You are on page 1of 41

MAKALAH FARMAKOTERAPI

MENINGITIS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
AGNES KAN N21113004
SOENDARIA INTAN N21113012
ARLEN TIKU N21113601
ANNISA WULANDARI N21113707
SEPRINA AMBATODING N21113715
ABDUL MUTADIR N21113723
KELAS A

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

BAB I
PENDAHULUAN
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter (lapisan dalam selaput otak), arakhnoid dan sumsum tulang
belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa, serta
dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula
spinalis yang superfisial, biasanya disebabkan oleh bakteri spesifik atau
nonspesifik atau virus.
Meningitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.
Meningitis dapat terjadi pada rentang usia 6 12 bulan dengan angka
moralitas tinggi adalah dari lahir sampai dengan 4 tahun. Pada nonatus
disebabkan oleh organisme primer basal enteria gram negatif, batang
gram negatif, Streptococcus. Pada anak usia 3 bulan sampai dengan 5
tahun diebabkan oleh organisme primer : Haemopilus influenza tipe B.
Pada anak-anak yang lebih besar disebabkan oleh infeksi Neisseria
meningitis atau infeksi Staphylococcus.
Diagnosis meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil
pemeriksaan cairan serebrospinal dan pemeriksaan : Darah (LED,
leokosit, hitung jumlah dan jenis biakan), air kemih, X-foto dada, uji
hiperkulin,dan biakan cairan lambung

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi dan Penggolongan Meningitis
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan
yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis
purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang
meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling
sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis
purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan
menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri
spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis
purulenta yang paling sering terjadi (1).
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan
penderita dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus,
cairan bersin dan cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan
port dentree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini
disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan
sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui
aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri
didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan
otak (2).

II.2 Etiologi Meningitis (3)


Pada tahun 1986, Haemophilus influenzae merupakan penyebab
paling sering diidentifikasi dari bakteri meningitis ( 45 % ) , diikuti oleh S.
pneumoniae ( 18 % ) dan Neisseria meningitidis ( 14 % ) . Namun , pada
tahun1995,sekitar 5 tahun setelah pengenalan vaksin , H. influenzae tipe
b conjugate (Hib) dan S. pneumoniae (18%) menjadi penyebab paling
sering diidentifikasi dari bakteri meningitis ( 47 % ), diikuti oleh
N.meningitidis (25%), Listeria monocytogenes (8%).
Kejadian infeksi inpasif H. influenzae telah menurun lebih dari 90 %
sejak diperkenalkannya vaksin Hib . Kebanyakan imunisasi dengan vaksin
Hib juga mengakibatkan perubahan masa penyaluran meningitis bakteri .
Sedangkan

pada

tahun

1986

masa

rata-rata

adalah 15 bulan , pada tahun 1995 masa itu meningkat menjadi 25 tahun .
Oleh karena itu,perbandingan kasus pada mereka 18 tahun dan lebih tua
meningkat dari 20,8 % menjadi 51,5 % . Namun, banyak negara-negara
berkembang belum mengadopsi Hib Vaksin sebagai bagian dari vaksin
standar

yang

ditawarkan

kepada

anak-anak

karena

faktor biaya . Dengan demikian , sekitar 350.000 sampai 700.000 anak


meninggal setiap tahun seluruh dunia karena infeksi invasif H. influenzae.
Setelah
konjugat

mengeluarkan

vaksin

tingkat

heptavalent
penyakit

protein

pneumokokus

polisakarida
invasif

turun

dari 24,3 kasus per 100.000 orang pada 1999 menjadi 17,3 per 100.000
pada tahun 2001 . Dampak terbesar adalah pada anak-anak muda dari 2

tahun , dimana hampir 70 % penurunan tingkat infeksi dilaporkan sebagai


hasil pelaksanaan dari jadwal vaksinasi anak rutin. Antara anak-anak
muda dari 5 tahun , tingkat meningitis pneumokokus adalah berkurang
hampir 60 % dari 10,3 kasus per 100.000 menjadi 4,2 kasus selama
periode yang sama waktu. Menariknya , efek dibawa ke populasi dewasa
juga, dengan penurunan yang signifikan dalam pneumokokus invasif
penyakit di semua kelompok umur.
II.3 Agen Infeksi Meningitis
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur,
cacing dan protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri.
Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan
meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan
otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.19
Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada
golongan umur tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak
disebabkan oleh E. coli, S. beta hemolitikus dan Listeria monositogenes.
Golongan umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh H. influenzae,
Meningococcus

dan

Pneumococcus.

Golongan

umur

5-20

tahun

disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan


Streptococcus, Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun)
disebabkan

oleh

Meningococcus,

Streptococcus dan Listeria (1).

