You are on page 1of 25

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan LAporan Akhir ini tepat pada waktunya tanpa menjumpai halangan yang berarti. Salawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Adapun tujuan makalah ini, selain sebagai pemenuhan tugas akhir dari kegiatan praktikum terpadu III, juga untuk menyampaikan secara tertulis apa yang telah penyusun dapatkan dari hasil praktikum dan pengamatannya selama kegiatan praktikum. Penyusun laporan akhir ini tidak terlepas dari bimbingan dosen pengampuh mata kuliah, Instruktur praktikum, serta Asisten Laboratorium. Olehnya itu penyusun menghaturkan terima kasih. Serta kepada rekan-rekan sekalian yang membantu proses penyusunan laporan akhir ini, Penyusun juga mengucapkan terima kasih. Penyusun menyadari bahwa Laporan Akhir ini jauh dari kata sempurna. Olehnya itu, penyusun meminta maaf atas segala kelebihan dan kekurangannya. Kritik dan saran sangat kami harapkan untuk kedepannya. Mudah-mudahan rangkaian laporan ini dapat bermanfaat bagi yang lainnya.

Malang,

Desember2013

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii I.PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Tujuan .................................................................................................................. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3 2.1 Ekosistem ..................................................................................................... 3 2.2 Sebaran Populasi .......................................................................................... 3 2.3 Hama ............................................................................................................ 4 2.4 Patogen ......................................................................................................... 6 2.5 Epidemiologi ................................................................................................. 7 2.6 Faktor yang Mempengaruhi Epidemiologi Tumbuhan ................................. 9 III. METODE KERJA........................................................................................... 11 3.1 Alat dan Bahan ........................................................................................... 11 3.2 Metode Pelaksanaan .................................................................................. 11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 13 4.2 Hasil............................................................................................................ 13 4.2 Pembahasan ................................................................................................. 14 4.2.1 pemantauan ekosistem .......................................................................... 14 4.2.2 Sebaran Populasi Hama ........................................................................ 14 V. KESIMPULAN ................................................................................................ 22 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

ii

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Interaksi antara tanaman dan hama dapat dilihat dari aspek ekologis dan ekonomis. Dari sisi ekologi hubungan antara tanaman dan hama merupakan interaksi yang saling mengendalikan antara tanaman yang autotroph dengan binatang herbivora yang heterotroph dalam suatu sistem trofi yang berjalan

secara efesien dan berkesinambungan. Karena kemampuannya mengubah energi surya menjadi energi biokimia melalui proses fotosistesis tanaman menempati aras trofi pertama sebagai produsen. Energi pada tanaman digunakan oleh binatang yang memakan tanaman (herbivora) yang menempati aras trofi kedua sebagai konsumen pertama. Binatang karnivora memperoleh energinya dengan memangsa herbivora sehingga menempati aras trofi ketiga sebagai konsumen kedua, demikian seterusnya. Aliran energi di ekosistem melalui sistem trof. Epidemilologi penyakit tanaman adalah studi tentang penyakit pada populasi tanaman. Sama seperti penyakit manusia dan hewan. Penyakit tanaman terjadi karena tatisti seperti bakteri, virus, jamur, Oomycetes, tatisti, phytoplasmas, protozoa dan tanaman parasit. Pabrik epidemiologi penyakit, berusaha untuk memahami penyebab dan dampak penyakit dan mengembangkan strategi untuk campur tangan dalam situasi dimana kerugian tanamandapat terjadi. Biasanya intervensi yang berhasil akan mengarah ke tingkat yang cukup rendah penyakit yang biasa diterima, tergantung nilai dari tanaman. Epidemilogi penyakit tanaman sering dilihat dari pendekatan multidisiplin yang membutuhkan biologis,prespektif tastic, agronomi dan ekologi. Biologi diperlukan untuk memahami tatisti dan siklus hidupnya. Hal ini juga penting untuk memahami fisiologi tanaman dan bagaimana tatisti yang dapat mempengaruhi itu. Spesies asli tanaman menjadi penampungan untuk tatisti yang menyebabkan penyakit pada tanaman. Model tatistic adalah sering digunakan

untuk meringkas dan menggambarkan kompleksitas epidemiologi penyakit tanaman, sehingga proses penyakit dapat mudah untuk di pahami. 1.2 Tujuan Dari rumusan masalah diatas, maka dapat ditarik tujuan sebagai berikut: 1.1.1 Pemantuan ekosistem dan sebaran populasi hama 1. mengatahui jaring-jaring kehidupan pada ekosistem yang ada 2. Mengetahui sebaran hama sehingga dapat menentukan langkah pengendaliannya! 1.3.2 Eidemiologi penyakit tanaman 1. Mengetahui ledakan penyakit dari pengamatan populasi

sebelumnya!

