You are on page 1of 14

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM INFORMASI DAN MANAGEMENT AGREGAT PLANNING

Nama NIM Hari Praktikum Kelas/Golongan

: Rini Mulyawati : 10023179 : Jumat Pagi : VII C/ 1

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2013

AGREGAT PLANNING

I.

TUJUAN 1. Dapat menjelaskan konsep agregat planning dan contoh aplikasinya pada manajemen operasional 2. Dapat menjelaskan prosedur operasionalisasi modul agregat planning POM for windows 3. Dapat mengaplikasikan modul agregat planning POM for windows pada kasus manajemen operasional bidang farmasi

II.

LANDASAN TEORI Program POM adalah sebuah program komputer yang digunakan untuk

memecahkan masalah dalam bidang produksi dan operasi yang bersifat kuantitatif. Tampilan grafis yang menarik dan kemudahan pengoperasian menjadikan POM for Windows sebagai alternatif aplikasi guna membantu pengambilan keputusan seperti misalnya menentukan kombinasi produksi yang sesuai agar memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Menentukan order pembelian barang agar biaya perawatan menjadi seminimal mungkin, menentukan penugasan karyawan terhadap suatu pekerjaan agar dicapai hasil yang maksimal, dan lain sebagainya. LANGKAH UMUM MEMECAHKAN MASALAH KUANTITATIF

1. Siapkan formula masalahnya, semisal akan dipecahkan suatu masalah linier programming maka langkah kerjanya adalah: Tentukan masalahnya apakah kasus maksimum atau minimum Berapa jumlah variabel yang ada Berapa jumlah batasan yang ada

2. masukkan masalah tersebut ke dalam komputer 3. lakukan pengecekan pada masalah bila terjadi kesalahan input 4. Lakukan perhitungan dan lihat hasilnya dengan menKlik SOLVE 5. Tampilkan hasil-hasil perhitungan 6. Simpan formulasi masalah atau datanya

Dalam mempelajari Riset Operasi, diperlukan model untuk penyederhanaan yang sengaja dibuat untuk mempermudah mempelajari dunia nyata yang kompleks dan hasilnyad dikembalikan ke dunia nyata kembali. Model bisa berbentuk gambar, simulator/prototype, matematis/grafik, dll. Dalam pengambilan keputusan dapat dibantu dengan banyak alat analisis. Untuk melakukan analisis diperlukan data.

Pengertian Perencanaan Agregat


Perencanaan Agregat (agregat planning) juga dikenal sebagai Penjadwalan Agregat adalah Suatu pendekatan yang biasanya dilakukan olehpara manajer operasi untuk menentukan kuantitas dan waktu produksi pada jangka menengah (biasanya antara 3 hingga 18 bulan ke depan). Perencanaan agregat dapat digunakan dalam menentukan jalan terbaik untuk memenuhi permintaan yang diprediksi dengan menyesuaikan nilai produksi, tingkat tenaga kerja, tingkat persediaan, pekerjaan lembur, tingkat subkontrak, danvariabel lain yang dapat dikendalikan. Keputusan Penjadwalan menyangkut perumusan rencana bulanan dankuartalan yang mengutamakan masalah mencocokkan produktifitas dengan permintaan yang fluktuatif. Oleh karenanya perencanaan Agregat termasuk dalam rencana jangka menengah.

