia merupakan penjamu primer untuk cacing ini. Kondisi yang optimal untuk daya tahan larva adalah kelembaban sedang dengan suhu berkisar 23 33 terjadi pada anak-anak. Manusia mendapat infeksi dengan cara tertelan larva filariform ataupun dengan cara larva filariform menembus kulit. Pada Necator americanus infeksi melalui kulit lebih disukai, sedangkan pada Ancylostoma duodenale infeksi lebih sering terjadi dengan tertelan larva. 2. Morfologi Bentuk cacing dewasa kecil, silindris. Cacing jantan berukuran 511 mm x 0,30,45 mm, dan cacing betina 913 mm x 0,350,6 mm Ukuran Ancylostoma duodenale sedikit lebih besar dari Necator americanus.
0

celcius. Morbiditas infeksi cacing tambang terutama

Necator americanus dapat menghasilkan 10.00020.000 telur setiap harinya, sedangkan Ancylostoma duodenale 10.00025.000 telur perhari. Ukuran telur Necator americanus adalah 6476 mm x 3640 mm dan Ancylostoma duodenale 5660 mm x 3640 mm. Telur cacing tambang terdiri dari satu lapis dinding yang tipis dan adanya ruangan yang jelas antara dinding dan sel di dalamnya.

3. Siklus hidup. Manusia merupakan satu-satunya hospes defenitif dari kedua cacing tambang ini. Siklus hidup cacing terdiri atas tiga tahap yaitu telur, larva, dan cacing dewasa. Cacing tambang melekat pada mukosa usus halus dengan rongga mulutnya. Telur yang dikeluarkan bersama tinja menjadi matang dan mengeluarkan larva rhabditiform dalam waktu 12 hari pada suhu optimum. Dalam waktu 34 hari larva rhabditiform menjadi larva filariform yang infektif dan dapat menembus kulit manusia. Bila larva menembus kulit manusia akan mengikuti aliran limfe atau pembuluh kapiler dan dapat mencapai paru-paru. Larva akan naik ke bronkus dan trakea, akhirnya masuk ke usus dan menjadi dewasa. Migrasi melalui darah dan paru-paru berlangsung selama satu minggu, sedangkan siklus dari larva menjadi dewasa berlangsung 78 minggu. 4. Gejala klinik Gejala klinik dapat ditimbulkan cacing dewasa atau larvanya. Bila larva infektif menembus kulit dapat terjadi gatal-gatal. Bila jumlah larva infektif yang masuk banyak, maka dalam beberapa jam saja akan terjadi reaksi alergi terhadap cacing yang menimbulkan warna kemerahan, berupa panel yang dapat menjadi vesikel. Reaksi ini disebut ground itch. Bila larva infektif Ancylostoma duodenale tertelan, maka sebahagian akan menuju ke usus dan tumbuh menjadi dewasa. Sebahagian lagi akan menembus mukosa mulut, faring dan melewati paru - paru seperti larva menembus kulit. Cacing dewasa Necator americanus. yang menghisap darah penderita akan menimbulkan kekurangan darah sampai 0,1 cc per hari, sedangkan seekor cacing dewasa Ancylostoma duodenale dapat menimbulkan kekurangan darah sampai 0,34 cc per hari. Akibat anemia tersebut maka penderita tampak pucat. Berat ringannya anemia tentu juga dipengaruhi oleh keadaan kesehatan secara umum dan nutrisi penderita. Di negara-negara tropis umumnya sumber ferrum dalam

makanan berupa sayur-sayuran dan buah buahan, hal ini menyebabkan absorpsi ferrum kurang bila dibandingkan dengan absorpsi dari sumber produk hewani.