Pneumococcus,

Staphylocccus,

Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah


kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus
mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh
sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu
Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes
simplex, Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab
meningitis aseptik(viral) (1).
II.4 Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak
Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang
melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan
sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu (1):
1. Lapisan Luar (Durameter)
Durameter

merupakan

tempat

yang

tidak

kenyal

yang

membungkus otak, sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal


dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas durameter bagian
luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan
durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak
untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma
sella.
2. Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang
memisahkan

durameter

dengan

piameter,

membentuk

sebuah

kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan

saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid disebut


ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah
bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena
yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi
oleh cairan serebrospinal.
3. Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan
pembuluh darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah
yang banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan
mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid dan piameter
disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel
radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum
tulang belakang

Gambar 1. Skema representasi dari cairan darah-serebrospinal


penghalang kapiler, jaringan otak kapiler, dan jaringan normal kapiler
(bawah) (3).
II.5 Patofisiologi Meningitis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit
di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis,
Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran
bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ
atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis
Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran
kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau
komplikasi

bedah

otak.23

Invasi

kuman-kuman

ke

dalam ruang

subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS


(Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus (1).
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran
sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian
terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan
histiosit dan dalam minggu kedua selsel plasma. Eksudat yang terbentuk
terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear
dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag. Proses radang
selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat

menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi


neuronneuron (1).
Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen
menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh
virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang
disebabkan oleh bakteri (2).

Gambar 2. Skema patofisiologi meningitis (2)

II.6 Gejala Klinis Meningitis


Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas
mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan
dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih
serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis
yang disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan
malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum
invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan
oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit
tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam
makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan
ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu
tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada
tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku
leher, dan nyeri punggung (4).
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat
pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi
secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan
pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi,
biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang
dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus
influenzae,

25

oleh

Streptococcus

pneumoniae,

21

oleh

Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak


dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan
bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri
kepala

hebat,

malaise,

nyeri

otot

dan

nyeri

punggung.

Cairan

serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen (4).


Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau
stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak
seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat
subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang,
murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola
tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang
dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi,
kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat
gelisah (5).
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu
dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri
kepala yang hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan
anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh
tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial,
ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Stadium III atau stadium
terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai
koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga
minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya (5).

II.7 Pemeriksaan Rangsangan Meningeal (2)


1. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif
berupa fleksi danrotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila
didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala
disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke
dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi
kepala.
2. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan
fleksi pada sendipanggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada
sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+)
bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti
rasa nyeri.
3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan


kirinyadibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien
kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh
mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi
fleksi involunter pada leher.
4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral
Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha
pada sendipanggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda
Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter
pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
Pemeriksaan Penunjang Meningitis (2):
1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan
protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan intrakranial.
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan
jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan
keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun,
kultur (+) beberapa jenis bakteri.

2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju
EndapDarah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.
Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan
LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
II.8 Epidemilogi Meningitis (2)
1. Distribusi Frekuensi Meningitis
a. Orang/ Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya
meningitis.Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan
perempuan dan distribusi terlihat lebih nyata pada bayi. Meningitis
purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak karena sistem
kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna.

Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di


negaraberkembang adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan,
sedangkan di Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum
tahun 1990 atau sebelum adanya vaksin untuk Haemophilus influenzae
tipe b di Amerika Serikat, kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan
terjadi pada umur < 5 tahun.Insidens Rate pada usia < 5 tahun sebesar
40-100 per 100.000.7 Setelah 10 tahun penggunaan vaksin, Insidens Rate
menjadi 2,2 per 100.000.9 Di Uganda (2001-2002) Insidens Rate
meningitis Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per 100.000.28
b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosioekonomirendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp
tentara dan jemaah haji), dan penyakit ISPA.16 Penyakit meningitis
banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan pada
negara maju. Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang disebut dengan the
AfricanMeningitis belt, yang luas wilayahnya membentang dari Senegal
sampai ke Ethiopia meliputi 21 negara. Kejadian penyakit ini terjadi secara
sporadis dengan Insidens Rate 1-20 per 100.000 penduduk dan diselingi
dengan KLB besar secara periodik.Di daerah Malawi, Afrika pada tahun
2002 Insidens Rate meningitis yang disebabkan oleh Haemophilus
influenzae 20-40 per 100.000 penduduk.
c. Waktu

Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana


kasuskasusinfeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan
Amerika utara insidensi infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim
dingin dan musim semi sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya
terjadi pada musim kering. Meningitis karena virus berhubungan dengan
musim, di Amerika sering terjadi selama musim panas karena pada saat
itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Sebagian besar
kasus terjadi pada musim panas.
2. Determinan Meningitis
a. Host/ Pejamu
Meningitis yang disebabkan oleh Pneumococcus paling sering
menyerangbayi di bawah usia dua tahun.7 Meningitis yang disebabkan
oleh bakteri Pneumokokus 3,4 kali lebih besar pada anak kulit hitam
dibandingkan yang berkulit putih.Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi
pada setiap kelompok umur tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak usia
6 bulan sampai 5 tahun dan jarang pada usia di bawah 6 bulan kecuali
bila angka kejadian Tuberkulosa paru sangat tinggi. Diagnosa pada anakanak ditandai dengan test Mantoux positif dan terjadinya gejala
meningitissetelah beberapa hari mendapat suntikan BCG.
b. Agent
Penyebab meningitis secara umum adalah bakteri dan virus.
Meningitispurulenta paling sering disebabkan oleh Meningococcus,
Pneumococcus dan Haemophilus influenzae sedangkan meningitis serosa

disebabkan

olehMycobacterium

Pneumococcus

adalah

salah

tuberculosa
satu

dan

penyebab

virus.

meningitis

Bakteri
terparah.

