You are on page 1of 30

makalah ceramah mei 2011

PARADIGMA, EPISTEMOLOGI dan ETNOGRAFI dalam ANTROPOLOGI

Heddy Shri Ahimsa-Putra


Antropologi Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

Makalah disampaikan dalam ceramah Perkembangan Teori dan Metode Antropologi, diselenggarakan oleh Departemen Antropologi, Fakultas lmu !osial dan lmu Politik, "ni#ersitas Airlangga, di !uraba$a, %&' Mei 2011

PARADIGMA, EPISTEMOLOGI dan ETNOGRAFI dalam ANTROPOLOGI


Heddy Shri Ahimsa-Putra
Antropologi Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

mengutip isi makalah ini harus dilakukan dengan menyebutkan sumber (makalah ini) I P!"GA"#A$ Sebelum paradigma menjadi sebuah konsep yang populer, para ilmuwan sosial-budaya telah menggunakan beberapa konsep lain dengan makna yang kurang lebih sama, yakni: kerangka teoritis (theoretical framework), kerangka konseptual (conceptual framework), kerangka pemikiran (frame of thinking), orientasi teoritis (theoretical orientation), sudut pandang (perspective), atau pendekatan (approach). Kini istilah paradigma sudah mulai banyak digunakan oleh ilmuwan sosial-budaya. Meskipun demikian, dalam makalah ini istilahistilah lama tersebut juga tetap akan digunakan, dengan makna yang kurang-lebih sama dengan paradigma (paradigm). enggunaan konsep paradigma yang semakin la!im kini tidak berarti bahwa makna konsep tersebut sudah jelas atau telah disepakati bersama. "homas Kuhn (#$%%) telah berbi&ara panjang lebar tentang pergantian paradigma, namun dia tidak menjelaskan se&ara khusus dan rin&i tentang apa yang dimaksudnya sebagai paradigma, dan tidak menggunakan konsep tersebut se&ara konsisten dalam tulisan-tulisannya. 'al ini tam-paknya merupakan akibat tidak langsung dari topik pembahasannya, yakni pergantian paradigma dalam ilmu-ilmu alam ((himsa- utra, )**%). Kuhn tidak menyinggung ten-tang ilmu-ilmu sosial-budaya. (da kemungkinan karena dia merasa tidak perlu membedakan dua jenis ilmu pengetahuan tersebut, mengingat dua-duanya adalah ilmu pengetahuan. (da kemungkinan pula karena dia menganggap ilmu sosial-budaya belum merupakan ilmu pengetahuan ( science), karena dari perspekti+ tertentu status sains (ilmu) memang belum berhasil di&apai oleh &abang ilmu tersebut (Kuhn, #$%%). Kelalaian Kuhn ternyata telah membuat bukunya terkenal, karena para ilmuwan kemudian memperdebatkan berbagai kekurangan dalam pandangan Kuhn, yang antara lain bersumber pada tidak adanya rumusan yang jelas, tegas dan konsisten tentang apa yang dimaksud dengan paradigma. Kelalaian Kuhn ini juga telah menyulitkan kita untuk menerapkannya dalam analisis. Meskipun demikian, gagasan Kuhn tentang re,olusi pengetahuan telah membuat para ilmuwan ber+ikir ulang tentang ilmu pengetahuan itu sendiri. -erbagai pembahasan tentang paradigma di kalangan ilmuwan -arat berada di seputar masalah: (a) konsepsi tentang paradigma. (b) ada tidaknya paradigma dalam suatu disiplin tertentu, dan (&) unsur-unsur paradigma ((himsa- utra, )**/). Sayangnya, dari berbagai pembahasan itu tidak berhasil di&apai sebuah kesepakatan tentang de+inisi yang &ukup praktis dan strategis mengenai paradigma. (palagi kesepakatan mengenai unsur-unsur paradigma. (kibatnya, kita mengalami kesulitan untuk meman+aatkan rintisan pemikiran yang dilontarkan oleh Kuhn. 0ntuk itu kita perlu membangun sebuah konsepsi (pandangan) tentang paradigma, yang berisi bukan hanya de+inisi, tetapi juga elemen-elemen pokok yang terdapat dalam paradigma. 1ika kita sepakat dengan "homas Kuhn bahwa re,olusi ilmu pengetahuan tidak lain adalah perubahan paradigma, perubahan pada mode of thought, pada mode of inquiry, maka kita akan sampai pada pendapat bahwa inti ilmu pengetahuan tidak lain adalah paradigma ((himsa- utra, )**%). 1ika antropologi adalah salah satu &abang ilmu pengetahuan yang tentunya telah mengalami banyak perkembangan, tentunya telah terjadi banyak re,olusi ilmu
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

pengetahuan dalam antropologi. ertanyaannya kemudian adalah: seperti apa perkembangan ilmu yang telah terjadi dalam antropologi (sosial-budaya)2 aradigmaparadigma apa saja yang telah mun&ul di dalamnya2 (pa &iri dari paradigma dalam antropologi dan bagaimana &orak perkembangannya2 ertanyaan-pertanyaan ini hanya dapat dijawab jika kita memiliki pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan paradigma. 3leh karena Kuhn tidak pernah menawarkan sebuah konsepsi tentang paradigma yang jelas, maka dalam makalah ini saya mengemukakan pandangan saya atau teori saya mengenai paradigma, dan dengan konsepsi tersebut saya memaparkan keterkaitan dan kedudukan penting dari epistemologi dan etnogra+i dalam paradigma antropologi. Konsepsi tentang paradigma ini saya bangun setelah saya menelaah se&ara kritis berbagai buku dan artikel para ilmuwan -arat -karena dari 4ndonesia saya tidak menemukan pembahasan-pembahasan ini-, mengenai paradigma, baik yang teoritis, +iloso+is maupun yang aplikati+. Mengingat terbatasnya tempat, paradigma-paradigma dalam antropologi hanya dapat saya sajikan jenis-jenisnya, sedang mengenai proses perkembangannya tidak dapat seluruhnya saya sajikan se&ara rin&i di sini. II PA$A*IGMA 0 APA I#U 1 Sebagai sebuah konsep, paradigma merupakan sebuah konsep strategis, yang memiliki kedudukan penting, yang berarti pula dia perlu diberi makna. 5ia perlu diberi batasan-batasan tertentu, dan batasan ini kemudian perlu diberi penjelasan lebih lanjut. / Paradigma 0 Se'uah *e2inisi
/

Ketika kita menggunakan sebuah konsep -yaitu istilah atau kata dengan makna tertentumaka pertama-tama yang harus kita ketahui adalah maknanya. Makna ini harus dapat dipaparkan sedemikian rupa sehingga orang lain akan tahu apa yang kita maksud dengan konsep tersebut. emaparan makna se&ara ringkas dan jelas inilah yang biasa disebut de+inisi6 atau batasan. 1adi, untuk konsep-konsep penting yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam akti,itas ilmiah kita harus dapat memberikan de+inisinya dan penjelasannya. Kedua, jika konsep ini mengenai suatu gejala tertentu, mungkin juga diperlukan pengetahuan mengenai unsur-unsur dari gejala tersebut. -ahwa gejala yang dide+inisikan terdiri dari sejumlah unsur-unsur, dan unsur-unsur ini juga harus diketahui, dan kemudian juga dide+inisikan. Konsep paradigma adalah konsep yang menuntut dua pengetahuan tersebut, yakni pengetahuan tentang de+inisinya dan pengetahuan mengenai unsur-unsurnya. "anpa dua pengetahuan ini paradigma akan tetap merupakan sebuah konsep dengan makna yang tidak begitu jelas. Sehubungan dengan itu maka di sini saya paparkan dua aspek paradigma itu, yakni: (a) de+inisi paradigma dan (b) unsur-unsur paradigma. aradigma -menurut hemat saya- dapat dide+inisikan sebagai seperangkat konsep yang berhubungan satu sama lain secara logis membentuk sebuah kerangka pemikiran yang berfungsi untuk memahami, menafsirkan dan menjelaskan kenyataan dan/atau masalah yang dihadapi. -erikut adalah penjelasan +rasa-+rasa dalam de+inisi ini. Seperangkat konsep yang berhubungan satu sama lain secara logis membentuk suatu kerangka pemikiran Kata seperangkat menunjukkan bahwa paradigma memiliki sejumlah unsur-unsur, tidak hanya satu unsur. 0nsur-unsur ini adalah konsep-konsep. Konsep adalah istilah atau kata yang diberi makna tertentu. 3leh karena itu, sebuah paradigma juga merupakan kumpulan makna-makna, kumpulan pengertian-pengertian. Kumpulan konsep-konsep ini merupakan sebuah kesatuan, karena konsep-konsep ini berhubungan se&ara logis, yakni se&ara paradigmatik, sintagmatik, metonimik dan meta+orik, sehingga dapat dikatakan sebagai seperangkat konsep, seperti halnya peralatan pada orkestra gamelan atau unsur-unsur pada pakaian, yang membentuk seperangkat gamelan dan seperangkat pakaian. "entu,
) Uraian mengenai paradigma ini saya ambil dari makalah saya di tahun 2009 (AhimsaPutra, 2009).
1

Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

relasi-relasi pada gejala-gejala empiris ini tidak sama dengan relasi-relasi antarunsur dalam paradigma. 7elasi antarunsur dalam paradigma berada pada tataran logika, pada tataran pemikiran, sedang relasi antarunsur pada perangkat pakaian dan gamelan berada pada tataran +ungsi, atau bersi+at +ungsional. Selanjutnya, karena makna dan hubungan antarmakna ini adanya dalam pikiran, maka kumpulan konsep yang membentuk kerangka itu disebut juga sebagai kerangka pemikiran. yang berfungsi untuk memahami dan menjelaskan kenyataan dan/atau masalah yang dihadapi 5alam pikiran manusia, kerangka pemikiran ini digunakan untuk tujuan tertentu, sehingga kerangka pemikiran ini memiliki +ungsi, yakni untuk memahami kenyataan, mende+inisikan kenyataan, menentukan kenyataan yang dihadapi, menggolongkannya ke dalam kategorikategori, dan kemudian menghubungkannya dengan de+inisi kenyataan lainnya, sehingga terjalin relasi-relasi pada pemikiran tersebut, yang kemudian membentuk suatu gambaran tentang kenyataan yang dihadapi. Kenyataan yang dihadapi menimbulkan berbagai akibat atau reaksi dalam pikiran manusia. Salah satu di antaranya adalah pertanyaan-pertanyaan atau rasa tidak puas karena kenyataan yang dihadapi tidak dapat dipahami dengan menggunakan kerangka pemikiran yang telah ada, atau kurang sesuai dengan yang diharapkan. ertanyaan dan ketidakpuasan ini selanjutnya mendorong manusia untuk menjawab pertanyaan tersebut atau men&ari jalan guna mengatasi ketidakpuasan yang ada dalam dirinya. 4ni berarti bahwa paradigma tidak hanya ada di kalangan ilmuwan saja, tetapi juga di kalangan orang awam, di kalangan semua orang, dari semua golongan, dari semua lapisan, dari semua kelompok, dari semua sukubangsa. Meskipun demikian, hal itu berarti bahwa setiap orang menyadari kerangka pemikirannya sendiri. -ahkan, sebagian besar orang sebenarnya tidak menyadari betul atau tidak mengetahui seperti apa kerangka pemikiran yang dimilikinya, yang digunakannya untuk memahami situasi dan kondisi kehidupan sehari-hari. Kesadaran ini hanya dapat mun&ul dari kalangan mereka yang dapat melakukan re+leksi atas apa yang mereka pikirkan sendiri, yang mengetahui dan dapat menggunakan metode-metode dan prosedur yang harus digunakan dalam proses re+leksi tersebut. -agi upaya pengembangan dan pembuatan paradigma baru, pende+inisian konsep paradigma saja belum &ukup. 8ebih penting daripada pende+inisian adalah penentuan unsurunsur yang ter&akup dalam pengertian paradigma. 5e+inisi di atas belum memberikan keterangan lebih lanjut tentang isi dari kerangka pemikiran itu sendiri. Seperangkat konsep barulah sebuah gambaran umum tentang isi dari kerangka pemikiran tersebut, sedang kenyataannya konsep-konsep ini tidak sama kedudukan dan +ungsinya dalam kerangka pemikiran, dan karena itu juga memiliki nama yang berbeda-beda. 3leh karena itu diperlukan penjelasan lebih lanjut tentang komponen-komponen konseptual yang membentuk kerangka pemikiran atau paradigma tersebut. - Unsur-unsur 4komponen-komponen3 Paradigma Sebuah perspekti+ dalam ilmu sosial-budaya biasanya dapat dibedakan satu sama lain atas dasar asumsi-asumsi atau anggapan-anggapan dasarnya tentang obyek yang diteliti, masalah-masalah yang ingin dijawab atau diselesaikan, konsep-konsep, metode-metode serta teori-teori yang dihasilkannya. endapat yang dilontarkan oleh 9u++ dan ayne (#$/*::) ini merupakan pendapat yang dapat membawa kita kepada pemahaman tentang paradigma dalam ilmu sosial-budaya. 5alam pendapat ini tersirat pandangan bahwa sebuah perspekti+ atau pendekatan -9u++ dan ayne tidak menyebutnya sebagai paradigma- memiliki sejumlah unsur, di antaranya adalah: asumsi dasar (basic assumption -9u++ dan ayne menyebutnya bedrock assumption-, konsep, metode, pertanyaan dan jawaban-jawaban yang diberikan. 1ika perspekti+ adalah juga paradigma, maka unsur-unsur tersebut dapat dikatakan sebagai unsur-unsur paradigma. Meskipun demikian, menurut saya, pandangan 9u++ dan ayne tentang unsur-unsur perspekti+ tersebut masih belum lengkap. Masih ada elemen lain yang juga selalu ada dalam sebuah paradigma ilmu sosial-budaya, namun belum ter&akup di dalamnya, misalnya model. Selain itu, unsur metode juga masih perlu dirin&i lagi. 9u++ dan
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