D. Enterobius(Oxyuris) vermicularis (Cacing Kremi) 1. Epidemiologi Penyebaran cacing kremi lebih luas daripada cacing lain. Penularan dapat terjadi pada satu keluarga atau kelompok yang hidup dalam lingkungan yang sama. Penularan dapat dipengaruhi oleh: 1) Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal (autoinfeksi) atau tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri karena memegang benda-benda maupun pakaian yang terkontaminasi. 2) Debu merupakan sumber infeksi karena mudah diterbangkan oleh angin sehingga telur melalui debu dapat tertelan. 3) Retrofeksi melalui anus (larva dari telur yang menetas di sekitar anus kembali masuk ke anus. Anjing dan kucing dapat menjadi sumber infeksi karena telur dapat menempel pada bulunya. Frekuensi di Indonesia cukup tinggi terutama pada anak dan lebih banyak ditemukan pada golongan ekonomi lemah 2. Morfologi dan Daur hidup Cacing betina berukuran 8-13mm x 0,4mm. Pada ujung anterior ada pelebaran kultikulum seperti sayap yang disebut alae. Bulbus esophagus jelas sekali, ekor nya panjang dan runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh dengan telur. Cacing yang jantan berukuran 205mm, juga mempunyai sayap dan ekornya melingkar sehingga bentuknya seperti tanda tanya(?), spikulum pada ekor jantan jarang ditemukan. Habitat cacing dewasa biasanya di rongga sekum, usus besar dan di usus halus yang berdekatan dengan rongga sekum. Makanannya dalah isi dari usus. Cacing betina yang gravid mengandung 11.000-15.000 butir telur, bermigrasi ke daerah perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya. Telur-telur jarang dikeluarkan di usus, sehingga jarang ditemukan dalam tinja. Telur berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisi (asimetris). Dinding telur bening dan agak lebih tebal dari dinding telur cacing tambang. Telur menjadi matang dalam kira-kira 6 jam setelah dikeluarkan, pada suhu

badan. Telur resisten terhadap desinfektan dan udara dingin. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari. Kopulasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di sekum. Cacing jantan mati setelah kopulasi dan cacing betina mati setelah bertelur. Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang, atau bila larva dari telur yang menetas di daerah perianal bermigrasi kembali ke usus besar. Bial telur matang yang tertelan, telur menetas di duodenum dan larva rabditiform berubah dua kali sebelum menjadi dewasa di yeyunum dan bagian atas ileum. Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah perianal, berlangsung kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan. Mungkin daurnya hanya berlangsung kira-kira 1 bulan karena telur-telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus paling cepat 5 minggu setelah pengobatan. Infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri (self limited). Bila tidak ada reinfeksi, tanpa pengobatanpun infeksi dapat berakhir.

3. Gejala Klinik Enterobiasis relative tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang berarti. Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi disekitar anus, perineum dan vagina oleh cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina yang menyebabkan pruritus local. Oleh karena cacing bermigrasi ke daerah anus dan menyebabkan pruritus ani, maka penderita menggaruk daerah sekitar anus sehingga timbul luka garuk di sekitar anus. Keadaan ini sering terjadi pada malam hari hingga penderita terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Kadangkadang cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagaian proksimal sampai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga menyebabkan gangguan di daearh tersebut, cacing betina gravid mengembara dan dapat bersarang di vagina dan di tuba fallopii sehingga menyebabkan radang di saluran telur. Cacing sering ditemukan di apendiks tetapi jarang menyebabkan apendisitis. Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu kurang nafsu makan, berta badan turun, aktivitas meninggi, enuresis, cepat marah, insomnia dan masturbasi, tetapi kadang sukar membuktikan hubunagn sebab gejala tersebut dengan cacing kremi.

