You are on page 1of 65

Laporan Tutorial Skenario 3

B lo k 1 5 : S i s t em E n d o k t in
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 2010
.

Created by Angkatan 2007

Pengantar
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena kuasanya semua yang terjadi di bumi dan langit. Karena kuasa-Nya pulalah laporan ini dapat selesai disusun. Kami menyadari, laporan Page | 1 ini masih banyak kekurangan. Maka kritik dan saran dari semua pihak akan sangat membantu untuk perbaikan dan demi terciptanya laporan yang lebih baik. Terima kasih pula untuk semua pihak yang telah terlibat. Terima kasih untuk segala bentuk dukungannya. Bagi pihak yang belum disebutkan namanya, kami mohon maaf. Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat. Amin.

Penyusun, Mataram, Januari 2010

Kontributor
Tim blok 15, terutama tutor-tutor, yang telah mengarahkan dan menemani kami tutorial. Membimbing kami. Mengingatkan kami akan kewajiban kami sebagai mahasiswa. Page | 2

Dosen-dosen pakar. Berkat ilmu dan kesabarannya menghadapi ketidaktahuan kami. Menjawab tiap kebingungan kami.

Teman-teman yang telah meluangkan waktunya untuk mewujudkan laporan ini. Zia, Diah, Hones, Ica, Heri, Toni, Ray, Mega, Gde, Nisia, Dian, Nuh, Dewi, Devi, dan Arman. Pemikiran kalian semoga menginspirasi teman sejawat lainnya dan akhirnya kita saling memperkaya pengetahuan.

Angkatan 2007 lainnya. Alen, Ardin, Aten, Ririn, Ria, Ranum, DD, Ade, Dita, Dani, Eka, Enda, Estri, Farid, Hasaniah, Hendra, Husnul, Niar, Ivan, Iwan, Subi, Rani, Jun, Yan Jo, Mirats, Mita, Fadil, Noval, Zaky, Ica kecil, Uu, Zihni, Para, Rani S,. Sintia, Yan Bro, Wawan, Kiki, wiwid, Zizo, Nita. Tanpa kalian semua tak ada artinya.

Mb Husnul yang selalu memberi info-info blok.

Pak satpam yang menjaga amannya kampus kami dan mengatur parkiran.

Dan pihak lainnya.

Hanya terima kasih yang tulus yang dapat kami berikan....

Daftar Isi
Pengantar ................................................................................................................................. 1 Kontributor ............................................................................................................................. 2 Daftar Isi .................................................................................................................................. 3 Skenario 3 ............................................................................................................................... 4 Tujuan pembelajaran (Learning Objective) ............................................................................. 5 Pendekatan Diagnosis Kelainan Endokrin dengan Tanda Pembesaran di Leher .................. 6 Page | 3

Tirotoksikosis ........................................................................................................................... 9 Graves Disease ....................................................................................................................... 21 Tiroiditis .................................................................................................................................. 28 Hipothyroid ............................................................................................................................ 36 Goiter Endemik ...................................................................................................................... 51 Thyroid Function Testing ....................................................................................................... 56 Pembedahan pada Pembesaran Kelenjar Tiroid .................................................................... 61 Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 64

Skenario 3
Benjolan Leher
Seorang wanita, 28 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan utama timbul benjolan di leher. Benjolan baru disadari sejak sekitar 2 bulan yang lalu. Penderita tidak merasakan nyeri, panas, ataupun keluhan lain, dan masih dapat menelan dan bernapas seperti biasa. Penderita juga merasa sering gemetaran pada tangan sehingga penderita tidak dapat mengerjakan pekerjaannya (menyulam). Bagaimana prinsip-prinsip pengelolaan pada kasus penderita di atas? Page | 4

Tujuan Pembelajaran (Learning Objective)


Page | 5

1. Bedakan benjolan endokrin dan non-endokrin 2. Anatomi dan fisiologi kelenjar tiroid 3. Penjelasan penyakit-penyakit akibat kelainan kelenjar tiroid a. Definisi b. Klasifikasi c. Epidemiologi d. Etiologi dan faktor risiko e. Patofisiologi dan patologi f. Manifestasi klinis g. Penegakan diagnosis (anamnesis, pemeriksaan fisisk, pemeriksaan penunjang) h. Penatalaksanaan i. j. Komplikasi Prognosis

k. Pencegahan

Pendekatan Diagnosis Kelainan Endokrin dengan Tanda Pembesaran di Leher


Penyakit-penyakit pada kelenjar tiroid dapat timbul dengan tanda berupa pembesaran yang noduler atau difus terhadap kelenjar tiroid itu sendiri yang dapat disertai dengan: 1. Gejala-gejala defisiensi hormon tiroid (Hipotiroidisme) 2. Gejala-gejala kelebihan hormon tiroid (Hipertiroidisme) 3. Komplikasi oftalmik, seperti exophtalmus atau diplopia; dan/atau 4. Penebalan kulit pada tungkai bawah atau pada area periorbital. Untuk membedakan jika suatu pembesaran pada leher itu adalah kelenjar tiroid atau bukan dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan cara meminta pasien untuk menelan lalu diinspeksi atau dipalpasi dan diperhatikan atau dirasakan apakah ada pergerakan atau tidak. Jika penonjolan leher tersebut bergerak ke atas ketika pasien menelan, berarti kelenjar yang membesar tersebut adalah kelenjar tiroid, namun jika tidak mengalami pergerakan dapat kita curigai penyakit non-tiroid seperti kista brankiogenik dan kista dermoid. Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dengan cara mengevaluasi ukuran dan morfologi kelenjar tiroid: Sonografi. Inspeksi dan pemeriksaan fisik pada kelenjar tiroid (ketika menelan) dapat dipastikan lebih lanjut dengan Ultrasonography (USG). Pencitraan radionuklida hanya dilakukan pada kondisi spesifik. USG tiroid berguna untuk mengukur ukuran kelenjar atau nodul tiroid dan khususnya untuk membedakannya dari nodul kistik padat.

Page | 6

Page | 7

FNAB (Fine-Needle Aspiration Biposy). Pemeriksaan ini digunakan untuk membedakan pembesaran tiroid dan keganasan. Pemeriksaan penunjang selanjutnya setelah ukuran dan morfologi kelenjar tiroid itu sendiri adalah dengan melakukan pengukuran konsentrasi Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dan Hormon Tiroid serum. Pengukuran TSH. Level serum TSH mencerminkan fungsi kelenjar hipofisis anterior dalam menstimulasi pelepasan dan mengontrol kadar Triiodotironin (T3) dan Tiroksin (T4). Pemeriksaan ultrasensitif TSH merupakan pemeriksaan yang paling sensitif, nyaman, dan paling spesifik untuk diagnosis hipertiroidisme dan hipotiroidisme. Pengukuran Konsentrasi Hormon Tiroid dalam Serum. Sebagian besar laboratorium menyediakan pemeriksaan immunoassay untuk mengukur kadar Free-T3 (fT3) dan Free-T4 (fT4) dalam darah.

Berikut adalah beberapa perbedaan antara hipotiroidisme dan hipertiroidisme:

Page | 8

Berdasarkan tabel di atas, yaitu adanya peningkatan tonus otot, tremor, kemungkinan pasien di skenario mengalami hipertiroid. Pada skenario gejala ini digambarkan sebagai tangan pasien yang sering gemetaran sehingga tidak bisa menyulam.

Tirotoksikosis
DEFINISI
Page | 9 Tirotoksikosis adalah adanya kadar hormon tiroid yang berlebihan. Hipertiroidisme adalah adalah keadaan yang disebabkan oleh kelenjar tiroid bekerja (berfungsi) secara berlebihan sehingga menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan di dalam darah Tirotoksikosis tidaklah sama dengan hipertiroid.

EPIDEMIOLOGI
Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroidi amat bervariasi dari berbagai klinik. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang adalah 3,1 : 1; di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 8 : 1 dan di RSHS Bandung 10 :1. Sedangkan distribusi menurut umur di RSUP Palembang yang terbanyak adalah pada usia 21 - 30 tahun (41,73%), tetapi menurut beberapa penulis lain puncaknya antara 3040 tahun.

ETIOLOGI

Etiologi tersering dari tirotoksikosis ialah hipertiroidisme karena long-acting thyroid stimulator (LATS) atau thyroid stimulating imunoglobulin (TSI), sebuag IgG yang cocok dengan reseptor TSH (terjadi pada graves, disease), struma multinodosa toksik (plumer) dan adenoma toksik. Penyebab lain adalah tiroiditis, penyakit tropoblastis, pemakaian yodium yang berlebihan, obat hormon tiroid, dll. Page | 10

GEJALA DAN TANDA

1) Aktivitas/istirahat Gejala : insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat. Tanda : Atrofi otot.

2) Sirkulasi Gejala : palpitasi, nyeri dada (angina). Tanda : disritmia (Fibrilasi atrium), irama gallop, murmur, peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat, takikardia saat istirahat, sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis). 3) Eliminasi Gejala: urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam feses (diare). 4) Integritas ego Gejala : Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik. Tanda : Emosi labil (euforia sedang sampai delirium), depresi. 5) Makanan/cairan Gejala : Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah. Tanda : Pembesaran tiroid, goiter, edema non pitting terutama daerah pretibial. 6) Neurosensori Tanda : Bicaranya cepat dan parau, gangguan status mental dan perilaku, seperti: bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang, delirium, psikosis, stupor, koma, tremor halus pada tangan, tanpa tujuan, beberapa bagian tersentak sentak, hiperaktif refleks tendon dalam (RTD). 7) Nyeri/kenyamanan Gejala: nyeri orbital, fotofobia. 8) Pernafasan Tanda: frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis tirotoksikosis). 9) Keamanan Gejala : tidak toleransi teradap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan). Tanda : suhu meningkat di atas 37,4C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat, lurus, eksoftalmus: retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah. 10) Seksualitas Tanda : penurunan libido, hipomenore, amenore dan impoten. Page | 11

Page | 12

DIAGNOSIS
Gambaran klinik hipertiroidi dapat ringan dengan keluhan-keluhan yang sulit dibedakan dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa penderita karena timbulnya hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps. Keluhan utama biasanya berupa salah satu dari meningkatnya nervositas, berdebar-debar atau kelelahan. Dari penelitian pada sekelompok penderita didapatkan 10 gejala yang menonjol yaitu: a. Nervositas b. Kelelahan atau kelemahan otot-otot c. Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik d. Diare atau sering buang air besar e. Intoleransi terhadap udara panas f. Keringat berlebihan

g. Perubahan pola menstruasi h. Tremor i. j. Berdebar-debar Penonjolan mata dan leher

Gejala-gejala hipertiroidi ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa tahun sebelum penderita berobat ke dokter, bahkan sering seorang penderita tidak menyadari penyakitnya. Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang khas yaitu : seorang penderita tegang disertai cara bicara dan tingkah laku yang cepat, tanda-tanda pada mata, telapak tangan basah dan hangat, tremor, onichlisis, vitiligo, pembesaran leher, nadi yang cepat, aritmia, tekanan nadi yang tinggi dan pemendekan waktu refleks Achilles.