ayne juga masih belum menjelaskan bagaimana kira-kira urut-urutan unsur-unsur tersebut dalam sebuah paradigma atau kerangka ber+ikir tertentu, sehingga posisi masing-masing unsur terhadap yang lain tidak kita ketahui. 8ebih dari itu, 9u++ dan ayne juga tidak selalu menjelaskan makna dari konsep-konsep yang digunakannya se&ara rin&i, sehingga kita tidak selalu dapat mengetahui dengan baik apa yang dimaksudkannya ((himsa- utra, )**/). Mengikuti jalan pikiran yang telah dibuka oleh Kuhn serta 9u++ dan ayne, sebuah paradigma, kerangka teori atau pendekatan dalam ilmu sosial-budaya menurut hemat saya terdiri dari sejumlah unsur pokok, yakni: (#) asumsi!asumsi dasar. ()) nilai!nilai. (:) masalah! masalah yang diteliti (;) model. (<) konsep!konsep. (=) metode penelitian. (%) metode analisis. (/) hasil analisis atau teori dan ($) representasi (etnogra+i) ((himsa- utra, )**$). -erikut ini adalah uraian mengenai komponen-komponen paradigma ini, yang menurut saya perlu diberikan, mengingat jarangnya pembi&araan tentang paradigma yang membahas komponenkomponen tersebut serta menjelaskannya dengan rin&i. a Asumsi-asumsi5Anggapan-anggapan *asar 4Basic Assumptions3 - 4/3 "sumsi atau anggapan dasar adalah pandangan!pandangan mengenai suatu hal (bisa benda, ilmu pengetahuan, tujuan sebuah disiplin, dan sebagainya) yang tidak dipertanyakan lagi kebenarannya atau sudah diterima kebenarannya andangan ini merupakan titik-tolak atau dasar bagi upaya memahami dan menjawab suatu persoalan, karena pandanganpandangan tersebut dianggap benar atau diyakini kebenarannya. (nggapan-anggapan ini bisa lahir dari (a) perenungan-perenungan +iloso+is dan re+lekti+, bisa dari (b) penelitianpenelitian empiris yang &anggih, bisa pula dari (&) pengamatan yang seksama. 1ika asumsi ini berasal dari pandangan +iloso+is dan re+lekti+, pandangan ini biasanya lantas mirip dengan >ideologi> si ilmuwan, dan ini tentu saja bersi+at subyekti+. 3leh karena itu, mun&ul kini pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada ?obyekti,itas? dalam ilmu sosialbudaya, sebab apa yang selama ini dianggap sebagai ?obyekti,itas? ternyata juga didasarkan pada asumsi-asumsi +iloso+is tertentu, yang tidak berbeda dengan >ideologi>. (sumsi-asumsi dasar biasanya terlihat dengan jelas dalam rumusan-rumusan tentang hakekat sesuatu atau de+inisi mengenai sesuatu, dan ini biasanya merupakan jawaban atas pertanyaan ?(pa itu...2?. Misalnya saja, ?(pa itu kebudayaan2?. ?(pa itu masyarakat2?. ?(pa itu karya sastra2?, dan sebagainya. 5alam dunia ilmu pengetahuan de+inisi mengenai sesuatu inilah yang akan sangat menentukan langkah-langkah kegiatan ilmiah selanjutnya. 5ari paparan di atas terlihat bahwa asumsi!asumsi dasar merupakan fondasi dari sebuah disiplin atau bidang keilmuan, atau dasar dari sebuah kerangka pemikiran, dan seperti halnya +ondasi sebuah gedung yang tidak terlihat, demikian pula halnya dengan asumsi dasar. Suatu kerangka teori dalam ilmu sosial-budaya biasanya mempunyai banyak asumsi dasar. (kan tetapi, tidak semua asumsi dasar ini selalu dikemukakan se&ara eksplisit. -ahkan kadangkadang malah tidak dipaparkan sama sekali, karena semua orang dianggap telah mengetahuinya. Mengapa digunakan istilah @asumsiA, bukan @dalilA atau @hukumA, jika memang kebenarannya sudah tidak dipertanyakan lagi2 Karena tindakan @tidak lagi mempertanyakan kebenaranA ini tidak berlaku untuk semua orang. 3rang lain malah bisa sangat tidak setuju atau sangat mempertanyakan @kebenaran yang tidak dipertanyakanA itu tadi. 1adi, kebenaran di situ dianggap bersi+at relati+. 3leh karena itulah lebih tepat jika kebenaran yang relati+ itu disebut sebagai @asumsiA, anggapan saja, bukan dalil atau hukum. ' !tos 5 "ilai-nilai 4Ethos / Values3 - 4-3 Setiap kegiatan ilmiah juga selalu didasarkan pada sejumlah kriteria atau patokan yang digunakan untuk menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, berman+aat atau tidak. atokan-patokan inilah yang biasa disebut nilai atau etos. 5inyatakan atau tidak nilai-nilai selalu ada di balik setiap kegiatan ilmiah, karena di situ selalu ada persoalan benar atau salah, berman+aat atau tidak. 5engan patokan inilah seorang ilmuwan akan menilai hasil penelitian ilmuwan yang lain, kinerja mereka atau produkti,itas mereka.
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

5alam sebuah paradigma, nilai-nilai ini paling tidak mengenai: (a) ilmu pengetahuan (b) ilmu sosial-budaya. (&) penelitian ilmiah. (d) analisis ilmiah. (e) hasil penelitian. Bilai-nilai ini selalu ada dalam setiap &abang ilmu, tetapi rumusan, penekanan dan keeksplisitannya berbeda-beda. (da &abang ilmu pengetahuan yang nilainya lebih menekankan pada man+aat ilmu, tetapi lebih bersi+at implisit, sedang pada disiplin lain nilai ini dibuat sangat eksplisit. Bilai-nilai mana yang ditekankan oleh suatu komunitas atau organisasi ilmuwan bisa berbedabeda. 'al ini sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya masyarakat tempat para ilmuwan tersebut menjalankan akti,itas keilmuan mereka. Meskipun nilai-nilai ini pada umumnya menyatakan tentang hal-hal yang baik, yang seharusnya, tetapi sebenarnya nilai-nilai juga berkenaan dengan yang tidak baik, yang buruk. 3leh karena itu, bisa pula nilai yang dibuat eksplisit bukanlah yang baik, tetapi yang buruk. 'al ini dilakukan mungkin dengan tujuan agar para ilmuwan dapat lebih terjaga dari melakukan hal-hal yang buruk. Bilai yang baik berkenaan dengan ilmu pengetahuan misalnya adalah nilai yang mengatakan, ilmu pengetahuan yang baik adalah yang berman+aat bagi kehidupan manusia6. atau ilmu pengetahuan yang baik adalah yang teori-teorinya bisa bersi+at uni,ersal6. atau ilmu pengetahuan yang baik adalah yang diperoleh dengan menggunakan metode dan prosedur tertentu yang dapat men&egah masuknya unsur subyekti,itas peneliti6, dan sebagainya. Bilai-nilai yang buruk misalnya adalah, ilmu pengetahuan yang buruk adalah yang tidak memberikan man+aat kepada umat manusia6. atau ilmu pengetahuan yang buruk adalah yang membuat manusia semakin jauh dari Sang en&ipta6. % Model-model 4Models3 - 463 #odel adalah perumpamaan, analogi, atau kiasan tentang gejala yang dipelajari Seringkali model juga terlihat seperti asumsi dasar. Meskipun demikian, model bukanlah asumsi dasar. Sebagai perumpamaan dari suatu kenyataan, sebuah model bersi+at menyederhanakan (4nkeles, #$=;). (rtinya, tidak semua aspek, si+at, atau unsur dari realita dapat tampil dalam sebuah model. Model dapat dibedakan menjadi dua yakni: (#) model utama (primary model) dan model pembantu (secondary model). Model yang dimaksudkan di sini adalah primary model ((himsa- utra, )**$). Model utama merupakan model yang lebih dekat dengan asumsi dasar. Model ini merupakanCmenjadi pembimbing seorang peneliti dalam mempelajari suatu gejala. Model ini bisa berupa kata-kata (uraian) maupun gambar, namun umumnya berupa uraian. -erbeda halnya dengan model pembantu yang selain umumnya berupa gambar, model ini juga biasa digunakan untuk memudahkan seorang ilmuwan menjelaskan hasil analisisnya atau teorinya. Model ini bisa berupa diagram, skema, bagan atau sebuah gambar, yang akan membuat orang lebih mudah mengerti apa yang dijelaskan oleh seseorang. 1adi kalau model utama harus sudah ada sebelum seorang peneliti melakukan penelitiannya, model pembantu biasanya mun&ul dalam hasil analisis atau setelah penelitian dan analisis dilakukan ((himsautra, )**$). Sebagai perumpamaan dari suatu gejala atau realita tertentu, sebuah model bersi+at menyederhanakan gejala itu sendiri. (rtinya, tidak semua aspek, si+at atau unsur dari gejala tersebut ditampilkan dalam model. Seorang peneliti yang mengawali penelitiannya dengan mengatakan bahwa kebudayaan itu seperti organisme atau mahluk hidup, pada dasarnya telah menggunakan model organisme dalam penelitiannya. (pakah kebudayaan itu organisme2 "entu saja bukan. (kan tetapi orang boleh saja mengumpamakannya seperti organisme, karena memang ada kenyataan-kenyataan yang dapat mendukung pemodelan seperti itu. 1adi, sebuah model mun&ul karena adanya persamaan-persamaan tertentu antara +enomena satu dengan +enomena yang lain. erbedaan pada penekanan atas persamaanpersamaan inilah yang kemudian membuat ilmuwan yang satu menggunakan model yang berbeda dengan ilmuwan yang lain. ersamaan-persamaan ini pula yang kemudian membimbing seorang ilmuwan ke arah model tertentu, yang berarti ke arah penjelasan tertentu tentang gejala yang dipelajari. ada saat yang sama, sebuah model berarti juga membelokkan si ilmuwan dari penjelasan yang lain. 3leh karena itu, sebuah model bisa
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

dikatakan membimbing, tetapi bisa pula @menyesatkanA. 3leh karena itu pula tidak ada model yang salah atau paling benar Semua model benar belaka $ang membedakannya adalah produktivitasnya (4nkeles, #$=;). (rtinya, implikasi-impli-kasi teoritis dan metodologis apa yang bakal lahir dari penggunaan model tertentu dalam mempelajari suatu gejala. Sebuah model yang banyak menghasilkan implikasi teoritis dan metodologis merupakan sebuah model yang produkti+. Meskipun demikian, seorang ilmuwan bisa saja memilih sebuah model yang tidak begitu produkti+, karena dianggap dapat memberikan pemahaman baru atas gejala yang dipelajari. -iasanya produkti,itas sebuah model tidak dapat ditentukan dari awal, karena dalam perkembangan selanjutnya ilmuwan-ilmuwan lain mungkin saja akan dapat merumuskan pertanyaan-pertanyaan baru yang tak terduga berdasarkan atas model tersebut ((himsa- utra, )**$). d Masalah 7ang *iteliti 5 7ang Ingin *ija8a' - 493 4ni berupa pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab atau hipotesa yang ingin diuji kebenarannya. Setiap paradigma memiliki masalah-masalahnya sendiri, yang sangat erat kaitannya dengan asumsi-asumsi dasar dan nilai-nilai. 3leh karena itu, rumusan masalah dan hipotesa harus dipikirkan dengan seksama dalam setiap penelitian, karena di baliknya terdapat sejumlah asumsi dan di dalamnya terdapat konsep-konsep terpenting. 3leh Kuhn unsur ini disebut e%emplar. Suatu penelitian selalu berawal dari suatu kebutuhan, keperluan, yaitu keperluan untuk: (a) memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tertentu, atau keinginan, (b) membuktikan kebenaran empiris duga-an-dugaan atau pernyataan-pernyataan tertentu ((himsa- utra, )**$). enelitian untuk memenuhi kebutuhan pertama selalu berawal dari sejumlah pertanyaan (questions) mengenai gejala-gejala tertentu yang dianggap menarik, aneh, asing, menggelisahkan, menakutkan, merugikan, dan seterusnya, sedang penelitian kedua selalu berawal dari sejumlah pernyataan yang masih perlu dan ingin dibuktikan kebenarannya (hypothesis) atau hipotesa. 3leh karena itu dalam setiap penelitian harus ada pertanyaanpertanyaan yang ingin dijawab, danCatau hipotesa-hipotesa yang ingin dibuktikan. enelitian yang berawal dari beberapa pertanyaan tidak perlu lagi menggunakan hipotesa, demikian pula penelitian yang berawal dari sejumlah hipotesa, tidak perlu lagi menggunakan pertanyaan-pertanyaan. Meskipun demikian, kalau suatu penelitian dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sekaligus menjawab hipotesa, hal itu juga tidak dilarang ((himsautra, )**$). e :onsep-konsep Pokok 4Main Concepts, Key Words3 - 4;3 5alam ilmu sosial-budaya, konsep dimaknai berbeda-beda. 5i sini, se&ara sederhana konsep dide+inisikan sebagai istilah!istilah atau kata!kata yang diberi makna tertentu sehingga membuatnya dapat digunakan untuk menganalisis, memahami, menafsirkan dan menjelaskan peristiwa atau gejala sosial!budaya yang dipelajari ((himsa- utra, )**$) (pa &ontoh dari konsep ini2 -anyak sekali dalam ilmu sosial-budaya. Misalnya: masyarakat, kebudayaan, pendidikan, sekolah, kon+lik, sukubangsa, kepribadian, kerjasama, dan sebagainya. Kamus antropologi, kamus sosiologi, dan sejenisnya, merupakan kumpulan penjelasan konsep-konsep yang dipandang penting dalam kajian antropologi dan sosiologi. -anyak istilah-istilah di situ merupakan istilah yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian belum tentu kita mengetahui makna istilah-istilah tersebut dengan baik, bahkan tidak sedikit yang salah dalam menggunakannya, terutama jika istilah tersebut berasal dari bahasa asing. Ketika sebuah istilah diberi makna tertentu oleh seorang ilmuwan yang kebetulan membutuhkan istilah tersebut untuk menjelaskan sebuah gejala, pada saat itulah istilah tersebut -berdasarkan de+inisi di atas- menjadi @konsepA. Sebagai &ontoh adalah kata @kebudayaanA. ada mulanya istilah kebudayaan adalah istilah sehari-hari, yang kemudian diberi de+inisi oleh orang-orang tertentu, di antaranya adalah Ki 'adjar 5ewantoro. Kemudian beberapa orang lain memberikan de+inisi baru, di antaranya adalah Koentjaraningrat. Semenjak itu, kata @kebudayaanA menjadi sebuah konsep yang penting dalam dunia ilmu
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