Tujuan Perencanaan Agregat


Pada dasarnya tujuan dari perencanaan agregat adalah berusaha untuk memperoleh suatu pemecahan yang optimal dalam biaya atau keuntungan pada periode perencanaan. Namun bagaimanapun juga, terdapat permasalahan strategis lain yang mungkin lebih penting daripada biaya rendah. Permasalahan strategis yang dimaksud itu antara lain mengurangi permasalahan tingkat ketenagakerjaan, menekan tingkat persediaan, atau memenuhi tingkat pelayanan yang lebih tinggi. Bagi perusahaan manufaktur, jadwal agregat bertujuan menghubungkan sasaran strategis perusahaan dengan rencana produksi, tetapi untuk perusahaan jasa, penjadwalan agregat bertujuan menghubungkan sasaran dengan jadwal pekerja.Ada empat hal yang diperlukan dalam perencanaan agregat antara lain: Keseluruhan unit yang logis untuk mengukur penjualan dan output Prediksi permintaan untuk suatu periode perencanaan jangka menengah yang layak pada waktu agregat. Metode untuk menentukan biaya Model yang mengombinasikan prediksi dan biaya sehingga keputusan penjadwalan dapat dibuat untuk periode perencanaan

Sifat Perencanaan Agregat


Perencanaan agregat menurut istilah agregat berarti mengombinasikan sumber daya yang sesuai ke dalam jangka waktu keseluruhan. Dengan prediksi permintaan, kapasitas fasilitas, tingkat persediaan, ukuran tenaga kerja, dan input yang saling berhubungan, perencana harus memilih tingkat output untuk sebuah fasilitas selama 3 hingga 18 bulan yang akan datang. Dalam perencanaan agregat, rencana produksi tidak menguraikan per produk tetapi menyangkut berapa banyak produk yang akan dihasilkan tanpa mempermasalahkan jenis dari produk tersebut. Sebagai contoh pada perusahaan pembuat mobil, hanya memperhitungkan berapa banyak mobil yang akan dibuat, tetapi bukan berapa banyak mobil dua pintu atau empat pintu atau berapa banyak mobil berwarna merah atau biru. Biaya yang Terlibat Dalam Perencanaan Agregat Biaya-biaya yang terlibat dalam perencanaan agregat antara lain : Hiring Cost (biaya penambahan tenaga kerja) Penambahan tenaga kerja menimbulkan biaya-biaya untuk iklan, proses seleksi dan training. Biaya training merupakan biaya yang besar apabila tenaga kerja yang direkrut adalah tenaga kerja yang belum berpengalaman. Firing Cost (Biaya pemberhentian tenaga kerja) Pemberhentian tenaga kerja biasanya terjadi karena semakin rendahnya permintaan akan produk yang dihasilkan, sehingga tingkat produksi menurun dengan drastic. Pemberhentian ini mengakibatkan perusahaan harus mengeluarkan uang pesangon bagi karyawan yang di-PHK, menurunnya moral kerja dan produktivitas karyawan yang masih bekerja, dan tekanan yang bersifat social. Semua akibat ini dianggap sebagai biaya pemberhentian tenaga kerja yang akan ditanggungperusahaan. Overtime Cost dan Undertime Cost (biaya lembur dan biaya menganggur) Penggunaan waktu lembur bertujuan untuk meningkatkan output produksi, tetapi konsekwensinya perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan lembur yang biasanya 150% dari biaya kerja regular.Disamping biaya tersebut, adanya lembur akan memperbesar tingkat absen karyawan karena capek. Kebalikan dari kondisi diatas adalah bila perusahaan mempunyai kelebihan tenaga kerja dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi. Tenaga kerja berlebih ini kadang-kadang bisa dialokasikan untuk kegiatan lain yang produktif meskipun tidak selamanya efektif. Bila tidak dapat dilakukan alokasi yang efektif, maka perusahaan dianggap menanggung