Pemeriksaan lokal pada kelenjar tiroid:


Kelenjar tiroid membesar pada taraf tertentu Pada saat palpasi kelenjar terasa lunak dan terasa pulsasi Terasa adanya vibrasi Suara bruit pada daerah arteri tiroidea : tanda peningkatan aliran darah lewat organ tersebut Atas dasar tanda-tanda klinis tersebut sebenarnya suatu diagnosis klinis sudah dapat ditegakkan. Untuk daerah di mana pemeriksaan laboratorik yang spesifik untuk hormon tiroid tak dapat dilakukan, penggunaan indeks Wayne dan New Castle sangat membantu menegakkan diagnosis hipertiroid. Pengukuran metabolisme basal (BMR), bila basil BMR > 30, sangat mungkin bahwa seseorang menderita hipertiroid. Untuk konfirmasi diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan hormon tiroid (thyroid function Page | 13

test), seperti kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas atau free thyroxine index (FT41). Adapun
pemeriksaan lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis a.l.: pemeriksaan antibodi tiroid yang meliputi anti tiroglobulin dan antimikrosom, pengukuran kadar TSH serum, test penampungan yodium radioaktif (radioactive iodine uptake) dan pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid scanning).

Page | 14

TATALAKSANA
Beberapa faktor harus dipertimbangkan, ialah : 1. Faktor penyebab hipertiroidi 2. Umur penderita 3. Berat ringannya penyakit 4. Ada tidaknya penyakit lain yang menyertai 5. Tanggapan penderita terhadap pengobatannya 6. Sarana diagnostik dan pengobatan serta pengalaman dokter dan klinik yang bersangkutan.

Pada dasarnya pengobatan penderita hipertiroidi meliputi : A. Pengobatan Umum B. Pengobatan Khusus C. Pengobatan dengan Penyulit Page | 15

Pengobatan Umum:
1) Istirahat. Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak makin meningkat. Penderita dianjurkan tidak melakukan pekerjaan yang melelahkan/mengganggu pikiran balk di rumah atau di tempat bekerja. Dalam keadaan berat dianjurkan bed rest total di Rumah Sakit.

2) Diet. Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara lain karena : terjadinya peningkatan metabolisme, keseimbangan nitrogen yang negatif dan keseimbangan kalsium yang negatif.

3) Obat penenang. Sering terjadi kegelisahan, maka obat penenang dapat diberikan. Di samping itu perlu juga pemberian psikoterapi.

Pengobatan Khusus:
1) Obat antitiroid. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah thionamide, yodium, lithium, perchlorat dan thiocyanat. Obat yang sering dipakai dari golongan

thionamide adalah propylthiouracyl (PTU), 1methyl-2 mercaptoimidazole (methimazole, tapazole, MMI), carbimazole. Obat ini bekerja menghambat menghambat menghambat sintesis hormon tapi tidak dengan

sekresinya,

yaitu

terbentuknya monoiodotyrosine

(MIT) dan diiodotyrosine (DIT), serta menghambat coupling diiodotyrosine sehingga menjadi hormon yang aktif. PTU juga menghambat perubahan T4 menjadi T3 di jaringan tepi, serta harganya lebih murah sehingga pada saat ini PTU dianggap sebagai obat pilihan. Obat antitiroid diakumulasi dan dimetabolisme di kelenjar gondok sehingga pengaruh pengobatan lebih tergantung pada konsentrasi obat dalam kelenjar dari pada di plasma. MMI dan carbimazole sepuluh kali lebih kuat daripada PTU sehingga dosis yang diperlukan hanya satu persepuluhnya. Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300 - 600 mg perhari untuk PTU atau 30 - 60 mg per hari untuk MMI/carbimazole, terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis tunggal setiap 24 jam. Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU atau carbimazole dosis tinggi akan memberi remisi yang lebih besar. Secara farmakologi terdapat perbedaan antara PTU dengan MMI/CBZ, antara lain adalah : MMI mempunyai waktu paruh dan akumulasi obat yang lebih lama dibanding PTU di dalam kelenjar tiroid. Waktu paruh MMI 6 jam sedangkan PTU 1 1/2 jam. Penelitian lain menunjukkan MMI lebih efektif dan kurang toksik dibanding PTU MMI tidak terikat albumin serum sedangkan PTU hampir 80% terikat pada albumin serum, sehingga MMI lebih bebas menembus barier plasenta dan air susu, sehingga untuk ibu hamil dan menyusui PTU lebih dianjurkan. Jangka waktu pemberian tergantung masing-masing penderita (6 - 24 bulan) dan dikatakan sepertiga sampai setengahnya (50 - 70%) akan mengalami perbaikan yang bertahan cukup lama. Apabila dalam waktu 3 bulan tidak atau hanya sedikit memberikan perbaikan, maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan yang dapat menggagalkan pengobatan (tidak teratur minum obat, struma yang besar, pernah mendapat pengobatan odium sebelumnya atau dosis kurang). Efek samping ringan berupa kelainan kulit misalnya gatal-gatal, skin rash dapat ditanggulangi dengan pemberian anti histamin tanpa perlu penghentian pengobatan. Dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan hilangnya indera pengecap, cholestatic jaundice dan kadangkadang agranulositosis (0,2 - 0,7%), granulositopenia, kemungkinan ini lebih besar pada penderita umur di atas 40 tahun yang menggunakan dosis besar. Efek samping lain yang jarang terjadi. a.l. berupa : arthralgia, demam rhinitis, conjunctivitis, alopecia, sakit kepala, edema, limfadenopati, hipoprotombinemia, trombositopenia, gangguan gastrointestinal. Page | 16

Yodium.
Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut tetapi dalam masa 3 minggu efeknya akan menghilang karena adanya escape mechanism dari kelenjar yang bersangkutan, sehingga meski sekresi terhambat sintesa tetap ada. Akibatnya terjadi penimbunan hormon dan pada saat yodium dihentikan timbul sekresi berlebihan dan gejala hipertiroidi menghebat. Pengobatan dengan yodium (MJ) digunakan untuk memperoleh efek yang cepat seperti pada krisis tiroid atau untuk persiapan operasi. Sebagai persiapan operasi, biasanya digunakan dalam bentuk kombinasi. Dosis yang diberikan biasanya 15 mg per hari dengan dosis terbagi yang diberikan 2 minggu sebelum dilakukan pembedahan. Marigold dalam penelitiannya menggunakan cairan Lugol dengan dosis 1/2 ml (10 tetes) 3 kali perhari yang diberikan '10 hari sebelum dan sesudah operasi. Page | 17

2) Penyekat Beta (Beta Blocker) Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroidi diakibatkan oleh adanya hipersensitivitas pada sistim simpatis. Meningkatnya rangsangan sistem simpatis ini diduga akibat meningkatnya kepekaan reseptor terhadap katekolamin. -Blockers mengurangi efek simpatomimetik tirotoksikosis (Palpitations, tremor, dan anxiety). Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan akan menghambat pengaruh hati. Reserpin, guanetidin dan penyekat beta (propranolol) merupakan obat yang masih digunakan. Berbeda dengan reserpin/guanetidin, propranolol lebih efektif terutama dalam kasus-kasus yang berat. Biasanya dalam 24 - 36 jam setelah pemberian akan tampak penurunan gejala. Khasiat propranolol : penurunan denyut jantung permenit. Khususnya pada pasien tirotoksikosis yang mengalami sinus tachycardia atau fibrilasi atrial dengan respon ventricular yang cepat penurunan cardiac output perpanjangan waktu refleks Achilles pengurangan nervositas pengurangan produksi keringat pengurangan tremor

Di samping pengaruh pada reseptor beta, propranolol dapat menghambat konversi T4 ke T3 di perifer. Bila obat tersebut dihentikan, maka dalam waktu 4 - 6 jam hipertiroid dapat kembali lagi. Hal ini penting diperhatikan, karena penggunaan dosis tunggal propranolol sebagai persiapan operasi dapat menimbulkan krisis tiroid sewaktu operasi. Penggunaan propranolol a.l. sebagai : persiapan tindakan pembedahan atau pemberian yodium radioaktif, mengatasi kasus yang berat dan krisis tiroid. Keluahan penurunan berat nadan, intoleransi panas, dan kelemahan tidak bisa diminimalisir oleh obat ini Propranolol dosis inisial: 20 to 40 mg setiap 8 jam dan dititrasi kira-kira dosis harian maksimalnya 240 mg berdasar pada control symptom. Pasien dengan bentuk tirotoksikosis sementara (subacute thyroiditis, autoimmune thyroiditis, atau intoksikasi hormone tiroid eksogen) tunggal Pada pasien dengan penyakit Graves atau goiter nodular toksik -blockers digunakan sebagai terapi definitive inisial yang cepat sementara dikombinasikan dengan terapii obat antitiroid, radioiodine, atau pembedahan. -blocker digunakan sebagai terapi Page | 18

Ionic Inhibitor

Iodine

3) Ablasi kelenjar gondok. Pelaksanaan ablasi dengan pembedahan atau pemberian I131.

a) Tindakan pembedahan
Indikasi utama untuk melakukan tindakan pembedahan adalah mereka yang berusia muda dan gagal atau alergi terhadap obat-obat antitiroid. Tindakan pembedahan berupa tiroidektomi subtotal juga dianjurkan pada penderita dengan keadaan yang tidak mungkin diberi pengobatan dengan I131(wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan dalam waktu dekat). Indikasi lain adalah mereka yang sulit dievaluasi pengobatannya, penderita yang keteraturannya minum obat tidak terjamin atau mereka dengan struma yang sangat besar dan mereka yang ingin cepat eutiroid atau bila strumanya diduga mengalami keganasan, dan alasan kosmetik. Untuk persiapan pembedahan dapat diberikan kombinasi antara thionamid, yodium atau propanolol guna mencapai keadaan eutiroid. Thionamid biasanya diberikan 6 - 8 minggu sebelum operasi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian larutan Lugol selama 10 - 14 hari sebelum operasi. Propranolol dapat diberikan beberapa minggu sebelum operasi, kombinasi obat ini dengan Yodium dapat diberikan 10 hari sebelum operasi. Page | 19

b) Ablasi dengan I131.


Tujuan pemberian I131 adalah untuk merusak sel-sel kelenjar yang hiperfungsi. Penetapan dosis 1131 didasarkan atas derajat hiperfungsi serta besar dan beratnya kelenjar gondok. Dosis yang dianjurkan 140 160 micro Ci/gram atau dengan dosis rendah 80 micro Ci/gram. Dalam pelaksanaannya perlu dipertimbangkan antara lain : dosis optimum yang diperlukan kelenjar tiroid, besar/ukuran dari kelenjar yang akan diradiasi, efektivitas I131

KOMPLIKASI
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106F), dan, apabila tidak diobati dapat menyebabkan kematian.

Penderita yang dicurigai krisis tiroid: Anamnesis: riwayat penyakit hipertiroidisme dengan gejala khas, berat badan turun, perubahan suasana hati, bingung, diare, amenorea Pemeriksaan fisik: o o o o o Gejala dan tanda khas hipertiroidisme, karena penyakit Graves atau penyakit lain Sistem syaraf pusat terganggu: delirium/koma Demam tinggi sampai 40C Takikardia sampai 130-200 x/menit Dapat terjadi gagal jantung kongestif, ikterus Page | 20

Laboratorium: TSHs sangat rendah, T4/fT4/T3 tinggi, anemia normositik normokrom, limfositosis, hiperglikemia, enzim transaminase hati meningkat, azotemia prerenal EKG: sinus takikardia atau fibrilasi, atrial dengan respon ventrikuler cepat

Tata laksana krisis tiroid: ( terapi segera mulai bila di curigai krisis tiroid) 1. perawatan suportif: kompres dingin, antipiretik (asetaminofen ) memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: infus dextros 5% dan NaCl 0,9% mengatasi gagal jantung: O2,diuretik,digitalis

2. Antagonis aktivitas hormon tiroid: Blokade produksi hormon tiroid: PTU dosis 300 mg tiap 4-6 jam PO Alternatif : metimazol 20-30 mg tiap 4 jam PO. Pada keadaan sangat berat: dapat diberikan melalui pipa nasogastrik (NGT) PTU 600 1.000 mg atau metinazole 60-100 mg Blokade ekskresi hormon tiroid: soluti lugol (saturated solustion of potasium iodida) 8 tetes tiap 6 jam Penyekat : propanolol 60 mg tiap 6 jam PO, dosis disesuaikan respon (target: frekuensi jantung < 90 x/menit) Glukokortikoid: Hidrokortison 100-500 mg IV tiap 12 jam Bila refrakter terhadap reaksi di atas: plasmaferesis, dialisis peritoneal.

