You are on page 1of 20

1. Histologi dari traktus respiratorius? 2. Apa macam-macam pertahanan tubuh untuk saluran pernafasan?

Non spesifik spesifik Silia sel T, Sel B Sel goblet : mucus Sel dust Imunologi dasar FKUI 3. Bagaimana mekanisme batuk? Mekanisme batuk terdiri dari empat fase, yakni fase iritasi, inspirasi, kompresi, dan ekspulsi. 1. Fase iritasi merupakan perangsangan reseptor oleh berbagai rangsangan. 2. Pada fase inspirasi, glotis secara releks terbuka akibat kontraksi otot. Inspirasi terjadi secara cepat dan dalam hingga udara dalam jumlah besar dihirup masuk ke paru. 3. Fase kompresi dimulai dengan menutupnya glottis, otot-otot interkostal dan abdominal berkontraksi hingga tekanan rongga dada menjadi tinggi sekali. 4. Pada fase terakhir, yakni ekspulsi, glottis membuka secara tiba-tiba sehingga terjadi pengeluaran udara dalam jumlah besar berkecepatan tinggi, disertai pengeluaran benda asing atau lendir dari saluran napas. Suara batuk merupakan akibat dari getaran pita suara dan lendir dalam saluran napas. Sumber : Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Harrison vol. II.

4. Apakah ada hubungannya perbedaan anatomis paru kanan dan kiri terhadap gangguan saluran pernapasan?

5. Mengapa penderita batuk berdahak kental dan tidak berkurang setelah minum obat?

Orang dewasa normal membentuk mukus sekitar 100 ml dalam saluran nafas setiap hari.mukus ini diangkut menuju faring dengan gerakan pembersihan normal silia yang melapisi saluran pernafasan. Kalau terbentuk mukus yang berlebihan, proses normal pembersihan mungkin tidak efektif lagi, sehingga akhirnya mukus tertimbun. Bila hal ini terjadi membran mukosa akan terangsang dan mukus dibatukkan keluar sebagai sputum. Pembentukan mukus yang berlebihan(Hipersekresiberdahak kental),mungkin disebabkan oleh gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi pada membran mukosa. Prince Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit buku 2. ed.6.2005
a. Di kasus, sakitnya karena infeksi. Seharusnya diberikan antibiotic, tapi hanya diberi obat simptomatik b. Pengobatan batuk ada 2 cara : Pengobatan Spesifik Yaitu untuk menyembuhkan penyakit yang mendasari, misal Antibiotik untuk infeksi paru, TBC,dll. Pengobatan Simptomatik Yaitu untuk menghilangkan gejala penyakit, misal dengan menekan batuknya, terbagi menjadi 3 : antitusive (menekan batuk), mukolitik (mengencerkan dahak), ekspetoran (mengeluarkan dahak dengan meningkatkan volume secret bronchial).

Dalam buku Obat Obat Penting oleh Apoteker Drs. Tan Hoan Tjay, ada beberapa hal yang mempengaruhi efek terapeutik, antara lain faktor variasi biologisdan patient compliance atau kesetiaan terapi pasien.Karena adanya variasi biologis maka obat bisa memberikan respons yang berbeda bagi individu yang berbeda, sehingga dalam dosis yang sama ada

