You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Lingkungan tercemar, kesalahan pola makan dan gaya hidup, mampu merangsang tumbuhnya radikal bebas (free radical) yang dapat merusak tubuh. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit degeneratif antara lain kanker, aterosklerosis, stroke, rematik dan jantung. Upaya untuk mencegah atau mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh aktivitas radikal bebas adalah dengan mengkonsumsi makanan atau suplemen yang mengandung antioksidan. Antioksidan dapat menetralkan radikal bebas dengan cara mendonorkan satu atom protonnya sehingga membuat radikal bebas stabil dan tidak reaktif. Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menunda atau mencegah oksidasi dengan cara menghambat terjadinya reaksi rantai oksidatif. Fungsi utama antioksidan adalah menetralisasi radikal bebas, sehingga tubuh terlindungi dari berbagai macam penyakit degeneratif. Antioksidan alami adalah antioksidan yang umumnya diisolasi dari sumber alami yang kebanyakan berasal dari tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Menurut penelitian Lahucky et al. (2010) bahwa beberapa tanaman diketahui memiliki kandungan senyawa antioksidan dan mengandung senyawa fenolik yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Penelitian mengenai senyawa kimia pada tanaman ini khususnya kandungan antioksidan perlu dilakukan sehingga diharapkan dapat memberikan informasi yang lengkap untuk pemanfaatannya dalam bidang farmasi, pangan, industri, dan lain-lain.

1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah mengenai metode Uji Antioksidan ini yaitu Untuk mengetahui cara atau
1

metode

Uji

Antioksidan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radikal Bebas Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan satu buah elektron dari pasangan elektron bebasnya, atau merupakan hasil pemisahan homolitik suatu ikatan kovalen. Akibat pemecahan homolitik, suatu molekul akan terpecah menjadi radikal bebas yang mempunyai elektron tak berpasangan. Elektron memerlukan pasangan untuk menyeimbangkan nilai spinnya, sehingga molekul radikal menjadi tidak stabil dan mudah sekali bereaksi dengan molekul lain, membentuk radikal baru. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran ultra violet, zat pemicu radikal dalam makanan dan polutan lain. Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas bersifat kronis, yaitu dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyakit tersebut menjadi nyata. Contoh penyakit yang sering dihubungkan dengan radikal bebas adalah serangan jantung,kanker, katarak dan menurunnya fungsi ginjal. Untuk mencegah atau mengurangi penyakit kronis karena radikal bebas diperlukan antioksidan.

2.2 Antioksidan Antioksidan merupakan sebutan untuk zat yang berfungsi melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Yang termasuk ke dalam golongan zat ini antara lain vitamin, polipenol, karotin dan mineral. Secara alami, zat ini sangat besar peranannya pada manusia untuk mencegah terjadinya penyakit. Antioksidan melakukan semua itu dengan cara menekan kerusakan sel yang terjadi akibat proses oksidasi radikal bebas. Antioksidan membantu menghentikan proses perusakan sel dengan cara memberikan elektron kepada radikal bebas. Antioksidan akan menetralisir radikal bebas sehingga tidak mempunyai kemampuan lagi mencuri elektron dari sel dan DNA. Proses yang terjadi sebenarnya sangat komplek tapi secara sederhana dapat dilukiskan seperti
2

itu.

BAB III PEMBAHASAN

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil. Senyawa fenolik dan flavonoid merupakan sumber antioksidan alami yang biasanya terdapat dalam tumbuhan. Senyawa antioksidan saat ini bermanfaat untuk berbagai bidang seperti dalam bidang pangan, industri tekstil, minyak bumi, bahan pewarna dan lain-lain. Riset tentang pengembangan senyawa berkhasiat antioksidan telah banyak dikembangkan baik senyawa alam maupun senyawa sintetis. Senyawa antioksidan adalah senyawa yang berperanan untuk menghambat proses autooksidasi dalam minyak atau lemak (Ketaren, 1986). Donnelly (1996) telah melaporkan berbagai senyawa yang dapat berkhasiat sebagai antioksidan dan bisa digunakan dalam bahan makan. Selain dalam bidang pangan, senyawa antioksidan sangat dibutuhkan juga dalam berbagai industri seperti industri tekstil (Bangee et al, 1995), perminyakan (Pan et al, 1998 dan Jones & Balster,1997) serta industri karet (Puspha et al, 1995).( Purwono, 2008). Pada Percobaan penelitian yang dilakukan Identifikasi Senyawa Antioksidan dalam Spons Callyspongia sp dari Kepulauan Seribu. Pengujian yang dilakukan yakni pengujian senyawa-senyawa fitokimia. Uji fitokimia yang dilakukan adalah Uji Steroid/Triterpenoid, Alkaloid, Flavonoid, dan Antrakuinon. Dalam penelitian tersebut, proses pengujian dilakukan dengan dua tahap, yaitu : 1. Pembuatan Ekstrak. Spons Callyspongia sp (sample). yang dikumpulkan dari daerah Kepulauan Seribu segera direndam dalam metanol dan baru dikeluarkan waktu penelitian dimulai. Spons sejumlah 650 g dipotong-potong sampai halus, kemudian dimaserasi selama 6 jam dalam 800 ml aseton, sambil sekali-kali dikocok. Lapisan aseton