Sebanyak 20-30 % pasien meninggal akibat meningitis hanya dalam


waktu 24 jam. Angka kematian terbanyak pada bayi dan orang lanjutusia.
Meningitis Meningococcus yang sering mewabah di kalangan
jemaah haji dandapat menyebabkan karier disebabkan oleh Neisseria
meningitidis serogrup A,B,C,X,Y,Z dan W 135. Grup A,B dan C sebagai
penyebab 90% dari penderita. Di Eropa dan Amerika Latin, grup B dan C
sebagai penyebab utama sedangkan di Afrika dan Asia penyebabnya
adalah grup A.Wabah meningitis Meningococcusyang terjadi di Arab
Saudi selama ibadah haji tahun 2000 menunjukkan bahwa 64%
merupakan serogroup W135 dan 36% serogroup A. Hal ini merupakan
wabah meningitis Meningococcus terbesar pertama di dunia yang
disebabkan oleh serogroup W135. Secara epidemiologi serogrup A,B,dan
C paling banyak menimbulkanpenyakit.
Meningitis karena virus termasuk penyakit yang ringan. Gejalanya
mirip sakitflu biasa dan umumnya penderita dapat sembuh sendiri. Pada
waktu terjadi KLB Mumps, virus ini diketahui sebagai penyebab dari 25 %
kasus meningitis aseptik pada orang yang tidak diimunisasi. Virus
Coxsackie grup B merupakan penyebab dari 33 % kasus meningitis
aseptik, Echovirus dan Enterovirus merupakan penyebab dari 50 %
kasus.Resiko untuk terkena aseptik meningitis pada laki-laki 2 kali lebih
sering dibanding perempuan.

c. Lingkungan
Faktor Lingkungan (Environment) yang mempengaruhi terjadinya
meningitisbakteri yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae tipe b
adalah lingkungan dengan kebersihan yang buruk dan padat dimana
terjadi kontak atau hidup serumah dengan penderita infeksi saluran
pernafasan.Risiko penularan meningitis Meningococcus juga meningkat
pada lingkungan yang padat seperti asrama, kampkamp tentara dan
jemaah haji.Pada umumnya frekuensi Mycobacterium tuberculosa selalu
sebanding dengan frekuensi infeksi Tuberculosa paru. Jadi dipengaruhi
keadaan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat. Penyakit ini
kebanyakan terdapat pada penduduk dengan keadaan sosial ekonomi
rendah, lingkungan kumuh dan padat, serta tidak mendapat imunisasi.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika
seringterjadi selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering
terpapar agen pengantar virus. Lebih sering dijumpai pada anak-anak
daripada orang dewasa.Kebanyakan kasus dijumpai setelah infeksi
saluran pernafasan bagian atas.

II.9 Pencegahan Meningitis (2,4)


a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor
resikomeningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko
dengan melaksanakan pola hidup sehat.Pencegahan dapat dilakukan

dengan

memberikan

imunisasi

meningitis pada

bayi

agar dapat

membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti


Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine
(PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal
conjugate vaccine(MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella).Imunisasi Hib
Conjugate vaccine (Hb- OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan
dan dapat digunakan bersamaandengan jadwal imunisasi lain seperti
DPT, Polio dan MMR.Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari
kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%.
Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh
WHO, pada bayi 2-6 bulanm sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan,
bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak
1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan
diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat
membentuk antibodi.Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan
pemberian kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat
atau hidup serumah dengan penderita.
Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135
dan Y.meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem
kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian
imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti
tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang), ventilasi 10 20% dari
luas lantai dan pencahayaan yang cukup.Pencegahan juga dapat

dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita


dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di
lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat
dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci
tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.5
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal,
saatmasih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat
menghentikan

perjalanan

penyakit.

Pencegahan

sekunder

dapat

dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini juga
dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga
untuk mengenali gejala awal meningitis.Dalam mendiagnosa penyakit
dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak,
pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan Xray (rontgen) paru .Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat
terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak
dekat lainnya untuk menemukan penderita secara dini.Penderita juga
diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis penyebab meningitis yaitu :
b.1. Meningitis Purulenta
1. Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim,
seftriakson.

2. Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin,


seftriakson.
3. Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan
seftriakson.
b.2. Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)
Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang
beratdapat ditambahkan etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid
berupa

prednison

digunakan

sebagai

anti

inflamasi

yang

dapat

menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak.


c. Pencegahan Tertier
Pencegahan

tertier

merupakan

aktifitas

klinik

yang

mencegah

kerusakanlanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti.


Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan
kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan
penyesuaian terhadap kondisikondisi yang tidak diobati lagi, dan
mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka
panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar.38 Fisioterapi
dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

BAB III
STUDI KASUS
PASIEN
Keluhan kepala dari ibu: "Anakku demam dan tidak bertindak benar"
HPI
Jonathan Cruz adalah 9-bulan, 8,4 kg, bayi laki-laki. Ibunya melaporkan
bahwa dia mengalami demam (Tmax 103 F/39.4 C) 1 hari sebelum
presentasi dengan beberapa rhinorrhea ringan dan penurunan nafsu
makan. Dia menunjukkan bahwa ia memiliki malam yang gelisah, bangun
berkali-kali dengan lekas marah dan sedih. Pagi ini, ia kesulitan
membangkitkan

dia.