3. pengobatan terhadap faktor presipitasi: antibiotik, dll.

Graves Disease
EPIDEMIOLOGI
Graves disease menyumbang sebesar 60-80% dari tirotoksikosis. Variasi prevalensi pada populasi, tergantung terutama atas intake iodine (intake iodine tinggi berhubungan dengan meningkatnya prevalensi Graves disease). Graves disease terjadi hingga 2% pada wanita tetapi hanya sepersepuluh pada pria. Penyakit jarang timbul sebelum remaja dan typically timbul antara usia 20 dan 50 tahun, tetapi jarang pada orang tua. Page | 21

Potensial faktor resiko graves disease


Genetic Susceptibility
Perkembangan graves disease umumnya dipengaruhi oleh herediter. Faktor herediter dibuktiakan dalam meingkatnya insidensi penyakit autoimun dalam anggota keluarga pasien, seperti Graves dan Hashimotos disease, DM type 1, atau anemia pernisiosa. Kecenderungan perkembangan autoantibodi thyroid muncul sebagai dominant trait linked terhadap CTLA-4 gen yang mengkode untuk modulator dari second signal sel T.

Infeksi
Telah banyak tulisan tentang kemungkinan aksi dari infeksi dalam perkembangannya menjadi autoimunitas melalui efek molekular mimikri. Telah lama didiskusikan bahwa graves diesase berhubungan dengan agen infeksius (cth: Y. enterocolitica) tetapi masih memerlukan penilitian untuk membuktikan hal ini. Infeksi pada thyroid sendiri (e.g., subacute thyroiditis, congenital rubella) berhubungan dengan fenomena autoimun.

Stress
Graves disease umumnya muncul setelah stres emosional yang berat, seperti dipisahkan dari orang yang tercinta, ketakutan yang luar biasa. Beberapa data menawarkan penjelasan bahwa stress memengaruhi keadaan supresi imun dengan mekanisme non-spesifik, mungkin melalui efek cortisol dan corticothropin-releasing hormone action pada level sel imun. Akibat dari akut imun supresion oleh stress, mungkin terjadi overkompensasi oleh sistem imun ketika supresion itu hilang. Hal ini dapat mencetuskan penyakit autoimun thyroid.

Gender
Graves disease lebih banyak pada wanita dibanding pria ( 7-10 :1) dan menjadi lebih prevalen setelah pubertas. Jumlah wanita yang lebih banyak dan pada kenyataanya penyakit ini jarang sebelum pubertas menjadi pemikiran bahwa sex steroid mungkin bertanggung jawab atas perbedaan ini. Androgen mungkin menekan autoimun thyroiditis. Sedangkan, estrogen telah diketahui memengaruhhi sistem imun, terutama sekali sel-B dan menjadi alasan kerentanan wanita terhadap penyakit ini. Page | 22

Kehamilan
Graves disease berat jarang selama masa kehamilan karena hyperthyroidism berhubungan dengan penurunan fertilitas. Hipertiroidisme pada kehamilan meningkatkan risiko keguguran dan komplikasi kehamilan. Beberapa data menunjukkan, kelebihan hormon tiroid dapat meracuni fetus. Pada kehamilan terjadi imunosupresi, terjadi pengurangan fungsi sel B dan sel T, sehingga kemungkinan terjadi peningkatan graves disease selama kehamilan. Rebound dari imunosupresi setelah melahirkan mungkin berperan dalam terjadinya postpartum tyroid disease pada wanita yang rentan.

Iodine dan Obat-obatan


Iodine dan obat yang mengandung iodine, amiodarone, dan media contras mengandung iodine dapat mempercepat terjadinya graves disease atau rekurensi pada individu yang rentan. Iodine mungkin dapat merusak sel thyroid secara langsung dan merelease antigen thyroid ke sistem imun.

PATOGENESIS
Penyakit Graves adalah suatu gangguan autoimun, pada gangguan tersebut terdapat beragam autoantibody dalam serum. Antibodi ini mencakup antibody terhadap reseptor TSH, peroksisom tiroid, dan tiroglobulin. Dari ketiganya, reseptor TSH merupakan autoantigen Page | 23 terpenting yang menyebabkan terbentuknya antibody. Efek antibody yang dibentuk berbedabeda, bergantung pada epitop reseptor TSH mana yang menjadi sasarannya. Sebagai contoh, salah satu antibody yang disebut thyroid stimulating immunoglobulin (TSI), mengikat reseptor TSH untuk merangsang jalur adenilat siklase / AMP siklik yang menyebabkan peningkatan pembebasan TH. Golongan antibody yang lain, yang juga ditujukan untuk reseptor TSH yang menyebabkan proliferasi epitel folikel tiroid ialah Thyroid Growth Stimulating Immunoglobulin (TGI). Antibodi yang lain lagi yang disebut TSH binding inhibitor immunoglobulins (TBII), menghambat pengikatan normal TSH ke reseptornya pada sel epitel tiroid. Dalam prosesnya, sebagian bentuk TBII bekerja mirip dengan TSH sehingga terjadi stimulasi aktivitas sel epitel tiroid, sementara bentuk yang lain menghambat fungsi sel tiroid. Tidak jarang ditemukan secara bersamaan Ig yang merangsang dan menghambat dalam serum pasien, yang dapat menjelaskan mengapa sebagian pasien dengan penyakit Graves dapat mengalami episode hipotiroidisme. Meskipun peran antibody sebagai penyebab penyakit Graves sudah dipastikan, apa yang menyebabkan sel B menghasilkan autoantibody tersebut masih belum jelas. Tidak diragukan lagi bahwa sekresi antibody oleh sel B dipicu oleh sel T penolong CD4+, yang banyak terdapat dalam kelenjar tiroid. Sel T penolong intratiroid juga tersensitisasi ke reseptor tirotropin, dan sel ini mengeluarkan factor larut, seperti IFN-gamma dan TNF. Faktor ini pada gilirannya memicu ekspresi molekul HLA kelas II dan molekul kostimulatorik sel T pada sel epitel tiroid, yang memungkinkan antigen tiroid tersaji ke sel T lain. Hal inilah yang mungkin mempertahankan pengaktifan sel spesifik reseptor TSH di dalam tiroid. Sesuai dengan sifat utama pengaktifan sel T penolong pada autoimunitas Tiroid. Penyakit Graves memperlihatkan keterkaitan dengan alel HLA-DR tertentu dan polimorfisme antigen 4 limfosit T sitotoksik (CTLA-4). Pengaktifan CTLA-4 dalam keadaan normal meredam respon sel T, dan mungkin sebagian alel mengizinkan pengaktifan sel T yang tak terkendali terhadap autoantigen. Kemungkinan besar autoantibody terhadap reseptor TSH juga berperan dalam timbulnya oftalmopati infiltrative yang khas untuk penyakit Graves. Jaringan tertentu di luar tiroid (ex. fibroblast orbita) mengekspresikan reseptor TSH di permukaannya. Sebagai respon terhadap antibody antireseptor TSH di darah dan sitokin lain dari mileu local, fibroblast ini mengalami

diferensiasi menuju adiposity matang dan juga mengeluarkan glikosaminoglikans hidrofilik ke dalam interstisium. Keduanya berperan menyebabkan penonjolan orbita.

MANIFESTASI KLINIK
Terdapat 2 kelompok gambaran utama :

Page | 24

1. Ciri tiroidal
goiter akibat hyperplasia kelenjar tiroid hipertiroidisme akibat sekresi TSH yang berlebihan : gejalanya berupa gejala hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, BB menurun, nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, kelemahan, atrofi otot.

2. Ciri ekstratiroidal
oftalmopati (50-80%) ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan konvergensi infiltrasi kulit local yang biasanya terbatas pada tungkai bawah

Page | 25

EVALUASI LABORATORIUM
Investigasi laboratorium digunakan untuk menentukan adanya dan penyebab thyrotoksikosis seperti yang tergambar dalam bagan sebelumnya (lihat bagian TIROTOKSIKOSIS). Pada Graves disease, level TSH di tekan (normal range, 0.4 to 4.2 mU/L) dan level hormon thyroid total dan bebas meningkat. Pada 2-5% pasien, hanya T3 yang meningkat (T3 toxicosis). Keadaan pengkonversian toksikosis T4, dengan peningkatan level T4 total dan bebas dan level T3 normal, biasanya tampak ketika hipertiroidisme dipengaruhi oleh iodine yang berlebih, sehingga menyediakan substrate yang berlebih untuk sintesis thyroid. Depresi dan penyakit hipotalamohipofisis lainnya juga dapat menyebabkan penekanan kadar serum TSH. Penghitungan radioactive iodine uptake (RAIU) dapat mengeksklusi tirotoksikosis yang disebabkan bukan oleh hipertiroid. Nilai RAIU yang sangat rendah berhubungan dengan tirotoksikosis yang disebabkan karena jaringan ektopik tiroid, tiroiditis viral subakut, factitious tirotoksikosis, atau fase autoimun (silent) tiroiditis. Pengukuran antibodi TPO sangat berguna dalam diferensial diagnosis. Pengukuran TBII atau TSI akan memastikan diagnosis tetapi tidak rutin dibutuhkan. Bioassay tidak dibutuhkan pada

pasien hipertiroid karena pasien telah menunjukkan aktivitas autoantibodi. Pengukuran TSHRAb (TSH Resceptor Antibodies) juga berguna pada pasien eutiroid yang menunjukkan eksoftalmus kususnya yang unilateral dan dapat menunjukkan prognosis pasien Graves disease yang diobati dengan antitiroid. Level TSHRAb yang tinggi mengindikasikan kekambuhan dari penghentian pengobatan. Page | 26

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Diagnosis graves disease sejalan dengan pasien yang dilakukan tes biokimia untuk memastikan thyrotoksikosis, difusse goiter pada palpasi, ophtalmopathy, positif TPO atau TSH-R antibodi, dan sering riwayat personal atau keluarga atas penyakit autoimun. Untuk pasien dengan thyrotoksiskosis yang tidak memiliki karakteristik diatas, metode diagnostik yang paling reliable adalah radionuclide(99mTc,
123 131

I, or

I) scan pada thyroid, yang akan membedakan diffuse, uptake

yang tinggi pada graves disease dari penyakit nodular thyroid, destructive thyroiditis, jaringan thryoid ectopic, dan factitious thyrotoxicosis. Pada hipertiroid sekunder karena tumor TSHsecreting pituitary, juga menampakan diffuse goiter. Adanya nonsupressed TSH level dan tumor pituitary, CT atau MRI scan dapat mengidentifikasinya. Gambaran klinis thyrotoksikosis dapat menyerupai beberapa aspek penyakit lainnya, termasuk panic attack, mania, pheocromocytoma, dan kehilangan berat badan akibat keganasan. Diagnosis thyrotoksikosis dapat secara mudah diekslusi bila TSH dan level T3 bebas normal.