dipisahkan, kemudian maserasi diulang 4 kali (tiap kali menggunakan 400 ml aseton) dengan cara

yang sama sampai filtrat aseton tidak berwarna. Residu dimaserasi lebih lanjut menggunakan metanol 450 ml dengan cara yang sama, ulangi 3 kali, sampai lapisan metanol tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh disatukan, diuapkan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental sejumlah 90,25 g.

2. Uji Aktivitas Antioksidan. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan 2 cara, yaitu metode DPPH dan tiosinat. 1. Metode DPPH (Blois, 1958) Tujuan metode ini mengetahui parameter konsentrasi yang ekuivalen memberikan 50% efek aktivitas antioksidan (IC50). Hal ini dapat dicapai dengan cara menginterpretasikan data eksperimental dari metode tersebut. DPPH merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak. Metode DPPH merupakan metode yang mudah, cepat, dan sensitif untuk pengujian aktivitas antioksidan senyawa tertentu atau ekstrak tanaman (Koleva, van Beek, Linssen, de Groot, dan Evstatieva, 2002; Prakash, Rigelhof, dan Miller, 2010). Karena adanya elektron yang tidak berpasangan, DPPH memberikan serapan kuat pada 517 nm. Ketika elektronnya menjadi berpasangan oleh keberadaan penangkap radikal bebas, maka absorbansinya menurun secara stokiometri sesuai jumlah elektron yang diambil. Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning (Dehpour, Ebrahimzadeh, Fazel, dan Mohammad, 2009). Perubahan absorbansi akibat reaksi ini telah digunakan secara luas untuk menguji kemampuan beberapa molekul sebagai penangkap radikal bebas. Aplikasi metode pada Ekstrak Callyspongia sp. dilarutkan dalam metanol dan dibuat dalam berbagai konsentrasi ( 10, 30, 50 dan 70 ppm). Masingmasing dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ke dalam tiap tabung reaksi

ditambahkan 500 l larutan DPPH 1mM dalam metanol. Volume dicukupkan sampai 5,0 ml, kemudian diinkubasi pada suhu 37o C selama 30 menit, selanjutnya serapannya diukur pada panjang gelombang 515 nm. Sebagai Kontrol positif, dan untuk pembanding digunakan vitamin C (konsentrasi 2, 3, 4 dan 5 ppm) dan BHT (konsentrasi 2, 4, 6 dan 8 ppm). Nilai IC50 dihitung masing-masing dihitung dengan menggunakan rumus persamaan regresi.

Gambar 1. Perubahan warna larutan pada reaksi radikal DPPH dengan antioksidan (Witt, Lalk, Hager, dan Voigt, 2010) Sumber : http://edhisambada.wordpress.com/ Metode tiosianat (Munim et al,2003) Metode ini relatif sederhana, cepat, sensitif, dan selektif dengan

2.

menggunakan spektrofotometri dengan membuat kompleks dari besi (II), Besi (II) direaksikan dengan 1,l0-fenantrolin membentuk kompleks berwarna

merah. Besi juga dapat ditentukan dengan mereaksikannya dengan kalium tiosianat menjadi kompleks besi (III) tiosianat. Besi (III) bereaksi dengan

tiosianat membentuk kompleks berwarna merah. Keunggulan metode kompleks kalium tiosianat adalah pembentukan kompleks hanya diperlukan pereaksi murah dan mudah di dapat, tidak perlu direduksi dahulu, kompleks yang terbentuk stabil dan relatif bebas dari gangguan, tidak diperlukan pengontrolan pH, absortivitas molamya lebih dari 10.000 dm3.mor1.cm-1, dan sangat cocok