pasien yang menunjukkan respons penyembuhan yang wajar, ada yang menunjukkan respons penyembuhan sangat baik, atau bahkan ada yang malah tidak memberikan responspenyembuhan sama sekali yang mungkin berarti dosisnya mesti ditingkatkan ataudiganti dengan obat dari golongan yang berbeda.Kesetiaan terapi pasien juga sangat berpengaruh, dan dalam hal ini lebih banyak lagifaktor-faktor kompleks yang terlibat. Sifat individual pasien sangat menentukan,apakah pasien bisa meminum obatnya tepat waktu, bagaimana tingkatpendidikannya dan kepekaannya terhadap nyeri, misal biasanya obat nyeri hanyadiminum jika diperlukan, namun jika pasien tidak tahan nyeri maka bisa jadi iameminumnya berulang kali, jika ia tidak cukup terdidik untuk memahami bahayaobat secara umum, bisa jadi timbul ketergantungan atau keracunan obat karenakonsumsi obat yang tidak sesuai dengan resep.Hubungan dokter pasien juga merupakan hal yang penting. Jika pasien tidak menaruh perhatian pada apa yang disampaikan pada dokternya, bisa jadi resephanya dianggap sebagai tanda jadi dan tinggal menunggu kesembuhan, padahalmungkin tujuan dan perjalanan terapi yang diharapkan bukanlah demikian.Demikian juga jika dokter tidak memberikan penjelasan yang cukup jelas bagipasien, misal bahwa antibiotik harus diminum sampai tuntas, bisa jadi pasien akanmenghentikan obat saat badannya mulai terasa enakan, padahal bisa jadi infeksi belum tuntas, dan potensial menimbulkan kekebalan/resistensi bakteri terhadapantibiotik yang diresepkan sehingga penyembuhan saat kekambuhan ulang akanmenjadi sesuatu yang jauh lebih sulit.Jenis penyakit juga bisa mempengaruhi ketaatan pasien. Penyakit berat yangdirasakan pasien cenderung memberikan ketaatan yang tinggi, jika nyeri dirasakanterus menerus, maka keinginan pasien untuk sembuh juga semakin menambahketaatan berobat. Namun penyakit yang perlu obat jangka panjang namun tidak begitu dirasakan dampaknya, seperti diabetes dan hipertensi akan membuat pasien berpikir tidak apalah sekali dua kali tidak taat pada nasihat dokter, atau mengabaikan rencana terapi, padahal efek penyakit seperti ini hampir tidak dapatdiperbaiki jika sudah bermanifestasi sebagai gangguan kesehatan yang nyata.Jumlah dan jenis obat serta lamanya waktu terapi juga berpengaruh. Bayangkanseorang penderita TB mesti menjalani terapi dengan pelbagai jenis obat selamasetidaknya 6 bulan, yang sering kali menimbulkan perasaan tidak nyaman &terbelenggu dengan terapi seperti ini, apalagi mesti didampingi oleh pengawasminum obat. Pasien akan cenderung merasa jenuh, dan kepatuhan terhadap terapiakan menurun. Jadi kepatuhan pasien terhadap pengobatan sangatlah penting. Hal ini mungkintampak sederhana, namun dalam penerapannya sering kali tidak sesederhana itu. Karena tidak efektifnya obat batuk yang digunakan dan tidak sesuai dengan gejala dari penderita, serta dalam pengobatan batuk tidak hanya butuh untuk obat batuk saja tetapi juga harus dihilangkan untuk kuman-kuman penyebab batuknya sepeti diberikan antibiotic.

Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa pada pengobatan Batuk berdahak, tubuh akan dirangsang untuk terjadinya batuk karena berfungsi untuk mengeluarkan dahaknya. Sedangkan pada kasus batuk kering tubuh justru ditekan saraf pemicu batuknya untuk menghindari batuk. Sehingga bila dikombinasikan, efeknya justru akan saling berlawanan. Jika diamati, hampir sebagian besar formula obat batuk yang beredar di Indonesia mengandung komposisi antitusif dan ekspektoran, terutama dekstrometorfan dan gliseril guaikolat. Hingga saat ini, kombinasi tersebut masih mengundang kontroversi para ahli. Antitusif bersifat meredakan batuk yang diindikasikan untuk batuk kering, sedangkan ekspektoran bersifat mempermudah pengeluaran dahak yang diindikasikan untuk batuk basah. Jika mengacu pada kriteria FDA, maka kombinasi tersebut TIDAK RASIONAL karena kedua obat tersebut efeknya berlawanan. Ada kemungkinan efek kedua obat tersebut saling meniadakan sehingga tujuan pengobatan tidak tercapai. Sumber : Anonymous. Terapi obat: bromhexin (mucosolvan). Cermin DuniaKedokteran 1981 6. Apa hubungan nyeri otot, demam, malaise dengan gejala batuk? Demam Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL1(interleukin 1), TNF (Tumor Necrosis Factor ), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9 C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37 C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002).