"

pengetahuan, terutama ilmu sosial-budaya, khususnya lagi dalam antropologi ((himsa- utra, )**$). Sebuah konsep dalam ilmu sosial-budaya bisa diberi de+inisi atau batasan berbagai ma&am. 5alam hal ini perlu diingat bahwa tidak ada definisi yang paling benar, karena setiap konsep dapat diberi de+inisi dari sudut pandang tertentu, dengan &ara tertentu. Dang perlu diperhatikan adalah apakah de+inisi sebuah konsep memungkinkan peneliti mempelajari, memahami dan menjelaskan gejala yang diteliti dengan baik. 3leh karena itu, sebelum merumuskan sebuah de+inisi seyogyanya peneliti melakukan kajian pustaka yang &ukup komprehensi+ agar dapat memperoleh berbagai de+inisi yang telah dibuat oleh para ilmuwan lain berkenaan dengan konsep-konsep yang akan digunakan dalam penelitiannya ((himsautra, )**$). 2 Metode-metode Penelitian 4Methods of Research3 - 4+3 #etode adalah cara, sedang penelitian adalah kegiatan mengumpulkan data 1adi metode penelitian adalah &ara-&ara yang digunakan untuk mengumpulkan data, sedang metodologi penelitian6 adalah ilmu tentang &ara-&ara mengumpulkan data, termasuk di dalamnya jenisjenis data. (da berbagai &ara untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian, dan &ara mana yang akan digunakan tergantung pada jenis data yang diperlukan. 9ara dan kegiatan untuk mengumpulkan data kualitati+ tidak akan bisa sama dengan kegiatan mengumpulkan data kuantitati+. (tas dasar jenis data yang diperlukan inilah mun&ul kemudian berbagai metode pengumpulan data ((himsa- utra, )**$). -erkenaan dengan metode penelitian ini umumnya kita mengenal pembedaan antara @metode penelitian kuantitati+A dan @metode penelitian kualitati+A. Meskipun demikian banyak sekali mahasiswa dan sarjana ilmu sosial-budaya yang mempunyai pengertian kurang lengkap tentang @metode penelitianA ini, sehingga ketika mereka ditanya di mana letak kualitati+nya dan kuantitati+nya sebuah metode26, mereka tidak dapat menjawab. Selain itu, banyak juga ilmuwan sosial-budaya yang hanya mengetahui satu jenis metode saja, yaitu yang kuantitati+, sehingga semua masalah selalu diteliti dengan menggunakan metode yang sama, padahal sebenarnya tidak demikian. 8ebih jelek lagi, karena tidak mengetahui jenis metode penelitian yang lain, metode penelitian itulah (yang kuantitati+) yang kemudian dianggap sebagai satu-satunya metode penelitian yang ilmiah ((himsa- utra, )**$). 5alam pembi&araan di sini @penelitianA harus diartikan sebagai @pengumpulan dataA. 3leh karena itu, metode penelitian kualitatif dan kuantitatif tidak lain adalah metode atau cara guna memperoleh dan mengumpulkan data kualitatif dan data kuantitatif . 1adi yang bersifat &kuantitatif' atau &kualitatif' bukanlah metodenya, tetapi datanya. Selanjutnya, si+at data ini juga sangat menentukan &ara kita untuk mendapatkannya. 0ntuk itu kita perlu tahu &iri-&iri penting yang ada pada masing-masing data. 5ilihat dari sudut pandang ini, maka sebenarnya tidak ada pemisahan dan tidak perlu ada pemisahan yang sangat tegas dan kaku antara penelitian kualitati+6 dan @penelitian kuantitati+6, sebagaimana sering dikatakan oleh sebagian ilmuwan sosial-budaya yang kurang memahami tentang metode-metode penelitian. Dang penting dalam suatu penelitian adalah bagaimana dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan dengan memuaskan, dengan meyakinkan, dan ini sangat tergantung pada data yang dikemukakan. 5ata yang dibutuhkan dalam suatu penelitian bisa berupa data kualitati+, data kuantitati+, atau kedua-duanya, dan sebuah penelitian bisa saja memerlukan dan meman+aatkan dua jenis data ini untuk menjawab masalah-masalahnya. 5ata kuantitati+ dikumpulkan dengan &ara yang berbeda dengan data kualitati+. 3leh karena &iri dan si+atnya yang berbeda ini, maka analisis terhadap data ini juga berbeda ((himsa- utra, )**$). (ata kuantitatif adalah kumpulan simbol -bisa berupa pernyataan, huru+ atau angka- yang menunjukkan suatu jumlah (quantity) atau besaran dari suatu gejala. seperti misalnya jumlah penduduk, jumlah laki dan perempuan, jumlah anak sekolah, jumlah rumah, jumlah tempat ibadah, luas sebuah kelurahan, jumlah padi yang dipanen, dalamnya sebuah sumur, dan sebagainya. 5ata kuantitati+ dapat diperoleh dari kantor statistik atau kantor pemerintah (kabupaten, ke&amatan, kelurahan, dst.) atau dari penghitungan butir-butir tertentu yang ada dalam kuesioner (da+tar pertanyaan) yang diedarkan dalam suatu penelitian, atau dari pernyataan in+orman ((himsa- utra, )**$).
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

(ata kualitatif tidak berupa angka tetapi berupa pernyataan-pernyataan mengenai isi, si+at, &iri, keadaan, dari sesuatu atau gejala, atau pernyataan mengenai hubungan-hubungan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sesuatu ini bisa berupa benda-benda +isik, polapola perilaku, atau gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, bisa pula peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu masyarakat ((himsa- utra, )**$) 5ari berbagai penelitian sosial-budaya yang telah dilakukan, saya menemukan bahwa data kualitati+ ini biasanya mengenai antara lain: (#) nilai-nilai, norma-norma, aturan-aturan. ()) kategori-kategori sosial dan budaya. (:) &eritera (;) per&akapan. (<) pola-pola perilaku dan interaksi sosial. (=) organisasi sosial. (%) lingkungan +isik ((himsa- utra, )**$). Skema / *ata :uantitati2 dan :ualitati2
E- luas (wilayah, kampung, sawah, dsb.) E E- jumlah (penduduk, bangunan, koperasi, dsb.) E E- berat (hasil panen, badan, dsb.) E EEEEEEEnilai, pandangan hidup, norma, aturan kategori sosial-budaya &eritera per&akapan pola perilaku dan interaksi sosial organisasi sosial lingkungan +isik

E--- Kuantitati+ -------E E E 5ata --E E E E--- Kualitati+ ---------

Sumber: (himsa- utra, )**$

5alam masing-masing metode penelitian ini terdapat sejumlah metode penelitian lagi, yang penggunaannya biasanya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan praktis, yakni ketersediaan waktu, biaya dan tenaga. 5alam metode pengumpulan data kuantitati+ -yang selanjutnya kita sebut metode penelitian kuantitati+-, terdapat misalnya: (a) metode kajian pustaka. (b) metode sur,ei dan (&) metode angket. 5alam metode penelitian kualitati+ terdapat (a) metode kajian pustaka. (b) metode pengamatan. (&) metode pengamatan berpartisipasi (participant observation). (d) metode wawan&ara sambil lalu. (e) metode wawan&ara mendalam, dan (+) metode mendengarkan ((himsa- utra, )**$). g Metode-metode Analisis 4Methods of Analysis3 - 4 , 3 #etode analisis data pada dasarnya adalah cara!cara untuk memilah!milah, mengelompokkan data !kualitatif maupun kuantitatif! agar kemudian dapat ditetapkan relasi! relasi tertentu antara kategori data yang satu dengan data yang lain . Sebagaimana halnya metode penelitian, metode analisis kualitati+ dan metode analisis kuantitati+ harus diartikan sebagai metode menganalisis data kualitati+ dan metode menganalisis data kuantitati+. Mengelompokkan data kuantitati+ memerlukan siasat atau &ara yang berbeda dengan mengelompokkan data kualitati+, karena si+at dan &iri data tersebut memang berbeda ((himsa- utra, )**$). Metode analisis data kualitati+ pada dasarnya sangat memerlukan kemampuan untuk menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan di antara data kualitati+, dan ini hanya dapat dilakukan apabila konsep-konsep teoritis yang digunakan dide+inisikan dengan baik. ersamaan dan perbedaan ini tidak begitu mudah ditemukan, namun bilamana pada saat pengumpulannya data ini sudah dikelompokkan terlebih dahulu, hal itu akan mempermudah analisis lebih lanjut. -erkenaan dengan metode analisis ini yang paling perlu diperhatikan adalah tujuan akhir dari suatu kerja analisis. 5engan memperhatikan se&ara seksama pertanyaan penelitian yang kita kemukakan, sebenarnya kita sudah dapat menentukan sejak awal metode analisis seperti
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

apa yang akan kita lakukan atau kita perlukan. Meskipun ada berbagai ma&am jenis metode analisis, namun se&ara umum kita dapat mengatakan bahwa tujuan akhir analisis adalah menetapkan hubungan!hubungan antara suatu variabel/gejala/unsur tertentu dengan variabel/gejala/unsur yang lain, dan menetapkan jenis hubungan yang ada di situ. Setiap paradigma selalu mempunyai metode analisis tertentu, karena metode analisis inilah yang kemudian akan menentukan &orak hasil analisis atau teorinya, sehingga teori yang mun&ul dalam sebuah paradigma tidak akan sama dengan teori yang mun&ul dalam paradigma yang lain ((himsa- utra, )**$). h Hasil Analisis 5 #eori 4Results of Analysis / Theory3 - 4<3 (pabila kita dapat melakukan analisis atas data yang tersedia dengan baik dan tepat, maka tentu akan ada hasil dari analisis tersebut, yang dapat dikatakan sebagai kesimpulan6 kita. )asil analisis ini harus menyatakan relasi!relasi antarvariabel, antarunsur atau antargejala yang kita teliti. 1ika hasil analisis kita tidak berhasil men&apai ini, maka hal itu bisa berarti tiga hal. ertama, data yang kita analisis mengandung beberapa kesalahan mendasar. Kedua, analisis kita salah arah. Ketiga, analisis kita masih kurang mendalam, dan ini mungkin juga disebabkan oleh kurangnya data yang kita miliki ((himsa- utra, )**$). Setelah kita menganalisis berbagai data yang telah kita peroleh dengan menggunakan metode-metode tertentu, kita akan memperoleh suatu kesimpulan tertentu, suatu pendapat tertentu berkenaan dengan gejala yang dipelajari. endapat ini bisa berupa pernyataanpernyataan yang menunjukkan relasi antara suatu ,ariabel dengan ,ariabel yang lain, atau pernyataan yang menunjukkan hakekat6 (the nature) atau &iri dan keadaan dari gejala yang kita teliti. 'asil analisis yang berupa pernyataan-pernyataan tentang hakekat gejala yang diteliti atau hubungan antar,ariabel atau antargejala yang diteliti inilah yang kemudian biasa disebut sebagai teori. 5engan kata lain, teori adalah pernyataan mengenai hakekat sesuatu (gejala yang diteliti) atau mengenai hubungan antarvariabel atau antargejala yang diteliti, yang sudah terbukti kebenarannya ((himsa- utra, )**$) Kalau &akupan (scope) penelitian kita luas, data yang kita analisis berasal dari banyak masyarakat dan kebudayaan, dan teori yang kita kemukakan dapat memberikan penjelasan yang berlaku umum, uni,ersal6, melampaui batas-batas ruang dan waktu, maka biasanya dia akan disebut sebagai teori besar (grand theory). Kalau teori tersebut hanya kita tujukan untuk menjelaskan gejala-gejala tertentu yang agak umum, namun tidak &ukup uni,ersal, maka dia lebih tepat disebut sebagai teori menengah (middle!range theory) (Merton,#$ ). -ilamana teori yang kita sodorkan hanya berlaku untuk gejala-gejala yang kita teliti saja, yang terjadi hanya dalam masyarakat dan kebudayaan yang kita teliti, maka dia lebih tepat disebut teori ke&il (small theory). 5i sini pernyataan tentang hubungan antar,ariabel tersebut lebih ke&il atau lebih terbatas &akupannya ((himsa- utra, )**$). i $epresentasi 4!tnogra2i3 - 4=3 7epresentasi atau penyajian adalah karya ilmiah yang memaparkan kerangka pemikiran, analisis dan hasil analisis yang telah dilakukan, yang kemudian menghasilkan kesimpulan atau teori tertentu. 7epresentasi ini bisa berupa skripsi (pada S-#), tesis (pada S-)), disertasi (pada S-:), laporan penelitian, makalah, artikel ilmiah (dalam jurnal ilmiah), atau sebuah buku. 5alam antropologi, representasi ini biasa disebut etnogra+i. 5alam sejarah disebut historiogra+i. 5alam arkeologi ada yang menyebutnya sebagai paleoetnogra+i ((himsa- utra, )**$). 7epresentasi atau etnogra+i merupakan tulisan yang dihasilkan oleh seorang peneliti setelah dia melakukan penelitian atas satu atau beberapa masalah dengan menggunakan paradigma tertentu. 3leh karena itu sebuah paradigma belum akan terlihat sebagai sebuah paradigma sebelum ada etnogra+inya. Sebuah paradigma yang tidak memiliki etnogra+i dengan &orak tertentu belum dapat dikatakan sebagai paradigma yang utuh. 5i masa lalu etnogra+i sebagai suatu representasi kebudayaan atau unsur-unsur kebudayaan tertentu kurang mendapatkan perhatian dalam &ara penulisannya. Bamun semenjak Malinowski mulai dengan sangat sadar menyajikan sebuah etnogra+i +ungsional,
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

yang menampilkan dengan jelas hubungan +ungsional antarunsur kebudayaan, penulisan etnogra+i mulai memperoleh perhatian yang lebih besar. erhatian ini semakin menguat dan kritis dengan mun&ulnya paradigma post-modernisme dalam antropologi, yang banyak mendapat inspirasi dari kritik sastra. Kini, para ahli antropologi telah menyadari betul-betul bahwa representasi suatu kebudayaan dalam bentuk sebuah etnogra+i adalah persoalan penting, karena akan berdampak terhadap &itra kebudayaan yang disajikan. 6 Skema dan Ma%am Paradigma Antropologi 4Budaya3 0rutan atau jenjang unsur-unsur paradigma di atas dapat digambarkan dengan skema seperti pada halaman berikut (Skema ), hal.#*). Skema itu disusun dengan anggapan bahwa dalam sebuah paradigma unsur @asumsi dasarA merupakan dasar dari unsur-unsur yang lain, dan sudah ada sebelum adanya unsur-unsur yang lain. 3leh karena itu, asumsi-asumsi dasar ditempatkan paling bawah. 7epresentasi (etnogra+i) merupakan unsur yang terakhir mun&ul dalam sebuah paradigma, sehingga unsur ini ditempatkan di atas. (sumsi-asumsi dasar dapat dikatakan sebagai unsur-unsur paradigma yang paling dasar, paling tersembunyi, paling implisit, dan karena itu biasanya juga paling tidak disadari. 3leh karena itu beradaCditempatkan di paling bawah. 5emikian juga halnya nilai-nilai. Falaupun, nilai-nilai ini biasanya lebih disadari daripada asumsi dasar. Seorang ilmuwan yang baik akan selalu tahu dan sadar tentang nilai-nilai keilmuan yang harus diikuti dalam setiap kegiatan ilmiah. 4lmuwan atau peneliti umumnya &ukup mengetahui nilai-nilai uni,ersal dalam kegiatan ilmiah. Model-model merupakan unsur paradigma yang sudah lebih jelas atau lebih kongkrit dibandingkan dengan asumsi-asumsi dasar, walaupun tingkat keabstrakan dan keimplisitannya seringkali sama dengan asumsi dasar. Bamun unsur model ini juga lebih sederhana dibandingkan dengan elemen asumsi dasar. Sebuah model umumnya merupakan impilkasi lebih lanjut dari asumsi dasar yang dianut. 3leh karena itu, model ditempatkan setelah asumsi dasar.