Dia

segera

memanggil

dokter

anak,

yang

menginstruksikan dia untuk membawanya ke gawat darurat untuk


evaluasi.

PMH
Jonathan lahir pada usia kehamilan 34 minggu dan menghabiskan 3
minggu di unit perawatan intensif neonatal. Ia menjalani persalinan vagina
tidak rumit. Dia telah relatif sehat sampai saat ini, kecuali untuk infeksi
telinga pada usia 6 bulan, yang diobati dengan amoksisilin.

FH
Kakek Paternal dengan diabetes mellitus, ayah dengan hipertensi
SH

Tinggal dengan ibu dan ayah, satu saudara (4 tahun). Kedua anak berada
di penitipan anak.
Meds
ada, imunisasi
semua
NKDA
Pemeriksaan Fisik
Gen
Lesu, sakit-muncul bayi

VS
BP 85/50, HR 148, RR 52, T 39.7C; Wt 8.4 kg
HEENT
PERRL, kiri membran timpani sedikit eritematosa
Dada
Paru-paru Jelas bilateral
CV
Sinus takikardia, irama teratur, tidak ada murmur
Abd
Lembut, buncit, (+) BS
kaki dan tangan
Kapiler refill 3-4 detik, ekstremitas agak berbintik-bintik dalam penampilan
dan dingin untuk disentuh.

Neuro
Lesu tapi arousable, (-) Kernig dan Brudzinski tanda
Labs
Na 133 mEq/L Hgb 15.4 g/dL CBG K 3.9 mEq/L Hct 46.2% pH 7.32 Cl 105
mEq/L Plt 297 103/mm3 pO2 47 mm Hg CO2 18 mEq/L WBC 16.0
103/mm3 pCO2 53 mm Hg SCr 1.1 mg/dL Neutros 45% HCO3 13 mEq/L
Glu 153 mg/dL Bands 19% BE 10 mEq/L Ca 8.1 mg/dL Lymphs 34%
CRP 12.5 mg/L Mg 1.6 mEq/L Eos 1% PO4 3.5 mg/dL Basos 1% TP 6.2
g/dL Alb 3.8 g/dL Bili 1.0 mg/dL AST 79 IU/L ALT 19 IU/L ALP 365 IU/L
Urine dan tes serologi CSS: Haemophilus influenzae tipe B (-), Streptococcus

pneumoniae

(+),

Grup

Streptococcus

(-),

Neisseria

meningitidis (-), N. meningitidis B / Escherichia coli (-)


CSF kimia / sel count: warna / penampilan kabur, glukosa 40 mg / dL,
protein 281 mg / dL, WBC 300/mm3 (5% lymphs, 62% monos, 33%
neutros), RBC 16/mm3
Pewarnaan Gram (CSF): kokus Gram-positif di pasang
Budaya: darah, urin, CSF tertunda
Dada X-Ray
Biasa-biasa saja
Penaksiran
1. Pneumokokus meningitis Diduga
2. hipotensi

PERTANYAAN
Identifikasi Masalah
1.a. Masalah terapi obat apa bayi ini miliki?
Secara umum tidak terdapat masalah dalam pemberian obatnya
Pemberian Amoxycillin untuk mengatasi infeksi telinga yang
diderita pasien
Tetapi pemberian vaksin yang up to date kemungkinan dapat
menimbulkan efek samping penyebab meningitis.
S. pneumoniae meningitis dan sepsis pada pasien ini dibuktikan

menurut

status

tachypnea,

klinis

hipotensi,

memburuk

dengan

lesu,

dan

pada

pasien

asidosis,

cengeng.

Temuan noda Gram positif.


Asidosis

metabolik

terlihat

ini

oleh

kapiler

pH gas darah 7.32 dengan kompensasi pernapasan seperti yang


ditunjukkan oleh pCO2 dari 53 mm Hg; takipnea.
Hipotensi dibuktikan oleh tekanan darah rendah dan miskin

perfusi perifer dengan kapiler isi ulang waktu 3-4 detik. sekarang
kemungkinan penyebab asidosis metabolik.
1.b. Apa faktor risiko pasien ini tidak memiliki untuk meningitis bakteri?
Umur (9 bulan)
Infeksi pada telinga pada umur 6 bulan

S. pneumoniae merupakan penyebab utama meningitis pada bayi


1-24

bulan

dengan

usia

pneumococcus

Amerika
dengan

Serikat

namun
telah

setelah

konjugasi

kejadian
menurun

pelaksanaan

pneumokokus

penyakit
hampir

90

imunisasi
vaccine.

invasif
%

di

rutin
Faktor

yang meningkatkan risiko meningitis pada bayi dan anak-anak > 1


bulan :
Miskin kondisi hidup
Kehadiran di penitipan anak
1.c. Apa klinis dan temuan laboratorium mengindikasikan adanya
meningitis dan beratnya?
Demam
Rhinorrhea
Nafsu makan menurun
Gelisah pada malam hari
Rewel
Sering terbangun di malam hari
Lesu
Kernig dan tanda-tanda Brudzinski , yang terjadi pada 5 %
orang dewasa dengan meningitis , terjadi lebih sering pada bayi
dan anak-anak dan tidak spesifik untuk meningitis.Bayi biasanya
hadir dengan tanda-tanda halus meningitis , termasuk demam
( ~ 50 % ) , kelesuan , lekas marah , gangguan pernapasan , apnea

, penyakit kuning ,intoleransi makan , muntah / diare , hypotonia ,


dan rash.
Bayi ini menyajikan dengan takipnea , sedikit hipotonia , lesu ,
dan hipoperfusi , seperti yang ditunjukkan oleh isi ulang kapiler
3-4 detik .
Hipotensi dengan asidosis metabolik sekunder dan tachypnea
merupakan

indikator

lain

dari

tingkat

keparahan

infeksi .Pernapasan marabahaya dan tachypnea terjadi pada bayi


sebagai upaya tubuh untuk mengkompensasi asidosis dengan
meniup off CO2 .
Temuan Laboratorium :
Indikator keparahan termasuk leukositosis dan peningkatan I: T
neutrofil rasio . I : T > 0,2 sangat indikasi luar biasa
infeksi pada bayi . Pasien ini memiliki jumlah darah putih
cell ( WBC ) count dari 16,0 103/mm3 dan saya ditinggikan : T
rasio dari 0,42 ( 19 bands/45 jumlah neutrofil ) menunjukkan
sistemik

infeksi.

Meskipun

WBC

neutrofil

tinggi

mungkin

hadir pada bayi , infeksi sistemik yang parah juga dapat hadir
dengan neutropenia

The

lateks

aglutinasi

positif

Tes

aglutinasi

lateks

mengambil hanya beberapa menit untuk melakukan dan dirancang


untuk mendeteksi bakteri antigen dalam cairan yang steril . Tes
melibatkan manik-manik pencampuran yang telah dilapisi dengan

antibodi terhadap antigen spesifik yang ingin mendeteksi dalam


cairan sampel . Jika antigen hadir , ia mengikat dengan antibodi ,
menyebabkan manik-manik untuk rumpun . Ini adalah indikator
awal yang baik dari infeksi

False-positif dapat terjadi , khususnya

dalam urin , sebagai hasilnya dari dubur / perineum kontaminasi .


Oleh

karena

itu

tes

positif

dalam

keadaan seperti itu juga harus mengambil gambar klinis ke


pertimbangan. Organisme umum untuk tes aglutinasi lateks
termasuk pneumococcus , Grup B Streptococcus , meningokokus ,
dan

H.

influenzae

Lateks

aglutinasi

adalah

67-100

sensitif dalam mendeteksi pneumokokus infections.2 Banyak


praktisi menggunakan uji aglutinasi lateks untuk pasien yang
memiliki CSF negatif Gram stain , terutama di antaranya antibiotik
telah

diberikan

sebelum

memperoleh

LP.2

Dalam

masa depan , reaksi berantai polimerase tes skrining mungkin lebih


umumnya digunakan dalam situation.pasien ini positif dengan
bakteri Streptococcus pneumonia.
Uji aglutinasi lateks .
Sebuah glukosa CSF < 40 % glukosa serum dan protein CSF >
150 mg / dL menunjukkan infeksi pada bayi > 2 bulan. Pada pasien
ini glukosa 40 mg/dL dan kadar protein 281 mg/dL berarti terjadi
infeksi.

Sebuah ditinggikan CSF WBC count merupakan indikasi infeksi .


sebuah peningkatan WBC hitungan > 1.000 sel/mm3 umumnya
hadir , meskipun jumlah hanya 100 sel/mm3 mungkin ada,
terutama jika LP dilakukan di awal perjalanan dari infection.1 , 2
CSF

WBC

spinal

tap

count

harus

traumatis

ditafsirkan

telah

dengan

dilakukan

hati-hati

sejak

bila

kontaminasi

spesimen CSF dengan darah perifer leukosit occurs.1 Ketika


keran traumatis telah terjadi , banyak praktisi akan memungkinkan
untuk satu CSF WBC untuk setiap 400-600 sel/mm3 darah merah
dalam CSF . Pasien ini memiliki WBC count tinggi dari 300/mm3
dan

penghitungan

RBC

16/mm3

traumatic

tap

itu

kontaminasi darah perifer dari CSF dapat menjelaskan sampai


16 leukosit , sehingga jelas jumlah WBC yang ditinggikan
melampaui apa seseorang dapat menjelaskan traumatic tap .
Gambaran klasik meningitis adalah leukosit polimorfonuklear
( PMN ) dominasi dengan 80-95 % PMNs.1 , 2 Namun ,
hingga 10 % dari pasien mungkin hadir dengan dominasi limfosit
( > 50 % limfosit atau monosit ) .2 Pasien ini menyajikan
dengan

gambar

seperti

limfositosis

62

monosit ) .
Pada titik ini , hasil kultur untuk mengkonfirmasi diagnosis yang
tertunda ; Namun , kemungkinan temuan CSF kultur positif
dapat

dikurangi

karena

LP

itu

dilakukan

setelah

inisiasi

dari antibiotics.1 Hitungan WBC , glukosa , dan protein umumnya


tetap normal selama beberapa hari setelah memulai terapi dan
Oleh karena itu dapat berfungsi sebagai penanda yang lebih baik di
situation.1 ini Paling praktisi akan berbuat salah di sisi mengobati
dalam situasi ini terlepas dari hasil kultur .
Hasil yang diinginkan
2. Apa tujuan dari terapi obat dalam situasi ini?
Mencegah terjadinya infeksi yang berkelanjutan
Mencegah kematian dari pasien
Mencegah terjadinya penyakit neurologi yang mungkin terjadi
seperti coma, seizures.
Tujuan utama dari farmakoterapi pada pasien ini adalah untuk
menghilangkan infeksi dan tanda-tanda dan gejala yang terkait .
Hasil sekunder ditujukan untuk mencegah jangka panjang gejala
sisa seperti gangguan pendengaran, kejang , dan neurologis
defisit , serta mencegah dan / atau mengelola komplikasi seperti
efusi subdural dan sindrom tidak pantas hormon antidiuretik .
Tujuan penting lainnya adalah untuk meminimalkan efek samping
dari rejimen antimikroba .

Alternatif terapi
3.a. Apa terapi nondrug mungkin berguna untuk mengelola pasien ini?

Menjaga kebersihan baik kebersihan pribadi maupun kebersihan


lingkungan
Menjaga sistem kekebalan tubuh agar tetap terjaga dengan baik
Oksigen tambahan berguna dalam situasi ini untuk meningkatkan
oksigenasi , tapi penghapusan penyebab gangguan pernapasan
( asidosis metabolik sekunder terhadap infeksi ) adalah penting . di
penyakit biasa , pasien mungkin memerlukan ventilasi mekanis .

3.b. Jelaskan empiris antimikroba rejimen yang harus digunakan pada


pasien ini?
Diberikan antimikroba penisillin G secara intravena
Selain itu dapat juga digunakan obat pilihan kedua berupa
ceftriaxon dan cefotaxime
Patogen umum pada bayi baru lahir yang berbeda dari pada muda
anak . Organisme umum yang menyebabkan sepsis dan meningitis
pada bayi baru lahir termasuk Grup B Streptococcus , Escherichia
coli , dan spesies Listeria , sedangkan pada bayi dan anak-anak >
1 bulan usia , S. pneumoniae , Neisseria meningitidis , dan H.
Influenzae yang paling umum . Pasien ini menyajikan dengan apa
yang tampaknya menjadi meningitis pneumokokus . Empiris
rekomendasi antibiotik untuk bayi dan anak-anak yang diduga
pneumokokus

meningitis

meliputi

penggunaan

vankomisin

ditambah generasi ketiga sefalosporin ( cefotaxim atau ceftriaxone )


karena meningkatnya tingkat pneumokokus resistensi
dosis antibiotik pada pasien ini :
Vankomisin harus dimulai pada 60 mg / kg per hari dibagi
6 jam ( misalnya , 175 mg /6 h) pemantauan konsentrasi untuk
mencapai

10-15

mg

dianjurkan

untuk

mencapai penetrasi CSF yang baik , sementara yang lain


merekomendasikan menargetkan tingkat endapan yang lebih tinggi
mg / L 15-20 dalam kasus meningitis .
Ceftriaxone harus dimulai pada 80-100 mg / kg per hari
dibagi 12 jam ( misalnya , 600 mg /12 jam ) atau cefotaxime harus
akan dimulai pada 225-300 mg / kg per hari dibagi Q 6-8 jam
( misalnya , 750 mg Q 6 h) .

3.c. Diskusikan ajuvan pilihan terapi obat untuk pengelolaan bayi dan
anak dengan meningitis?
Obat

golongan

kortikosteroid

berupa

Dexamethason

untuk

mengobati pembengkakan yang terjadi pada selaput otak


Obat golongan analgetik/antipiretik berupa Paracetamol dengan
dosis sesuai resep dokter
Deksametason

dalam

kombinasi

dengan

terapi

antimikroba

memiliki telah terbukti menurunkan kejadian neurologis dan


gangguan

pendengaran

pada

anak

dengan

H.

influenzae

meningitis

dan

mungkin

bermanfaat

dalam

meningitis

pneumokokus . steroid memiliki telah terbukti mengurangi angka


kematian pada orang dewasa dengan meningitis bakteri , terutama
pneumokokus meningitis . dexamethasone diyakini mengurangi
respon sitokin inflamasi mengurangi edema serebral , vaskulitis ,
dan cedera saraf , sehingga mengurangi morbiditas dan mortalitas
meningitis. Setelah mempertimbangkan risiko dan manfaat pada
pasien ini ,

deksametason harus dipertimbangkan untuk pasien

ini . dexamethasone harus dimulai sebelum atau dengan dosis


pertama antibiotik pada dosis 0,15 mg / kg / dosis setiap 6 jam
selama 2-4 hari.
Gliserol merupakan agen tambahan yang telah dievaluasi sebagai
terapi adjuvant dalam pengelolaan meningitis untuk meningkatkan
hasil

Anak-anak

mengembangkan

dengan

gangguan

meningitis

aliran

darah

bakteri
otak

dan

sering
edema

intrakranial. Gliserol ini berteori untuk meningkatkan osmolalitas


plasma , mengurangi edema serebral , dan meningkatkan sirkulasi
otak dengan mengurangi sekresi otak tulang belakang fluid. saat
terjadi penurunan pendengaran telah dilaporkan dengan gliserol
pada saat ini . Dosis gliserol sendiri atau dalam kombinasi dengan
deksametason saat ini di bawah kisaran penyelidikan 1,5-6 g / kg
secara oral setiap 6 jam selama 48 jam.

Pengendalian Demam ( antipiretik ) dan mempertahankan tekanan


darah

penting

dalam

pemeliharaan

perfusi

serebral

pressure.
Terapi antikonvulsan dapat dibenarkan pada pasien yang hadir
dengan kejang . Agen biasa digunakan pada anak-anak termasuk
fenobarbital , fenitoin , dan lorazepam.
Tidak

ada

bukti

untuk

mendukung

penggunaan

adjuvan

antiinflamasi lain obat atau obat antisitokin bagi manajemen


meningitis .
3.d. Apa terapi suportif dapat digunakan untuk mengelola hipotensi pasien
dan mengakibatkan asidosis metabolik?
Pemberian larutan ringer laktat berupa NaCl sebagai sumber
pengganti elektrolit yang hilang
Banyak minum air tubuh untuk menambah volume cairan tubuh
Hipoperfusi

menyebabkan

asidosis

metabolik

yang

pada

gilirannya hasil dalam tachypnea kompensasi dalam upaya untuk


meniup kelebihan CO2 dan dengan demikian mengkompensasi
asidosis . cairan yang tepat resusitasi dan manajemen sangat
penting untuk meningkatkan sistemik perfusi tanpa memperburuk
peningkatan

tekanan

intrakranial

Manajemen

farmakologis

mungkin diperlukan seperti dopamin dan / atau infus dobutamin .


Jelas, resolusi infeksi akan memperbaiki masalah dengan tekanan

darah dan perfusi dan menghilangkan kebutuhan untuk agen-agen


mendukung.
Infus dari THAM ( trometamin ) atau natrium bikarbonat dapat
diperlukan untuk memperbaiki sementara asidosis dalam situasi
akut jika hipotensi dan asidosis memburuk . Agen ini harus
hanya bisa digunakan sebagai jembatan sampai mendasari
penyebab (infeksi / sepsis ) dikoreksi .

KURSUS KLINIS
Kultur darah kembali positif untuk S. pneumoniae. CSF kultur (ditarik
setelah antibiotik telah dimulai) dan kultur urin negatif. Studi sensitivitas
mengungkapkan sensitivitas menengah terhadap penisilin (MIC> 0,01
mcg / mL) dan cefotaxime / ceftriaxone (MIC> 2,0 mcg / mL).
Ulangi CRP dalam 24 jam adalah 3,5 mg / L dan CBC ulangi pada
waktu itu mengungkapkan: Hb 14,5 g / dL, hematokrit 43,5%, Plt 230
103/mm3, WBC 8,6 103/mm3 (32% segs, 12% band , lymphs% 55, 1%
basos).

Rencana optimal
4. Mengingat informasi baru ini, apakah ada perubahan dalam terapi obat
yang akan Anda rekomendasikan? Apa durasi terapi yang Anda
rekomendasikan?

Komite

Nasional

untuk

Standar

Laboratorium

Klinik

standar hambat minimum untuk S. pneumoniae untuk ceftriaxone


dan

cefotaxime

adalah:

rentan

0,5

mg

mL

menengah

1 mcg / mL , dan tahan 2 mcg / mL . penisilin breakpoints


adalah: rentan < 0,06 mcg / mL , menengah 0,12-1,0 mcg / mL ,
dan tahan 2 mcg/mL.7 Oleh karena itu , pasien memiliki resisten
strain S. pneumoniae , dan rifampisin ( dosis = 20 mg / kg per
hari dibagi Q 12 jam ) harus ditambahkan ke terapi ( misalnya , 120 mg
Q 12 h) .

Lama

pengobatan

untuk

meningitis

pneumokokus

dianjurkan

pada 10-14 hari sesuai antibiotik therapy.


Evaluasi hasil
5.

Menggambarkan

parameter

pemantauan

diperlukan

untuk

mengevaluasi efikasi dan keamanan terapi


Resolusi Infeksi :
Mengevaluasi pasien untuk tanda-tanda perbaikan dalam metabolisme
asidosis dan perfusi jaringan . Tujuannya adalah untuk mencapai respirasi
laju

napas

pengukuran

20-40

saturasi

menit

status

Memantau
dan

pernapasan
oksigen

pasien
(tujuan

saturasi > 93 % ) sampai asidosis dan gangguan pernapasan


memiliki

ditingkatkan.