TATALAKSANA
Sampai sekarang belum dapat diobati faktor patogenesis dasar graves disease. Adanya terapi untuk thyrotoxic dan manifestasi ophtalmic hanya pengobatan paliatif. Pengobatan thyrotoxicosis didesign untuk mengendalikan sekresi hormon baik secara agen kimia

menghambat sintesis hormon atau releasenya atau dengan menurunkan jumlah jaringan thyroid.

Antithyroid Agents
Thionamides Agen utama untuk mengobati thirotoxicosis adalah kelas thionamide, yang umum yakni propylthiouracil, methimazole, dan carbimazole. Agen ini menghambat oksidasi dan ikatan organik dari iodida thyroid dan, oleh karena itu, menghasilkan defisiensi intrathyroidal iodine yang kemudian meningkatkan rasio dari T3 ke T4 dalam sekresi throid. Sebagai tambahan, dosis dalam jumlah besar propylthiouracil, tetapi bukan methimazole, menghalangi konversi T4 menjadi T3 oleh tipe 1 deiodinase (D1) di jaringan perifer dan thyroid. Pada dasarnya penggunaan thionamides pada Graves disease sama dengan pada tirotoksikosis. Thionamide dapat pula secara langsung mempengaruhi respon imun pada pasien autoimun. Thionamide menurunkan ekspresi antigen terhadap sel tiroid dan menurunkan sekresi prostaglandin dan sitokin dari sel tiroid. Thionamide juga menginhibisi geberasi oksigen radikal bebas dalam sel T dan sel B, serta menurunkan APC (antigen-presenting cell), yang selanjutnya dapat menurunkan presentasi antigen. Bukti dari semua efek di atas adalah menurunnya kadar autoantibodi setelah pemberian thionamides. Page | 27

Tiroiditis
DEFINISI
Page | 28 Mencakup segolongan kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi toroid. Termasuk di dalamnya keadaan yang timbul mendadak dengan disertai rasa sakit yang hebat pada tiroid misalnya subacute (granulomatous thyroiditis dan infectious thyroiditis) dan keadaan dimana secara klinis tidak terdapat inflamasi dan manifestasi penyakitnya terutama dengan adanya disfungsi tiroid atau pembesaran kelenjar tiroid (misalnya subacute lymphocytic painless thyroiditis) dan tiroiditis fibrosa (riedels thyroiditis)

KLASIFIKASI
Berdasarkan perjalanan penyakitnya dan ada tidaknya rasa sakit, tiroiditis terbagi atas: 1. Tiroiditis akut dan disertai rasa sakit a. Tiroiditis supurativa b. Tiroiditis oleh karena radiasi c. Tiroiditis traumatika 2. Tiroiditis subakut a. Yang disertai rasa sakit Tiroiditis granulomatosa = tiroiditis non supurative = tiroiditis Quervain b. Yang tidak disertai rasa sakit Tiroiditis limfositik subakut Tiroiditis post partum Tiroiditis oleh karena obat-obatan 3. Tiroiditis kronik a. Tiroiditis Hashimoto b. Tiroiditis Riedel c. Tiroiditis infeksiosa kronik oleh karena infeksi mikobakterium, jamur, dsb.

TIROIDITIS AKUT DAN DISERTAI RASA SAKIT


a. Tiroiditis supurativa Penyebabnya bakteri gram (-) ataupun gram (+) Terjadi melalui penyebaran hematogen atau lewat fistula dari sinus piriformis yang berdekatan dengan laring, yang merupakan anomali konginetal yang sering terjadi pada anak-anak. Jarang terjadi kecuali pada keadaan-keadaan tertentu pada mereka yang sebelumnya mempunyai penyakt tiroid (ca tiroid, tiroiditis Hashimoto, struma Page | 29

multinoduler) atau adanya supresi sistem imun seperti orang tua, debilated, dan lebih-lebih pada pasien AIDS. Pada pasien AIDS, CMV dapat menyerang kelenjar tiroid. Simptom: rasa sakit yang hebat pada kelenjar tiroid, panas, menggigil, disfagia, disfonia, sakit leher depan, nyeri tekan ada fluktuasi dan eritema. Pemeriksaan laboratorium: Fungsi tiroid umumnya normal, sangat jarang terjadi tirotoksikosis ataupun hipotiroid. Jumlah leukosit dan LED meningkat. Pada skintigrafi di dapatkan pada daerah supuratif tidak menyerap iodium radioaktif (dingin). Pasien harus segera dilakukan aspirasi dan drainase di daerah supuratif. Penanganan: antibiotik yang sesuai dengan hasil pemeriksaan b. Tiroiditis oleh karena radiasi Pada penyakit Grave yang diterapi dengan iodium radioaktif sering mengalami kesakitan dan nyeri tekan pada tiroid 5-10 hari kemudian. Hal ini disebabkan oleh kerusakan dan nekrosis karena radiasi. Rasa sakit biasanya tidak hebat dan membaik dalam beberapa hari. c. Tiroiditis traumatika Manipulasi kelenjar tiroid dengan memijat yang terlalu keras pada pemeriksaan dokter ataupun oleh pasien sendiri dapat menimbulkan rasa sakit dan mungkin dapat timbul tirotoksikosis. Hal seperti ini juga terjadi jika menggunakan sabuk pengaman mobil yang terlalu kencang.

TIROIDITIS SUBAKUT
a. Tiroiditis de Quervain Memiliki nama lain yaitu tiroiditis granulomatosa subakut, tiroiditis nonsupuratif subakut, tiroiditis sel raksasa dan subacute painful thyroiditis. Penyebab pasitnya belum jelas, diduga disebabkan oleh infeksi virus atau proses inflamasi post infeksi virus. Kebanyakan pasien memiliki riwayat infeksi saluran nafas bagian atas beberapa saat sebelum mengalami tiroiditis. Kejadian ini juga terkait dengan musim. Tampaknya proses autoimun tidak berkaitan dengan terjadinya TGS ini, walapun demikian TGS berkaitan dengan HLA-B35. Reaksi imunitas hanya terjadi sesaat tidak terus menerus seperti pada penyakit tiroid autoimun. Patofisiologi dari penyakit ini ialah terjadinya inflamasi yang menyebabkan kerusakan pada folikel tiroid dan mengaktifkan proteolisis dari timbunan tiroglobulin. Sehingga terjadi pelepasan T4 dan T3 yang tidak terkendali ke dalam sirkulasi dan terjadilah hipertiroid. Hipertiroid ini akan berakhir ketika timbunan hormon telah habis, karena sintesis hormon yang baru tidak terjadi karena rusaknya folikel dan penurunan TSH akibat tumpukan hormon tiroid sebelumnya. Kejadian berikutnya ialah hipotiroid, yang akan berakhir setelah folikel tiroid membaik dan sintesis hormon kembali normal. Awitan biasanya muncul perlahan-lahan tapi kadang-kadang muncul mendadak. Keluhannya bisanya rasa sakit yang dapat terbatas pada kelenjar tiroid atau menjalar sampai leher depan, telinga, rahang dan tenggorokan. Biasanya terdapat malaise, demam, anoreksia dan mialgia. Kelenjar tiroid membesar secara difus dan sakit saat dipalpasi. Inflamasi tiroid terjadi sementara, sekitar 2-6 minggu, kemungkinan diikuti oleh hipotiroid asimptomatik yang terjadi selama 2-8 minggu dan diikuti penyembuhan. Pada 20% pasien dapat terjadi kekambuhan dalam beberapa bulan kemudian. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan T4 dan T3 disertai penurunan TSH, uptake iodium radioaktif rendah, kadar tiroglobulin serum tinggi, anemia rendah, leukositosis, dan LED yang meningkat. Biasanya tidak didapatkan peningkatan TPO antibodi ataupun antibodi terhadap tiroglobulin. Terapi ialah dengan memberikan NSAID atau aspirin untuk meredakan rasa sakit dan inflamasi. Dalam keadaan berat dapat diberikan kortikosteroid, misalnya prednison 40 mg/hari. Dapat juga diberikan alfa blocker seperti propanolol dan Page | 30

atenolol. Pemberian PTU ataupun metimazol tidak diperlukan karena tidak terdapat peningkatan sintesis hormon. Bila hipotiroid dapat diberikan L-tiroksin 50-100 mcg/hari selama 6-8 minggu dan tiroksin kemudian dihentikan. Page | 31

b.

Tiroiditis limfositik subakut (TLSTRS) Merupakan varian dari tiroiditis autoimun kronis (Hashimoto) . TLSTRS patut dicurgai pada pria maupun wanita yang mengalami hipertiroid ringan kurang dari 2 bulan tanpa pembesaran tiroid atau pembesaran ringan dan tanpa oftalmopati. Faktor yang duga sebagai pencetus dari tiroiditis ini ialah intake iodium yang berlebihan dan sitokin. Suatu sindrome yang menyerupai TLSTRS dapat terjadi pada pasien yang mendapat terapi amiodarone, interferon alfa, interleukin-2 dan litium. Patofisiologinya ialah inflamsi yang terjadi akan menyebabkan kerusakan folkel tiroid dan mengaktifkan proteolisis tiroglobulin yang berakibat pelepasan hormon T4 dan T3 ke dalam sirkulasi dan terjadilah hipertiroid. Hipertiroid terjadi selama timbunan T3 dan T4 masih ada, kemudian akan terjadi hipotiroid karena tidak adanya sintesis hormon baru dan penurunan kadar TSH. Bila inflamasi mereda sel-sel folikel mengalami regenerasi maka pembuatan hormon tiroid akan pulih kembali. Manifestasi klinis TLSTRS ialah terjadinya hipertiroid selama 1-2 minggu dan berakhir 2-8 minggu. Gejala hipertiroid biasanya ringan. Kelenjar tiroid membesar ringan, difus dan biasanya tidak disertai dengan rasa sakit. Gejala hipertiroid ini akan diikuti oleh adanya perbaikan atau terjadinya hipotiroid selama 2-8 minggu yang biasanya juga ringan atau asimptomatik, dan diikuti perbaikan. Kadang-kadang juga dapat terjadi tiroiditis autoimun kronik dengan hipotiroid permanen (20-50%). Pemeriksaan laboratorium pada saat terjadi hipertiroid terjadi peningkatan kadar T3 dan T4, dan penurunan TSH. Kadang-kadang hanya didapatkan penurunan TSH saja yang menunjukkan adanya hipertiroid subklinik. Pada pasien yang mengalami hipotiroid kadar T4 dan T3 turun disertai peningkatan kadar TSH. Kadang-kadang hanya didapatkan peningkatan TSH saja, antibodi terhadap tiroid meningkat pada 50% pasien saat terdiagnosa TLSTRS. Tatalaksana adalah bila gejala hipertiroid berat maka diberikan propanolol ataupun atenolol. Pemberian PTU tidak terlalu diperlukan sementara prednison dapat memperpendek masa hipertiroid. Kadang-kadang gejala hipotiroid cukup berat dan perlu diberikan L-tiroksin 50-100 mcg/hari selama 8-12 minggu.

c.