untuk penentuan besi sebagai besi (III), karena meskipun besi (III) sangat sedikit berada dalam lingkungan besi (II), namun pembentukan kompleks dapat terjadi. Aplikasi dalam 500 l larutan ekstrak Callyspongia sp. dengan konsentrasi 100 ppm dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan berturut-turut 2,5 ml larutan buffer fosfat 0,2 M (pH=7), 2,5 ml larutan asam linoleat (1,3% w/v), 1,0 ml air suling, dan 0,25 ml larutan AAPH 46,6 mM dalam etanol 40%. Selanjutnya diinkubasi dalam keadaan gelap, pada suhu 50o C. Pengambilan sampel dilakukan setiap satu jam selama 4 jam. Larutan uji sebanyak 0,1 ml ditambah dengan 0,1 ml larutan besi (II) klorida 20mM dalam HCl 3,5% 0,1 ml larutan ammonium tiosianat 10% dan dicukupkan volumenya dengan etanol 75% menjadi 10 ml. Homogenkan dengan vortex, setelah 3 menit serapannya diukur pada panjang gelombang 500 nm. Kemampuan aktivitas antioksidan dilihat dari rendahnya resapan yang terbentuk terhadap kontrol.

Selain pengujian antioksidan, Dalam penelitian tersebut, dilakukan juga proses pengujian fitokimia, yaitu pengujian : 1. Steroid/triterpenoid Sebanyak 1 ml larutan ekstrak diuapkan sampai kering, kemudian ditambah dengan pereaksi Lieberman-Burchard. Warna biru-ungu yang timbul

menunjukan adanya senyawa terpenoid atau steroid

2. Alkaloid Larutan ekstrak sebanyak 3 ml ditambah dengan 1 ml HCl 2 N, dan 6 ml air suling, kemudian panaskan selama 2 menit, dinginkan kemudian disaring. Filtrat diperiksa adanya senyawa alkaloid dengan pereaksi Dragendorff, Bouchardat dan Mayer.

3. Flavonoid Larutan ekstrak sebanyak 2 ml ditambah dengan sedikit serbuk seng atau magnesium dan 2 ml HCl 2N. Senyawa flavonoid akan menimbulkan warna jingga sampai merah.

4. Antrakuinon Larutan ekstrak sebanyak 2 ml dipanaskan dengan 5 ml H2SO4 selama 1 menit. Setelah dingin dikocok dengan 10 ml bensen. Warna kuning pada lapisan bensen menunjukkan adanya senyawa antrakuinon. Identifikasi dapat diperjelas dengan menambahkan larutan natrium hidroksida 2N, akan terjadi warna merah pada lapisan air.

Langkah selanjuntnya adalah pemeriksaan kandungan kimia menggunakan KLT. Pemeriksaan KLT dilakukan terhadap adanya senyawa yang memberikan hasil positif pada pemeriksaan menggunakan pereaksi kima. Larutan pengembang yang digunakan adalah campuran metanol-NH4OH (200:3), dengan larutan deteksi Dragendorff dan DPPH. Hasil yang diperoleh setelah pengujian dalam penelitian tersebut bahwa Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH menunjukkan bahwa ekstrak Callyspongia sp. mempunyai IC50 sebesar 41,21 g/ml. Hal ini menunjukkan bahwa ektrak tersebut mempunyai aktifitas aktioksidan yang kuat, karena mempunyai IC50 kurang dari 200 g/ml (Blois, 1958). Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 1. Apabila dibandingkan dengan aktivitas antioksidan vitamin C dan BHT yang masingmasing mempunyai nilai IC50 sebesar 3,45 dan 3,81 mg/ml, aktivitas antioksidan ekstrak Callyspongia sp. masih lebih rendah. Tetapi pada penelitian ini yang diuji masih berupa ekstrak kasar, sehingga masih ada kemungkinan senyawa murni yang dikandung memiliki aktivitas peredaman radikal bebas lebih kuat dibandingkan ekstraknya.

