You are on page 1of 13

BAB I Tinjauan Pustaka

1.1 Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) disebut juga Common Cold atau Nasofaringitis Akut. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit yang melibatkan organ saluran pernafasan, hidung, sinus, faring atau laring. ISPA merupakan keadaan infeksi anak yang paling lazim, tetapi kemaknaannya terutama tergantung pada frekuensi relatif dari komplikasi yang terjadi. Pada anak-anak sindrom ini lebih luas daripada orang dewasa, sering melibatkan sinus paranasal dan telinga tengah serta nasofaring.

1.2 Etiologi Penyakit disebabkan oleh lebih dari 200 agen virus yang berbeda secara serologis. 75% penyakit ini disebabkan oleh virus. Agen utamanya adalah rhinovirus, yang menyebabkan lebih dari sepertiga dari semua kasus cold; koronavirus menyebabkan sekitar 10%. Masa infektivitas berakhir dari beberapa jam sebelum munculnya gejala sampai 1-2 hari sesudah penyakit nampak. Streptokokus grup A adalah bakteri utama yang menyebabkan nasofaringitis akut. Corynebacterium diphteriae, Mycoplasma pneumonia, Neisseria meningitides, dan N. gonorrhea juga merupakan agen infeksi primer. Hemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, Moraxell catarrhalis, dan Staphylococcus aureus dapat menimbulkan infeksi sekunder pada jaringan saluran pernapasan atas dan menyebabkan komplikasi pada sinus, telinga, mastoid, limfonodus dan paru-paru. Infeksi M. pneumonia dapat berlokalisasi pada nasofaring dan pada kasus ini sukar dibedakan dengan nasofaringitis virus.

1.3 Faktor Predisposisi Kelelahan, gizi buruk, anemia dan kedinginan. Walaupun umur bukan faktor yang menentukan daya rentan, namun infeksi sekunder purulen lebih banyak dijumpai pada anak kecil. Penyakit ini sering diderita pada waktu pergantian musim.
1

1.4 Epidemiologi Kerentanan terhadap agen yang menyebabkan nasofaringitis akut adalah universal, tetapi karena alasan yang kurang dimengerti kerentanan ini bervariasi pada orang yang sama dari waktu ke waktu. Walaupun infeksi terjadi sepanjang tahun, di Belahan Bumi Utara ada puncak kejadian pada bulan September kira-kira pada saat sekolah dimulai, pada akhir Januari, dan mendekati akhir bulan April. Anak menderita rata-rata lima sampai delapan infeksi setahun, dan angka tertinggi terjadi selama umur 2 tahun pertama. Frekuensi nasofaringitis akut berbanding langsung dengan angka pemajanan, dan pada sekolah taman kanak-kanak serta pusat perawatan harian mungkin merupakan epidemik yang sebenarnya. Kerentanan dapat bertambah karena nutrisi jelek; komplikasi purulen bertambah pada malnutrisi.

1.5 Patologi Perubahan pertama adalah edema dan vasodilatasi pembuluh darah pada submukosa. Infiltrate sel mononuclear menyertai, yang dalam 1-2 hari menjadi polimorfonuklear. Perubahan struktural dan fungsional silia mengakibatkan pembersihan mukus terganggu. Pada infeksi sedang sampai berat, epitel superficial mengelupas. Regenerasi sel epitel baru terjadi setelah lewat stadium akut. Ada produksi mukus yang banyak sekali, mula-mula encer, kemudian mengental dan biasanya purulen. Dapat juga ada keterlibatan anatomis saluran pernafasan atas, termasuk oklusi dan kelainan rongga sinus.

1.6 Manifestasi Klinis Cold lebih berat pada anak kecil daripada anak yang lebih tua dan dewasa. Pada umumnya anak yang berumur 3 bulan sampai 3 tahun menderita demam pada awal perjalanan infeksi, kadang-kadang beberapa jam sebelum tanda-tanda yang berlokalisasi muncul. Bayi yang lebih muda biasanya tidak demam, dan anak yang lebih tua dapat menderita demam ringan. Komplikasi purulen terjadi lebih sering dan lebih parah pada umur umur yang lebih muda. Sinusitis persisten dapat terjadi pada semua umur.

Manifestasi awal pada bayi yang umurnya lebih dari 3 bulan adalah demam yang timbul mendadak, iritabilitas, gelisah dan bersin. Ingus hidung mulai keluar dalam beberapa jam, segera menyebabkan obstruksi hidung, yang dapat mengganggu pada saat menyusu; pada bayi kecil yang mempunyai ketergantungan lebih besar pada pernafasan hidung, tanda-tanda kegawatan pernafasan sedang dapat terjadi. Selama 2-3 hari pertama membrane timpani biasanya mengalami kongesti dan cairan dapat ditemukan di belakang membrane tersebut, yang selanjutnya dapat terjadi otitis media purulenta atau tidak. Sebagian kecil bayi mungkin muntah, dan beberapa penderita menderita diare. Fase demam berakhir dari beberapa jam sampai 3 hari; demam dapat berulang dengan komplikasi purulen. Pada anak yang lebih tua, gejala awalnya adalah kekeringan dan iritasi dalam hidung dan tidak jarang, di dalam faring. Gejala ini dalam beberapa jam disertai dengan bersin, rasa menggigil, nyeri otot, ingus hidung yang encer dan kadang-kadang batuk. Nyeri kepala, lesu, anoreksia, dan demam ringan, mungkin ada. Dalam 1 hari sekresi biasanya menjadi lebih kental dan akhirnya menjadi purulen. Cairan ini mengiritasi, terutama selama fase purulen. Obstruksi hidung menyebabkan pernafasan mulut, dan hal ini, melalui pengeringan membrane mukosa tenggorokan, menambah rasa nyeri. Pada kebanyakan kasus, fase akut berakhir selama 2-4 hari.