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Matahari sebagai sumber energi yang ada. Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut. (Gunawan, 2007) 2.2 Sebaran Populasi Pengetahuan tentang populasi sebagai bagian dari pengetahuan ekologi telah berkembang menjadi semakin luas. Dinamika populasi tampaknya telah berkembang menjadi pengetahuan yang dapat berdiri sendiri. Dalam

perkembangannya pengetahuan itu banyak mengembangkan kaidah-kaidah matematika terutama dalam pembahasan kepadatan dan pertumbuhan populasi. Pengembangan kaidah-kaidah matematika itu sangat berguna untuk menentukan dan memprediksikan pertumbuhan populasi organisme di masa yang akan datang (Junaidi, 2010) Populasi juga mempunyai sejarah hidup dalam arti mereka tumbuh, mendadakan pembedaan dan memelihara diri seperti yang di lakukan organisme. Di samping itu populasi juga mempunyai organisasi dan struktur yang dapat dilukiskan. Populasi adalah kumpulan individu dari suatu jenis organisme. Pengertian ini dikemukakan untuk menjelaskan bahwa individu- individu suatu jenis organisme dapat tersebar luas di muka bumi, namun tidak semuanya dapat saling berhubungan untuk mengadakan perkawinan atau pertukaran informasi

genetik, karena tempatnya terpisah. Individu- individu yang hidup disuatu tempat tertentu dan antara sesamanya dapat melakukan perkawinan sehingga dapat mengadakan pertukaran informasi genetik dinyatakan sebagai satu kelompok yang disebut populasi (Triharso, 2004) Struktur suatu komunitas alamiah bergantung pada cara dimana tumbuhan dan hewan tersebar atau terpencar di dalamnya. Pola penyebaran bergantung pada sifat fisikokimia lingkungan maupun keistimewaan biologis organisme itu sendiri. Keragaman tak terbatas dari pola penyebaran demikian yang terjadi dalam alam secara kasar dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu (Triharso, 2004.) : 1. Penyebaran teratur atau seragam, dimana individu-individu terdapat pada tempat tertentu dalam komunitas. Penyebaran ini terjadi bila ada persaingan yang keras sehingga timbul kompetisi yang mendorong pembagian ruang hidup yang sama. 2. Penyebaran secara acak (random), dimana individu-individu menyebar dalam beberapa tempat dan mengelompok dalam tempat lainnya. Penyebaran ini jarang terjadi, hal ini terjadi jika lingkungan homogen. 3. Penyebaran berkelompok/berumpun (clumped), dimana individu-individu selalu ada dalam kelompok-kelompok dan sangat jarang terlihat sendiri secara terpisah. Pola ini umumnya dijumpai di alam, karena adanya kebutuhan akan faktor lingkungan yang sama. 2.3 Hama Mengenal kerusakan pada tanaman yang disebabkan oleh berbagai pengganggu akan sangat membantu dalam diagnosis. Diagnosis merupakan proses yang sangat penting. Hasil diagnosis akan menentukan keberhasilan suatu pengelolaan penyakit tanaman. Kegagalan suatu diagnosis akan menyebabkan kegagalan dalam tahap pengendalian. Sebagai contah klasik dikemukakan oleh (Pracaya, 1996 )pada pertanaman bit gula dipinggiran kota New York terjadi masalah kekerdilan tanaman. Dugaan awal kekerdilan tersebut disebabkan oleh karena kekurangan hara. Namun ternyata aplikasi pemupukan tidak

menyelesaikan masalah. Konsultasi dengan ahli penyakit tanaman menyimpulkan bahwa tanaman terserang oleh nematoda Heterodera schachtii. Dengan demikian

diagnosis yang baik harus memiliki efektivitas yang tinggi. Disamping itu diagnosis juga harus cepat. Keterlambatan hasil diagnosis karena berbagai hal dapat menyebabkan penyakit sudah berkembang pesat, sehingga hasil tidak dapat diselamatkan. Disamping efektif dan cepat, diagnosis juga harus murah. Biaya diagnosis yang mahal tidak akan terjangkau oleh petani kecil, sehingga mereka enggan pergi ke klinik untuk memeriksakan tanaman. Ganguan merupakan suatu proses interaksi anatara berbagai factor yang mempengaruhi. Hasil proses interaksi tersebut dapat dilihat dengan adanya kerusakan pada tanaman, Karena tanaman yang terganggu oleh pengganggu tertentu sering menunjukkan kerusakan akan tertentu pula. Beberapa jenis hama tidak hanya memakan bagian tubuh tanaman tetapi juga mengeluarkan substansi tertentu yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis hama yang lain akan meninggalkan bebas aktivitas yang khas. (Pracaya, 1996) Banyak macam patogen tumbuhan dan tidak sedikit diantaranya yang mempunyai arti ekonomi penting. Setiap macam tanaman dapat diserang oleh banyak macam patogen tumbuhan, begitu pula satu macam patogen ada kemungkinan dapat menyerang sampai berpuluh-puluh tanaman. Sering pula terjadi, bahwa patogen tumbuhan tertentu dapat menyerang satu macam organ tanaman atau ada pula yang menyerang berbagai macam organ tanaman. Sebagai akibat dari reaksi tersebut maka suatu kerusakan tertentu akan tampak pada tanaman. Perkembangan selanjutnya, bagian pathogen atau pathogen itu sendiri dapat menampakkan diri pada permukaan tanaman inang yang abnormal. Abnormalitas atau perubahan-perubahan yang ditunjukkan oleh tanaman sakit sebagai akibat adanya serangan agensia penyakit-penyakit (pathogen) tersebut disebut gejala, sedangkan pengenal yang ditunjukkan oleh selain reaksi tanaman inang disebut tanda. Contoh tanda penyakit misalnya miselium jamur, spora atau konidi jamur, badan buah jamur, mildew, sklerosium, koloni baketri yang berupa lendir, dan sejenisnya.( Pracaya, 1996) Parasit yang menyebabkan penyakit pada tanaman pada umumnya membentuk bagian vegetatifnya di dalam jaringan tanaman sehingga tidak tampak dari luar. Tetapi walaupun demikian ia membentuk bagian reproduktifnya pada