7. Mengapa bisa didapatkan ronkhi basah pada auskultasi dan hilang setelah batuk? Ronki basah : berupa cairan, bunyi seperti botol berisi air yang ditiup dengan sedotan, nada rendah, dan kontinyu Ronki kering : lebih kering dari ronki basah, setelah dibatukkan mukus akan hilang, diskontinyu, saluran dapat kollaps, biasanya pada distal dan alveoli.

Ronki kering, merupakan bunyi yang terputus, terjadi oleh getaran dalam lumen saluran nafas akibat penyempitan. Kelainan ini terjadi pada mukosa atau adanya sekret yang kental dan lengket terdengar lebih jelas pada ekspirasi walaupun pada inspirasi sering terdengar juga. Suara ini dapat terdengar disemua bagian bronkus, makin kecil diameter lumen, makin tinggi dan makin keras nadanya. Wheezing merupakan ronki kering yang tinggi nadanya dan panjang yang biasa terdengar pad serangan asma. Ronki basah, sering disebut juga suara crackles atau rales. Ronki basah merupakan suara berisik dan terputus akibat aliran udara yang melewati cairan. Ronki basah halus biasanya terdapat pada bronkiale, sedangkan yang lebih halus lagi berasal dari alveolus yang sering disebut krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi. Sifat ronki badah ini dapat nyaring (infiltrat) atau tidak nyaring (pada edema paru). Krekel dapat dihilangkan dengan batuk, tapi mungkin juga tidak. Krenkels mencerminkan inflamasi atau kongesti yang mendasarinya dan sering timbul pada kondisi seperti pneumonia, bronkitis, gagal jantung kongesti, bronkiektasis, dan fibrosis pulmonal serta khas pada pneumonia dan intersisial atau fibrosis. Timing (waktu) ronki ini sangat penting. Ronki inspirasi awal menunjukkan kemungkinan penyakit pada jalan napas kecil, dan khas untuk hambatan jalan napas kronik. Ronki lainnya terdengar pada inspirasi awal dan bersifat kasar sedang. Ronki berbeda dengan yang terdengar pada gagal jantung ventrikel kiri yang terjadi di akhir siklus pernapasan. Ronki pada inspirasi akhir atau paninspirasi menunjukkan kemungkinanpenyakit yang mengenai alveoli dan dapa bersifat halus, sedang atau kasar. Ronki halus dideskripsikan sebagai bunyi rambut yang digosokgosok dengan jari-jari tangan. Bunyi ini secara khas disebabkan oleh fibrosis paru. Ronki sedang biasanya akibat gagal ventrikel kiri, bila ada cairan alveoli merusak fungsi dari surfaktan yang disekresi dalam keadaan normal. Ronki kasar khas untuk pengumpulan sekret yang tertahan dan memiliki kualitas seperti mendeguk yang tidak mengenakan. Bunyi ini cenderung berubah dengan batuk yang juga memiliki kualitas yang sama. Bronkiektasis paling sering menyebabkan terjadinya ronki, tetapi setiap penyakit yang menimbulkan retensi sekret dapat menyebabkan gangguan ini. Ronki mungkin disebabkan oleh hilangnya stabilitas jalan napas perifer yang kolaps pada saat ekspirasi. Tekanan inspirasi yang tinggi menyebabkan pembukaan yang cepat dari alveoli dan bronkus kecil atau bronkus sedang yang mengandung sekret pada bagian-bagian paru yang berdeflasi sampai volume residu.