Tiroiditis karena obat Beberapa obat yang dapat menimbulkan tiroiditis yang tidak disertai rasa sakit diantaranya interferon-alfa, IL-2, amiodarone dan litium. Page | 32

TIROIDITIS KRONIS
1. Tiroiditis Hashimoto Penyakit ini sering disebut tiroiditis autoimun kronis, merupakan penyebab utama hipotiroid di daerah yang iodiumnya cukup. Karakter klinisnya berupa kegagalan tiroid yang terjadi pelan-pelan, adanya struma, atau keduanya yang diakibatkan kerusakan tiroid oleh karena autoimun. Hampir semua pasien mempunyai titer antibodi tiroid yang tinggi, infiltrasi limfosit ermasuk sel T dan sel B, dan apoptosis sel folikel tiroid. Penyebab tiroiditis hashimoto di duga kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan. Suseptibilitas gen yang dikenal adalah HLA dan CTLA-4. Mekanisnme imunopatogenetik adalah ekspresi HLA antigen sel tiroid yang menyebabkan presentasi langsung antigen tiroid pada sel imun. Adanya hubungan familial dengan penyakit Graves, dan penyakit Graves sering terlibat pada tiroiditis hashimoto atau sebaliknya, menunjukkan bahwa kedua penyakit tersebut patofisiologinya sangat erat, walaupun manifestasinya berbeda. Beberapa obat-obatan seperti amiodarone, interferon-a, interferon-b, interleukin-2, G-CSF dapat menginduksi pembentukan autoantibodi terhadap tiroid. Pajanan terhadap radiasi kepala-leher saat anak-anak juga dapat mengingkatkan resiko tiroiditis hashimoto. Ada dua bentuk tiroiditis hashimoto yaitu bentuk goitrus (90%) dimana terjadi pembesaran kelenjar tiroid. Tiroiditis hashimoto umumnya terdapat pada wanita dengan rasio wanita : pria adalah 7:1. Bentuk varian tiroiditis hashimoto termasuk lymphocytic painless thyroiditis dan post-partum thyroiditis. Pada awal perjalanan penyakit tiroiditis hashimoto ini mungkin akan dijumpai gejala hipertiroid oleh karena proses inflamasi, tetapi kemudian akan diikuti dengan penurunan fungsi tiroid yang pelan-pelan. Sekali mulai timbul hipotiroid maka gejala ini akan menetap. Kelenjar tiroid mengalami pembesaran yang difus, tegas, dan bernodul halus. Satu lobus tiroid dapat membesar secara asimetris, sehingga meningkatkan kecurigaan neoplasma. Pasien TH yang yang memiliki nodul tiroid harus dilakukan biopsi FNA karena adanya kecurigaan terhadap neoplasma. Pasien juga dapat mengeluhkan sesak pada leher (neck

tightness), nyeri jarang dirasakan. Pada sekitar 10% kasus kelenjar tiroid mengalami atrofi dan fibrosis, terutama pada wanita yang tua. Manifestasi sistemik TH dihubungkan dengan level hormon tiroid. Bagaimanapun, depresi dan kelelahan kronik merupakan manifestasi yang paling sering pada pasien, walaupun hipotiroidnya sudah dikoreksi. Sekitar 1/3 pasien TH mengalami mulut kering (xerostomia) atau mata kering (keratoconjungtivitis sicca). TH juga sering dihubungkan dengan myasthenia gravis yang biasanya ditemukan dalam derajat yang ringan, terutama mengenai otot ekstraocular. Gambaran PA-nya berupa infiltrasi limfosit yang profus, lymphoid germinal centers dan destruksi sel-sel folikel tiroid. Fibrosis dan area hiperplasi sel folikuler (oleh karena TSH yang meningkat) terlihat pada TH yang berat. Ada 4 antigen yang berperan pada TH yaitu tiroglobuin, tiroid peroksidase, reseptor TSH, dan sodium iodide symporter. Hampir semua pasien TH memilki antibodi terhadap tiroglobulin dan TPO dengan konsentrasi yang tinggi. Pada penyakit tiroid yang lain dan pada ornag normal kadang-kadang didapatkan juga antibodi ini tetapi dengan kadar yang lebih rendah. Antibodi terhadap reseptor TSh dapat bersifat memblok atau stimulasi reseptor TSH. Pada penyakit Graves antibodi yang bersifat stimulasi lebih dominan sehingga terjadi hipertiroid, sedangkan pada TH antibodi yang bersifat memblok lebih dominan oleh karenanya menimbulkan hipotiroid. Antibodi terhadap reseptor TSH ini bersifat spesifik untuk penyakit Graves dan TH. Antibodi terhadap sodium iodide symporter terdapat pada 0-20% pasien TH. Antibodi ini dapat menghambat RAIU yang dipacu TSH. Pengobatan terhadap TH ditunjukan terhadap hipotiroid dan pembesaran tiroid. Levotiroksin diberikan sampai kadar TSH normal. Pada pasien dengan struma baik hipoiroid maupun eutiroid, pemberian levotiroksin selama 6 bulan dapat mengecilkan struma 30%. Pasien tiroid disertai adanya nodul perlu dilakukan AJH untuk memastikan ada tidaknya limfoma atau karsinoma. Walaupun jarang, resiko limfoma tiroid meningkat pada TH. Page | 33

2. Tiroiditis Riedel Tiroiditis riedel dapat merupakan penyakit yang terbatas pada kelenjar tiroid saja atau dapat merupakan bagian dari penyakit infiltratif umum, yaitu suatu penyakit multifokal fibrosklerosis yang dapat mengenai ruang retroperitoneum, mediastinum, ruang retroorbital, dan traktus biliaris. Kelenjar tiroid membesar secara progresif yang tidak disertai rasa sakit, keras, dan bilateral. Proses fibrotik ini berkaitan dengan adanya inflamasi sel mononuklear

yang menjorok melewati tiroid sampai ke jaringan lunak peritiroid. Fibrosis peritroidal ini dapat mengenai kelenjar paratiroid yang menyebabkan hipoparatiroid, ke n. Laryngeus rekuren yang mengakibatkan suara serak, ke trakea menyebabkan kompresi, dan juga ke mediastinum dan dinding dada. Penyebab TR belum jelas, diduga proses autoimune mengingat adanya infiltrasi mononuklear dan vaskulitis disertai adanya peningkatan titer antibodi terhadap tiroid. Walaupun demikian, kemungkinan peningkatan titer antibodi tersebut disebabkan karena terlepasnya antigen akibat kerusakan jaringan tiroid. Tampaknya fibrosis multifokal yang terjadi adalah kelainan fibrotik primer dimana proliferasi fibroblas terpacu oleh sitokin yang berasal dari sel limfosit B dan T. TR jarang dijumpai, kira-kira hanya 0,05% dari seluruh operasi tiroid. Wanita lebih sering daripada laki-laki (4:1), dengan umur 30-50 tahun. Pembesaran tiroid yang terjadi pelan-pelan dan tanpa rasa sakit. Pembesaran ini dapat menekan leher dan meimbulkan disfagia, suara serak, sesak napas, dan kadang-kadang hipoparatiroid. Hipotiroid sendiri terjadi pada sekitar 30-40% pasien, walaupun tidak mengalami hipotiroid pasien sering mengeluhkan malaise umum dan kelelahan. Kelenjar tiroid yang membesar bisa kecil atau besar, biasanya kedua lobus walaupun tidak simetris. Kelenjar ini teraba seperti batu dan melekat di jaringan otot disekitarnya dan keadaan ini menyebabkan TR bergerak sewaktu menelan. Kadangkadang didapatkan pembesaran kelenjar limfe disekitarnya. Semua keadaan tersebut memberikan kesan suatu karsinoma. Kebanyakan pasien TR kadar T3,T4, dan TSH normal, sekitar 30% didapatkan hipotiroid subklinis atau hiptiroid nyata. Pada 2/3 pasien didapatkan peningkatan antibodi terhadap tiroid. Perlu juga diperiksa kadar kalsium dan fosfor untuk mengetahui kemungkinan adanya hipoparatiroid. Skintigrafi tiroid menunjukan gambaran yang heterogen atau adanya uptake yang rendarh. Secara makroskopis gambaran TR adalah keras, putih, dan avaskuler. Secara mikroskopis didapatkan hyalinized fibrosis tissue dengan sedikit sel limfosit, plasma dan eosinofil, disertai tidak adanya folikel tiroid. Jaringan fibrosis tersebut menembus ke jaringan sekitarnya. Fibrosis tiroid ini juga terdapat pada TH atau Ca papilare tetapi tidak menembus jaringan sekitarnya. TR yang tidak diobati biasanya pelan-pelan progresif, kadang-kadang stabil, atau malahan regresi. Pengobatan ditujukan terhadap hipotiroid yang terjadi dan penekanan yang terjadi akibat fibrosklerosis terutama pada trakea dan esofagus. Operasi terbatas pada obstruksi saja karena reseksi yang luas sulit dilakukan akibat medan yang sulit dan resiko Page | 34

merusak struktur disekitarnya. Pemberian glukokortikoid dan tamoksifen dapat dilakukan walaupun belum banyak dilakukan karena kasusnya yang jarang.

3. Tiroiditis Infeksiosa Kronis Penyakit ini jarang terjadi. Penyebabnya diantaranya jamur, mikobakteri, parasit atau sifilis. Tiroiditis oleh karena mikobakteri hanya 19 kasus yang pernah dilaporkan. Tiroiditis TBC biasanya berkaitan dengan TB milier dan gejala berlangsung selama beberapa bulan. Rasa sakit dan demam jarang ditemukan.

Page | 35

Hipothyroid
DEFINISI
Page | 36 Hipotiroidisme merupakan istilah yang menunjukkan adanya defisiensi hormone tiroid. Hipotiroidisme merupakan akibat dari produksi hormone tiroid yang inadekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh yang diperlukan untuk semua jaringan. Produksi hormone tiroid bisa normal, tetapi bisa timbul Hipotiroidisme karena adanya gangguan pada aktivitas reseptor hormone tiroid.

ETIOLOGI
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negative oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi akibat

malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena tidak adanya umpan balik negative baik dari TSH maupun HT. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH. Berikut ini etiologi hipotiroid secara umum;

TipeHipotiroidisme

Page | 37

Berbagai gangguan pada hipotiroid ini sangat terkait dengan kelainan atau etiologi yang mendasarinya yang membentuk jenis atau tipe hipotiroid tertentu. Untuk itu perlu dibahas masing-masing bagaimana tipe-tipe dari hipotiroid ini, baik itu dari gejala dan ciri khas, perjalanan penyakit diagnosis serta penatalaksanaannya. Berikut ini beberapa jenis hipotiroid berdasarkan etiologinya yang umumnya paling banyak ditemukan dalam praktik kesehatan sehari-hari.

1. Congenital Hipotiroid
Prevalensi Kejadian
Hipotiroid congenital umumnya terjadi pada sekitar 1:4000 kelahiran di Amerika Serikat Kondisi paling sering bersifat hipotiroidisme permanen, sedangkan pada beberapa kasus bersifat transien, khususnya pada anak dengan ibu yang memiliki TSH-R antibody bloker atau mendapatkan pengobatan antithyroid. Angka kejadian terkait etiologi dasarnya, pada disgenesis kelenjar tiroid sekitar 8085%, gangguan sintesis hormone tiroid sekitar 10-15% kasus, dan kerusakan terkait TSH-R antibody menyebabkan kejadian sekitar 5%.