permukaan tanaman yang diserangnya atau hanya sebagian tampak pada permukaan tersebut. Selan itu sering pula pembentukan propagul dalam bentuk istirahat pada permukaan tanaman. 2.4 Patogen Patogen adalah organisme penyebab penyakit tanaman. Pathogen dapat berupa tumbuhan parasitik, jamur parasit, bakteri parasit, virus, mikoplasma, dan nematode parasit. Patogen menghasilkan keturunan yang sangat banyak di dalam proses reproduksinya, terutama cendawan, bakteri, dan virus. Disamping itu banyak patogen tanaman mempunyai siklus hidup yang singkat sehingga mampu menghasilkan banyak generasi di dalam satu musim pertanaman. Patogen semacam ini bersifat polisiklik (beberapa generasi dalam satu musim pertanaman) seperti penyebab penyakit karat, bercak-bercak dan hawar daun yang paling banyak dilaporkan menimbulkan kerusakan yang tiba-tiba dan dalam skala besar. Beberapa patogen tular tanah seperti Fusarium dan Verticillium dan nematode pada umumnya hanya mempunyai 1 sampai 4 generasi dalam satu musim pertanaman. Patogen semacam ini jarang menimbulkan epidemic yang dahsyat pada satu musim pertanaman karena kemampuan reproduksinya yang rendah dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan menyebarnya yang terbatas. Epidemik yang ditimbulkan oleh patogen tular tanah biasanya bersifat lambat dan terbatas cakupannya.( Sastrahidayat, 1990 ) Beberapa jenis patogen membutuhkan sepanjang tahun untuk

menyelesaikan satu siklus hidup (patogen monosiklik), sehingga hanya menyelesaikan satu siklus penyakit dalam setahun. Inokulum terakumulasi dari tahun ke tahun, sehingga epidemic membutuhkan waktu tahunan untuk berkembang. Ada pula patogen yang membutuhan waktu dua tahun atau lebih untuk menyelesaikan siklus idupnya, misalnya penyakit karat cedar apple (2 tahun), penyakit blister rust pada pinus putih (3-6 tahun), dwarf mistletoe (5-6 tahun). Patogen semacam ini menghasilkan inokulum dan menyebabkan serentetan infeksi dalam satu tahun hanya karena adanya generasi tumpang tindih (generasi polietik). Banyak patogen seperti cendawan dan tumbuhan tingkat tinggi (benalu)

menghasilkan inokulumnya (spora atau biji) pada bagian permukaan dari kanopi tanaman. Dari sana spora dan biji dapat menyebar dengan mudah ke tempat jauh dan menyebabkan epidemic yang luas. Patogen lainnya seperti bakteri, mikoplasma, virus, dan protozoa memperbanyak diri di dalam jaringan tanaman. Patogen semacam ini tidak akan menyebar tanpa bantuan vector. (Sastrahidayat, 1990 ) Berbagai penyakit penting yang sering menimbulkan epidemic pada area yang luas menyebar atas bantuan vector, misalnya virus ditularkan oleh aphid, mikoplasma oleh wereng. Cendawan (Dutch elm disease), bakteri (layu kubis), dan nematode (layu pinus) ditularkan oleh kumbang. Patogen yang menular melalui air dan angin (terutama cendawan dan bakteri) hampir setiap tahun menyebabkan epidemic yang berat namun pada umumnya terbatas area cakupannya (pertanaman, desa). Patogen yang terbawa benih atau bahan perbanyakan vegetatif (umbi) jika ditanam pada pertanaman dengan varietas rentan, maka besar kemungkinan akan terjadi eidemik dalam pertanaman tersebut, namun tergantung bagaimana efektifnya penyebaran patogen terseut dari tanaman sakit ke tanaman sehat di sekitarnya. Akan tetapi patogen tular tanah pada umumnya tidak mampu menyebabkan epidemic yang seketika dalam luasan area yang besar karena adanya keterbatasan di dalam penyebarannya

(Sastrahidayat,1990 ) 2.5 Epidemiologi Epidemiologi penyakit tanaman adalah studi tentang penyakit pada populasi tanaman. Sama seperti penyakit manusia dan hewan. Penyakit tanaman terjadi karena tatisti seperti bakteri, virus, jamur, Oomycetes, tatisti, phytoplasmas, protozoa, dan tanaman parasit. Pabrik epidemiologi penyakit, berusaha untuk memahami penyebab dan dampak penyakit dan mengembangkan strategi untuk campur tangan dalam situasi di mana kerugian tanaman dapat terjadi. Biasanya intervensi yang berhasil akan mengarah ke tingkat yang cukup rendah penyakit yang bisa diterima, tergantung nilai dari tanaman. (Agrios, 2005).