Diagnosis kecacingan Untuk mendiagnosis kecacingan banyak cara dan tehniknya, cara yang lazim ialah memeriksa tinja segar dengan membuat sediaan langsung (direct smear). Untuk pemeriksaan ini sebaiknya jangan diambil tinja yang sudah kering atau yang lama (lebih dari 24 jam) karena telur cacing tambang dalam tinja yang agak basah dalam waktu itu akan menetas dan sukar diidentifikasi. Cara yang dianjurkan internasional adalah cara Kato Katz, yaitu sediaan tinja ditutup dan diratakan dibawah cellophane tape yang sudah direndam dalam larutan hijau malachit (malachite green) supaya dapat efek penjernihan (clearing). Untuk cacing kremi dapat dialkukan anal swab yang ditempelkan di sekitar anus pada waktu pagi ahri sebelum anak buang air besar dan mencuci pantat cebok, lalu dilakukan pemerikasaan mikroskopik. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tiga hari berturut-turut. Penatalaksanaan Obat yang mempunyai efek sebagai anti parasit dapat digunakan untuk pengobatan cacingan ini, ada 2 jenis obat yang biasa digunakan yaitu :

Pyrantel pamoat Dosis untuk pengobatan cacingan yang belum diketahui jenisnya adalah : - Dewasa/anak-anak : 10 mg/kg BB, diberikan dalam dosis tunggal

Mebendazole Dosis untuk pengobatan cacingan yang belum diketahui jenisnya, sama dengan dosis diatas, yaitu: - Dewasa/anak-anak : 10 mg/kg BB, diberikan dalam dosis tunggal Apabila ada anggota keluarga yang terkena cacingan, sebaiknya pengobatan juga

diberikan untuk seluruh anggota keluarga untuk mencegah/mewaspadai terjadinya penularan cacingan tersebut. Selama masa pengobatan hindari penularan cacingan ke anggota keluarga lain dengan cara mencuci tangan dengan sabun setiap habis ke toilet atau sebelum menyentuh makanan, hindari juga untuk menyentuh mulut dengan tangan yang belum dicuci. Pencegahan Menjaga kebersihan diri adalah salah satu kunci untuk mencegah timbulnya cacingan. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu :

Pastikan untuk selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum makan/setiap habis dari toilet/setelah memegang benda kotor.

Buang air besar di WC, tidak di sembarang tempat. Menjaga kebersihan diri dan pakaian, serta lingkungan sekitarnya Jagalah selalu jari kuku untuk selalu dipotong pendek, bersih & terawat. Hindari kebiasaan menggigit kuku/menggaruk bagian anus (terutama untuk infeksi cacing kremi).

Biasakan untuk selalu mandi di pagi hari (terlebih apabila mengalami infeksi cacing kremi).

Biasakan untuk membuka jendela kamar sepanjang hari, karena telur cacing sensitif terhadap sinar matahari (terutama untuk cacing kremi).

Jagalah selalu kebersihan makanan yang dikonsumsi (hindarkan dari debu) Pakaiana dan alas kasu hendaknya dicuci bersih. Biasakan untuk selalu mengkonsumsi daging yang telah dimasak dengan sempurna

UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II

STATUS PASIEN 1. Identitas Pasien a. Nama/Kelamin/Umur/MR: Fadil/ Laki-Laki/ 4tahun/ U.855 b. Pekerjaan/pendidikan c. Alamat : Belum bekerja/Belum Sekolah : Baringin Balai Gadang, Padang

2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga a. Status Perkawinan b. Jumlah Saudara : Belum Menikah :-

c. Status Ekonomi Keluarga : mampu penghasilan orang tua Rp. 1.500.000,/bulan d. KB e. Kondisi Rumah : Tidak ada :

Rumah milik orang tua, permanen, perkarangan cukup luas Listrik ada Sumber air : air sumur Ventilasi udara baik Jamban ada 1 buah, di dalam rumah Sampah di buang ke tempat pembuangan sampah dan dibakar. Kesan : higine dan sanitasi baik

f. Kondisi Lingkungan Keluarga Jumlah penghuni 3 orang, pasien, ayah dan ibu. Tinggal di daerah pinggiran kota.