Etiologi
Walaupun sudah disebutkan sebelumnya, bahwa penyebab tersering dari kondisi hipotiroid congenital ini adalah disgenesis dari kelenjar tiroid dan gangguan sintesisnya, akan tetapi terdapat juga beberapa kelainan lain yang ikut berpartisipasi terhadap terbentuknya kelainan congenital ini, walaupun dalam jumlah sedikit. Berikut ini beberapa kelainan yang mendasari hipotiroid congenital; Disgenesis kelenjar tiroid Defek sintesis dari thyroxine Thyrotropin receptor-blocking antibody (TSH-R antibody blocer) Defek dari transport iodine Defek pada thyroid peroxisade yang menggangu proses coupling Defek dari sintesis thyroglobulin Defek dari proses deiodinasi Defek dalam transport hormone tiroid Penggunaan radioiodine Defisiensi thyrotropin Thyrotropin hormone unresponsiveness Abnormal dari reseptor TRH Page | 38

Manifestasi Klinis
Sebagian besar infan, umumnya menunjukkan penampakan yang normal saat lahir, dan <10% yang dapat didiagnosis berdasarkan manifestasi klinis, dimana beberapa kondisi yang dapat ditemukan ketika lahir ini antara lain perpanjangan jaundice, terdapat masalah dalam makan (tidak mau makan), hypotonia, pembesaran lidah, keterlambatan maturasi tulang, dan umbilical hernia. Selain itu kerusakan neurologis juga sering didapatkan khususnya pada anak yang tidak mendapatkan terapi yang adekuat. Kelainan tipikal seperti yang sering ditemukan pada orang dewasa juga beberapa dapat ditemukan sebagai berikut;

Page | 39

Tabel di atas menunjukkan beberapa kondisi yang juga dapat ditemukan pada masa infan yang mendukung diagnosis kearah hipotiroid congenital. Sedangkan gambar dibawahnya, memperlihatkan contoh anak dengan hipotiroid congenital, dimana pada gambar A terlihat serorang anak yang menunjukkan beberapa gejala seperti puffy face (wajah bengkak), dull expression (tidak ada ekspresi) , dan hirsute forehead. Kemudian gambar B, menunjukkan perkembangan setelah pengobatan selama 4 bulan. Seandainya kondisi hipotiroid ini tidak terdeteksi atau tidak mendapatkan

pengobatan, maka progresifitas gangguannya dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan, yang umumnya nanti akan menyebabkan kelambatan pertumbuhan dan retradasi mental.

Diagnosis
Hampir sama dengan hipotiroid secara umum, terapi diagnosis definitifnya dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar T4 atau free T4, dan juga pemeriksaan kadar TSH, untuk membedakan apakah kelainannya bersifat primer ataupun skunder, untuk bagan lebih

jelasnya bisa dilihat pada diagnosis dari hipotiroid autoimmune pada pembahasan selanjutnya. Akan tetapi yang perlu diperhatikan disini yaitu, nilai normal yang berbeda pada tiap tingkatan usia pada nilai T4 dan TSHnya. Dimana dapat dibedakan sebagai berikut; Page | 40

Untuk diagnosis penunjang, dapat dilakukkan dengan pemeriksaan radiologi untuk melihat perkembangan tulang. Dimana biasanya terjadi retardasi pertumbuhan pada anak dengan congenital hipotiroid yang tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Beberapa temuan antara lain pada distal femoral epiphysis, yang normalnya ditemukan ketika lahir, tidak ditemukan. Seiring perkembangan juga terjadi epiphyses dysgenesis. Berikut ini gambaran radiologis yang dimaksud;

Gambar A menunjukkan tidak ditemukannya dista femoral epiphyses pada anak usia 3 bulan. Sedangkan gambar B menunjukkan anak pada usian 9 tahun yang sudah

mendapatkan pengobatan tiroid yang adekuat menunjukkan adanya epiphyseal disgenesis pada kepala humerusnya.

Tatalaksana
Setelah diagnosis dapat ditegakkan, selanjutnya dilakukan pemberian T4 pada dosis awal sekitar 10-15 mcg/kg per harI, dan dosis terus disesuaikan dengan monitoring ketat pada kadar TSHnya. Kebutuhan T4 umumnya sangat tinggi selama tahun pertama kehidupan, dan T4 sirkulasi ini biasanya dibutuhkan untuk menormalisasi kadar TSH. Tatalaksana awal dengan T4 ini dapat menghasilkan IQ dalam batasan normal, akan tetapi abnormaliatas dalam neurodeplovemental dapat terjadi pada kondisi hipotiroid yang berat. Page | 41

2. Hipotiroid Autoimune
Klasifikasi
Pada tahap awal umumnya hipotiroid autoimun ini terkait dengan goiter (hasimoto/goitrous thyroiditis), yang pada tahapan selanjutnya akan menjadi minimal

residual thyroid tissue (atropihic thyroiditis). Berikut ini alur yang terjadi dari awal proses autoimun ini sampai timbulnya gejala;

autoimun

thyroid function

Fase compensation

TSH

Minor symptom

Subcinical hypothyroid

Clinical hypothyroid

free T4 & TSH > 10 MU/L

Angka Kejadian
4:1000 wanita, 1:1000 laki-laki Rata-rata usia untuk penegakan diagnosis biasanya pada usia 60 tahun, dengan angka kejadian semakin meningkat seiring meningkatnya usia Kondisi subclinical hypothyroid (6-8% pada wanita, dan 3% pada laki-laki)

Patogenesis
Penyebab Tiroiditis otoimun tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetic untuk mengidap penyakit ini. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi. Patogenensis sangat terkait dengan penyebab utamanya yaitu dari factor lingkungan dan factor genetic, sebagai berikut: Autoimun disorders Page | 42

Genetic 50%--->chrom 21 & X

Lingkungan

HLA-DR polymorphism (DR3,DR4, DR5)

Pengaruh gen lain CTLA-4, T-cell regulating gene

iodine intake

Congenital rubella syndrome

Associated-other autoimmune disease virtiligo

DM-1

Pernicious anemia

Addison disease

Berikut ini bagaimana proses selluler yang terjadi terkait hipotiroid autoimun ini: Infiltrate CD4+, CD8+ & T-cell

Cytokine production (TNF, IL-1 Interferon-)

Cell necrosis Cell apoptosis

Perforin-induced Granzyme B

Induce proinflamatory molecule expression Fas-production activated T-cell

Page | 43

Later stage

Manifestasi Klinis
Bagaimana ringkasan gejala dan tanda yang ditemukan pada pasien hipotiroid dapat dilihat pada bagan gejala dan tanda sebelumnya di hipotiroid congenital. Onset dari gangguan ini biasanya berisifat tersembunyi dan membahayakan, dan pasien baru mulai khawatir dengan gejalanya apabila kondisi eutiroid telah dilalui. Yang perlu menjadi pusat perhatian disini yaitu biasanya pasien Hashimoto tiroiditis dapat terlihat karena goiter (gondok) daripada gejala hipotiroidnya. Goiter yang terbentuk tidak selalu besar, akan tetapi umumnya bersifat irregular dan konsintensi yang keras, dan jarang disertai nyeri. Kemudian ditemukan juga gejala-gejala hipotiroid berupa: Kulit yang kering Keringat kurang Penipisan epidermis Hyperkeratosis dari stratum korneum menyebabkan kulit tampak pucat dan kuning Penumpukan glycosaminoglycan yang menyebabkan trap water (terperangkapnya air) yang akan meningkatkan ketebalan kulit [mixedema (edema non-pitting)] Konstipasi dan peningkatan berat badan

Penurunan libido Diffuse alopecia Ganggan Cardiovaskular berupa peningkatan myocardial contractility, yang ditandai dengan ( pulse rate, stroke volume yang menyebabkan bradicardia, peripheral resistance menyebabkan hipertensi, cool extremitas, 30% pasien terjadi pericardial effusion) Page | 44

Carpa Tunel Syndrome (rasa kaku, kejang dan sakit pada otot) dan juga delayed tendon reflex relaxation

Berikut ini ringkasan bagaimana proses timbulnya beberapa gejala utama pada hipotiroid;

Page | 45

Diagnosis

Gambar diatas memperlihatkan bagaimana proses investigasi yang dilakukan dalam pemeriksaan laboratorium. Nilai TSH yang normal dapat mengeksklusi penyebab primer dari hipotiroid. Sebaliknya, seandainya terjadi peningkatan kadar TSH, maka perlu dilihat nilai free T4 untuk benar-benar memastikan terjadinya hipotiroid klinis, akan tetapi nilai T4 ini tidak dapat digunakan untuk menentukan kondisi hipotiroid subklinis. Hipotiroid subklinis merujuk kepada fakta-fakta bikemikal dari defisiensi hormone tiroid pada pasien yang memiliki manifestasi hiporitod yang sedikit bahkan tak ada sama sekali. Sirkulasi T3 juga dapat diperiksa dimana menunjukkan angka normal pada 25% pasien, menunjukkan mekanisme adaptasi dari proses deiodinasi pada hipotiroid, untuk itu pemeriksaan T3 tidak terlalu bermakna. Setelah kondisi klinis atau subklinis dari hipotiroid dapat ditegakkan, selanjutnya kita perlu memikirkan etiologi yang mendasari kelainan tersebut. Yang paling sering terutama yaitu karena kejadian autoimmune, untuk itu diperlukan pemeriksaan untuk mendeteksi TPO antibodies, dimana ditemukan pada >90% pasien dengan autoimun hipotiroid. Apabila terdapat kasus dimana masih terdapat keraguan pada pasien goiter setelah pemeriksaan ini dilakukan, maka FNA biopsy dapat digunakan untuk melihat terjadinya tiroiditis autoimun. Beberapa kondisi abnormal lain terkait dengan hipotiroid ini yaitu peningkatan creatine phosphokinase, peningkatan kolesterol dan trigliserida, dan anemi (normoytic atau macrocytic). Page | 46

Tatalaksana
Secara umum digunakan livelong levothyroxone (T4), kecuali pada beberapa kondisi seperti (transient hypothyroid dan reversible hypothyroid). Tujuan terapi ini yaitu untuk mencapai kondisi euthyroid, dimana ditandai dengan nilai normal dari T4 dan TSH.

Levothyroxine :
Half life 7 days once daily dosage dosage : Substitution (adult) : 1.6 mcg/BW/day x 100 mcg/day (range 50-200 mcg/day) Evaluation / Adjustment : T4 & TSH 3-6 wkly Berikut ini pengaturan dosis terkait dengan kondisi tertentu;

Eldery/CAD o Apapun penyebab hipotiroid pada geriatri, prinsipnya yaitu dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita. o Initial dose : o Elderly CAD : 50 mcg/day orally : 25 mcg/day orally Page | 47

Increase by 25 mcg/day every 3-6 weeks until normal TSH or arrhytmia

Subclinical hypothyroid o o T4 to prevent conversion to overt hypothiroid Especially TSH > 10 mu/L anti TPO Goiter or non specific symptoms

Central Hypothyroid o o o Deficiency of other trophic hormone ? ACTH defic Adrenal insuff T4 + Glucocorticoid to prevent adrenal crisis

Post Total Thyroidectomy o Higher dose T4 for : 1. Substitution 2. Erradicate metastasis / prevent relaps o Target : TSH < 0,01 mU/L

Myxedema Coma o Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidakd iberikan HT dan stabilisasi semua gejala. o o Aggressive, dose, IV T4 After blood sample (T4, TSH, Cortisol)

IV T4 : 200-300 mcg 50-100 mcg/day (+ IV T3: 5-20 mcg 2,5-10 mcg/8 hours) IV Hydrocortisone 100 mg/8 hr (2 days) decreased Page | 48

Supportive : Mech. Ventilation, O2 IVFD Correct : Hypo Na, Hypothermia Antibiotics

3. Hipotiroid Penyebab Lainnya


Iatrogenic hypothyroidism merupakan penyebab lain yang cukup sering untuk hipotiroid ini dan dapat dideteksi dengan screening sebelum perkembangan gejalanya. Pada waktu 3-4 bulan pertama setelah pengobatan radioiodine, biasanya mulai timbul transient hypothyroid yang dapat terjadi karena kerusakan radiasi reversible. Pemberian dosis rendah pengobatn thyroxine dapat ditarik apabila kondisi sudah membaik. Karena level TSH ditekan oleh hipertiroid, free T4 lebih baik diguanakan sebagai acuan dalam menentukan fungsi tiroid dibandingkan dengan TSH. Mild hypothyroidism setelah subtotal thyroidectomy dapat juga mengalami perbaikan setelah beberapa bulan, setelah kelenjar mulai aktif kembali dengan stimulasi dari TSH dalam jumlah yang lebih banyak. Iodine deficiency biasanya merupakan penyebab dari timbulnya endemic goiter dan kreatinisme, akan tetapi tidak menjadi penyebab umum dari hipotiroid pada dewasa kecuali intake iodine yang sangat rendah atau merupakan komplikasi dari factor lainnya, seperti konsumsi dari thiocyanate pada ubi atau selenium defisiensi. Walaupun hipotiroid karena defisiensi iodine dapat diobati dengan thyroxine, peningkatan intake terhadap iodine juga harus dilakukan untuk menghilangkan masalah ini secara luas. Pengguanaan garam beryodium sudah menunjukkan keberhasilan dalam menangani kondisi endemic ini di

beberpa daerah. Bertentangan dengan sebelumnya, intake iodine dalam jumlah besar yang lama juga dapat menginduksi timbulnya goiter (gondok) dan hypotiroid. Bagaimana mekanismenya bisa terjadi masih belum jelas, akan tetapi individu dengan autoimun tiroiditis lebih sering menunjukkan riwayat intake yang berlebihan ini. Peningkatan iodine yang terkait dengan

hipotiroid terjadi sekitar 13% pada pasien yang mendapatkan pengobatan amniodarone. Obat lain seperti litium, juga dapat meningkatkan kejadian dari hipotiroid. Hipotiroid sekunder, biasanya didiagnosis karena gangguan berupa defisiensi hormone pituitary anterior, terjadinya TSH isolated deficiency (defisiensi TSH saja) sangat jarang ditemukan. TSH level dapat sangat rendah, normal, atau sedikit meningkat pada hipotiroid sekunder. Diagnosisnya ditegakkan dengan mendeteksi nilai free T4 yang rendah. Tujuan terapinya sendiri yaitu untuk mempertahankan nilai T4 pada lebih dari setengah nilai normal, dan nilai TSH tidak dapat digunakan sebagai monitor terapi. Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan keradiasi, terutama masa anak-anak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat meningkatkan risiko pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut merangsang proliferasi dan hiperplasia sel tiroid. Page | 49

PEMERIKSAAN FISIK

pasien yang diduga hipotirtoid secara umum menunjukkan

tertundanya pengenduran otot selama pemeriksaan refleks. Penderita tampak pucat, kulitnya kuning, pinggiran alis matanya rontok, rambut tipis dan rapuh, ekspresi wajahnya kasar, kuku rapuh, lengan dan tungkainya membengkak serta fungsi mentalnya berkurang. Tanda-tanda vital menunjukkan perlambatan denyut jantung, tekanan darah rendah dan suhu tubuh rendah.

Pemeriksaan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran jantung.

TATALAKSANA
Secara umum pasien hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewatmulut). Yang banyak disukai adalah hormon tiroid buatan T4. Bentuk yang lain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan). Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormon tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.

Preparat Levotiroksin
DOC for thyroid hormone replacement therapy Absorbtion : small intestine (50% to 80%) : taken on an empty stomach : sucralfate, cholestyramine resin, iron, Ca, Al(OH)2 Excretion : biliary excretion : phenytoin, carbamazepine, and rifampin maximum effect : 10 days passes off in 2-3 weeks T1/2 : 7 days in euthyroid subjects; 14 d in hypothyroid; 3 d in hyperthyroid Initial oral dose : 50-100 g/day. Pada kondisi subklinis diberikan dalam dosis rendah: 2550 mcg/hari dengan tujuan menormalkan TSH Old and pts w/ heart disease or hypertension : 12.5-25 g/day for the first 2-4 weeks increasing by 12.5 g/month until symptoms are relieved Steady state : 75-125 g/day in women, and 100-200 g/day in men Page | 50

Target : plasma TSH to normal concentrations (0.3-3.5 mU/1)

Preparat liotironin
maximum effect : 24 h passing off over : 24-48 h T1/2 : 2d in euthyroid subjects NOT used in routine treatment of hypothyroidism because its rapid onset of effect can induce heart failure Indication: - initial therapy of myxedema and myxedema coma - short-term suppression of TSH presurgery for thyroid cancer - 5-deiodinase deficiency

Goiter Endemik
DEFINISI
Page | 51 Goiter endemik adalah penyakit goiter/struma/ perbesaran kelenjar thyroid secara diffuse yang disebabkan kurangnya asupan iodium. Juga disebut sebagai GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium) atau IDD (Iodine Deficiency Disorders).

EPIDEMIOLOGI
Kejadian GAKI sangat beragam dalam usia, yaitu bisa terjadi baik pada fetus hingga orang dewasa. Dari laporan MDIS Working papers, kejadian GAKI banyak ditemukan pada daerah pegunungan seperti Alpen, Himalaya, dan Bukit Barisan. Meski begitu, tidak menutup kemungkinan GAKI juga ditemukan didaerah daratan rendah, bahkan tepi pantai seperti Belanda, Yunani, Jepang, Kebumen (Jawa Tengah), dan Maluku. Untuk menentukan suatu daerah merupakan endemi GAKI atau tidak, digunakan beberapa kriteria yaitu dengan kriteria prevalensi kejadian atau dengan pemeriksaan iodium urine.

Berat Ringan Endemi Defisiensi Iodium


Indikator
Prevalensi gondok (%)

No endemi
0,0 - 4,9

Endemi ringan
5 - 19,9

Endemi sedang
20 - 29,9 Kretin tidak

Endemi berat
>30

Kretin dan Hipotiroidi

terlihat jelas, ada resiko hipotiroidisme

Kejadian 1-10%

UEI g I/dl median g I/gr creat Sumber: IPD FKUI jilid 3

>10 >100

5-9,9 >50

2-4,9 25-50

<2 <25

ETIOLOGI
Etiologi goiter endemik adalah: Defisiensi iodium akibat menurunnya konsumsi iodium eksternal Faktor goitrogen, yaitu suatu senyawa yang bekerja mengganggu hormonogenesis thyroid, antara lain pada proses iodide transport (NIS), Tg synthesis, organification and coupling (TPO), dan the regeneration of iodide (dehalogenase). Adapun goitrogens ini dapat ditemukan pada singkong (yang mengandung thiocynate), sayuran dari family cruciferae (rebung, tauge, kubis dan kol) dan pada susu hewan ternak dimana goitrogens dapat ditemukan pada rumput didaerah tersebut. Meskipun berperan dalam kejadian GAKI, etiologi akibat goitrogen ini jarang ditemukan. Pasien dengan goiter endemik akibat goitrogens dapat diketahui bila setelah dilakukan terapi yang tepat dengan pemberian iodium, tetapi tidak menunjukkan perbaikan. Page | 52

PATOFISIOLOGI
Defisiensi iodium, goiter atau perbesaran kelenjar thyroid terjadi akibat kompensasi tubuh/kelenjar guna memerangkap iodine lebih banyak sehingga kelenjar tetap mampu menghasilkan hormone yang adekuat meski dalam keadaan terganggu. Dalam kondisi ini, kadar THS umumnya normal atau hanya meningkat sedikit. Perbesaran kelenjar tidak terkait efek TSH, tapi lebih disebabkan efek langsung dari iodium pada thyroid vasculature dan secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan kelenjar melalui substansi vasoaktif seperti endothelin dan NO (nitric oxide). Tipe perbesaran kelenjar thyroid akibat defisiensi iodium adalah diffuse nontoxic atau disebut pula simple goiter. Simple goiter artinya perbesaran merata disemua bagian kelenjar dan tidak membentuk nodul, selain itu ditemukan pula peningkatan jumlah koloid pada folikel sehingga sering disebut colloid goiter. Selain itu, perbesaran kelenjar thyroid juga terkait substansi goitrogens. Substansi ini mengganggu proses sintesis dari hormone thyroid yang meliputi gangguan pada transport iodine, sintesis thyroglobin, penggabungan dan coupling dan dehalogenase (regenerasi iodine). Adapun mekanisme gangguan yang terjadi belum ada penjelasan yang jelas.

MANIFESTASI KLINIS
Bila tubuh masih mampu mengkompensasi/mempertahankan fungsi hormon thyroid, umumnya pasien asymptomatik. Bila telah ditemukan perbesaran pada kelenjar thyroid, sifat benjolan adalah diffuse, simetris, tanpa nyeri dan konsistensi kenyal tanpa teraba adanya nodule. Page | 53 Goiter substernal dapat menyebabkan obstruksi pada thoracic inlet. Dapat pula ditemukan pembertons sign, yaitu gejala berupa rasa pusing dengan tanda/bukti bendungan pada vena jugular eksterna saat melakukan manuver mengangkat tangan diatas kepala (manuver ini menyebabkan thyroid bergerak menuju thoracic inlet). Selain itu, kemungkinan akan ditemukan gejala-gejala gangguan fungsi hormon thyroid. Gangguan dapat berupa hipothyroidisme atau thyrotoksikosis. Adapun gejala yang paling sering ditemukan pada pasien defisiensi thyroid adalah gejala hypothyroidisme, antara lain: Kretinisme, sering ditemukan kretinisme endemik pada daerah dengan endemi defisiensi iodium berat.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Menanyakan tentang faktor genetic dan lingkungannya yang mungkin menjadi penyebab Diet dan obat-obatan sumber asupan iodin berlebihan Obat antitiroid Atau berada pada daerah defisiensi iodin atau secara natural muncul goiter diet

2. Pemeriksaan fisik
Ada suatu massa pada lehernya (ukuran, konsistensi, ada tidaknya nodular, bruit, batasnya) Mungkin ada penekanan pada trakea (stridor atau distress respirasi) Perpindahan esofagus (disfagia) Peninggian substernal pada nontoksis goiter bisa menimbulkan penekanan nervus laryngeal berulang

3. Pemeriksaan Penunjang
Hal utama dalam evaluasi diagnosis pasien dengan goiter nontoksik adalah Konfirmasi dari eumetabolisme Penegakan dari penyebabnya

Penentuan pengaruh dari lesi pada struktur nontiroid penting di leher atau mediastinum superior

Pemeriksaan Laboratorium Serum FT4 dan total nilai T3 biasanya rendah, namun tidak terlalu menekan level serum TSH Pemeriksaan serum titer antibody antitiroid. Peningkatan titer antibody Page | 54

(antitiroglobulin dan antibody anti tiroid peroksidase) menunjukkan fakta terdapat autoimun dalam pembentukan goiter Level serum tiroglobulin meningkat pada sepertiga pasien Level plasma kalsitonin normal pada nontoksik goiter benigna

Pemeriksaan radiologi Melakukan pemasukan tiroid radioiodid dan scintigrafi untuk menunjukkan perluasan retrosternal. Iodin-123 tidak terlalu adekuat untuk scanning substernal, maka digunakan iodine-131 Ultrasonografi dari tiroid bisa menentukan kista dari nodul padat pada nontoksik goiter Pemeriksaan radiologi rutin dada untuk menentukan massa paratrakeal dan deviasi trakea (posteroanterior) dan hilangnya ruang retrosternal superior (penampakan lateral). Pemeriksaan flow-loop dan barium faringoesofagografi dapat mendeteksi obstruksi trakea dan esofagus Pemeriksaan histopatology Biopsy dan aspirasi sitology dari glandula tiroid bisa menentukan status patologi pada glandula tiroid

TERAPI
Suplementasi iodin dalam beberapa bentuk
Garam diperkaya iodine Injeksi dari minyak diodisasi Memperkenalkan minum air mengandung iodine Suplementasi sekitar 200 mug iodine per hari Suplementasi iodine dapat menginduksi tirotoksikosis

Pembedahan

dilakukan apabila terjadi gejala obstruksi yang nyata dan ukuran goiter tidak

dapat dikurangi dengan terapi tioksin. Setelah tiroidektomi parsial diberikan terapi tiroksin 1,6 mug/kg/hari diberikan untuk mencegah hyperplasia regeneratif. Terapi RAI untuk goiter yang besar telah dicoba dan banyak berhasil. Page | 55

Thyroid Function Testing (TFT)


TFT terdiri dari serangkaian pemeriksaan, antara lain : Page | 56

1. T3 Uptake (T3 U)
Pada prosedur uji penyerapan T3, sejumlah T3 berlabel radioaktif ditambahkan ke serum yang diperiksa. Hormon tiroid endogen biasanya tidak menempati semua tempat pengikatan di TBG sehingga tersedia tempat-tempat pengikatan yang dapat bereaksi dengan T3 reagen. Jadi, jika kadar T4 endogen rendah maka banyak tempat di TBG akan bebas bereaksi dengan T3 berlabel, dan begitu sebaliknya. Hasil dari pemeriksaan ditentukan oleh jumlah T3 berlabel yang tersisa setelah semua tempat yang tersisa di TBG ditempati. Jika jumlah yang tersisa itu sedikit artinya bahwa kadar hormon tiroid endogen tinggi dan begitu pula sebaliknya. Jadi, pada hipertiroidisme, penyerapan T3 (T3U) akan meningkat, dan pada hipotiroidisme, T3U akan menurun.