Tabel 2. Tingkat Kekuatan Antioksidan dengan Metode DPPH

10

Gambar 2. Aktivitas antioksidan ekstrak Callyspongia sp., vitamin C dan BHT menggunakan metode tiosianat Sumber : Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.3, Desember 2005, 127 133 DPPH dari ungu ke kuning yang diukur pada panjang gelombang 517 nm (Blois, 1958). Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak Callyspongia sp. menggunakan metode tiosianat menunjukkan tidak adanya perbedaan aktivitas yang bermakna (Anava searah dengan tingkat kepercayaan 95%) dengan pembanding vitamin C dan BHT, seperti terlihat pada Gambar 2. Pada metode tiosianat pengukuran aktivitas antioksidan berdasarkan daya penghambatan terbentuknya senyawa-senyawa radikal yang bersifat reaktif. Oksidasi asam linoleat dipercepat oleh AAPH yang merupakan senyawa penginduksi pembentukan radikal bebas, yang umumnya berupa peroksida lipid. Dekomposisi AAPH menghasilkan molekul nitrogen dan dua radikal karbon yang dapat menghasilkan produk yang stabil atau bereaksi dengan molekul oksigen menghasilkan radikal peroksil. Proses oksidasi lemak menghasilkan produk primer peroksida (Munim, et al 2003). Bilangan peroksida dinyatakan sebagai senyawa yang mampu mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+, dan selanjutnya Fe3+ dengan ion CNS menghasilkan warna merah yang diukur pada panjang gelombang 500 nm. Pada pengamatan jam ke-4, kontrol negatif menunjukkan serapan sebesar 0,415, sedangkan ekstrak Callyspongia sp. mempunyai serapan 0,133, vitamin C dan BHT masing-masing 0,132 dan 0,146. Hal ini berarti bahwa ekstrak Callyspongia sp. mampu menghambat hasil oksidasi asam

11

linoleat maupun mereduksi radikal bebas. Hasil uji statistic (anava searah dengan nilai 0,05) menunjukkan bahwa ketiga larutan yang diuji tidak memperlihatkan perbedaan aktivitas antioksidan yang bermakna.

Hasil identifikasi kimia menunjukkan bahwa ekstrak Callyspongia sp. mengandung senyawa alkaloid Tabel 2. Identifikasi lanjutan menggunakan KLT silica gel GF254 dengan larutan pengembang campuran methanol NH4OH (200 : 3) memperlihatkan adanya bercak dengan Rf 0,33, yang pada pengamatan sinar UV memberikan warna kuning hijau. Bercak ini memberikan warna jingga dengan pereaksi Dragendorff, berarti bahwa bercak tersebut merupakan senyawa golongan alkaloid. Pada uji dengan pereaksi DPPH, bercak ini memberikan aktivitas peredaman radikal bebas, berarti senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan dalam ekstrak Callyspongia sp. adalah senyawa golongan alkaloid. Selain itu, Menurut Robinson (1995), senyawa tanin memiliki aktivitas antioksidan, menghambat pertumbuhan tumor, menghambat enzim reverse

transcriptase dan DNA topoisomerase. Selanjutnya menurut Harismah (2002), sifat antibakteri tanin diakibatkan oleh gugus pirogalol dan gugus galoil. Suragih (2002) menyatakan bahwa katekin, leukoantosianin dan asam galat merupakan senyawa tanin yang terdapat pada biji X. granatum yang berperan sebagai antibakteri (Dewi, 2008). Dengan adanya senyawa fitokimia seperti tannin maka akan diketahui bahwa tumbuhan akan memiliki zat antioksidan.

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai cara atau metode pengujian antioksidan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Antioksidan dapat menghambat kerja dari radikal bebas. 2. Ada dua cara dalam pengujian antioksidan, yaitu dengan menggunakan metode DPPH dan tiosinat. 3. Setelah pengujian antioksidan dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui metabolit sekunder apa yang terkandung dalam sample dengan KLT.

12

Daftra Pustaka

Anonim. 2012. Antioksidan. Diakses tanggal 8 desember 2013.http://antioxidant.glutera.com/article/read/21/manfaat-betakaroten-sipenangkal-radikal-bebas-glutathione-indonesia.html Herlambang, Erwin. 2013. Manfaat Alfa Karoten. Diakses tanggal 9 desember 2013. http://www.superlutein.biz/tag/manfaat-alfa-karoten/ Muslih, Wirdha. 2009. Eucheuma Cottonii. Diakses tanggal 8 Desember 2013.http://wirdha.blogspot.com/2009/02/eucheuma-cottonii_23.html wikipedia. 2013. radikal bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/Radikal_bebas. diakses pada hari senin 23 desember 2013 pukul 11.05 pm

13

TUGAS BIOTEKNOLOGI KELAUTAN

Disusun Oleh: Bani Kesuma Rindy Fatmala Aris Dwi Rahmanto Lim Kristianto Sitompul Fransiska Sonya Puspita Ismail Maqbul 230210110014 230210110016 230210110027 230210110074 230210110076 230210120053

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN 2013

You might also like