Skema 2. Unsur-unsur Paradigma dalam Ilmu Sosial-Budaya


etnografi hasil analisis (teori) metode analisis selalu eksplisit metode penelitian konsep-konsep masalah yang ingin diteliti --------------------------------------------------------------------------------------------------------------model tidak selalu eksplisit asumsi dasar nilai-nilai

Sumber : (himsa- utra, )**/

Masalah-masalah yang ingin diteliti, yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan atau hipotesa, merupakan unsur yang harus eksplisit, sehingga unsur ini ditempatkan di atas garis
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

pemisah antara unsur-unsur yang (bisa) implisit dengan unsur-unsur yang harus eksplisit. Masalah-masalah penelitian juga merupakan implikasi dari asumsi dan model yang dianut, walaupun hal ini tidak selamanya disadari oleh para penliti. Konsep-konsep pokok juga merupakan unsur paradigma yang kongkrit, yang eksplisit karena dalam setiap penelitian, makna konsep-konsep ini sudah harus dipaparkan dengan jelas. Seperti halnya masalah penelitian, konsep-konsep ini sudah bersi+at eksplisit dan disadari, diketahui, walaupun tidak selalu dimengerti dengan baik segala implikasi metodologisnya oleh para peneliti. Metode penelitian dan metode analisis merupakan tahap-tahap pewujudan dari asumsiasumsi dasar, model dan konsep dalam sebuah kegiatan penelitian. elaksanaan atau penerapan metode-metode ini didasarkan pada apa-apa yang ada dalam asumsi dasar, model dan konsep. 5engan kata lain metode-metode ini merupakan tahap pelaksanaan penelitian yang dibimbing oleh unsur-unsur paradigma yang sudah ada sebelumnya. enelitian dengan menggunakan konsep-konsep tertentu akan memerlukan metode yang berbeda dengan penelitian yang menggunakan konsep-konsep yang lain. 'asil analisis merupakan unsur yang mun&ul setelah dilakukannya analisis atas data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan metode-metode tertentu. 'asil analisis ini juga harus dinyatakan se&ara eksplisit, tegas dan jelas. 1ika tidak tegas dan jelas maka penelitian yang telah dilakukan akan dinilai kurang berhasil, dan ini akan membuat telaah atas paradigma yang telah digunakan semakin dipertajam. 7epresentasi merupakan elemen terakhir dari sebuah paradigma, dan di sinilah sebuah paradigma akan dinilai keberhasilannya untuk menjawab persoalan-persoalan tertentu. Sebagai hasil akhir, representasi ini sedikit banyak akan men&erminkan keseluruhan elemenelemen yang ada dalam sebuah paradigma. 3leh karena itu, dalam skema di atas, semua ujung panah akhirnya mengarah pada unsur representasi ini. Skema di atas akan menjadi terbalik, yakni unsur representasi berada di bawah, jika dikatakan bahwa unsur-unsur paradigma diturunkan dari asumsi-asumsi dasar. Skema yang terbalik ini disusun atas dasar tingkat keabstrakan dan keimplisitan dari unsur-unsur paradigma. Semakin abstrak, implisit dan tidak disadari sebuah unsur, akan semakin tinggi tempatnya dalam skema di atas. Meskipun demikian, semuanya akan berakhir pada representasi atau etnogra+i. 5engan menggunakan kerangka paradigma di atas, saya men&oba memetakan paradigma-paradigma yang telah berkembang dalam antropologi budaya hingga masa kini (tahun )**/), dan paradigma-paradigma tersebut adalah sebagai berikut. #. ). :. ;. <. =. %. /. $. #*. ##. #). #:. #;. #<. aradigma G,olusionisme aradigma 5i++usionisme aradigma artikularisme 'istoris ()istorical "nthropology) aradigma Hungsionalisme aradigma (nalisis Iariabel aradigma *ross!*ultural aradigma Kepribadian dan Kebudayaan (*ulture and +ersonality) aradigma Strukturalisme (8J,i-Strauss) aradigma "a+sir Kebudayaan aradigma Materialisme -udaya aradigma Materialisme 'istoris aradigma Gtnosains aradigma Konstruksionisme (Henomenologi) aradigma "ctor!,riented aradigma ost-Modernisme

Klasi+ikasi paradigma ini ditentukan atas dasar persamaan dan perbedaan yang terdapat pada unsur-unsur yang relati+ pokok dalam paradigma, yakni: (a) asumsi dasar. (b) model. (&) masalah penelitian (yang ingin diteliti). dan (d) konsep.
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

(gar paradigma-paradigma tersebut dapat tampil sebagai paradigma yang saling berhubungan se&ara historis, diperlukan sebuah paparan yang historis. 0ntuk itu saya akan memulainya dengan paradigma yang pertama mun&ul dalam antropologi, yakni e,olusi kebudayaan (evolutionism), yang mun&ul di akhir abad #$ ). andangan tentang e,olusi kebudayaan dalam antropologi pertama kali dilontarkan oleh G.-."ylor, ahli antropologi dari 4nggris. "ylor (#/=<) membagi e,olusi kebudayaan menjadi tiga tahap, yakni tahap Savagery, -arbarism dan *ivili.ation, dengan ekonomi dan teknologi sebagai unsur-unsur budaya pembeda di antara tiga tahap tersebut. ada tahap Savagery manusia hidup dari berburu dan meramu, dengan menggunakan peralatan yang terbuat dari kayu, tulang dan batu. Mereka hidup berpindah-pindah tempat. ada tahap -arbarism manusia mulai mengenal ber&o&ok-tanam. Mereka mulai hidup menetap, karena harus menunggui tanaman mereka. eralatan mereka mulai dibuat dari logam. ada tahap terakhir, tahap eradaban, manusia mulai mengenal tulisan, mengenal kehidupan perkotaan, dan mampu membuat bangunan-bangunan besar, yang memerlukan pengetahuan dan peralatan yang &anggih, serta organisasi sosial yang kompleks. "eori e,olusi kebudayaan dari "ylor tersebut kemudian dikembangkan lagi oleh 8.'.Morgan (#/%%), yang membagi tahap Sa,agery dan -arbarism menjadi tiga, yakni Sa,agery (wal (/ower Savagery), Sa,agery "engah (#iddle Savagery), dan Sa,agery (khir (0pper Savagery). -arbarisme (wal, -arbarisme "engah, dan -arbarisme (khir. "ahap akhir adalah tahap eradaban (*ivili.ation) :). 5i tengah pandangan masyarakat Gropa -arat yang ketika itu masih kuat menganut ajaran-ajaran kitab erjanjian 8ama dan erjanjian -aru, teori e,olusi kebudayaan dari "ylor dan Morgan merupakan sebuah pandangan baru. "eori-teori tersebut menyadarkan mereka bahwa sebagaimana halnya gejala alam, gejala-gejala dalam masyarakat dan kebudayaan juga dapat dipelajari se&ara rasional, untuk kemudian diungkapkan hukum-hukum yang ada di baliknya. Se&ara implisit teori tersebut mengajak masyarakat Gropa -arat untuk memandang dan ber+ikir tentang masyarakat dan kebudayaan lewat paradigma e,olusi, bukan lewat paradigma dari kitab su&i. 1adi, teori e,olusi kebudayaan adalah sebuah kritik terhadap &ara ber+ikir masyarakat Gropa -arat ketika itu (Mar&us dan His&her, #$/=). Kemun&ulan teori e,olusi kebudayaan tersebut telah mengundang sejumlah reaksi, yakni (a) yang berupa kritik terhadap teori e,olusi dan kemudian menyodorkan paradigma yang lain, dan (b) yang mengakui kelemahan teori e,olusi dari "ylor dan Morgan, namun tidak menolak ide dasarnya, yakni bahwa kebudayaan atau masyarakat mengalami e,olusi. Kelompok pertama diwakili antara lain oleh ahli-ahli antropologi seperti Hrans -oa!, 7ad&li++e-rown dan Malinowski, sedang kelompok kedua diwakili misalnya oleh 8eslie Fhite dan 1ulian Steward. Fhite pada dasarnya mengakui bahwa kriteria yang digunakan oleh "ylor dan Morgan bersi+at subyekti+, dan technological biasnya begitu kuat. 3leh karena itu, teori e,olusi yang lebih baik harus dibuat di atas dasar kriteria yang lebih obyekti+, yang dapat ditentukan ukurannya. Sehubungan dengan itu, Fhite (#$;$) kemudian mengusulkan kriteria baru: enerji (energy), karena setiap kebudayaan pada dasarnya adalah sebuah sistem thermodinamis, yakni sistem yang melakukan trans+ormasi enerji. 5engan enerji sebagai tolok ukur, maka tingkat e,olusi kebudayaan dapat ditentukan se&ara kuantitati+. 0kuran ini juga bersi+at uni,ersal, sehingga dapat dikatakan obyekti+. 5engan kriteria enerji, 8eslie Fhite kemudian merumuskan sebuah hukum e,olusi kebudayaan, yakni 9 K G L ". 9 adalah culture, G adalah energy dan " adalah technology. (rtinya, e,olusi kebudayaan merupakan perubahan sistem yang melakukan trans+ormasi enerji dengan bantuan teknologi (Fhite, #$;$: :=/). "eori e,olusi ini kemudian disebut teori e,olusi uni,ersal (9arneiro, #$%:), karena Fhite berbi&ara tentang kebudayaan manusia dalam arti umum dan kriteria yang digunakannya juga dapat digunakan se&ara uni,ersal.
2

) %elan&utnya, paparan tentang perkembangan paradigma-paradigma antr'p'l'gi di sini diambil sepenuhnya dari pidat' pengukuhan saya (Ahimsa-Putra, 200#). ) ('rgan mengembangkan skema )yl'r yang terdapat dalam buku Researches into the Early History of Mankind and the Development of Civilization , terbit tahun $#"" (*idney, $9 3+ 209).
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

-erbeda dengan Fhite, 1ulian Steward melihat bahwa kelemahan teori e,olusi dari "ylor dan Morgan adalah pada data yang digunakan, yakni tidak berasal dari hasil penelitian lapangan yang serius pada suatu kebudayaan tertentu. 3leh karena itu Steward men&oba menggunakan paradigma e,olusi untuk meneliti salah satu sukubangsa 4ndian di (merika Serikat, yakni 4ndian Shoshone di kawasan 1reat -asin (#$:/). 5ari penelitian ini Steward sampai pada pendapat bahwa e,olusi kebudayaan terkait erat dengan kondisi lingkungan. Kebudayaan orang 4ndian Shoshone yang ditelitinya ternyata tidak lagi mengalami e,olusi, karena telah sesuai (adapti+) dengan lingkungan alamnya. Sehubungan dengan itu Steward berpendapat bahwa setiap kebudayaan mempunyai inti (cultural core), yang terdiri dari teknologi dan organisasi kerja. *ultural core inilah yang menentukan &orak adaptasi kebudayaan terhadap lingkungannya (#$<<). 5engan kata lain, interaksi antara inti kebudayaan dengan lingkunganlah yang menentukan arah e,olusi suatu kebudayaan. G,olusi kebudayaan, dengan demikian, tidaklah berjalan mengikuti satu jalur (unilinier), tetapi banyak jalur (multilinier). "eori Steward ini kemudian dikenal sebagai teori e,olusi multilinear (multilinier). (pa yang terjadi dalam paradigma e,olusionisme menunjukkan bahwa kelemahankelemahan dalam paradigma ini tidak serta-merta membuat para ahli kebudayaan meninggalkannya dan membangun paradigma baru. Krisis dalam paradigma justru telah mendorong sebagian ahli untuk memperbaikinya, dan kemudian melahirkan sub-paradigma atau paradigma turunan. erbaikan tidak dilakukan dengan mengubah asumsi dasar yang terpenting, yakni bahwa kebudayaan itu berkembang, dan bahwa manusia pada dasarnya bersi+at inventive (mampu menghasilkan hal-hal baru), tetapi dengan mengajukan model kebudayaan yang berbeda. Kalau "ylor dan Morgan se&ara implisit mengumpamakan kebudayaan seperti mahluk hidup (organisme), maka Fhite memandang kebudayaan seperti sebuah sistem termodinamis, sistem yang mentrans+ormasi enerji, sedang Steward memandang kebudayaan seperti mahluk hidup yang berada dalam lingkungan tertentu dan selalu berada dalam proses adaptasi terhadap lingkungan tersebut melalui bagian intinya. enggunaan model yang berbeda dengan sendirinya menghendaki adanya konsepkonsep baru. ada sub-paradigma e,olusi uni,ersal yang dikembangkan oleh Fhite, mun&ul konsep-konsep penting seperti termodinamika, enerji, dan trans+ormasi. ada sub-paradigma e,olusi multilinier, konsep-konsep penting tersebut adalah lingkungan, adaptasi, cultural core, organisasi kerja, dan sebagainya. erbaikan metodologis juga ada. Mun&ulnya konsep enerji misalnya, menuntut ahli antropologi untuk memiliki metode mengukur jumlah enerji guna menentukan e,olusi yang telah terjadi. 'adirnya konsep inti budaya yang terdiri dari organisasi kerja dan teknologi, menuntut ahli antropologi memiliki metode penelitian untuk mengungkap organisasi kerja tersebut. "idak lama setelah teori e,olusi dilontarkan, mun&ul sebuah paradigma lain dalam studi kebudayaan, yakni diffusionism (di+usionisme) atau penyebaran kebudayaan, dari ahli-ahli kebudayaan di 4nggris dan 1erman. 5i awal kemun&ulannya paradigma ini tidak dipertentangkan dengan paradigma e,olusionisme, karena tokoh-tokoh aliran e,olusi seperti "ylor dan Morgan juga tidak pernah menolak +akta bahwa unsur-unsur kebudayaan bisa menyebar, dan perubahan kebudayaan bisa terjadi karena penyebaran ini (Fhite, #$;<). aradigma di+usi baru terlihat berlawanan dengan dan merupakan alternati+ terhadap paradigma e,olusi setelah Hran! -oas di (merika Serikat dengan murid-muridnya melontarkan berbagai kritik terhadap paradigma e,olusi (lihat 'arris, #$=/. Kroeber, #$;=. Fhite, #$;<), dan menyatakan bahwa pendekatan di+usionistis merupakan pendekatan yang lebih sesuai untuk merekonstruksi sejarah kebudayaan. Menurut mereka teori e,olusi kebudayaan terlalu menekankan +aktor internal, dan kurang memperhatikan +aktor eksternal, ketika menjelaskan perubahan kebudayaan. 4de tentang di+usi kebudayaan pada awalnya mun&ul di 4nggris dari F.1. erry dan Glliot Smith yang kebetulan meneliti budaya Mesir Kuno. Kekaguman mereka atas ke&anggihan budaya ini membuat mereka berkesimpulan bahwa peradaban-peradaban kuno yang lain di muka bumi sebenarnya berasal dari Mesir. enyebaran peradaban tersebut terjadi ketika orang-orang Mesir, yang mereka sebut sebagai putra-putra dewa matahari ( children of the sun), menyebar ke berbagai tempat di dunia untuk men&ari logam mulia dan batu mulia (Ian
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