Pengantar Ilmu Kesehatan Anak, Oleh A.Aziz Alimul

8. Mengapa pada pemeriksaan rongen dihasilkan hipervaskularisasi? 9. Apa DD dari skenario? BRONCHITIS a. Definisi

Peradangan pada bronkus dan cabang2nya terutama cabang yg besar,sifat radang terlokalisasi,dapat sembuh sempurna dan tak meninggalkan sisa. Sumber: Dr. Pasiyan Rachmatullah.1993.ilmu penyakit paru (pulmonologi). Bagian IPD FK Undip

Merupakan salah satu Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yang sering terjadi pada perokok dan penduduk yang sering terpajan oleh asap, yaitu sebagai batuk produktif persisten selama paling sedikit 3 bulan berturut-turut pada paling sedikit 2 tahun berturut-turut. ( patologi anatomi robbin kumar )

b. Etiologi Kelainan congenital

Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor genetic atau factor pertumbuhan dan factor perkembangan fetus memegang peran penting. Bronchitis yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut : Bronchitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru. Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainya, misalnya : mucoviscidosis ( cystic pulmonary fibrosis ), sindrom kartagener ( bronkiektasis konginetal,sinusitis paranasal dan situs inversus ), bronkiektasis pada anak kembar satu telur ( anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis ), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis konginetal.

Kelainan didapat Kelaianan didapat merupakan akibat proses berikut : Infeksi Bronchitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru dan sebagainya. Obstruksi bronkus Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab : korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar terhadap bronkus Sumber http://fkuii.org/tikidownload_wiki_attachment.php?attId=1294&page=Titin%20S rimulyani c. Klasifikasi Klasifikasi Bronchitis kronis sederhana, batuk produktif meningkatkan sputum mukoid tetapi jalan nafas tidak terhambat. Bronchitis mukopurulen kronis, jika sputum mengandung pus, mungkin karena infenksi sekunder. Bronchitis asmatik kronis, memperlihatkan hiperresponsive jalan nafas dan episode asma intermitten.

Bronchitis obstruktif kronis, mengalami obstruksi aliran keluar udara yg kronis berdasarkan uji fungsi paru. ( patologi anatomi robbin kumar ) Bronchitis akut: batuk selama < 3 minggu, biasanya proses radang akut sifatnya terbatas (terlokalisasi), dan dapat sembub sempurna. Bronchitis kronis: batuk-batuk kronis (produktif) (minimal berlangsung 3 bln dalam setahun dan sekurang-kurangnya sudah diderita selama 2 tahun berturut-turut), berulang-ulang (kambuh berhari-hari) Ilmu Penyakit Paru, dr.Pasiyan Rachmatullah o Bronkitis kronik simplek suatu keadaan yang ditandai dengan pembentukan sputum mukoid o Bronkitis mukopurulen kronik suatu keadaan yang ditandai oleh sputum purulen yang persisten maupun yang berulang paad keadaan tidak ditemukannya penyakit supuratif setempat seperti bronkiektasis. Sedangkan bronkitis kronik dengan obstruksi, memerlukan klasifikasi yang terpisah, antara lain : asma infektif kronik/bronkitis asma kronik pasien dengan bronkitis kronik dan obstruksi yang mengalami dispnea berat dan mengi, berkaitan dengan iritan yang terhirup. Riwayat batuk yang lama dan pembentukan sputum dengan awitan selanjutnya yaitu mengi obstruksi jalan napas kronik riwayat mengi yang lama dan awitan selanjutnya yaitu batuk produktif kronik. (Harrison,Prinsip-Pronsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol. 3. Ed 13. EGC)

Virus. Mis: virus influenza, virus morbili, virus variola dsb. Infeksi bacterial. Mis: stafilokokus, streptokokus, pneumokokus, haemophylus influenza. Infeksi jamur. Iritasi bahan kimia dan gas. Mis:gas-gas beracun, SO2,NO2,klor Asap. Mis: asap rokok, asap pabrik, pencemaran udara Alergi. Dapat timbul atas dasar proses alergi disebut bronchitis alergica.