Epidemiologi penyakit tanaman sering dilihat dari pendekatan multidisiplin, yang membutuhkan biologis, perspektif tatistic, agronomi dan ekologi. Biologi diperlukan untuk memahami tatisti dan siklus hidupnya. Hal ini juga penting untuk memahami fisiologi tanaman dan bagaimana tatisti yang dapat mempengaruhi itu. Praktik agronomi seringkali mempengaruhi kejadian penyakit yang lebih baik atau buruk. Pengaruh ekologis yang banyak. Spesies asli tanaman menjadi penampungan untuk tatisti yang menyebabkan penyakit pada tanaman. Model tatistic adalah sering digunakan untuk meringkas dan menggambarkan kompleksitas epidemiologi penyakit tanaman, sehingga proses penyakit dapat lebih mudah dipahami. Sebagai contoh, perbandingan antara pola kemajuan penyakit untuk berbagai penyakit, kultivar, manajemen strategi, atau pengaturan lingkungan dapat membantu dalam menentukan bagaimana penyakit tanaman terbaik mungkin dikelola. Kebijakan dapat berpengaruh pada terjadinya penyakit, melalui tindakan seperti pembatasan impor dari sumber mana penyakit terjadi.( Agrios, 2005) Gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) baik hama maupun penyakit relative tinggi setiap tahun. Gangguan tersebut belum dapat dikendalikan secara optimal sehingga mengakibatkan kerugian yang cukup besar baik berupa kehilangan hasil, menurunkan mutu terganggunya kontinuitas produksi, serta penurunan pendapatan petani. Di masa depan diperkirakan gangguan OPT akan semakin kompleks, yang antara lain akibat perubahan fenomena iklim global yang berpengaruh terhadap pola musim/cuaca lokal yang sangat erat kaitannya dengan perkembangan OPT. Disamping itu permasalahan OPT akan terus muncu karena masalah-masalah lain seperti dampak dari pemilikan lahan yang sempit, penggarap yang bukan pemilik, terbatasnya modal, tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan petani, permasalahan irigasi, pasar dan harga produksi. Penyakit tanaman mempunyai arti penting bagi masyarakat karena dapat menimbulkan kerusakan serta kerugian bagi tanaman atau hasil olahanya. Bagi jutaan umat manusia di dunia ini, yang kehidupanya sangat tergantung kepada hasil tanaman yang diusahakannya, maka penyakit tanaman adalah salah satu

yang dapat menimbulkan perubahan dan perbedaan antara satu kehidupan yang sejahtera dengan kehidupan yang selalu diburu oleh kekurangan pangan atau mati kelaparan. Penyakit dapat dikenal dengan mata telanjang dari gejalanya atau simptomnya. Penyakit tumbuhan di alam yang belum ada campur tangan manusia adalah hasil interaksi antara pathogen, inang, dan lingkungan. Konsep ini disebut segitiga penyakit atau plant disease triangle, sedangkan penyakit tanaman yang terjadi setelah ada campur tangan manusia adalah hasil interaksi antara pathogen, inang, lingkungan, dan manusia. Konsep ini disebut segitiga penyakit atau plant disease square (Arneson, 2001). Bercak pada daun cabai merupakan salah satu penyakit penting dalam perkembangan cabai di daerah tropis yang panas dan lembab. Serangan penyakit ini disebabkan oleh cendawan Cercospora capsici dan mengakibatkan daun akan mengalami keadaan yang tidak sehat dan akhirnya gugur. 2.6 Faktor yang Mempengaruhi Epidemiologi Tumbuhan Penyakit tumbuhan adalah kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh jamur, bakteri, virus, mikoplasma, dan yang disebabkan oleh faktor lingkungan yang tidak cocok. Sebagai penyebab penyakit, jamur dan cendawan memegang peranan paling penting. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh jamur dan bakteri disebut penyakit parasiter. Penyakit yang disebabkan oleh faktor luar seperti kekurangan hara, suhu yang tidak sesuai disebut penyakit fisiologis, penyakit fisiogenis atau penyakit abiotis. Jamur penyebab penyakit tumbuhan kebanyakan disebarkan dengan

beberapa macam bentuk spora, atau dengan potongan-potongan benang jamur. Alat-alat penular ini disebarkan oleh angin, air, hewan, dan manusia maupun oleh kontak antara bagian tanaman yang sehat dengan yang sakit, dan dapat juga terbawa bahan tanaman seperti biji dan umbi. Virus dan mikoplasma disebarkan oleh serangga, oleh manusia sendiri maupun terbawa oleh bahan tanaman.

Spora jamur jika jatuh pada jaringan tumbuhan yang peka, dan faktor luar sesuai, akan berkecambah dengan membentuk pembuluh kecambah, yang untuk sementara waktu tumbuh pada permukaan tumbuhan. Spora dan pembuluh kecambah ini sangat peka terhadap perubahan faktor luar. Disamping itu juga peka terhadap lapisan pestisida yang mungkin ada dipermukaan badan tanaman. Di alam, agar terjadi sesuatu penyakit harus ada tiga komponen, yaitu : pathogen, faktor luar, dan tumbuhan atau hospos (host). Komponen ini membentuk segitiga penyakit (disease triangle). Untuk pertanaman (crop), faktor manusia sangat menentukan bagi terjadinya penyakit. Manusia

mempengaruhi pathogen, faktor lingkungan maupun tanamannya. Dengan demikian maka pada penyakit pertanaman terdapat segiempat penyakit (disease square) (Arneson, 2001). Mengingat penyebab-penyebab penyakit sangat halus, maka faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap terjadinya penyakit.