1.7 Diagnosis Banding Manifestasi awal campak dan pertusis dan pada sebagian kecil, poliomyelitis, hepatitis serta parotitis adalah nasofaringitis. Ingus hidung yang terus menurus, terutama jika berdarah, member kesan benda asing atau difteria, dan pada bayi, atresia khoana atau sifilis congenital. Rhinitis alergika berbeda dari rhinitis infeksiosa dalam hal, bahwa rhinitis ini tidak disertai demam; ingus hidungnya biasanya tidak menjadi purulen dan rhinitis ini biasanya bersama dengan bersin terus menerus dan mata serta hidung gatal. Membran mukosa pada rhinitis alergika biasanya pucat dan bukan meradang, dan pulasan hidung seringkali mengandung banyak eosinofil bukannya leukosit polimorfonuklear seperti pada infeksi. Pada rhinitis alergika, antihistamin dapat menghasilkan pelenyapan tanda-tanda dan gejala dengan cepat dan relative

sempurna; pada rhinitis infeksiosa, antihistamin ini memberikan sedikit manfaat yang tetap dan dapat mengentalkan sekresi sehingga membuatnya lebih sukar untuk dibersihkan.

1.8 Komplikasi Komplikasi merupakan akibat dari invasi bakteri sinus paranasal dan bagian-bagian lain saluran pernafasan. Limfonodi servikalis dapat juga menjadi terlibat dan kadang-kadang bernanah. Mastoiditis, selulitis peritonsiler, sinusitis, atau selulitis periorbital dapat terjadi. Komplikasi yang paling sering adalah otitis media, yang ditemukan pada bayi-bayi kecil sampai sebanyak 25 persennya. Walaupun komplikasi ini dapat terjadi pada awal perjalanan cold, ia biasanya muncul sesudah fase akut nasofaringitis. Dengan demikian otitis media harus dicurigai jika demam berulang. Kebanyakan, infeksi virus saluran pernafasan atas juga melibatkan saluran pernafasan bawah; dan pada banyak kasus, fungsi paru menurun walaupun gejala saluran pernafasan bawah tidak mencolok atau tidak ada. Sebaliknya, laringotrakeobronkitis, bronkiolitis, atau pneumonia dapat berkembang selama perjalanan nasofaringitis akut. Nasofaringitis virus juga sering merupakan pemicu gejala asma pada anak dengan saluran pernafasan reaktif.

1.9 Pencegahan Vaksin yang efektif belum ada. Gammaglobulin atau vitamin C tidak mengurangi frekuensi atau keparahan infeksi, dan penggunaannya tidak dianjurkan. Karena common cold terdapat dimana-mana, maka tidak mungkin mengisolasi anak dari keadaan ini. Namun, karena komplikasi pada bayi yang amat muda dapat relative serius, maka harus dilakukan beberapa upaya untuk melindungi bayi dari kontak dengan orang-orang yang berpotensi terinfeksi. Penyebaran infeksi adalah dengan aerosol (batuk,bersin) atau kontak langsung dengan bahan yang terinfeksi (tangan).

1.10

Pengobatan

Tidak ada terapi spesifik hanya simtomatik, yaitu diberikan ekspektoran untuk mengatasi batuk; sedativum untuk menenangkan dan antipiretikum untuk menurunkan panas. Obstruksi hidung pada bayi sangat sukar diobati. Pengisapan lender dari hidung dengan berbagai alat tidak efektif dan biasanya berbahaya. Cara terbaik penyaluran sekret ialah dengan mengusahakan posisi bayi dalam prone position. Bila ada infeksi sekunder hendaknya diberikan antibiotika. Tirah baring biasanya dianjurkan, tetapi tidak terdapat bukti bahwa cara ini memperpendek perjalanan penyakit atau mempengaruhi hasilnya. Asetaminofen atau ibuprofen biasanya membantu dalam mengurangi iritabilitas, nyeri dan malaise selama hari pertama dan hari kedua infeksi, tetapi penggunaan yang berlebih-lebihan harus dihindari. Aspirin yang diberikan pada anak yang terinfeksi virus influenza meningkatkan risiko terjadinya sindrom Reye dan tidak dianjurkan untuk anak-anak yang mempunyai gejala saluran pernapasan. Sebagian besar kegawatan adalah karena obstruksi hidung dan harus dilakukan upaya untuk melegakannya jika keadaan tersebut mengganggu pada saat tidur atau pada saat minum atau makan. