You are on page 1of 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tumbuhan Manggis Manggis (G.

mangostana) merupakan salah satu komoditas buah yang menjadi salah satu komoditi ekspor andalan Indonesia untuk meningkatkan pendapatan devisa negara. Manggis di luar negeri dijuluki dengan Queen of the Tropical Fruits yang merupakan refleksi perpaduan dari rasa asam dan manis yang tidak dipunyai oleh komoditas buah-buahan lainnya. Tanaman manggis berdasarkan taksonominya adalah termasuk di dalam famili guttiferae. Untuk lebih jelasnya taksonomi tanaman manggis adalah sebagai berikut: Divisio Sub Divisio Classis Sub Classis Ordo Famile Genus Species : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Archielamidacea : Parietales : Guttiferae : Garcinia : Garcinia mangostana (Juanda dan Cahyono, 2000) Manggis termasuk tanaman tahunan yang masa hidupnya mencapai puluhan tahun. Susunan tubuh tanaman manggis terdiri atas organ vegetatif yang meliputi akar, batang dan daun yang berfungsi sebagai alat pengambi, pengangkut, pengolah, pengedar dan penyimpan makanan, serta organ generatif yang meliputi bunga, buah
6

dan dan biji (Rukmana, 1995). Pohon manggis dapat mencapai ketinggian 25 m. Tanaman ini mempuyai akar tunggang dengan beberapa rambut akar, dengan lebar tajuk mencapai 12 m. Permukaan batang tidak rata dan berwarna kecoklatan. Semua bagian tanaman akan mengeluarkan getah kuning bila dilukai (Wijaya dan Enggis, 1994). Tanaman buah manggis ini memiliki beberapa efek farmakologi, seperti antihistamin, antimikroba, anriinflamasi, antikanker, antioksidan, antifungi dan juga dapat digunakan untuk mengobati sariawan, disentri, cystitis, diare, gonorea, dan eksim (ICUC, 2003). Manggis mengandung dua senyawa alkaloid dari ekstrak kulit buah yang terlarut dalam petroleum eter. Kulit kayu, kulit buah dan lateks kering manggis mengandung sejumlah zat warna kuning yang berasal dari dua metabolit yaitu mangostin dan beta mangostin yang berhasil diisolasi (Sudarsono et al., 2002). Kulit buah manggis merupakan bagian yang sering dibuang oleh konsumen atau dapat disebut sebagai limbah hasil pertanian. Sejauh ini pemanfaat kulit buah manggis hanya untuk bahan pembuat zat antikarat serta pewarna tekstil. Kulit buah manggis diketahui mengandung senyawa xanthone yang berfungsi sebagai antioksidan, antiproliferatif dan antimikroba yang tidak ditemui pada buah-buahan lainnya. Senyawa xanthone meliputi mangostin, mangostenol A, mangostinon A, mangostinon B, mangostanol, trapezifolixanthone, tovophyillin B, alfa mangostin, beta mangostin, garcinon B, flavonoid epitechin, dan gartanin. Senyawa tersebut bermanfaat untuk kesehatan (Qosim, 2007). Salah satu senyawa yang paling berperan dalam mematikan bakteri adalah xanthone. Xanthone berkhasiat sebagai antibakteri yang menghambat pertumbuhan

bakteri

MRSA

(Methilici

Resistant

Staphylococcus

Aureus)

dan

dapat

menyeimbangkan kerja sistem pencernaan. (Linuma et al., 1996). B. Bakteri Shigella flexneri Shigella memiliki 4 spesies, terdiri dari: S.dysentriae (Serogrup A), S.flexneri (Serogrup B), S.boydii (Serogrup C) dan S.sonnei (Serogrup D). S.flexneri merupakan batang gram negatif yang tipis, bentuk coccobacilli terjadi pada pembenihan muda, bersifat fakultatif anaerob, tetapi tumbuh paling baik secara aerob. Koloni shigella cembung, bundar, transparan dengan diameter sampai kira-kira 2mm dalam 24 jam (Jawetz et al, 2005). Secara tipikal bersifat mesofilik, tumbuh pada suhu antara 10450C dengan pertumbuhan optimal terjadi pada suhu 370C. Bakteri ini tumbuh paling cepat pada kisaran pH 6-8 dan tidak bisa tumbuh pada pH dibawah 4,5 (WHO, 2000). Klasifikasi S.flexneri adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Orde Famili Genus Species : Bacteria : Schyzomycetes : Salmonelleae : Eubacteriales : Enterobacteriaceae : Shigella : Shigella flexneri

Shigella mempunyai bentuk antigen yang komplek. Antigen somatic O Shigella adalah polisakarida. Spesifitas serologi bergantung pada polisakarida tersebut. S. flexneri dibagai menjadi 13 serotipe. Serotipe utama S. flexneri di negara

berkembang adalah serotipe 1b, 2a, 3a, 4a dan 6 (Jenisson et al. 2003). S.flexneri menyebabkan infeksi melalui penetrasi bakteri pada selaput lendir di usus besar manusia dan penyebaran ke dalam aliran darah sangat jarang. Patologi Shigella yaitu invasi sel epithelial mukosal (misalnya sel M) diinduksi oleh fagositosis yang lolos dari vakuola fagositik kemudian terjadi pengembangan dalam sel epitel di sitoplasma dan melintas ke sel yang berdekatan. Mikroabses di dinding terminal ileum dan intestinal yang besar mengarah pada nekrosis dari membran mukous, sel ulserasi superficial dan pendarahan sehingga terjadi infeksi (Brooks et al., 2005). Sel yang terinfeksi menjadi sangat proinflamasi dan mensekresi IL-8. IL-8 menarik neutrofil ke tempat infeksi. Masuknya neutrofil, kemokin dan sitokin ke daerah merusak permeabilitas lapisan epitel kemudian S.flexneri mengalami invasi kembali sehingga sel-sel epitel yang ditargetkan membutuhkan 45 menit sampai 4 jam untuk respon inflamasi (Thierry et al, 2003). Sifat virulensi dasar yang dimiliki oleh Shigella adalah kemampuannya menginvasi sel epitel kolon. Sifat ini dikodekan pada plasmid yang menyebabkan sintesis kelompok polipeptida yang terlibat pada invasi dan pembunuhan sel. Shigella yang kehilangan virulensi plasmidnya tidak lagi berperan sebagai patogen. S.flexneri memerlukan amat sedikit inokulum agar menimbulkan sakit, dimana hanya 100 sel. Setelah Shigella mencapai usus besar, maka akan mulai menembus mukosa, mereplikasi dan menyebar antara sel sel epitel mukosa. Dan akan terjadi respon inflamasi yang merusak lapisan epitel kolon sehingga terjadi gejala shigellosis (Jenisson et al., 2003).

10

C. Antibakteri Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme bakteri yang merugikan. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat atau membunuh bakteri dikenal sebagai Kadar Hambat Mininal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) (Setiabudy dan Gan, 1995). Antibakteri hanya dapat digunakan jika mempunyai sifat toksik selektif, artinya dapat membunuh bakteri yang menyebabkan penyakit tetapi tidak beracun bagi penderitanya. Sifat antibakteri dapat berbeda satu sama lain, ada yang berspektrum luas (broad spectrum) bila menghambat atau membunuh bakteri Gram positif dan Gram negatif, berspektrum sempit (narrow spectrum) bila

menghambat atau membunuh Gram positif atau Gram negatif saja, dan berspektrum terbatas (limited spectrum) jika efektif terhadap spesies bakteri tertentu

(Djiwoseputro, 1990). Antibakteri dapat dibedakan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu antibakteri yang menghambat perubahan pertumbuhan dinding sel, sel antibakteri atau yang

mengakibatkan

permeabilitas

membran

menghambat

pengangkutan aktif melalui membran sel, antibakteri yang menghambat sintesis protein, dan antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel. Beberapa faktor dan keadaan yang dapat mempengaruhi kerja antibakteri antara lain konsentrasi antibakteri, spesies bakteri, jumlah bakteri, adanya bahan organik, pH lingkungan, dan suhu (Pelczar dan Chan, 1988). Pengendalian mikroorganisme khususnya bakteri, dapat dilakukan secara kimia seperti pemberian antibiotik dan zat-zat kimia lainnya,

11

ataupun pengendalian secara fisik seperti pemberian panas, pendinginan, radiasi, dan pengeringan (Brooks et al. 2005). Menurut Pratiwi (2008) ada beberapa macam-macam metode yang dapat digunakan dalam uji antibakteri, yaitu metode difusi dan metode dilusi. Metode difusi diantaranya, metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer), E-test, ditch plate technique, cup plate technique dan gradient plate technique. Metode dilusi diantaranya, metode dilusi cair dan metode dilusi padat. Menurut Jawetz et al (2005). Metode difusi dilakukan dengan cara kertas saring diletakkan dalam cawan petri yang berisi sejumlah obat tertentu yang ditempatkan pada medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaanya. Setelah diinkubasi, diameter zona hambat sekitar cakram digunakan untuk mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode dilusi cair adalah penghambatan pertumbuhan bakteri dalam pembenihan cair oleh suatu zat antibakteri yang dicampurkan dalam pembenihan tersebut. Pembenihan yang dipakai harus merupakan pembenihan yang dapat menumbuhkan bakteri secara optimal dan tidak menetralkan zat yang digunakan. Metode dilusi ini menggunakan antibakteri dengan konsentrasi yang diencerkan secara serial, baik dengan media cair atau padat. Kemudian bakteri uji diinokulasi pada media dan diinkubasi pada suhu 37C selama 18-48 jam. Melalui pemeriksaan cara dilusi ini dapat diperoleh konsentrasi hambat minimum (KHM) yaitu konsentrasi terkecil yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Kemudian untuk mengetahui Konsentrasi Bunuh Minimal (KBM) Dari tiap konsentrasi dimana tidak ada pertumbuhan, masing-masing ditambah kembali suspensi bakteri dan media

12

kemudian diinkubasikan pada suhu 37C selama 18-48 jam. Konsentrasi Bunuh Minimal (KBM) ditentukan dari konsentrasi terendah zat antibakteri yang tidak menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri setelah diinkubasi. Adanya pertumbuhan menandakan bahwa pada konsentrai tersebut bersifat bakteriostatik tetapi tidak bakterisidal (Jawetz et al., 2005). D. Landasan Teori Kulit buah manggis mengandung senyawa yang meliputi xanthon, flavonoid (Suksamrarn et al., 2003). Kulit buah manggis juga mengandung saponin, tanin, steroid/ triterpenoid dan kuinon (Poeloengan dan pratiwi, 2010). Berdasarkan penelitian Nababan (2012) ekstrak kulit manggis menunjukkan efek menghambat pertumbuhan S.flexneri dengan IC50 pada kosentrasi 406,44. Menurut Noorhamdani et al., (2012) ekstrak daun pare (momordica charantia l.) menunjukkan efek menghambat pertumbuhan S.flexneri pada Kadar Hambat Minimal (KHM)

didapatkan pada konsentrasi 17.5%. dan membunuh pertumbuhan S.flexneri pada Kadar Bunuh Minimal (KBM) didapatkan pada konsentrasi 20%. Xanthon dapat menembus dinding sel bakteri karena xanthon bersifat polar yang merupakan senyawa antibakteri yang bersifat hidrofilik sehingga lebih mudah melewati lipopolisakarida yang ada pada bakteri gram negatif. Dimana molekul molekul yang bersifat hidrofilik lebih mudah melewati lipopolisakarida dibandingkan dengan hidrofobik. Selain itu porin pada membran terluar dinding sel bakteri gram negatif bersifat hidrofilik. Kemungkinan porin yang terkandung pada membran terluar tersebut menyebabkan molekul molekul komponen ekstrak lebih mudah masuk kedalam sel bakteri (Miksusanti et al, 2011). Saponin, merupakan zat aktif

13

yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sehingga terjadi hemolisis sel, apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri, bakteri tersebut akan pecah atau lisis. Flavonoid, merupakan kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat protein, sehingga mengganggu proses metabolisme. Tanin bekerja sebagai antibakteri dengan cara mengkoagulasi atau menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang stabil dengan protein bakteri (Poeloengan et al, 2010). Prinsip metode dilusi dalam menghambat kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM) yaitu menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel bakteri yang di uji. Kemudian masing-masing tabung diisi dengan obat yang telah diencerkan secara serial. Selanjutnya, seri tabung diinkubasikan pada suhu 37C selama 18-24 jam dan diamati kekeruhanya pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai nampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat. Selanjutnya biakan dari semua tabung yang jernih diinokulasikan pada media agar padat, diinkubasikan dan keesokan harinya diamati ada tidaknya koloni bakteri yang tumbuh. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni bakteri adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji (Dzen et al, 2003)

You might also like