10

III. METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan saat berlangsungnya praktikum ini diantaranya adalah : a. Alat : Alat yang digunakan untuk praktikum kali ini yaitu : Tali rapia, pancang, alat tulis berupa buku dan bulpoin. b. Bahan : Bahan yang digunakan yaitu lahan budidaya tanaman kacang. 3.2 Metode Pelaksanaan Pemantauuan ekosistem dan sebaran populasi hama ini menggunakan teknik pemetakan dan dilakukan dilahan kreaktifitas mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang. Pemantauan ekosistem dan sebaran populasi ini dilakukan selama 5 hari berturut-turut. Kegiatan tersebut antara lain berupa penentuan pemetakan dan langsung melakukan identifikasi populasi hama yang ada. Dan setiap hari hinga hari kelima dilakukan pengamatan lebih lanjut pada petakan tersebut untuk mengetahui sebaran populasi dari hama itu sendiri. Praktikum ini bersifat kelompok, dan untuk pembagian tugas secara merata dapat memudahkan dalam hal pengerjaan praktikum ini. Metode pelaksanaan yang disajikan yaitu sebagai berikut : a. Penentuan Petakan Dalam praktikum ini dilakukan pemilihan petakan untuk diamati sebaran hama dan populasinya yaitu membuat petakan pada lahan kacang panjang dengan ukuran 1 meter persegi sebanyak 2 plot yang berbeda tempat. Plot pertama digunakan untuk pengamatan pemantuan ekosistem dan sekaligu digunakan untuk pengamatan epidemiologi penyakit tumbuhan dan plot kedua digunakan untuk melakukan evaluasi sebaran populasi hama yang ada. Kemudian menancapkan pancang yang sudah disediakan pada sudut plot dan ikatkan tali rapia pada pancang-pancang

11

yang sudah ditancapkan. Untuk penancapan pancang diharapkan sekuat mungkin hal ini dilakukan agar plot yang sudah dibuat akan bertahan lama dan tidak mengganggu dalam proses pengamatan keesokan harinya. Selanjutanya melakukan pengamatan.

12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Hasil 1. Pemantauan Ekosistem Tabel 1 : hasil pengamatan pemantauan ekosistem Pengamatan ke No Nama organisme Status 1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Belalang hijau Belalang coklat Jangkrik Katak Semut hitam Bag Laba-laba Hama Hama Imigran Imigran Imigran Hama Imigran 1 1 1 1 2 1 1 1 1 0 0 3 2 1 1 0 2 0 5 2 1

4 1 0 2 1 4 2 1

5 1 1 3 1 2 2 1

2. Sebaran Populasi Hama Tabel 2 : hasil pengamatan Sebaran Populasi Hama Pengamatan ke No Nama Organisme 1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 Jangkrik Semut Belalang hijau Kutu ( gurem ) Bag Laba- laba Kecoak ( menje ) 1 6 1 1 1 1 1 1 5 0 5 2 1 2 0 6 1 5 2 1 1

4 0 4 1 4 2 1 1

5 0 5 1 4 2 1 1

13

3. Epidemiologi Penyakit Tanaman Tabel 3 : hasil pengamatan epidemiologi penyakit tanaman Pengamatan Ke No Jenis Patogen Nama Penyakit 1 2 3 4 1 2 Cercospora canescens Bercak Daun

4.2 Pembahasan Pada laporan ini membahas yaitu tentang bagaimana ekosistem dan sebaran populasi dan epidemiologi penyakit tanaman pada daerah yang sudah ditentukan. Berdasarkan data tabel diatas, maka dapat diketahui bagaimana

ekosistem, sebaran populasi dan epidemiologi penyakit tanaman pada plot yang sudah di tentukan. 4.2.1 pemantauan ekosistem Dari hasil pengamatan diatas dapat diketahui bahwa terjadi

ketidaksamaan kehadiran antara serangga yang berstatus hama dan serangga yang berstatus hanya sebagai imigran saja. Pada serangga yang berstatus hama dari hasil pengamatan kehadiran seranngga ini selalu ada, berbeda dengan serangga yang berstatus pendatang,mereka tidak tetap dalam menempati suatu tempat. Dengan demikian maka serangga pendatang ini merupakan predator dari serangga- serangga yang berstatus hama. Makan jarring- jarring makanan akan terjadi secara maksimal. 4.2.2 Sebaran Populasi Hama 4.2.2.1 Bentuk-bentuk Penyebaran dan Ciri-ciri nya Secara garis besar penyebaran serangga hama dalam ruang dibedakan menjadi tiga bentuk penyebaran yaitu : 1. Penyebaran Acak Pada bentuk ini kedudukan suatu individu serangga hama pada suatu titik di dalam ruang tidak dipengaruhi ataupun mempengaruhi

14

kedudukan individu serangga hama lain yang ada pada titik yang lain. Dengan perkataan lain kedudukan individu serangga hama dalam satu titik di dalam ruang, bebas tidak terpengaruh oleh individu serangga hama yang lain. 2. Penyebaran Teratur Pada bentuk penyebaran teratur ini kepadatan populasi serangga hama hampir merata. Oleh sebab itu hasil pengamatan kepadatan populasi pada setiap unit sampel relatif akan sama. Bentuk penyebaran populasi demikian jarang dijumpai terjadi pada serangga yang mempunyai sifat kanibal, sehingga satu individu yang lain kedudukannya akan terpisah antara satu dengan yang lain. Bentuk penyebaran teratur secara matematik akan dicirikan dengan besarnya nilai keragaman akan lebih kecil daripada rata-ratanya. Hal ini disebabkan kepadatan populasi yang relatif homogen tersebut. 3. Penyebaran Mengelompok Bentuk penyebaran ini seakan-akan merupakan kebalikan dari bentuk penyebaran acak, dimana kedudukan suatu individu serangga hama pada suatu titik di dalam ruang akan dipengaruhi oleh atau pun mempengaruhi kedudukan individu serangga hama lain yang ada pada titik yang lain. Dengan perkataan lain kedudukan individu serangga hama yang lain akan saling mempengaruhi. Dari ketiga bentuk penyebaran diatas maka dari hasil pengamatan termasuk kategori bentuk sebaran populasi megelompok atau dengan kata lain diantara individu serangga satu dengan individu serangga lain saling mempengaruhi. Kenapa termasuk bentuk jenis penyebaran yang ketiga. Jika dilihat dari hasil pengamatan diatas, dapat diketahui diantara serangga-serangga saling mempengaruhi sesama lain. Keberadaan serangga ini rata-rata tidak menetap. Hal ini dikarenakan dari individu yang berbeda pastinya terjadi rantai makanan, dan pada data diatas individu yang tergolong hama jumlahnya tidak selalu menetap. Dengan sebaran populasi ini maka untuk cara untuk mengendalikan hama ini dapat terkendalikan sendiri oleh jaringan makanan yang

15

terjadi. Tetapi untuk lebih koefesiennya dapat menggunakan bahan yang tidak disukai oleh hama yang merupakan konsumen terakhir tersebut ( semut ) yakni menggunakan pestisida nabati. 4.2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Hama Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi dua (Little, 1971) yaitu: 1. Faktor dalam adalah faktor yang berada dalam tubuh orgnisme seperti organ tubuh dan keadaan fisiologisnya. 2. Faktor luar adalah faktor yang berada di luar tubuh organisme yang mempengaruhinya langsung dan tidak langsung yaitu faktor fisik, biotik dan makanan. Kedua kelompok tersebut bekerjasama membentuk corak lingkungan hidup yang berbeda yang bersifat menekan atau merangsang perkembangan OPT. kelompok factor luar dapat dibedakan lagi menjadi factor fisik, biotic dan factor makanan. Faktor fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu daerah merupakan faktor penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi penyebaran OPT. Hal ini disebabkan oleh perbedaan topografi yang menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan secara tidak langsung menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh. Faktor biotik adalah semua faktor yang pada dasarnya bersifat hidup dan berperan dalam keseimbangan populasi OPT. Termasuk dalam faktor biotik adalah parasit, predator, kompetisi dan resistensi tanaman.Faktor makanan adalah unsur utama yang menentukan perkembangan OPT. tersedianya inang(tanaman dan hewan) yang menjadi sumber makanan merupakan factor pembatas dalam menentukan taraf kejenuhan populasi (carryng Capacity) lingkungan atas OPT. Faktor cuaca mempunyai peranan penting dalam siklus kehidupan serangga. Dalam batas yang luas, cuaca mempengaruhi penyebarannya, kelimpahanya, dan sebagai salah satu faktor utama penyebab timbulnya serangan hama.

16

Kelimpahan serangga berhubungan erat dengan perbandingan antara kelahiran dan kematian pada suatu waktu tertentu. Kelahiran dipengaruhi antara lain oleh cuaca, makanan dan taraf kepadatannya. Kematian terutama dipengaruhi oleh cuaca dan musuh alami. Kepadatan dapat mengakibatkan emigrasi yang dapat berarti sebagai kurangnya individu di suatu lokasi yang dianggap suatu kematian. Cuaca berpengaruh langsung terhadap tingkat kelahiran dan kematian, secara tidak langsung cuaca mempengaruhi hama melalui pengaruhnya terhadap kelimpahan organisme lain termasuk musuh alaminya. Organisme, khususnya serangga mempunyai daya menahan pengaruh faktor lingkungan fisik sehingga menjadi kebal. Organisme serangga dapat mengatasi keadaan yang ekstrem berupa adaptasi yang berhubungan dengan faktor genetis atau penyesuain yang sifatnya fisiologis. Serangga sesuai dengan sifatnya mempunyai kemampuan meyesuaikan diri dengan lingkungan tetapi karena serangga juga mempunyai sayap, serangga dapat pindah menghindari tempat yang ekstrim mencari tempat yang lebih sesuai. Faktor cuaca dapat mempengaruhi segala sesuatu dalam sistem komunitas serangga anatara lain fisiologi, perilaku, dan ciri-ciri biologis lainnya baik langsung maupun tidak langsung. Faktor cuaca dapat dipisahkan menjadi unsurunsur cuaca: suhu, kelembaban, cahaya dan pergerakan udara/angin. 1. Suhu Pengaruh suhu terhadap kehidupan serangga banyak dipelajari di negara beriklim dingin/sedang, dimana suhu selalu berubah menurut musim. Di negara tropika seperti Indonesia keadaanya berbeda, iklimnya hampir sama sehingga variasi suhu relatif kecil. Perbedaan suhu yang nyata adalah karena ketinggian. Serangga adalah organisme yang sifatnya poikilotermal sehingga suhu badan serangga banyak dipengaruhi dan mengikuti perubahan suhu udara. Beberapa aktifitas serangga dipengaruhi oleh suhu dan kisaran suhu optimal bagi serangga bervariasi menurut spesiesnya. Secara garis besar suhu berpengaruh pada kesuburan/produksi telur, laju pertumbuhan dan migrasi atau penyebarannya.