-aal, #$/%). "eori ini segera ditolak oleh para ahli antropologi karena: (a) tidak didukung oleh data yang baik dan akurat. dan (b) data tidak dikumpulkan dengan menggunakan metode dan prosedur penelitian yang jelas, sehingga teori tersebut sebenarnya hanya buah dari pemikiran yang spekulati+. Meskipun demikian, para ahli antropologi menyadari bahwa pandangan erry dan Smith tentang kebudayaan ada benarnya, yakni bahwa unsur-unsur kebudayaan dapat menyebar dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain, dan beberapa kebudayaan memang terlihat memiliki pusat tertentu, yang kemudian menjadi sema&am pusat penyebarannya. 5i pusat ini pulalah terdapat dinamika kebudayaan yang paling tinggi. 8ebih dari itu, mereka juga telah menyodorkan sebuah &ara pandang baru terhadap ke-budayaan. Kebudayaan kemudian tidak lagi harus dilihat se&ara e,olusionistis, tetapi bisa juga se&ara di+usionistis. (rtinya, dinamika dan perkembangan kebudayaan tidak hanya berlangsung dalam bentang waktu tertentu, tetapi juga dalam bentang ruang. (da dimensi waktu dan juga ruang dalam perubahan kebudayaan. "anpa mendapat pengaruh dari ilmuwan 4nggris, di 1erman juga mun&ul studi tentang penyebaran kebudayaan, dan telah melahirkan konsep-konsep baru seperti kulturkreis (daerah atau lingkungan kebudayaan) dan kulturschichten (lapisan kebudayaan) (-aal, #$/%). Se&ara metodologis, kajian penyebaran kebudayaan di 1erman ini memang lebih baik daripada yang dilakukan di 4nggris, karena digunakannya kriteria kuantitas dan kualitas dalam studi perbandingan guna menentukan tingkat keterhubungan unsur-unsur budaya (Koentjaraningrat, #$/*). Kebudayaan-kebudayaan yang dianggap memiliki hubungan karena menunjukkan kesamaan-kesamaan tertentu, kemudian dianggap berada dalam suatu wilayah kebudayaan tertentu, yang disebut kulturkreis. ara ilmuwan 1erman berpendapat bahwa dengan menyusun kulturkreis dari berbagai kebudayaan di dunia, akhirnya kulturhistorie global akan dapat diketahui dan direkonstruksi. Meskipun para ilmuwan 1erman telah memperbaiki metode analisis mereka, namun masih ada juga beberapa kelemahan dalam prosedur penelitian mereka, yang membuat kesimpulan-kesimpulan mereka lantas terasa spekulati+. Kelemahan utama adalah bahwa studi perbandingan tidak dimulai dari kebudayaan-kebudayaan yang berdekatan satu sama lain, tetapi didasarkan pada ketersediaan data unsur budaya, dan ini terjadi karena kelemahan yang kedua, yakni tidak dilakukannya penelitian lapangan untuk mendapatkan data kebudayaan yang diperlukan (-aal, #$/%). "erlepas dari kelemahan-kelemahan tersebut, apa yang dilakukan oleh para ahli antropologi 1erman telah berada pada jalur yang tepat. Mereka telah menggunakan analisis komparati+ yang disertai dengan asas kualitas dan kuantitas, guna menentukan wilayah persebaran satu atau beberapa unsur kebudayaan (-aal, #$/%. Koentjaraning-rat, #$/*). Metode inilah yang dikembangkan oleh para ahli antropologi (merika Serikat yang setuju dengan pandangan-pandangan dasar paradigma di+usi kebudayaan. Kebanyakan mereka ini adalah anak didik Hran! -oas. -oas sendiri menolak teori-teori e,olusi dan di+usi karena menurutnya data kebudayaan yang tersedia belum memungkinkan para ahli antropologi merumuskan teori-teori atau hukum-hukum seperti itu. 1ika hal itu dipaksakan, maka yang akan lahir bukanlah teori-teori yang kokoh, tetapi pendapat-pendapat spekulati+ yang tidak ilmiah. -agi -oas, sejarah kebudayaan bersi+at khas atau khusus, yang hanya dapat ditulis atas dasar data yang berasal dari penelitian lapangan yang seksama dan intensi+. 3leh karena itu, tugas utama para ahli antropologi menurut -oas adalah melakukan penelitian lapangan dan mengumpulkan data kebudayaan serin&i mungkin. (liran pemikiran -oas ini kemudian dikenal sebagai partikularisme historis (historical particularism) dan telah mendominasi kajian-kajian antropologi (merika Serikat di awal abad )* ('arris, #$=/). 5engan kerangka ber+ikir partikularisme historis inilah murid-murid -oas melakukan penelitian lapangan untuk merekonstruksi sejarah-sejarah kebudayaan berbagai suku-bangsa di dunia, terutama kebudayaan orang-orang 4ndian di (merika 0tara. 0paya ini kemudian tidak berbeda dengan studi tentang di+usi unsur-unsur kebudayaan, karena masalah sejarah men&akup juga masalah asal-usul berbagai ma&am unsur tersebut. 5ari sejarah kebudayaan ini dapat diketahui hubungan dan saling pengaruh antarkebudayaan, atau proses penyebaran kebudayaan di masa lampau, sehingga dapat disusun kemudian peta wilayah-wilayah
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

kebudayaan (culture areas), yakni daerah-daerah dengan berbagai kebudayaan yang banyak kesamaannya satu sama lain. Meskipun penelitian lapangan dengan metodologi yang lebih baik telah dilakukan oleh para ahli antropologi (merika Serikat, namun kritik tetap dilontarkan terhadap aliran mereka, partikularisme historis. 5alam prakteknya sejarah suku-sukubangsa ini ternyata tidak selalu dapat diungkap, karena tidak adanya data sejarah. (dalah -ronislaw Malinowski dan (.7.7ad&li++e--rown yang menolak pendekatan sejarah dalam antropologi. 5ua pakar antropologi dari 4nggris ini telah melakukan penelitian lapangan pada suku-sukubangsa yang sederhana. Malinowski melakukannya di kalangan orang "robriand, sedang 7ad&li++e--rown melakukannya di kalangan orang (ndaman. enelitian lapangan ini tampaknya telah menyadarkan mereka akan keterbatasan pendekatan sejarah untuk mempelajari masyarakatmasyarakat sederhana di luar Gropa, yang tidak mengenal tulisan dan juga belum pernah ditulis oleh orang lain. Masyarakat-masyarakat seperti ini tidak memiliki sumber-sumber sejarah. Sejarah yang mereka miliki bukanlah sejarah sebagaimana dipahami para ilmuwan -arat. Sejarah mereka adalah mitos. enelitian dengan paradigma partikularisme historis pada masyarakat seperti itu tidak akan menghasilkan sejarah tetapi sejarah-sejarahan (pseudo history) (7ad&li++e--rown, #$<)). 1adi, diperlukan paradigma yang lain. enelitian lapangan intensi+ yang dilakukan oleh Malinowski dan 7ad&li++e--rown tampaknya telah membawa keduanya pada sebuah paradigma yang tidak historis, yakni +ungsionalisme. (pa yang terjadi pada paradigma e,olusionisme terulang pada paradigma di+usionisme. aradigma di+usi diterima oleh sebagian ahli, tetapi juga ditolak oleh sebagian yang lain. Mereka yang menolak kemudian mengembangkan paradigma baru, sedang yang menerima memperbaiki paradigma yang lama. Mun&ullah kemudian sub-paradigma dalam aliran di+usi. erubahan model tidak terjadi di sini, tetapi metode penelitian dan analisis disempurnakan. Kebudayaan dalam di+usionisme tetap diumpamakan seperti kolam yang dilempar batu di bagian tengahnya, sehingga timbul gelombang-gelombang yang menyebar dari tengah ke pinggir. 5ari model ini mun&ul dua sub-paradigma di+usi kebudayaan: (a) yang ekstrim, dan (b) yang moderat. (liran di+usi kebudayaan yang ekstrim adalah yang mun&ul di 4nggris, dan yang moderat adalah yang mun&ul dan berkembang di 1erman dan (merika Serikat. Mun&ulnya +ungsionalisme-(struktural) sebagai paradigma yang membukakan pintu pemahaman baru terhadap gejala sosial-budaya telah membuat peristiwa ini dikatakan sebagai re,olusi dalam antropologi (1ar,ie, #$=;). (sumsi dasarnya adalah bahwa segala sesuatu itu memiliki +ungsi. Hungsi inilah yang menjelaskan keberadaannya. "ermasuk di dalamnya keberadaan unsur kebudayaan (Montagu, #$%;). Model yang digunakan adalah model organisme (7ad&li++e--rown #$<)) atau model mesin. Bamun, berbeda dengan kaum e,olusionis -yang juga menggunakan model organisme-, kaum +ungsionalis tidak berupaya merekonstruksi tahap-tahap e,olusi kebudayaan atau unsur-unsurnya. Mereka lebih tertarik untuk mengetahui +ungsi berbagai gejala sosial-budaya, seperti halnya +ungsi suatu organ dalam organisme. 5engan paradigma ini, perhatian peneliti tidak lagi ditujukan pada upaya mengetahui asal-usul suatu pranata atau unsur budaya tertentu, tetapi pada +ungsinya dalam konteks kehidupan masyarakat atau kebudayaan tertentu. Suatu unsur kebudayaan yang berasal dari masa lampau tidak lagi dilihat sebagai sisa-sisa budaya lama, tetapi sebagai unsur budaya yang tetap aktual dalam masyarakat, karena mempunyai +ungsi tertentu. 7e,olusi yang terjadi karena lahirnya +ungsionalisme-(struktural) berlangsung tidak hanya pada tataran penjelasan (e%planation), tetapi juga pada tataran metode penelitian dan penulisan etnogra+i, dan keduanya dilakukan oleh Malinowski. Malinowskilah yang memulai penelitian lapangan dalam waktu yang lama (lebih dari satu tahun), dan betul-betul hidup di tengah masyarakat yang diteliti, serta mempelajari bahasa mereka (lihat Malinowski, #$=#). Metode penelitian seperti inilah yang kini dikenal sebagai metode obser,asi partisipasi (participant observation) dan menjadi salah satu trademark antropologi. aradigma +ungsionalisme-(struktural) memang menuntut penelitian seperti itu. "anpa penelitian lapangan yang lama dan mendalam, seorang peneliti akan sulit mengetahui dan memahami saling keterkaitan +ungsional unsur-unsur budaya masyarakat yang diteliti. Selanjutnya pemahaman +ungsionalistis tentang masyarakat dan kebudayaan itu harus dituangkan dalam bentuk etnogra+i. 5i sini diperlukan siasat penulisan tertentu yang dapat
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

menampilkan kebudayaan sebagai suatu kesatuan dari unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain se&ara +ungsional. Malinowskilah setahu saya yang memulai genre penulisan etnogra+i sema&am ini melalui bukunya 2he "rgonauts of the 3estern +acific (#$=#), yang kemudian dikenal sebagai etnogra+i holistik. "idak setiap ahli antropologi mampu menulis etnogra+i seperti ini. 5iperlukan penelitian lapangan yang lama dan intensi+, serta kesadaran yang kuat pada diri penulis mengenai &itra kebudayaan yang dapat dihasilkan lewat penulisan etnogra+i dengan siasat tertentu. 5i sini seorang ahli antropologi memang perlu menjadi seorang sastrawan. -erkat kiprah Malinowski dan 7ad&li++e--rown serta murid-murid mereka, paradigma +ungsional-(struktural) kemudian menjadi salah satu paradigma yang mendominasi ilmu-ilmu sosial di -arat di tahun #$;*-#$=*an. -erbagai teori +ungsional-struktural mengenai gejala sosial-budaya bermun&ulan di era tersebut, seperti misalnya teori tentang +ungsi kebudayaan, +ungsi mitos, +ungsi rituil, +ungsi sistem kekerabatan, +ungsi sistem politik, +ungsi simbol dan sebagainya (lihat, Malinowski, #$<;. 7ad&li++e--rown, #$<). Mlu&kman, #$%:. 8ea&h, #$<;). aradigma +ungsionalisme-(struktural) ini kemudian menyebar ke &abang-&abang ilmu sosial yang lain, terutama sosiologi dan politik. 5alam sosiologi, +ungsionalisme dengan &orak yang lebih teoritis menjadi lebih dominan berkat kehadiran "al&ott arsons, 7obert Merton, 8ewis 9oser dan sebagainya ("urner dan Maryanski, #$%$) yang begitu tekun mengembangkan paradigma tersebut Seperti halnya dua paradigma sebelumnya, paradigma +ungsionalisme-(struktural), juga tidak terhindar dari kritik. 5alam pandangan sejumlah ilmuwan sosial, paradigma ini dianggap tidak dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan +enomena perubahan masyarakat dan kebudayaan karena selalu menekankan pada hubungan +ungsi-nal antarunsur dan keseimbangan sistem (-u&kley, #$=%). 5ari perspekti+ politis paradigma tersebut dituduh sebagai ideologi ilmiah dari kaum yang mapan, yang anti-perubahan (S!tompka, #$%;). -erbagai upaya kemudian dilakukan oleh para penganutnya untuk menangkis kritik tersebut (lihat 9an&ian, #$=*. 9oser, #$<=. Hallding, #$=:. St!ompka, #$%;). Mereka berupaya membangun paradigma +ungsionalisme yang lebih dinamis, yang dapat memasukkan unsur kon+lik serta perubahan dalam kajian +ungsional-(struktural) (lihat -ailey, #$/;. -errin, #$%:. 9ole, #$==. Mlu&kman, #$%:. 8ea&h, #$<;). Bamun, upaya-upaya ini tidak sepenuhnya dianggap berhasil. "idak-dapat-digunakannya paradigma +ungsionalisme-(struktural) untuk menganalisis perubahan sosial-budaya dipandang sebagai kelemahan serius oleh banyak ilmuwan, dan ini telah membuat popularitas paradigma tersebut memudar, walaupun tidak mati (lihat Gisenstadt, #$$*). Seiring dengan mun&ulnya kritik terhadap paradigma +ungsionalisme-(struktural), arus kritik terhadap +ilsa+at positi,isme dalam ilmu sosial-budaya juga semakin menguat. engaruh +ilsa+at ini dipandang telah membuat paradigma +ungsionalisme-(struktural) kurang dapat mengungkap aspek maknawi dari kehidupan manusia. Sejumlah ahli antropologi kemudian mempertanyakan ketepatan paradigma itu untuk memahami gejala sosial-budaya sebagai gejala simbolik. adahal, simbol atau lambang, dan pelambangan (simbolisasi) merupakan basis dari perilaku manusia (Fhite, #$;$), karena manusia adalah animal symbolicum (9assirer, #$;<). Kelemahan paradigma +ungsionalisme-(struktural) dan keinginan untuk melepaskan diri dari pengaruh positi,isme, telah mendorong sejumlah ahli antropologi membangun paradigma-paradigma baru. 8ahirlah kemudian tiga buah paradigma baru yang mendapat inspirasi dari ilmu bahasa (linguistik) dan sastra, yakni strukturalisme yang dikembangkan oleh 8J,i-Strauss di ran&is, etnosains di (merika Serikat dan antropologi interpreti+ yang dikembangkan oleh 9li++ord Meert!, juga di (merika Serikat. -agi sebagian ahli antropologi, strukturalisme, etnosains dan antropologi interpreti+ dirasa lebih &o&ok untuk mengkaji +enomena kebudayaan, karena ketiganya mendapat inspirasi dari &abang ilmu sosial-budaya yang dianggap paling maju ketika itu, yakni linguistik, serta dari +ilsa+at simbolisme. Kajian antropologi budaya kemudian dapat mengarah ke aspek maknawi gejala sosialbudaya. Mejala-gejala ini kemudian tidak lagi hanya dipandang sebagai sebuah realitas empiris yang perlu dijelaskan, tetapi juga sebagai wujud dari suatu kerangka ber+ikir kolekti+ tertentu, yang perlu diketahui isi dan strukturnya ("yler, #$=$). Kebudayaan di sini
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