2. Free Thyroxine (FT4)


Menunjukkan sebagian kecil fraksi tiroksin total. FT4 tidak terikat pada protein dan bisa digunakan oleh jaringan dan merupakan bentuk hormon yang aktif secara metabolik. Fraksi ini mewakili sekitar 5% T4 yang ada di sirkulasi. FT4 memiliki nilai diagnostik pada saat kadar total hormon tidak berkaitan dengan keadaan tirometabolik dan ada kecurigaan gangguan pada kadar thyroxine-binding globulin (TBG). FT4 memberikan gambaran keadaan tiroid yang lebih akurat dengan kadar TBG yang tidak normal pada kehamilan dan pada orang-orang yang menerima terapi estrogen, androgen, fenitoin atau salisilat.

Nilai normal :

0.7-2.0 ng/dL atau 10-26 pmol/L Untuk pasien yang mengkonsumsi levothyroxine (Synthroid), sampai 5.0 ng/dL atau 64 pmol/L

Implikasi klinis
Peningkatan kadar FT4 berhubungan dengan keadaan-keadaan berikut :

o o o

Hipertiroidisme (Graves' disease) Hipotiroidisme yang diterapi dengan tiroksin Euthyroid sick syndrome Page | 57

Penurunan kadar FT4 berhubungan dengan keadaan-keadaan :


o o o o

Hipotiroidisme primer Hipotiroidisme Sekunder (hipofisis) Hipotiroidisme Tersier (hipotalamus) Hipotiroidisme yang diterapi dengan triiodotironin

Faktor yang mempengaruhi :

Nilainya meningkat pada bayi saat lahir dan meningkat lebih tinggi setelah 2-3 hari kehidupan

Obat-obatan yang mempengaruhi hasil akhir tes Heparin menyebabkan peningkatan palsu dari FT4 Kadar FT4 berfluktuasi pada pasien dengan penyakit kronik atau penyakit berat Kadar FT4 berfluktuasi pada kehamilan (rendah pada akhir kehamilan)

3. Free Triiodothyronine (FT3)


Digunakan untuk menyingkirkan T3 toksikosis, untuk mengevaluasi terapi penggantian tiroid, dan untuk mengklarifikasi gangguan protein-binding. Nilai Normal Dewasa : 260-480 pg/dL atau 4.0-7.4 pmol/L

Kemaknaan Klinis
Peningkatan FT3 terjadi pada :

Hipertiroidisme Toksikosis T3 Peripheral resistance syndrome

Penurunan kadar FT3 terjadi pada :


-

Hipotiroidisme (primer dan sekunder) Trimester ketiga kehamilan

Faktor yang mempengaruhi :


Obat

Pada ketinggian : kadar FT3 lebih tinggi

4. Free Thyroxine Index (FTI, T7)


FTI adalah perhitungan matematis yang digunakan untuk mengoreksi perkiraan total T4 terhadap jumlah TBG yang ada. Untuk menghitung nilai ini diperlukan 2 nilai : kadar T4 dan rasio uptake T3. Hasil dari kedua nilai tersebut adalah FTI. FTI berguna dalam diagnosis hipertiroidisme dan hipotiroidisme, khususnya pada pasien yang dicurigai atau didiagnosis ada gangguan pada kadar TBG. Pengukuran FTI juga memiliki gambaran yang lebih akurat status tiroid pada saat TBG tidak normal di kehamilan atau pasien dengan terapi estrogen, androgens, phenytoin, atau salisilat. Nilai normal : 1,5-4,5 indeks Page | 58

5. TSH / tirotropin
Tes yang paling berguna untuk mengkonfirmasi atau mengeksklusi hipertiroidisme adalah total T4, free thyroxine index (FTI), total T3, dan TSH Tes yang paling berguna untuk mengkonfirmasi atau mengeksklusi hipotiroidisme adalah total T4, FTI, dan TSH Kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH) adalah indikator yang paling sensitif untuk disfungsi tiroid (hiper-dan hipotiroid) tetapi tidak bisa digunakan pada pasien dengan penyakit pada hipofisis atau hipotalamus, resistensi hormon tiroid, atau pengaruh obat pada aksis hipotalamus hipofisis tiroid (HPT-axis).

Nilai Normal Dewasa : 0,4-4,2 U/mL atau 0,4-4,2 mU/L Anak-anak : 0,7-6,4 U/mL atau 0,7-6,4 mU/L Neonatus (1-4 hari): 1-39 U/mL or 1-39 mU/L Page | 59

Alur Diagnostik Untuk Hipotiroidisme


FT4, TSH

FT4 , TSH Hipotiroid Primer

FT4 N, TSH Hipotiroid Subklinis

FT4 , TSH Hipotiroid Sentral Tes TRH

FT4 N, TSH N Normal

FT4 , TSH Hipotiroid Primer

FT4 , TSH Hipotiroid Tersier

Tidak Ada Respon Hipotiroid Sekunder

Page | 60

Pembedahan pada Pembesaran Kelenjar Tiroid


Indikasi Bedah Struma Nontoksik
Kosmetik (tiroidektomi subtotal) Eksisi nodulus tunggal (mungkin ganas) Struma multinoduler berat Struma yang menyebabkan kompresi laring atau jaringan di sekitarnya Struma retrosernal yang menyebabkan kompresi trakea dan struktur lainnya Page | 61

Pembedahan
Pembedahan Diagnostik o o Biopsi insisi: ex. struma difus pradiagnosis Biopsi eksisi: ex. Tumor (nodul) terbatas pradiagnosis

sudah mulai ditinggalkan terutama dengan semakin akuratnya penggunaan biopsi jarum halus. Biasanya hanya dilakukan pada keadaan tumor yang tidak dapat dikeluarkan, seperti pada karsinoma anaplastik. Pembedahan Terapi o o o o o o Lobektomi total: Lobektomi subtotal Isthmolobektomi (Hemitiroidektomi): kelainan unilateral (adenoma) Tiroidektomi: Hipertiroid (Graves) Tiroidektomi subtotal: struma nodosa benigna Tiroidektomi total: keganasan terbatas tanpa pembesaran kelenjar limfe (karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, atau karsinoma medularis, dengan atau tanpa diseksi leher radikal) o Tiroidektomi radikal: Keganasan tiroid dengan kemungkinan metastasis ke kelenjar limfe

Komplikasi
1. Hipokalsemia 5% dari keseluruhan operasi, dan 80% kasus akan menghilang dalam 12 bulan. Page | 62

2. Injury nervus Kerusakan cabang n. Laringeus superior Cedera pada n. Laringeus rekurens unilateral atau bilateral

3. Perdarahan Perlu dilakukan re-eksplorasi untuk menghentikan perdarahan

4. Hematom Dapat menimbulkan penekanan terutama terhadap trakea dan obstruksi napas Sama dengan perdarahan, perlu dilakukan re-eksplorasi

5. Krisis tiroid (tirotoksikosis) Adalah hipertioid yang berkembang dengan segera atau sewaktu setelah pembedahan hipertiroid Ditandai dengan: takikardia dan gejala/tanda hipertiroid lainnya yang bersifat akut dan hebat Disebabkan oleh sekresi berlebih hormon tiroid ke dalam darah setelah adanya manipulasi yang dilakukan pada kelenjar tiroid selama pembedahan Berbahaya karena dapat menyebabkan dekompensasi jantung

Waktu Terjadinya Komplikasi Langsung sewaktu pembedahan

Komplikasi Perdarahan Cedera n. Rekurens uni- atau bilateral Cedera trakea, esofagus, atau saraf di leher Kolaps trakea karena malasia trakea Terangkatnya paratiroid Terpotongnya duktus toraksikus di leher kanan seluruh kelenjar

Segera pascabedah

Perdarahan di leher Perdarahan di mediastinum

Beberapa jam hari pascabedah Lama pascabedah

Edema laring Kolaps trakea Krisis tiroid/tirotoksikosis Hematom Infeksi luka Edema laring Paralisis n. Rekurens Gejala dan tanda cedera n. Laringeus superior menjadi nyata Hipokalsemia Hipotiroid Hipoparatiroid/hipokalsemia Paralisis n. Rekurens Cedera n. Laringeus superior Nekrosis kulit Kebocoran duktus toraksikus Page | 63

Daftar Pustaka
Fischbach, Frances Talaska & Marshall Barnett Dunning. 2009. Manual Of Laboratory And Diagnostic Tests, 8th edition. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia. Jameson and Weerman. 2008. Disorders of the Thyroid Gland. In: Harrisons Principles of Internal Medicine, 17th Edition. Mc-Graw Hill companies: New York. Chapter 335. Ladenson, Paul and Matthew Kim. 2007. Thyroid. In: Cecil Medicine, 23rd Edition. Saunders Elsevier: New York. Chapter 244. LaFranci, Stephen. 2007. Diseorder of The Thyroid Gland. In: Nelsons Textbook of Pediatrics, 18 edition. Mc-Graw Hill companies: New York. Part XXV Section 2. Ledingham, JGG and Warell. 2000. Concise Oxford Textbook of Medicine. Oxford Press. McPhee, Stephen J. et al (editors). 2009. Current Madical Disgnosis and Treatment. Lange: New York. McPherson, Richard A. & Matthew R. Pincus. 2006. Henry's Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods, 21st ed. Saunders Elsevier: Philadelphia. Provan, Drew and Andrew Krentz. 2002. Oxford Handbook of Clinical and Laboratory Investigation, 2nd Edition. Oxford University Press: New York. Sacher, RA, Richard AM. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Silbernagl and Lang (editors). 2000. Color Atlas of Pathophysiology. Thieme: New York. Chapter 9. Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC: Jakarta. Sudoyo,dkk (editor). 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 3 edisi IV. Balai Pusat Penerbitan FKUI: Jakarta. Townsend, et al. 2007. Sabiston Textbook of Surgery, 18th Edition. Elsevier Saunders: New York. Page | 64

You might also like