17

Mengukur kecepatan pertumbuhan serangga dalam hubungannya dengan suhu dapat dilakukan sengan thermal constant. Hal tersebut berdasarkan asumsi bahwa terdapat hubungan antara perkembangan serangga dengan jumlah thermal constant biasanya dinyatakan dengan hari derajat (day degree accumulation). Walaupun kurang tepat namun sering digunakan untuk perkiraan perkembangan serangga. Kematian serangga dalam hubungannya dengan suhu terutama berkaitan dengan pengaruh batas-batas ekstrim dan kisaran yang masih dapat

ditahanserangga (suhu cardinal). Suhu yang sangat tinggi mempunyai pengaruh langsung terhadap denaturasi/ merusak sifat protein yang mengakibatkan serangga mati. Pada suhu rendah kematian serangga terjadi karena terbentukknya kristal es dalam sel. 2. Kelembaban Serangga seperti juga hewan yang lain harus memperhatikan kandungan air dalam tubuhnya, akan mati bila kandungan airnya turun melewati batas toleransinya. Berkurangnya kandungan air tersebut berakibat kerdilnya

pertumbuhan dan rendahnya laju metabolisme. Kandungan air dalam tubuh serangga bervariasi dengan jenis serangga, pada umumnya berkisar antara 50-90% dari berat tubuhnya. Pada serangga berkulit tubuh tebal kandungan airnya lebih rendah. Agar dapat mempertahankan hidupnya serangga harus selaluu berusaha agar terdapat keseimbangan air yang tepat. Beberapa serangga harus dilingkungan udara yang jenuh dengan uap air sedang yang lainnya mampu menyesuaikan diri pada keadaan kering bahkan mampu menahan lapar untuk beberapa hari. Kelembaban juga mempengaruhi sifat-sifat, kemampuan bertelur dan pertumbuhan serangga. 3. Cahaya Cahaya mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan,

perkembangannya dan tahan kehidupannya serangga baik secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya mempengaruhi aktifitas serangga, cahaya membantu untuk mendapatkan makanan, tempat yang lebih sesuai.

18

Setiap jenis serangga membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda untuk aktifitasnya. Berdasarkan hasl di atas serangga dapat digolongkan menjadi : a. Serangga diurnal yaitu serangga yang membutuhkan intensitas cahaya tinggi aktif pada siang hari b. Serangga krepskular adala serangga yang membutuhkan intensitas cahaya sedang aktif pada senja hari. c. Serangga nokturnal adalah serangga yang membutuhkan intensitas cahaya rendah aktif pada malam hari. 4. pergerakan udara Pergerakan udara merupakan salah satu faktor yang penting dalam penyebaran kehidupan serangga. Penyebaran arah serangga kadang mengikuti arah angin. Faktor fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu daerah merupakan faktor penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi penyebaran OPT. Hal ini disebabkan oleh perbedaan topografi yang menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan secara tidak langsung menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh. 4.2.3 Epidemiologi Penyakit Tanaman Epidemi penyakit pada tanaman dapat menyebabkan kerugian yang besar dalam hasil tanaman serta mengancam untuk memusnahkan seluruh spesies. Epidemi penyakit busuk daun kentang, yang disebabkan oleh Phytophthora infestans, menyebabkan Kelaparan Besar Irlandia dan hilangnya banyak nyawa. Umumnya elemen epidemi disebut sebagai segitiga penyakit host rentan, patogen, dan lingkungan yang kondusif. Untuk penyakit terjadi ketiga harus hadir. Berikut ini adalah gambaran dari titik ini. Dimana ketiga item bertemu di sana adalah penyakit. Elemen keempat hilang dari ilustrasi ini terjadi epidemi, adalah waktu. Selama ketiga unsur yang hadir dapat menginisiasi penyakit, epidemi hanya akan terjadi jika ketiga terus hadir. Setiap salah satu dari tiga bisa dihapus dari persamaan though. Tuan rumah bisa keluar-tumbuh kerentanan seperti ketahanan tanaman dewasa-suhu-tinggi, perubahan lingkungan dan tidak kondusif bagi