Lakukan

pengukuran

gas

darah

kapiler

setiap 6 jam sampai asidosis telah diselesaikan ( tujuan adalah pH


7,35-7,45 , pO2 60-80 mmHg , pCO2 35-45 mm Hg , HCO3

19-22

mEq

BE

-5

sampai

+5

mEq

Meskipun perlu mengulangi budaya CSF adalah kontroversial , yang


paling

setuju

Waran

perlu

bahwa

kehadiran

mengulang

LP

pneumokokus
setelah

36-48

resisten
jam

isolat

antibiotik

therapy. Jika CSF tidak disterilkan , hal ini dapat menunjukkan


pengobatan yang tidak memadai atau komplikasi lebih lanjut seperti abses
formasi. Tujuan adalah glukosa CSF > 50 % glukosa serum ,
protein < 150 mg / dL , WBC < 32 dan < 60 % PMN . CSF
harus tidak mengandung organisme .
Memantau elektrolit serum dan kreatinin . Ini sangat penting dalam
memesan untuk memantau tanda-tanda sindrom antidiuretik tidak pantas
hormon

komplikasi

umum

dari

meningitis

pada

bayi . Tanda-tanda sugestif termasuk natrium serum < 135 mEq / L


dan kalium serum > 6 mEq / L.Melakukan pengujian neurologis untuk
memantau bayi untuk perbaikan tonus otot dan pengurangan kelesuan.
Amati

pasien

untuk

bukti

klinis

kejang

dan

melakukan

electroencephalogram jika perlu . Komplikasi Tambahan meningitis yang


dapat dikembangkan adalah hidrosefalus , perdarahan , dan infark .
Memantau vankomisin konsentrasi untuk memastikan memadai
penetrasi
dalam

vankomisin

terang

konsentrasi

ke

resistensi
vankomisin

dalam
yang

sistem
tinggi

minimal

Hipoperfusi / asidosis metabolik :

saraf
dari
15

pusat

terutama

organisme

mg

mL

target
.

Lakukan

tahap
sepsis

akut
.

pengukuran
meningitis

Dopamin

tekanan

untuk

mungkin

darah

memantau
perlu

sering

tanda-tanda

ditambahkan

selama

luar

untuk

biasa

menjaga

perfusi sesuai atau agen inotropik tambah lainnya ( misalnya ,


dobutamin ) . Mengurangi waktu pengisian kapiler (tujuan < 2 detik )
dan perubahan warna kulit (yaitu , penampilan berbintik-bintik , keren
touch) juga dapat digunakan sebagai indikator peningkatan perfusi .
Perbaikan
24-48

jam

perfusi

dan

pertama

dari

asidosis
terapi

harus
antibiotik

terjadi
yang

dalam
tepat

Memantau serum elektrolit harian untuk menilai status cairan selama


pertama 2-3 hari pengobatan untuk melihat tanda-tanda berkurang
perfusi ginjal ( sekunder untuk hipoperfusi ) yang mungkin menandakan
yang perlu menyesuaikan dosis antibiotik .
Pengukuran akhir:
pencitraan radiografi lanjut ( misalnya , computed tomography
scan atau neurosonogram ) diindikasikan untuk mengevaluasi abses
pembentukan
atau

atau

infark

jika

pasien

membutuhkan

waktu

yang

lama

mengembangkan
untuk

sterilisasi

rumit
CSF

Beberapa tingkat gangguan pendengaran terjadi pada 25-35 % pasien


dengan pneumokokus meningitis.1 Oleh karena itu , pengujian audiometri
adalah diindikasikan setelah menyelesaikan kursus antibiotik pada pasien
dengan meningitis untuk mengevaluasi pendengaran atau gangguan
vestibular . Auditory respon batang otak dan batang otak vestibular

pengukuran respon yang dilakukan untuk menilai pendengaran dan


respon vestibular pada bayi muda dapat bekerja sama dengan
pengujian

standar.

Identifikasi

perkembangan

pendengaran

defisit penting pada usia ini untuk menghindari keterlambatan dalam


pasien perkembangan bicara dan bahasa .
KURSUS KLINIS
Bayi itu dirawat dengan regimen Anda dianjurkan dan tekanan darah dan
status neurologis membaik dalam 24 jam pertama pengobatan. Tujuh
puluh dua jam setelah dimulainya terapi antibiotik, pengulangan pungsi
lumbal dilakukan dan jelas. Pasien diizinkan pulang pada hari 10 terapi.
Pengujian audiometri dilakukan setelah selesai terapi antibiotik adalah
nor-mal. Anak itu tidak punya bukti kerusakan neurologis sebagai akibat
dari infeksi pada evaluasi follow-up.

BAB IV
KESIMPULAN
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan
yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis
purulenta.Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur,
cacing dan protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri.
Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan
meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan
otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.
Pasien

meningitis

dengan

kesadaran

menurun

cenderung

mengalami gangguan asupan gizi, karena secara otomatis Intrake peroral


yang dibutuhkan untuk mendukung therapi hydrasi yang terbatas untuk
mencegah komplikasi oedeem cerebi, menjadi berkurang, selain untuk
memenuhi kebutuhan energi bagi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gleissner, B., Chamberlain, M.C. Neoplastic meningitis-Lancet

Neurol. Oxford: Oxford University Press. 2006. Hal. 44352.


2. Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL:
http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.html. Diakses tanggal 20
September 2013
3. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yees, G.C.

Pharmacotherapy: A

Pathophysiologic Approach, Sixth Edition. McGraw Hill: New York.


2005. Hal: 1923-29
4. Japardi, I. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library URL
:.http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar
%20japardi23.pdf. Diakses tanggal 20 September 2013
5. Schwinghammer, T.T., Koehler, J.M. Pharmacotheraphy Case
Book Seventh editon. McGraw Hill: New York. 2008. Hal 273

You might also like