3. Aspek Psikologis di keluarga Hubungan dengan keluarga baik

4. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang sakit /memiliki keluhan seperti ini.

5. Keluhan Utama Keluar cacing pada saat BAB sejak 1 hari yang lalu.

6. Riwayat Penyakit Sekarang Keluar cacing pada saat BAB sejak 1 hari yang lalu, frekuensi BAB 1 kali, tidak encer, tidak berlendir, tidak berdarah. Riwayat demam sebelumnya (+) 1 hari yang lalu, demam tidak tinggi, tidak menggigil, tidak berkeringat, tidal disertai kejang. Riwayat mual (+), muntah (-) Nyeri di daerah ulu hati (-), perut terasa kembung (-) Nafsu makan menurun (+) Berat badan turun (+) tapi ibu pasien tidak tau berapa kilogram. Nyeri ulu hati (-) Gatal di daerah anus yang meningkat pada malam hari (-) Pasien suka bermain di tanah dan tidak menggunakan sandal. Pasien pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya 2 tahun yang lalu dan mendapat obat kontrol sekali 6 bulan sekali 7. Pemeriksaan Fisik Tanda Vital : Keadaan Umum Kesadaran : tidak tampak sakit : sadar

Frekuensi denyut nadi : 88x / menit Frekuensi Nafas Suhu Berat Badan Pemeriksaan Sistemik - Kulit - Kepala - Mata - Mulut : teraba hangat : bentuk bulat, simetris, rambut hitam tidak mudah dicabut :konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : caries dentis (+) : 24 x/menit : 36,8 C :

- Telinga - Hidung

: tidak ditemukan kelainan : tidak ditemukan kelainan

- Tenggorokan : tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis - Leher - Dada : tidak teraba pembesaran KGB :

Paru : Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan, retraksi tidak ada Palpasi : fremitus kiri = kanan Perkusi : Sonor Auskultasi : Vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V Perkusi : batas jantung dalam batas normal Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada - Abdomen: Inspeksi Palpasi Perkusi : distensi tidak ada : supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kembali lambat. : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal - Punggung : tidak ditemukan kelainan

- Alat Kelamin : tidak ditemukan kelainan - Ekstremitas: akral hangat, refilling kapiler baik 8. Laboratorium Anjuran : laboratorium darah, feses rutin.

9. Diagnosis Kerja suspek askariasis 10. Diagnosis Banding :

11. Manajemen a. Preventif : Pastikan untuk selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum makan/setiap habis dari toilet/setelah memegang benda kotor. Buang air besar di WC, tidak di sembarang tempat. Jagalah selalu jari kuku untuk selalu dipotong pendek, bersih & terawat. Biasakan untuk selalu mandi 2 kali sehari menggunakan sabun

Jagalah selalu kebersihan makanan yang dikonsumsi Menggunakan sandal jika bermain. Perhatikan kebersihan pakaian dan peralatan rumah tangga lainnya.

b. Promotif : Menjelaskan tentang penyakit dan komplikasi Konsumsi makanan yang bergizi seimbang :

c. Kuratif -

pirantel pamoat (single dose) vitamin B kompleks viramin C

d. Rehabilitatif : Kontrol teratur ke Puskesmas Jika gejala makin berat ( batuk kering/produktif, seask nafas, bunyi nafas menciut, berat badan makin turun, diare/konstipasi, BAB berlendir/berdarah, nyeri perut, perut kembung, pucat) segera bawa ke Puskesmas/RS

Dinas Kesehatan Kodya Padang Puskesmas Air Dingin Dokter Tanggal : Intan Indah : 30 Desember 2010

R/ pyrantel pamoat tab 12,5mg S 1 dd tab R/ vitamin B kompleks tab S 3 dd tab 1/2 R/ vitamin C tab S 3dd tab 1/2

No.

No. V

No. V

Pro : Fadhil Umur : 4 tahun Alamat : Baringin Balai G adang, Padang.

You might also like