19

patogen yang menyebabkan penyakit, atau patogen dikendalikan melalui aplikasi fungisida misalnya. Kadang-kadang faktor keempat waktu ditambahkan sebagai waktu di mana terjadi infeksi tertentu, dan kondisi waktu panjang tetap layak untuk infeksi itu, juga dapat memainkan peran penting dalam epidemi Usia dari spesies tanaman juga dapat memainkan peran, sebagai spesies tertentu perubahan tingkat mereka terhadap penyakit pada saat jatuh tempo; proses yang dikenal sebagai resistensi ontogenik. Jika semua kriteria tersebut tidak dipenuhi, seperti host yang rentan dan patogen yang hadir, tetapi lingkungan tidak kondusif bagi patogen menginfeksi dan menyebabkan penyakit, penyakit tidak dapat terjadi. Misalnya, jagung ditanam ke lapangan dengan residu jagung yang telah jamur Cercospora zea-maydis, agen penyebab Grey bercak daun jagung, tetapi jika cuaca terlalu kering dan tidak ada basah daun spora jamur di residu tidak dapat berkecambah dan memulai infeksi. Demikian pula, sangat beralasan jika tuan rumah rentan dan lingkungan nikmat perkembangan patogen penyakit tetapi tidak hadir tidak ada penyakit. Mengambil contoh di atas, jagung ditanam ke lapangan dibajak di mana tidak ada residu jagung dengan jamur Cercospora maydis-zea, agen penyebab bercak daun Grey jagung, tapi cuaca saat ini berarti periode panjang daun basah, ada tidak ada infeksi dimulai. Ketika patogen memerlukan vektor yang akan menyebar maka untuk epidemi terjadi vektor harus banyak dan aktif. Monocyclic epidemi disebabkan oleh patogen dengan tingkat kelahiran yang rendah dan tingkat kematian yang berarti mereka hanya memiliki satu siklus infeksi per musim. Mereka adalah khas tanah lahir penyakit seperti layu Fusarium dari lena. Polisiklik epidemi disebabkan oleh patogen mampu siklus beberapa infeksi musim. Ini adalah paling sering disebabkan oleh penyakit di udara seperti embun tepung. epidemi Bimodal polisiklik juga dapat terjadi. Sebagai contoh, dalam busuk buah batu cokelat bunga-bunga dan buah yang terinfeksi pada waktu yang berbeda. Untuk beberapa penyakit, penting untuk mempertimbangkan terjadinya penyakit selama beberapa musim tumbuh, terutama jika menumbuhkan tanaman monokultur tahun demi tahun atau tumbuh tanaman abadi. Kondisi tersebut dapat berarti bahwa inokulum

20

yang dihasilkan dalam satu musim dapat dilakukan ke depan mengarah ke membangun suatu inokulum selama bertahun-tahun. Di daerah tropis ada kerusakan dipotong jelas antara musim tumbuh karena terdapat di daerah beriklim sedang dan ini dapat menyebabkan akumulasi inokulum. Epidemi yang terjadi dalam kondisi ini disebut sebagai epidemi polyetic dan dapat disebabkan oleh kedua monocylcic dan polisiklik patogen. embun tepung Apple adalah contoh dari epidemi polyetic disebabkan oleh patogen polisiklik dan penyakit Elm Belanda epidemi polyetic disebabkan oleh patogen monocyclic.

21

V. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan daiatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Ekosistem organism pada suatu lahan pertanian mempengaruhi tanaman yang dibudidayakan. 2. Menentukan jaringan makanan ekositem pada suatu petak sangat penting untuk mengendalikan hama. 3. Ada 3 bentuk penyebaran populasi yakni penyebaran secara acak,teratur dan secara mengelompok 4. Factor lain yang mempengaruhi yakni Faktor dalam adalah faktor yang berada dalam tubuh orgnisme seperti organ tubuh dan keadaan fisiologisnya. Faktor luar adalah faktor yang berada di luar tubuh organisme yang mempengaruhinya langsung dan tidak langsung yaitu faktor fisik, biotik dan makanan. 5. Dengan mengetaui sebaran populasi hama yang ada maka kita data mengendalikan hama itu.

22

DAFTAR PUSTAKA

Arief, arifin. 1994. Perlindungan Tanaman Hama Penyakit dan Gulma. Usaha Nasional. Surabaya Agrios, George (2005). Patologi Tanaman. Academic Press. ISBN

9780120445653. Arneson ^, PA (2001). "Tanaman epidemiologi penyakit: aspek temporal". Tanaman Kesehatan Instruktur (Masyarakat Phytopathological Amerika). DOI: 10.1094/PHIA- 2001-0524-01. http://www.apsnet.org/education/AdvancedPlantPath/Topics/Epidemiology/Epide miology.htm. Gunawan Totok, Sukwardjono, dkk. 2007. Fakta dan Konsep Geografi. Jakarta: Interplus Junaidi, Endri., Effendi. P., Sagala., 2010. Kelimpahan Populasi dan Pola Distribusi Remis (Corbicula sp) di Sungai Borang Kabupaten Banyuasin. Jurnal Penelitian Sains. Volume 13 Nomer 3(D) 13310. September 2010. Hal. 13310-51.v. Pracaya. 1996. Hama dan Penyakit Tumbuhan. Universitas Indonesia Press. : Jakarta Sastrahidayat, Ika Rochidjatun. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional : Surabaya. Sudarmo, subiyakto. 1995. Pengendalian Hama dan Gulma Pada Tanaman Perkebunan. Kanius.Yogyakarta. Triharso. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Taiz L, Zeiger E. 2003. Plant Physiology. Ed ke-3. Sunderland: Sinauer Associates, Inc.

23

You might also like