biaya menganggur yang besarnya merupakan perkalian antara jumlah jam kerja yang tidak terpakai dengan tingkat upah dan tunjangan lainnya. Inventory Cost dan Backorder Cost (biaya persediaan dan biaya kehabisan persediaan) Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi timbulnya kenaikan permintaan pada saat-saat tertentu. Konsekwensi dari kebijaksanaan persediaan bagi perusahaan adalah timbulnya biaya penyimpanan(inventory cost/holding cost) yang berupa biaya tertahannya modal,pajak, asuransi, kerusakan bahan, dan biaya sewa gudang. Kebalikan dari kondisi diatas, kebijaksanaan tidak mengadakan persediaan seolah-olah menguntungkan, tetapi sebenarnya dapat menimbulkan kerugian dalam bentuk biaya kehabisan persediaan. biaya kehabisan persediaan ini dihitung berdasarkan berapa barang diminta yang tidak tersedia. Kondisi ini pada system MTO(Make to order =Memproduksii berdasarkan pesanan) akan mengakibatkan jadwal jadwal penterahan order terlambat, sedangkan pada system MTS (make to stock =Memproduksi untuk memenuhi persediaan) akan mengakibatkan beralihnya pelanggan pada produk lain. Kekecewaan pelanggan karena tidak tersedianya barang yang diinginkan akan diperhitungkan sebagai kerugian bagi perusahaan, dimana kerugian tersebut akan dikelompokkan sebagai biaya kehabisan persediaan. Biaya kehabisan persediaan ini sama nilainya dengan biaya pemesanan kembali bila konsumen masih bersedia menunggu.

Subcontract Cost (biaya subkontrak)

Pada saat permintaan melebihi kemampuan kapasitas regular,biasanya perusahaan mensubkontrakan kelebihan permintaan yang tidak bisa ditanganinya sendiri kepada perusahaan lain. Konsekuensi dari kebijaksanaan ini adalah timbulnya biaya subkontrak, dimana biasanya biaya mensubkontrakan ini lebih mahal dibandingkan memproduksi sendiri dan adanya resiko terjadinya kelambatan penyerahan dari kontraktor.

KASUS AGGREGAT PLANNING Periode 1 2 3 4 Permintaan 1000 5500 2100 7400 Kapasitas periode 2500 2500 2500 2500 Over time 400 400 400 400 Sub contract 500 500 500 500

Biaya over time production lebih mahal yaitu Rp. 9/unit, biaya sub contracting Rp. 11/unit. Cost normal Rp. 8/unit untuk reguler time, Rp. 3/unit untuk holding cost per periode, Rp. 4/unit untuk shortages cost per periode, Rp. 5/unit untuk biaya penurunan produksi dan Rp. 6/unit untuk biaya penurunan produksi dan periode sebelumnya.

PENYELESAIAN:

Buka aplikasi POM for windows

Pilih module aggregat planning

File new aggregat planning

Lalu masukkan data sesuai dengan kasus yang ada, setelah itu pilih SOLVE. Dengan shortages Backordered metode Smooth Production (Average GROSS demand)

BACKORDERED

Smooth production (average GROSS DEMAND)

Dari data diatas dapat diketahui kalau total cost yang harus dikeluarkan yaitu Rp. 138900 . Untuk produksi reguler dikeluarkan biaya sebesar Rp. 80000. Untuk overtime production dikeluarkan Rp. 14400. Untuk subcontracting dikeluarkan cost Rp. 22000, untuk biaya penyimpanan yg harus dikeluarkan (holding cost inventory) Rp. 12900. Dan diketahui pula bahwa terdapat 2400 permintaan yang tidak dapat dipenuhi sehingga produsen harus mengeluarkan cost sebesar Rp. 9600.

smooth production (Average NET DEMAND)

Dari data diatas dapat diketahui kalau total cost yang harus dikeluarkan yaitu Rp. 138900 . Untuk produksi reguler dikeluarkan biaya sebesar Rp. 80000. Untuk overtime production dikeluarkan Rp. 14400. Untuk subcontracting dikeluarkan cost Rp. 22000, untuk biaya penyimpanan yg harus dikeluarkan (holding cost inventory) Rp. 12900. Dan diketahui pula bahwa terdapat 2400 permintaan yang tidak dapat dipenuhi sehingga produsen harus mengeluarkan cost sebesar Rp. 9600.