dide+inisikan sebagai perangkat pengetahuan yang bersi+at kolekti+. Kebudayaan tidak lagi dipandang seperti organisme atau sebuah mesin, tetapi seperti bahasa. 5alam pandangan strukturalisme dan etnosains, gejala-gejala kebudayaan merupakan gejala-gejala yang seperti bahasa (8J,i-Strauss, #$=:. "yler, #$=$). andangan ini menuntut para ahli antropologi untuk meninjau kembali berbagai metode penelitian dan metode etnogra+i yang selama ini digunakan. 5i sini mereka banyak mendapat inspirasi dari ilmu bahasa. Seorang peneliti kebudayaan kemudian perlu merekam dengan seksama berbagai istilah dalam bahasa lokal, dan kemudian menganalisisnya, karena istilahistilah ini merupakan perwujudan dari pola pikir kolekti+ suatu masyarakat atau komunitas. 5ata kebudayaan sema&am ini tentu memerlukan &ara penyajian yang berbeda. Mun&ullah kemudian sebuah &ara menulis etnogra+i yang baru, yang dikenal sebagai "he Bew Gthnography. erspekti+ antropologi interpreti+ -yang mendapat inspirasi dari kajian sastra- berbeda lagi. 5i sini manusia dide+inisikan sebagai mahluk yang dapat men&iptakan dan meman+aatkan simbol-simbol untuk berkomunikasi dan membangun kehidupan sosial. Kehidupan manusia merupakan kehidupan yang berbasis pada simbol (Fhite, #$;$). 5alam sastra, kumpulan simbol ini adalah teks. 3leh karena itu, kehidupan manusia dan gejala sosial-budaya di dalamnya adalah juga teks. Sebagai teks, gejala-gejala ini tidak dijelaskan, tetapi diba&a, dita+sir, diberi makna. 5e+inisi simbol sebagai segala sesuatu yang dimaknai (Fhite, #$;$) di sini memungkinkan para ahli antropologi mengarahkan perhatian mereka pada dimensi lain -yang selama ini terabaikan- dari gejala sosial-budaya, yakni dimensi maknawinya ( semantic dimension). 5alam antropologi masa kini kehadiran paradigma-paradigma baru ini tidak berarti matinya paradigma-paradigma lama. aradigma e,olusi masih tetap bertahan, sebagaimana terlihat pada beberapa kajian (-ellah, #$%). 5urham, #$$$. Mraham dan 5ay-ton, )**). Klaessen dan Kloos, #$%/. Shapere, #$/$. Fol+, #$%*). aradigma di+usionisme masih populer berkat adanya +enomena penyebaran teknologi baru (lihat -rown, #$/#), +enomena globalisasi (lihat 8ewellen, )**). "sing, )**<. Fol+, #$$=) serta mun&ulnya paradigma world!system (Fallerstein, #$%;. #$/*). aradigma +ungsionalisme masih digunakan ((himsa- utra, )**%a. Gisenstadt, #$$$) bahkan telah melahirkan sub-paradigma baru dalam antropologi ekologi, yakni neo!functionalism ((himsa- utra, #$$;). 1ika digambarkan dengan menggunakan skema yang lebih historis, serta mengikuti dikhotomi nomotetis dan idiogra+is, maka akan terlihat diagram sebagai berikut.

Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

%kema 3.

"entu ada yang berkeberatan dengan pemetaan dan klasi+ikasi paradigma di atas, karena saya belum memasukkan berbagai ma&am teori atau aliran yang sudah sangat sering disebut-sebut, seperti misalnya +eminisme, post-struktural, post-kolonial, atau post-post yang lain. 5alam pandangan saya, aliran-aliran ini -yang sepintas lalu terlihat seperti paradigmasaya tempatkan sebagai bagian dari paradigma post-modernisme, sehingga paradigmaparadigma ini merupakan sub-paradigma. Heminisme sudah saya masukkan dalam skema di atas, walaupun masih dalam kurung. (rtinya, +eminisme dalam antropologi belum terlihat sebagai sebuah sub-paradigma yang &ukup menonjol, walaupun dalam disiplin lain mungkin sangat kuat, seperti misalnya dalam kajian sastra. ost-kolonial belum saya masukkan karena dalam antropologi saya belum melihatnya sebagai sebuah sub-paradigma yang sudah
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

&ukup berpengaruh dalam antropologi. Sub-paradigma dari post-modernisme ini terlihat kuat terutama dalam disiplin sejarah dan kajian sastra. ost-stru&turalisme tidak saya sebut-sebut juga karena aliran ini Nda-lam pandangan saya tidak berbeda dengan post-modernisme-, sementara istilah post-modernisme menurut saya lebih sesuai. Selain pemetaan berdasarkan paradigma di atas, dalam wa&ana teoritis antropologi kini juga banyak disinggung tentang epistemologi. 'al ini tampaknya dipi&u oleh pernyataan 8J,i-Strauss di tahun #$=*an mengenai paradigma strukturalisme yang dikembangkannya dalam antropologi. 5ia katakan antara lain bahwa strukturalisme yang dikembangkannya bukan hanya merupakan sebuah teori, tetapi juga sebuah epistemologi, atau sebuah +ilsa+at ilmu yang baru dalam antropologi. ernyataan ini menurut saya telah menyadarkan banyak ahli antropologi bahwa pengembangan ilmu tidak lagi hanya persoalan pengembangan teori, sebagaimana selama itu dipahami, tetapi -lebih penting lagi- merupakan pengembangan epistemologi. III !PIS#!M>?>GI (pa yang dimaksud dengan epistemologi2 Se&ara sederhana epistemologi dapat dide+inisikan sebagai teori tentang pengetahuan ( theory of knowledge). 5alam epistemologi dibi&arakan antara lain asal-usul pengetahuan, sumber pengetahuan, kriteria pengetahuan, dan sebagainya, serta perbedaan-perbedaannya dengan ilmu pengetahuan (science). Menurut asal katanya (etimologi) epistemologi (epistemology) berasal dari kata episteme, pengetahuan6 dan logos, ilmu pengetahuan, sehingga se&ara hara+iah @epistemologiA dapat diartikan sebagai @ilmu tentang pengetahuanA atau @teori tentang pengetahuanA. 3leh karena itu, epistemologi juga diartikan sebagai the philosophical e%amination of human knowledge 6 (4ncylopedia "mericana vol 56, 5789), atau telaah +iloso+is atas pengetahuan manusia6, atau that branch of philosophy which studies the source, limits, methods, and validity of knowledge6 (2he 3orld 0niversity 4ncyclopedia, vol :, 57;<), yaitu &abang +ilsa+at yang mempelajari sumber, batas-batas, metode dan ,aliditas pengetahuan6. 5engan demikian telaah epistemologi pada dasarnya merupakan telaah tentang pengetahuan yang lebih +iloso+is. 5e+inisi seperti itu masih belum sangat jelas, kurang rin&i. 8ebih khusus lagi '. .7i&kman (#$=%) mengatakan bahwa epistemologi pada dasarnya membi&arakan tentang: (a) what principles and presuppositions are involved in knowing something6 (prinsip-prinsip dan presuposisi-presuposisi seperti apa yang terlibat ketika orang mengetahui sesuatu). (b) how these may very according to the subject of inquiry 6 (apakah dan bagaimanakah berbagai prinsip dan presuposisi tersebut berubah ketika subyek telaahnya juga berubah) serta apa implikasinya terhadap metode-metode yang digunakan. (&) konsep-konsep umum yang menga&u pada gejala yang dipelajari atau pada gejala-gejala yang ada dalam kehidupan manusia. (d) bagaimana mengaitkan konsep-konsep umum yang penting ini satu sama lain dengan &ara yang sistematis. 3leh karena epistemologi bersi+at +iloso+is, maka dalam kerangka paradigma di atas bagian ini men&akup antara lain unsur-unsur yang biasanya bersi+at implisit, yang terdiri dari asumsi-asumsi dasar, etos (nilai-nilai) dan model. (sumsi-asumsi dasar merupakan unsurunsur yang oleh 7i&kman disebut prinsip-prinsip dan presupposisi, yang ber,ariasi berdasarkan atas masalah yang dipelajari. 5alam antropologi, epistemologi ini -yang selanjutnya kita samakan dengan +ilsa+at ilmu antropologi6- ada beberapa ma&am karena +ilsa+at ilmu sosial-budaya telah berkembang pesat semenjak 9omte mengemukakan gagasannya tentang +ilsa+at positi,isme sebagai basis ilmu pengetahuan. 3leh karena itu, peta epistemologi dalam antropologi tidak sama dengan peta paradigma. Gpistemologi di sini merupakan bagian dari sebuah paradigma, tetapi bagian yang relati+ lebih penting daripada unsur-unsur yang lain. Glemen asumsi dasar dalam paradigma perlu diketahui lebih jauh unsur-unsur pembentuknya. 5ari telaah saya atas berbagai asumsi dasar yang ada dalam berbagai paradigma antropologi saya menemukan paling tidak enam butir asumsi dasar yang menjadi landasan +iloso+is dari paradigma-paradigma tersebut. (sumsi-asumsi tersebut berkenaan dengan: (a) basis pengetahuan. (b) manusia. (&) gejala yang diteliti atau obyek materialnya.
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

(d) ilmu pengetahuan. (e) ilmu sosialCbudaya. dan (+) disiplin atau &abang ilmu yang dipelajari, yang dapat digambarkan dengan skema seperti berikut. Skema 9 Basis !pistemologis Paradigma Antropologi
E- (sumsi dasar tentang ------E -asis engetahuan E E E E- (sumsi dasar tentang ------E Manusia E E E- (sumsi dasar tentang -----E Mejala Dang 5iteliti Gpistemologi ------ E E E- (sumsi dasar tentang ------E 4lmu engetahuan E E E- (sumsi dasar tentang -----E 4lmu SosialC-udaya E E E- (sumsi dasar tentang -----5isiplin (ntropologi E- indera E- kemampuan strukturasi E dan simbolisasi E- bahasa E- asal-mula E- sebab-sebab E- hakekat E- asal - mula E- sebab-sebab E- hakekat E- tujuan E- hakekat E- ma&am E- tujuan E- hakekat E- ma&am E- tujuan E- hakekat E- ma&am

5engan menggunakan enam butir asumsi dasar tersebut saya men&oba untuk menemukan jenis-jenis epistemologi yang telah mun&ul dalam antropologi. Se&ara garis besar epistemologi dalam ilmu antropologi terdapat tujuh ma&am epistemologi yakni: (#) ositi,isme. ()) 'istorisisme. (:) Henomenologi. (;) 'ermeneutik. (<) Strukturalisme (Semiotika). (=) Materialisme 'istoris. (%) ost-Modernisme. Gpistemologi ini kemudian menjadi basis +iloso+is paradigma-paradigma antropologi yang telah berhasil kita identi+ikasi sebelumnya. 1enis paradigma dan epistemologi yang mendasarinya dapat kita susun menjadi tabel seperti berikut (lihat "abel #). "entu saja pemetaan ini juga masih dapat diperdebatkan karena -sebagaimana kita ketahui- tidak setiap paradigma selalu &ukup jelas dan eksplisit epistemologinya. Misalnya saja paradigma etnosains. Se&ara eksplisit, paradigma ini jarang sekali dihubungkan dengan +ilsa+at +enomenologi karena se&ara historis memang etnosains tidak mun&ul dari +enomenologi. (kan tetapi, jika kita perhatikan berbagai asumsi dasar dalam etnosains, maka akan terlihat bahwa asumsi-asumsi tersebut tidak berbeda dengan pandangan-pandangan +ilsa+at +enomenologi yang masuk dalam ilmu sosial. 3leh karena itu, saya mengatakan di sini bahwa +enomenologi merupakan basis +iloso+is dari paradigma etnosains.

Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

#a'el / !pistemologi dan Paradigma dalam Antropologi 4Sosial-Budaya3 !pistemologi


#. ositi,isme #. ). :. ;. <.