Sumber: Dr. Pasiyan Rachmatullah.1993.ilmu penyakit paru (pulmonologi). Bagian IPD FK Undip. d. Patofisiologis Penyakit bronkus ini menyerang jalan nafas besar ( seperti trakea dan bronkus ) Rokok, polutan udara ( seperti sulfur dioksida dan nitrogen dioksida ) hipersekresi kelenjar mukosa bronkus menyebabkan pembentukan metaplastik sel goblet penghasil musin di epitel permukaan bronkus. Selain itu, radikal bebas tersebut juga dapat menyebabkan peradangan. ( patologi anatomi robbin kumar )

merokok polusi udara pekerjaan infeksi factor familial dan genetika

Gangguan pembersihan paru

Radang bronchial dan bronkioulus

Hipersekresi kelenjar mucus dan hiperplasia sel goblet

Obstruksi jalan nafas akibat radang

Hipoventilasi alveoli

Bronkiolitis kronik

e. Manifestasi klinis Batuk dan pembentukan sputum dapat berlangsung terus menerus tanpa disfungsi ventilasi Karena ada obstruksi jalan nafas jadi menyebabkan, hiperkapnia, hipoksemia, dan sianosis. Seiring dengan perkembangannya, penyakit ini bisa menyebabkan hipertensi pulmonal ( karena hilangnya sebagian besar dinding alveoli akan mengurangi jumlah kapiler paru yang dapat dilalui darah tahanan vascular paru meningkat) dan gagal jantung.

Obstruksi saluran nafas juga bisa menyebabkan kesulitan ekspirasi jadi sehingga udara terperangkap dalam alveoli dan alveoli meregang. ( fisiologi kedokteran guyton dan patologi anatomi robbin kumar )

f. Diagnosis Anamnesis : dicari untuk mengetahui etiologi dari penyakit yang didapat dari pasien, seperti rokok dan terpajan polutan. Pemeriksaan fisik : Inspeksi simetris statis dinamis ( saat pergerakan ka & ki sama ) Palpasi SF melemah ( SF dilakukan untuk mengetahui hantaran suara ) Perkusi suara hipersonor Auskultasi suara dasar vesikuler ( inspirasi lbh pjg dari ekspirasi ), disebut normal / bronchial ( sama dgn ket. Diatas namun ada jeda sejenak dlm bernafas ). ( medicastore ) g. Penatalaksananaan a) Pengobatan keadaan umum penderita Tirah baring (bed rest): terutama pada penderita yg penyakitnya berat Menghentikan rokok, adanya pengaruh rokok member iritasi bronkus,akibatnya produksi secret bronkus akan bertambah Masukan cairan tubuh harus cukup: untuk mencegah dehidrasi &mengencerkan dahak yang lengket Hindari minum air es selama sakit Perbaikan udara ruangan penderita. Udara ruangan penderita dibuat panas dan lembab,biasanya menggunkan steam inhalation. b) Pengobatan antobiotika Contohnya: o Prokain penisilin G: 600.000unit,suntikan intramuscular, sehari 2 kali suntikan o Ampisilin: 4X 250-500mg peroral/hari o Tetrasiklin: 4X 250-500mg peroral/hari c) Pengobatan simtomatik Bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi gejala yang ada

Apabila ada alergi:diberikan antihistamin Apabila ada bronkospasme:diberikan bronkodilator Apabila ada batuk produktif:diberikan ekspektoransia Apabila ada batuk non produktif & hebat:diberikan antitusif Apabila ada demam:diberikan antipiretik Apabila penderita sukar tidur(malam hari):diberikan obat sedative.(hrs hati2 pemberian obat ini terutama pd pndrt bronchitis akut dgn dsr kelainan paru kronik. Untuk membantu memulihkan kondisi badan/perbaikan keadaan umum:diberikan vitamin (roborantia). Sumber: Dr. Pasiyan Rachmatullah.1993.ilmu penyakit paru (pulmonologi). Bagian IPD FK Undip 10. Apa etiologi dari skenario? Etiologi Virus. Mis: virus influenza, virus morbili, virus variola dsb. Infeksi bacterial. Mis: stafilokokus, streptokokus, pneumokokus, haemophylus influenza. Infeksi jamur. Iritasi bahan kimia dan gas. Mis:gas-gas beracun, SO2,NO2,klor Asap. Mis: asap rokok, asap pabrik, pencemaran udara Alergi. Dapat timbul atas dasar proses alergi disebut bronchitis alergica. Sumber: Dr. Pasiyan Rachmatullah.1993.ilmu penyakit paru (pulmonologi). Bagian IPD FK Undip. 11. Apa faktor resiko dari skenario? 12. Bagaimana patofisiologi dari penyakit di skenario?

13. Bagaimana PF dan Px penunjang dan interpretasi? a. Pemeriksaan rutin 1. Faal paru Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP - Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % - VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

Uji bronkodilator - Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml - Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil 2. Darah rutin Hb, Ht, leukosit 3. Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain Pada emfisema terlihat gambaran : - Hiperinflasi - Hiperlusen - Ruang retrosternal melebar - Diafragma mendatar - Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance) Pada bronkitis kronik : Normal Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin) 1. Faal paru - Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat - DLCO menurun pada emfisema - Raw meningkat pada bronkitis kronik - Sgaw meningkat - Variabiliti Harian APE kurang dari 20 % 2. Uji latih kardiopulmoner - Sepeda statis (ergocycle)

- Jentera (treadmill) - Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal 3. Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan 4. Uji coba kortikosteroid Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid 5. Analisis gas darah Terutama untuk menilai : - Gagal napas kronik stabil - Gagal napas akut pada gagal napas kronik 6. Radiologi - CT - Scan resolusi tinggi - Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos - Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru 7. Elektrokardiografi Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. 8. Ekokardiografi Menilai funfsi jantung kanan 9. bakteriologi Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk

mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia. 10. Kadar alfa-1 antitripsin Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia

Perhimpunan dokter paru indonesia : pedoman diagnosis dan penatalaksanaan PPOK

14. Bagaimana penatalaksanaannya? Penatalaksanaan batuk yang paling baik yang paling baik adalahpemberian obat spesifik terhadap etiologinya. Tiga bentuk penatalaksanaan batuk adalah : 1. Tanpa pemberian obat Batuk yang tanpa gejala akut dapat sembuh sendiri dan biasanya tidak perlu obat. Untuk mengurangi batuk biasanya dengan cara: Sering minum air putih, untuk membantu mengencerkan dahak,mengurangi iritasi atau rasa gatal. Hindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsangtenggorokan, dan udara malam yang dingin Menghirup uap air panas, uap mentol Permen obat batuk atau permen pedas dapat menolong pada batuk yangkering dan menggelitik (Tjay, HT. Rahardja, K. 2003) 2. Pengobatan spesifik Pengobatan ini diberikan terhadap penyebab timbulnya batuk. Apabila penyebab batuk diketahui maka pengobatan harus ditujukan terhadap penyebab tersebut. Dengan evaluasi diagnosis yang terpadu, pada hampir semua penderita dapat diketahui penyebab batuk kroniknya.Pengobatan spesifik batuk tergantung dari etiologi atau mekanismenya. (Yunus, F. 2007)2. Pengobatan simtomatik Diberikan baik kepada penderita yang tidak dapat ditentukan penyebab batuknya maupun kepada penderita yang batuknya merupakan gangguan,tidak berfungsi baik dan potensial dapat menimbulkan komplikasi.(Yunus, F. 2007)

Obat batuk biasa disebut dengan antitusif. Obat batuk tersebut berdasarkan sasarannya terbagi menjadi 2 yaitu: o Obat batuk sentral Obat batuk sentral bertujuan untuk menekan rangsangan batuk di pusat batuk (medulla). Terbagi menjadi zat adiktif (kodein) dan non adiktif (noskapin, dektrometorfan, prometazin) o Obat batuk perifer Obat batuk ini bekerja di luar dari system saraf pusat. Perifer terbagi dalam beberapa kelompok yaitu ekspetoransia (ammonium klorida,guaiokol, ipeca dan minyak terbang), mukolitika (asetilkarbositein,mesna, bromheksin, dan ambroksol), dan zat-zat pereda (oksolamin danhiperpidin).(Tjay, HT. Rahardja, K. 2003) Obat batuk biasanya mengandung zat antihistamin, yang bekerja seba gaianti alergi. Zat-zat antihistamin inilah yang menyebabkan timbulnya efek k a n t u k . Obat batuk tanpa efek kantuk biasanya tidak mengandung z a t antihistamin sama sekali, atau menggunakan zat antihistamin golongan baruyang tidak memiliki efek mengantuk. Antihistamin dengan efek sampingkantuk yang biasa terdapat dalam formula obat batuk adalah Chlorfeniraminemaleat atau CTM dan difenhidramin.(Yunus, F. 2007) Jenis obat batuk berdasarkan jenis batukn ya dapat dibagi dalam duagolongan obat : 1. EkspetoranObat batuk ini ditujukan untuk jenis batuk berdahak, karena dapat mempertinggi sekresi saluran pernapasan atau mencairkan dahak. Kandungan obat batuk yang mungkin ada dalam jenis expectorantia iniadalah zat yang bersifat mencairkan dahak sehingga mudah dikeluarkan,misalnya guaiafenesin atau gliserin guaiacolat (GG), ammonium klorida ( N H 4 C l ) , d a n k a l i u m y o d i d a ( K I ) . O b a t b a t u k j e n i s i n i s e r i n g k a l i dicampur dengan ramuan tumbuh-tumbuhan seperti jahe dan mintsehingga memberikan rasa hangat pada tenggorokan. 2. Non-ekspektoranObat batuk ini ditujukan untuk jenis batuk kering. Ada dua golongan zataktif yang biasa digunakan, yaitu : o Golongan Alkaloid Morfin, seperti kodein, dionin, dan lain-lain. Obatini bersifat narkotis dan menimbulkan ketagihan, karenanya hanyadapat dibeli dengan resep dokter. o Golongan Non-Morfin, di mana jenis zat aktif ini tidak menimbulkanketagihan seperti dextromethorphan (DMP). Untuk batuk yang yangdisebabkan oleh infeksi/peradangan, diperlukan obat-obat antibiotik yang harus melalui pemeriksaan yang seksama oleh dokter.(Waisya, R. 2008)

http://www.scribd.com/doc/44638821/BATUK-IV Karena tidak efektifnya obat batuk yang digunakan dan tidak sesuai dengan gejala dari penderita, serta dalam pengobatan batuk tidak hanya butuh untuk obat batuk saja tetapi juga harus dihilangkan untuk kuman-kuman penyebab batuknya sepeti diberikan antibiotic. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa pada pengobatan Batuk berdahak, tubuh akan dirangsang untuk terjadinya batuk karena berfungsi untuk mengeluarkan dahaknya. Sedangkan pada kasus batuk kering tubuh justru ditekan saraf pemicu batuknya untuk menghindari batuk. Sehingga bila dikombinasikan, efeknya justru akan saling berlawanan. Jika diamati, hampir sebagian besar formula obat batuk yang beredar di Indonesia mengandung komposisi antitusif dan ekspektoran, terutama dekstrometorfan dan gliseril guaikolat. Hingga saat ini, kombinasi tersebut masih mengundang kontroversi para ahli. Antitusif bersifat meredakan batuk yang diindikasikan untuk batuk kering, sedangkan ekspektoran bersifat mempermudah pengeluaran dahak yang diindikasikan untuk batuk basah. Jika mengacu pada kriteria FDA, maka kombinasi tersebut TIDAK RASIONAL karena kedua obat tersebut efeknya berlawanan. Ada kemungkinan efek kedua obat tersebut saling meniadakan sehingga tujuan pengobatan tidak tercapai. Sumber : Anonymous. Terapi obat: bromhexin (mucosolvan).

Cermin DuniaKedokteran 1981 ekspectoran ekspectoran digunakan untuk merangsang produksi lendir dari saluran respiratorik dan menjadikan sekret mudak dibatukkan. bekerja melalui stimulasi pada nervus vagus. ekspektoran yang sering digunakan yaitu guanafenesin. ekspektoran lain yang biasa digunakan seperti amonium klorida, kalsium iodida, gliserol iodinasi, ipekak, kalium guaikolsufonat, kalium yodida dan natrium sitrat berum berbukti efektif. efek samping yang sering terjadi berupa iritasi pada mukosa lambung, nausea, vomiting, erupsi kulit, angioedema. apabila dosisnya ditingkatan, maka ekspektoran dapat mengakibatkan mual dan muntah. sebaliknya obat perangsang muntah sperti sirup ipecac, apabila diberikan dalam dosis rendah dapat berfungisi sebagia ekspektoran.

mukolitik

mukolitik adalah obat yang bekerja dengan cara memecah rantai panjang komponen organik pembentuk mukus menjadi molekul yang lebih kecil, sehingga viskositasnya lebih encer dan mudah dikeluarkan. dahulu dikenal sejumlah senyawa kimia yang dilaporkan memiliki efek mukolitik seperti gliserol, propilen glikol, ensim proteolitik tripsin dan kemotripsin yang dalam perkembangannya ternyata tidak bermanfaat. yang termasuk mukolitik antara lain adalah bromheksin, N-asetilsistein, Skarboksimetilsistein, ambroksol. beberapa preparat herbal juga digunakan sebagai mukolitik untuk penyakit saluran respiratorik seperti: hedera helix (Ivy leaf extract), ramuan rumex acetosa, verbena officinalis, primula veris, sambucus nigra, dan gentiana lutea dan beberapa ramuan lain.

antitusif antitusif bersifat menekan/ meredakan batuk. antitusif terdiri dari golongan narkotik (kodein, dihirokodein, hidrokodon, hidromorfon) dan golongan non-narkotik (karbetapentan, karamifen, dekstrometorfan). berdasarkan mekanisme kerjanya dikenal antitusif yang beraktifitas di perifer, di luar sistem saraf pusat, menghambat batuk dengan menekan saraf sensoris yang menimbulkan batuk dan antitisif sentral, menekan respons refleks batuk. antitusif perifer antara lain opioid dan opioid-likedrugs, anestesi lokal, antagonis takikinin, disodium kromoglikat. penggunaan antitusif pada batuk tergantung pada etiologi batuk dan derajat beratnya penyakit yang menyebabkan batuk serta usia dari anak. penggunaan antitusif pada batuk kronik yang spesifik memiliki efektifitas yang tinggi apabila penyebab batuk tidak diketahui (idiopatik), batuk yang sangat berat sehingga memerlukan penekanan langsung pada pusat batuk seperti pada pertusis. antitusif juga dapat digunakan pada batuk kronik yang penyebabnya telah diketahui namun dengan terapi tidak membaik seperti batuk pada kanker paru dan fibrosis paru. Sumber : Anonymous. Terapi obat: bromhexin (mucosolvan). Cermin DuniaKedokteran 1981; 24:35-6.

15. Apa komplikasi dari penyakit tersebut?

Batuk

You might also like