CHASE CURRENT DEMAND

Dari data diatas dapat diketahui bahwa harus dikeluarkan total biaya sebesar Rp. 136100. Produksi normal semua periode mengeluarkan biaya Rp. 64800, produksi overtime Rp.7200, subcontracting sebesar Rp. 11000, shortage (produk yg tidak bisa dipenuhi) ada 10300 unit sehingga dikeluarkan biaya Rp. 41200, ada peningkatan 1900 unit dan dikeluarkan biaya Rp. 9500, dan penurunan produksi Rp. 2400. Peningkatan unit pada periode 2 sebesar 1500 unit. Dan periode 4 sebanyak 400 unit. Dan penurunan produksi sebanyak 400 unit.

LOSTSALES

AVERAGE GROSS DEMAND

Dari data diatas dapat diketahui kalau total cost yang harus dikeluarkan yaitu Rp. 138900 . Untuk produksi reguler dikeluarkan biaya sebesar Rp. 80000. Untuk overtime production dikeluarkan Rp. 14400. Untuk subcontracting dikeluarkan cost Rp. 22000, untuk biaya penyimpanan yg harus dikeluarkan (holding cost inventory) Rp. 12900. Dan diketahui pula bahwa terdapat 2400 permintaan yang tidak dapat dipenuhi sehingga produsen harus mengeluarkan cost sebesar Rp. 9600.

AVERAGE NET DEMAND

Dari data diatas dapat diketahui kalau total cost yang harus dikeluarkan yaitu Rp. 138900 . Untuk produksi reguler dikeluarkan biaya sebesar Rp. 80000. Untuk overtime production dikeluarkan Rp. 14400. Untuk subcontracting dikeluarkan cost Rp. 22000, untuk biaya penyimpanan yg harus dikeluarkan (holding cost inventory) Rp. 12900. Dan diketahui pula bahwa terdapat 2400 permintaan yang tidak dapat dipenuhi sehingga produsen harus mengeluarkan cost sebesar Rp. 9600.

CHASE CURRENT

Dari metode chase current didapatkan biaya total yang harus dikeluarkan adalah Rp. 119300. Biaya produksi reguler mengeluarkan biaya Rp. 64800. Produksi overtime mengeluarkan biaya Rp. 7200. Subcontracting sebesar Rp. 11000. Shortages sebesar Rp. 24400. Peningkatan unit mengeluarkan biaya sebesar Rp. 9500, dan penurunan unit produksi mengeluarkan biaya sebesar Rp. 2400. Peningkatan unit produksi terjadi pada periode kedua sebesar 1500 unit dan periode 4 sebesar 400 unit. Penurunan unit produksi terjadi pada periode 3 sebesar 400 unit.

PEMBAHASAN Agregat planning adalah perencanaan yang menggabungkan beberapa komponen input pada proses produksi agar menjadi suatu produk dengan nilai keuntungan tinggi. Dari kasus yang diberikan dapat dilakukan analisis menggunakan dua metode shortages yaitu BACKORDERED dan LOSTSALES. Backordered yaitu shortages yang menganalisis suatu data dimana biaya kelebihan produksi diberikan untuk memenuhi kekurangan sebelumnya. Sedangkan Lostsales yaitu analisis data dimana kekurangan biaya produksi sebelumnya tidak dipenuhi oleh produksi selanjutnya. Selain itu ada juga beberapa metode dalam menganalisis aggregat planning yaitu metode Smooth production (average GROSS DEMAND) yaitu metode yang memenuhi kebutuhan berdasarkan rata-rata jumlah permintaan total, smooth production (Average NET DEMAND) yaitu metode yang menggunakan jumlah inventory digunakan untuk memenuhi kebutuhan permintaan, CHASE CURRENT DEMAND yaitu metode dengan analisis biaya berdasarkan jumlah permintaan yang ada.

Dari analisis data yang telah dilakukan metode yang paling sesuai yaitu LOSTSALES METODE CHASECURRENT dengan total biaya pengeluaran paling kecil yaitu Rp. 119300.

You might also like