Paradigma
aradigma G,olusi Kebudayaan aradigma Hungsionalisme aradigma *ross!*ultural *omparison aradigma (nalisis Iariabel aradigma "ctor!,riented

). 'istorisisme

#. aradigma 5i+usi Kebudayaan ). aradigma artikularisme 'istoris #. aradigma Gtnosains ). aradigma Konstruksionisme #. aradigma Kepribadian Kebudayaan (*ulture and +ersoanlity) ). aradigma "a+sir Kebudayaan #. aradigma Strukturalisme (8J,i-Strauss) #. aradigma Materialisme 'istoris ). aradigma Materialisme -udaya #. aradigma ost-Modernisme

:. Henomenologi

;. 'ermeneutik

<. Strukturalisme =. Materialisme

%. ost-Modernsime

Selain itu, paradigma tertentu juga masih dapat diperdebatkan basis epistemologinya, seperti misalnya paradigma di++usi. Se&ara teoritis, kajian-kajian di++usi kebudayaan jelas memperlihatkan &orak atau &iri sejarahnya, sehingga paradigma di++usionisme dapat dikatakan berbasis pada epsitemologi historisisme. (kan tetapi, hasil-hasil kajian di++usi juga sangat banyak yang ditujukan untuk merumuskan hukum-hukum penyebaran unsur-unsur kebudayaan. 5alam kajian di++usi juga ada upaya untuk sampai pada generalisasi gejala penyebaran kebudayaan, sehingga basis epsitemologis paradigma ini bisa saja positi,isme, bukan historisisme. erdebatan seperti itu memang sulit dihindari, namun hal itu tidak perlu membuat upaya untuk melakukan pemetaan perkembangan paradigma antropologi lantas harus berhenti. erdebatan tersebut juga tidak harus diartikan bahwa pemetaan di atas salah, karena bagaimanapun juga hasil pemetaan di atas tidak dilakukan tanpa alasan tertentu yang dapat diterima se&ara ilmiah. Misalnya saja, bagaimanapun juga paradigma etnosains lebih sulit dikaitkan dengan epistemologi yang lain, dibanding dengan epistemologi +enomenologi. aradigma di++usi lebih mudah dihubungkan dengan epistemologi historisisme daripada dengan positi,isme. (danya butir-butir yang masih diperdebatkan pada dasarnya merupakan penanda bahwa pemetaan aliran pemikiran atau paradigma dan basis +ilsa+atnya tidak selalu bisa betul-betul rapi dan jelas batasnya, sebagaimana halnya juga sebuah peta sebuah wilayah yang tidak selalu dapat merepresentasikan atau menampilkan wilayah yang dipetakan se&ara rin&i atau persis. Meskipun demikian, peta tersebut tetap dapat diman+aatkan untuk membimbing pelan&ong, pejalan, wisatawan atau yang lain untuk men&apai tempat yang diinginkan. -egitu pula halnya dengan peta paradigma. 5engan peta ini para peneliti sosial-budaya akan lebih menyadari posisi penelitian dan paradigma yang digunakannya dalam jagad pemikiran ilmu sosial-budaya.
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

Gpistemologi merupakan unsur-unsur yang paling abstrak dari sebuah paradigma, akan tetapi unsur-unsur ini sangat menentukan bagaimana seseorang akan melakukan penelitian ilmiah. 5i lain pihak sebuah paradigma juga memerlukan unsur yang sangat kongkrit sebagai perwujudannya, untuk menunjukkan bahwa paradigma tersebut ada (eksis). aradigma memerlukan sebuah representasi untuk menunjukkan keberadaannya. 7epresentasi inilah yang biasa disebut sebagai etnogra+i6. I@ !#">G$AFI Gtnogra+i berasal dari kata ethnos, yang artinya adalah sukubangsa6 dan graphein, yang berarti mengukir, menulis, menggambar6. 1adi etnogra+i adalah tulisan, deskripsi atau penggambaran mengenai suatu sukubangsa tertentu. Suatu sukubangsa tentu terdiri dari manusia-manusia: laki-laki, perempuan, anak-anak, remaja, dewasa dan tua Suatu sukubangsa juga tentu memiliki adat-istiadat atau budaya tertentu. 3leh karena itu, suatu sukubangsa memiliki paling tidak dimensi +isik dan budaya. 3leh karena itu pula, di masa lalu -ketika orang belum mengenal +otogra+i-, sebuah etnogra+i tentu memuat di dalamnya deskripsi &iri-&iri +isik suatu sukubangsa dan deskripsi adat-istiadat, budaya sukubangsa tersebut. 9iri-&iri +isik tersebut meliputi bentuk hidung, bentuk mata, bentuk bibir, bentuk dan warna rambut, bentuk pipi, bentuk rahang, warna kulit, tinggi badan, lebar badan, dan sebagainya. 5i masa lalu deskripsi sema&am ini biasanya paling awal diberikan, karena penulis (etnogra+er) &iri-&iri +isik adalah &iri-&iri yang paling awal dilihat ketika orang bertemu orang lain, dan akan paling &epat menarik perhatian, bilamana &iri-&iri +isik ini berbeda sekali dengan &iri-&iri +isik si etnogra+er itu sendiri. Kini setelah orang mengenal +otogra+i, deskripsi +isik dalam etnogra+i sudah berkurang, karena paparan tentang &iri-&iri +isik tersebut lebih mudah dan dapat lebih nyata ditampilkan melalui +oto-+oto. Hoto wajah wanita, pria, anak-anak, atau remaja dalam suatu sukubangsa kini lebih banyak terlihat dalam buku-buku etnogra+i. -erbeda halnya dengan adat-istiadat atau kebudayaan, yang mempunyai tiga wujud atau aspek, yakni: aspek material atau +isik (material aspect), aspek perilaku (behavioral aspect), dan aspek ide atau gagasan (ideational aspect). 0ntuk menyajikan kebudayaan dalam aspek materialnya, etnogra+er dapat menggunakan +oto-+oto, seperti misalnya +oto rumah, peralatan transportasi, peralatan pertanian, peralatan berburu, pakaian, dan sebagainya. 9ara ini lebih praktis daripada kalau etnogra+er memapar-kan berbagai benda atau peralatan tersebut dengan menggunakan kata-kata. Bamun, &ara ini kurang dapat digunakan untuk menyajikan kebudayaan pada aspek perilaku-nya, karena +otonya akan menjadi sangat banyak. 0ntuk menampilkan aspek perilaku dari kebudayaan para etnogra+er masih banyak meman+aatkan bahasa. -erbagai kegiatan sukubangsa yang diteliti, seperti misalnya kegiatan bertani, men&ari ikan, berburu, men&ari hasil hutan, menggembala, pernikahan, pengobatan tradisional, gotong-royong, kesenian dan sebagainya, hanya dapat ditampilkan dengan baik melalui kata-kata. Menampilkan berbagai kegiatan dalam sebuah upa&ara keagamaan hanya dapat dilakukan dengan baik kalau si etnogra+er meng-gunakan kata-kata, bukan gambar. enyajian sebuah upa&ara keagamaan lewat +oto-+oto bukan hanya kurang praktis, tetapi juga kurang dapat menampilkan dinamika atau in+ormasi lain yang tidak tampak, tetapi terkandung dalam upa&ara tersebut. Sebagai tulisan, etnogra+i kini biasa diartikan sebagai tulisan mengenai suatu suku-bangsa yang didasarkan pada suatu penelitian atau pengalaman penulis (etnogra+er) dalam perjumpaan, berhubungan, berinteraksi dengan suatu komunitas, masyarakat atau sukubangsa tertentu. "ulisan ini bisa berupa berita di sebuah suratkabar mengenai upa&ara keagamaan yang diselenggarakan oleh sebuah sukubangsa di salah satu pula ke&il dan terpen&il di bagian selatan kepulauan Maluku. bisa pula sebuah artikel pendek di situ tentang adat pernikahan orang -etawi di kota 1akarta. bisa pula sebuah artikel tentang &ara penyembuhan orang kesurupan pada sebuah komunitas di desa 1awa, atau sebuah artikel mengenai karapan sapi di Madura, dengan berbagai adat-kebiasaannya, dan masih banyak lagi.

Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

Gtnogra+i juga bisa berupa sebuah artikel ilmiah di sebuah jurnal ilmu sosial mengenai sistem ekonomi sebuah komunitas, perubahan-perubahan yang terjadi di situ, serta berbagai +aktor penyebabnya. mengenai &ara-&ara suatu masyarakat menyelesaikan kon+lik komunal dengan meman+aatkan pranata-pranata tradisional yang mereka miliki. mengenai pola pengasuhan anak-anak dalam suatu masyarakat dan pola-pola kepribadian yang terbentuk karena pola pengasuhan seperti itu. mengenai pola-pola pengobatan tradisional yang masih dilakukan oleh suatu masyarakat, dan hubungannya dengan tingkat kesehatan mereka, dan sebagainya. -erbeda dengan jenis tulisan yang pertama, tulisan-tulisan seperti ini biasanya merupakan hasil penelitian yang &ukup lama, yang dikerjakan dengan teliti dan tekun, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan se&ara ilmiah6. 1urnal-jurnal ilmiah ilmu sosial dan budaya banyak sekali berisi tulisan-tulisan seperti ini. Kalau etnogra+i berupa artikel mendeskripsikan salah satu item kebudayaan (akti,itas rituil, pengobatan, &o&ok-tanam, dsb.) dengan singkat, dan etnogra+i berupa artikel ilmiah mendeskripsikan salah satu unsur kebudayaan (sistem pertanian, sistem kekerabatan, sistem keper&ayaan, dsb.) dengan &ukup mendalam, maka etnogra+i berupa buku (monogra+i) biasanya akan mendeskripsikan sejumlah unsur kebudayaan yang hubungannya erat satu sama lain, misalnya sistem kekerabatan dengan sistem politik, dengan sistem keper&ayaan, dengan mitos, dengan sistem matapen&aharian, dan sebagainya. Gtnogra+i yang terakhir inilah yang biasa disebut sebagai etnogra+i yang holistik (utuh). Gtnogra+i dari jenis kedua dan ketiga inilah yang kini merupakan landasan utama dari sebuah disiplin yang bernama (ntropologi, khususnya (ntropologi -udaya atau Gtnologi. 5ari penelitian selama beberapa bulan pada suatu masyarakat ini peneliti kemudian dapat menulis beberapa etnogra+i, tergantung pada kreati,itas dan produkti,itas masing-masing. 5ari satu kali penelitian lapangan, seorang peneliti yang kreati+ dan produkti+ dapat menulis mengenai sistem matapen&aharian sukubangsa yang diteliti, sistem keper&ayaan yang mereka anut, rituil tertentu yang dipandang penting dalam masyarakat, sistem kekerabatan mereka, mitos-mitos yang hidup di kalangan mereka, bahkan juga kesenian atau praktekpraktek pengobatan yang mereka lakukan. endeknya peneliti dapat menulis etnogra+i mengenai unsur-unsur kebudayaan yang me-narik perhatiannya selama di lapangan. enelitian lapangan yang tidak begitu lama, membuat peneliti agak sulit untuk mempelajari bahasa lokal serta mengenal adat-istiadat atau kebudayaan masyarakat yang diteliti dengan mendalam. eneliti sulit mengetahui saling keterkaitan antara unsur budaya satu dengan yang lain. 3leh karena itu, etnogra+i yang ditulis juga umumnya bersi+at sepotong-sepotong. Misalnya, peneliti menulis tentang sistem kekerabatan terlebih dulu, kemudian diterbitkan. Kemudian menulis lagi tentang sistem ekonomi atau matapen&aharian, kemudian diterbitkan. Menulis lagi tentang sistem politik, dan diterbitkan lagi. 5emikian seterusnya. Kesan yang kemudian mun&ul pada mereka yang memba&a etnogra+i sema&am itu adalah bahwa unsur-unsur budaya tersebut tidak berhubungan satu sama lain. 'al sema&am ini memang tidak banyak berpengaruh pada kerja antropologi sebagai sebuah disiplin, karena antropologi di masa itu dimaksudkan sebagai &abang ilmu yang bertujuan untuk merumuskan generalisasi-generalisasi atau hukum-hukum6 tentang gejala kebudayaan, yang dihasilkan dari studi perbandingan kebudayaan, sebagaimana yang dirintis dan dikerjakan oleh G.-."ylor. Gtnogra+i seperti itulah yang ada dalam antropologi di masa itu, yang juga masih bertahan sampai sekarang. Meskipun demikian, perkembangan baru juga telah terjadi dalam penelitian dan etnogra+i di awal abad )*. Kini, setelah penelitian-penelitian antropologi berkembang dengan pesat, etnogra+i sebagai bagian dari paradigma yang digunakan dalam penelitian tersebut juga mengalami perkembangan yang pesat pula. 1ika etnogra+i merupakan salah satu unsur dalam paradigma, maka etnogra+i-etnogra+i yang ada dalam antropologi tentunya dapat diklasi+ikasikan berdasarkan atas dasar paradigmanya. 1ika demikian tentunya kita akan dapat menemukan etnogra+i e,olusionistis -yang merupakan hasil kajian dengan menggunakan paradigma e,olusi kebudayaan-. etnogra+i di++usionistis -yang merupakan hasil kajian dengan menggunakan paradigma di++usi kebudayaan-, etnogra+i +ungsionalistis -yang merupakan hasil kajian dengan menggunakan paradigma +ungsionalisme-, etnogra+i struktural
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

-yang merupakan hasil kajian dengan menggunakan paradigma strukturalisme, dan sebagainya. ertanyaannya kemudian adalah: adakah &ontoh-&ontoh etnogra+i seperti itu2 "entu saja ada, sebab kalau tidak ada maka kehadiran sebuah paradigma tidak akan pernah diketahui. Keberadaan paradigma hanya dapat diketahui dari etnogra+i yang telah dihasilkan oleh penelitian dengan menggunakan paradigma tersebut. (kan tetapi, sayangnya etnogra+ietnogra+i tersebut tidak semuanya dapat diperoleh di 4ndonesia. Sebagian besar etnogra+i tersebut ditulis dalam bahasa 4nggris. Meskipun demikian, beberapa etnogra+i yang ditulis ahli-ahli antropologi 4ndonesia dapat kita jadikan &ontoh dari etnogra+i dengan &orak tertentu. -uku-buku etnogra+i yang diedit oleh Koentjaraningrat, seperti misalnya #anusia dan =ebudayaan di >ndonesia, #asyarakat (esa di >ndonesia #asa =ini , +enduduk >rian -arat, dan buku etnogra+i dari Koentjaraningrat sendiri, =ebudayaan ?awa, serta buku Sistem +olitik 2radisional di >rian ?aya dari 1ohs!ua Mansoben merupakan buku-buku etnogra+i dengan paradigma studi perbandingan kebudayaan (cross!cultural comparison). ada buku dari Koentjaraningrat &orak ini terlihat dari &ara para penulis di situ menyusun etnogra+inya, yakni dengan mengelompokkan data etnogra+is yang diperoleh ke dalam judul-judul unsur kebudayaan, seperti sistem kekerabatan6, agama dan religi6, matapen&aharian6, bahasa6, dan sebagainya. ada buku Mansoben klasi+ikasi yang terlihat adalah klasi+ikasi unsur-unsur sistem politik. 5engan etnogra+i yang sama &oraknya mereka yang ingin melakukan studi perbandingan kebudayaan akan sangat terbantu oleh buku-buku tersebut. -uku ?avanese 2rah dari Sja+ri Sairin, buku )ubungan +atron!=lien di Sulawesi Selatan (edisi baru dari buku #inawang) dari (himsa- utra, dan buku =onflik dan >ntegrasi dari (&hmad Hediyani Sai+uddin merupakan &ontoh etnogra+i dengan &orak +ungsional. 5alam hal ini ?avanese 2rah terlihat lebih ber&orak +ungsionalisme dari Malinowski, sedang buku )ubungan +atron!=lien dan =onflik dan >ntegrasi lebih memperlihatkan &orak +ungsionalismestruktural dari 7ad&li++e--rown dan 5urkheim. -uku ,rang ?awa dan 1unung #erapi dari 8u&as "riyoga Sasongko, artikel (himsa- utra (ir dan Sungai 9iliwung: Sebuah Kajian Gtnoekologi6, buku 8ahajir 4tnoekologi ,rang dayak 2unjung /inggang adalah beberapa &ontoh dari etnogra+i dengan paradigma etnosains. 5i sini disajikan sistem kategorisasi peneliti mengenai gejala-gejala yang ada di lingkungan mereka. ada buku Sasongko kategorisasi tersebut adalah mengenai mahluk-mahluk halus di kawasan Merapi, pada tulisan (himsa- utra kategorisasi tersebut adalah mengenai air dan sungai 9iliwung, pada buku 8ahajir kategorisasi tersebut mengenai hutan. -uku (himsa- utra Strukturalisme /evi!Strauss, #itos dan =arya Sastra , dan buku 8aksono 2radisi dan Struktur pada #asyarakat ?awa, sangat jelas memperlihatkan paradigma yang mendasarinya: strukturalisme. erbedaannya adalah etnogra+i 1awa dari 8aksono lebih diwarnai oleh strukturalisme -elanda, sedang buku (himsa- utra jelas dipengaruhi oleh strukturalisme 8J,i-Strauss. Menguatnya pendidikan antropologi strata ) dan : semenjak tahun #$$*an telah memengaruhi kuantitas dan kualitas etnogra+i di 4ndonesia. Gtnogra+i dengan paradigma yang lebih ber,ariasi telah dihasilkan oleh para master dan doktor antropologi. Sayangnya, sebagian besar etnogra+i mereka tetap tinggal sebagai tesis master dan disertasi doktor. "idak banyak hasil kajian mereka yang kemudian terbit dalam bentuk sebuah buku atau artikel di jurnal yang dapat diakses oleh lebih banyak orang. @ P!"U#UP 5alam makalah ini saya men&oba menunjukkan keterkaitan antara paradigma, epistemologi dan etnogra+i. -erdasarkan atas pandangan-pandangan saya mengenai paradigma, epistemologi dan etnogra+i, saya katakan di sini bahwa dalam antropologi telah berkembang sejumlah paradigma. aradigma-paradigma ini mempunyai epistemologi, yang terdiri dari unsur-unsur yang relati+ lebih penting daripada unsur-unsur yang lain dalam sebuah paradigma, seperti misalnya unsur asumsi dasar, model, dan konsep. Gtnogra+i sebagai representasi merupakan unsur yang sangat penting juga karena merupakan wujud dari keberadaan (eksistensi) sebuah paradigma. "anpa etnogra+i, keberadaan sebuah
Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

paradigma tidak akan pernah diketahui. 3leh karena itu, sebuah etnogra+i selalu memperlihatkan &orak paradigmanya. 3leh karena itu pula kita dapat mengidenti+ikasi dan membuat klasi+ikasi etnogra+i berdasarkan atas paradigmanya. 5i 4ndonesia kita dapat menemukan sejumlah etnogra+i karya ahli antropologi 4ndonesia dengan &orak paradigma yang berbeda. (da etnogra+i komparati+, etnogra+i +ungsional, etnogra+i etnosainti+ik, etnogra+i struktural, dan sebagainya. 5engan memahami paradigma dan &orak etnogra+inya ini, akan lebih mudah kini bagi kita untuk mengembangkan antropologi di 4ndonesia, karena kita dapat menentukan lebih dulu jenis paradigma yang ingin kita kembangkan, unsur paradigma yang akan kita kembangkan, dan kemudian &ara-&ara untuk mengembangkannya se&ara e++ekti+ dan e++isien. *AF#A$ PUS#A:A (himsa- utra, '.S. )**< "ntropologi >ndonesia oleh "hli "ntropologi >ndonesia 8aporan enelitian. )**=a Strukturalisme /@vi!Strauss, #itos dan =arya Sastra . Dogyakarta: Kepel ress. Gdisi -aru. )**=b (ntropologi Sosial--udaya di 4ndonesia: "ingkat erkembangan dengan erspekti+ Gpistemologi6 dalam >lmu Sosial dan 2antangan Aaman, "au+ik (bdullah (ed.). 1akarta: 7ajagra+indo ersada. )**% +aradigma, 4pistemologi dan #etode >lmu Sosial -udayaB Sebuah +emetaan. Makalah elatihan. )**/ +aradigma dan Cevolusi >lmu dalam "ntropologi -udayaB Sketsa -eberapa 4pisode. idato engukuhan Muru -esar (ntropologi -udaya. Dogyakarta. 0ni,ersitas Madjah Mada. )**$ +aradigma >lmu Sosial!-udayaB Sebuah +andangan. Makalah disampaikan dalam Kuliah 0mum 6 aradigma enelitian 4lmu-ilmu 'umaniora, diselenggarakan oleh rogram Studi 8inguistik, Sekolah as&asarjana, 0ni,ersitas endidikan 4ndonesia, di -andung, % 5esember. Sejarah 2eori "ntropologi -udaya > 1akarta: Mramedia.

-aal, 1.,. #$/%

-idney, 5. #$<: 2heoretical "nthropology. Bew Dork: 9olumbia 0ni,ersity ress. -ottomore, ". #$%<. 9ompeting )*). aradigms in Ma&roso&iology6. "nnual Ceview of Sociology 5: #$#-

-rukman, 1. #$=; 3n the Bew Gthnography6 dalam *oncepts and "ssumptions in *ontemporary "nthropology, S.(. "yler (ed.). Southern (nthropologi&al So&iety, ro&eedings no.:. (thens. -u&kley, F. #$=% Sociology and #odern Systems 2heory. Gnglewood 9li++s, Bew 1ersey: 'all. renti&e-

9arneiro, 7.8. #$%: Hour Ha&es o+ G,olution6 dalam )andbook of Social and *ultural "nthropology, 1.1.onigmann (ed.). Bew Dork: Ma&Mraw 'ill. 9assirer, G. #$;< "n 4ssay on #an. Dale: Dale 0ni,ersity ress.

Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

9u++, G.9. dan M.9.H. ayne (eds.). #$%$ +erspectives in Sociology. 8ondon: Meorge (llen O 0nwin. Gisenstadt, S.B. #$$* Hun&tional (nalysis in (nthropology and So&iology: (n 4nterpretati,e Gssay6. "nnual Ceview of "nthropology 57: );:-)=*. Meert!, 9. #$=: 2he >nterpretation of *ultures. Bew Dork: -asi& -ooks. Moodenough, F.'. #$=; 9ultural (nthropology and 8inguisti&s6 dalam /anguage in *ulture and Society, 5.'ymes (ed.). Bew Dork 'arper and 7ow. Mraham, M.'. dan .K.5ayton. )**) 3n the G,olution o+ G&ologi&al 4deas: 4cology D9 (;): #;/#-#;/$. aradigms and S&ienti+i& rogress6.

'arris, M. #$=/ 2he Cise of "nthropological 2heory. Bew Dork: 'arper and 7ow. 4nkeles, (. #$=; 3hat is SociologyE. Gnglewood 9li++s, B.1.: renti&e-'all. 1ar,ie, 4.9. #$=; 2he Cevolution in "nthropology. 9hi&ago: 'enry 7egnery. Kleden, 4. #$/; Kritik "eori Sebagai Masalah 4lmu Sosial dalam =risis >lmu!>lmu Sosial dalam +embangunan di (unia =etiga. Dogyakarta: 8 )M.

Koentjaraningrat #$/* Sejarah 2eori "ntropologi >. 1akarta: 04 ress. #$/# Sejarah 2eori "ntropologi >>. 1akarta: 04 ress. Kroeber, (.8. #$;= 'istory and G,olution6. Southwestern ?ournal of "nthropology F (5): #-#<. Ku&kli&k, '. #$%) ( @s&ienti+i& re,olutionA: so&iologi&al theory in the 0nited States6. Sociological >nquiry :9: )-)). Kuhn, ". #$%% K,as!, 8. #$$$ 2he Structure of Scientific Cevolutions. 9hi&ago: "he 0ni,ersity o+ 9hi&ago ress. Se&ond Gdition, Gnlarged. 3n 9lassi+i&ation o+ S&ienti+i& 7e,olutions6. ?ournal for 1eneral +hilosophy of Science 96: )*#-):).

8akatos, 4. dan (.Musgra,e (eds.). #$%* *riticism and the 1rowth of =nowledge. 9ambridge: 9ambridge 0ni,ersity ress. 8J,i-Strauss, 9. #$=: Structural "nthropology. Bew Dork: -asi&. Malinowski, -. #$=# 2he "rgonauts of 2he 3estern +acific. Bew Dork: G. .5utton. P#$))Q Malo, M. #$/$ +engembangan >lmu!>lmu Sosial di >ndonesia Sampai (ekade &D6an . 1akarta: 7ajawali ress.

Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

Manning, 9. #$/; eran 4lmu-ilmu Sosial dan "eori Gkonomi Beo-Klasik6 dalam =risis >lmu!>lmu Sosial dalam +embangunan di (unia =etiga. Dogyakarta: 8 )M. Manning, .K. dan '.Habrega. #$%= Hieldwork and the Bew Gthnography6. #an (G S ) 55: :$-<). Mar&us, M.G. dan M.1.His&her. #$/= "nthropology as *ultural *ritiqueB "n 4%perimental #oment in the )uman Sciences. 9hi&ago: "he 0ni,ersity o+ 9hi&ago ress. Masterman, M. #$%* "he Bature o+ a aradigm6 dalam *riticism and the 1rowth of =nowledge , 4. 8akatos dan (.Musgra,e (eds.). 9ambridge: 9ambridge 0ni,ersity ress. Montagu, (. #$%; Malinowski on Method and Hun&tionalism6 dalam Hrontiers of "nthropology, (.Montagu (ed.). Bew Dork: M. . utnamAs Sons. Morgan, 8.'. #/%% "ncient Society. Bew Dork: 'olt. Bewton-Smith, F.'. #$/# 2he Cationality of Science. 8ondon: 7outledge and Kegan aul. enyunting. #$/; Kata engantar6 dalam =risis >lmu!>lmu Sosial dalam +embangunan di (unia =etiga. Dogyakarta: 8 )M. er&i,al, F.K. #$%= "he (ppli&ability o+ KuhnAs aradigms to the 'istory o+ 8inguisti&s6. /anguage <F (F): )/<-)$;.

errin, 7.M. #$%: "he Hun&tionalist "heory o+ 9hange 7e,isited6. 2he +acific Sociological Ceview 5; (5): ;%-=*. 7ad&li++e--rown, (.7. #$<) Structure and Hunction in +rimitive Society. Bew Dork: "he Hree ress. 7ais, M.(. #$/; Krisis 4lmu-ilmu Sosial: Suatu engantar6 dalam =risis >lmu!>lmu Sosial dalam +embangunan di (unia =etiga.Dogyakarta: 8 )M. 7edaksi risma #$$; 4lmu-4lmu Sosial di 4ndonesia Mandheg2 Fawan&ara dengan Selo Soemardjan6. +risma 5 2hn II>>>: :%-=). 7esti,o, S. #$/: "he Myth o+ Kuhnian 7e,olution6. Sociological 2heory 5: )$:-:*<. S&he++ler, 4. #$%) Iision and 7e,olution: ( :%;. ost&ript on Kuhn6. +hilosophy of Science 97 (9): :==-

Shapere, 5. #$=; "he Stru&ture o+ S&ienti+i& 7e,olutions6. 2he +hilosophical Ceview 89 (9): :/::$;. #$/$ G,olution and 9ontinuity in S&ienti+i& 9hange6. +hilosophy of Science <; (9): ;#$-;:%.

Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

Soedjatmoko #$/; Gtik dalam erumusan Strategi enelitian 4lmu-ilmu Sosial dalam =risis >lmu! >lmu Sosial dalam +embangunan di (unia =etiga. Dogyakarta: 8 )M Steward, 1.'. #$:% G&ologi&al (spe&ts o+ Southwestern So&iety6. "nthropos III>>: /%-#*;. #$<< 2heory of *ulture *hange. 0rbana, 4ll.: 0ni,ersity o+ 4llinois ress. S!tompka, . #$%; System and HunctionB 2oward a 2heory of Society. Bew Dork: (&ademi& ress. "jokrowinoto, M. #$/; Krisis Keper&ayaan "erhadap eran llmu-ilmu Sosial di 4ndonesia6 dalam =risis >lmu!>lmu Sosial dalam +embangunan di (unia =etiga. Dogyakarta: 8 )M. "oulmin, S.G. #$%*. 5oes the 5istin&tion between Bormal and 7e,olutionary S&ien&e 'old Fater26 dalam *riticism and the 1rowth of =nowledge , 4.8akatos dan (. Musgra,e (eds.). 9ambridge: 9ambridge 0ni,ersity ress. "urner, 1.'. dan (.Maryanski #$%$ Hunctionalism. Menlo ark, 9ali+.: "he -enjaminC9ummings. "yler, S. (ed.). #$=$ *ognitive "nthropology. Bew Dork: 'olt, 7inehart and Finston. "ylor, G.-. #$=; Cesearches into the 4arly )istory of #ankind and the (evelopment of *ivili.ation. P#/=<Q Gdited and abridged, with an 4ntrodu&tion by .-ohannan. 9hi&ago. "he 0ni,ersity o+ 9hi&ago ress. #$=< "nthropology (bridged and Horeword by 8.(.Fhite. (nn (rbor: 0ni,ersity o+ P#//#Q Mi&higan ress. . Fhite, 8. #$;< 5i++usion ,s G,olution6: (n (nti-G,olutionist Halla&y6. "merican "nthropologist :8 (9): ::$-:<=. #$;$ 2he Science of *ultureB " Study of #an and *ivili.ation . Bew Dork: Harrar, Straus dan MirouL.

ooo3ooo

Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

Makalah %eramah &Perkem'angan #eori dan Metode Antropologi() *epartemen Antropologi) FISIP Unair) Sura'aya) +-, Mei -.//

You might also like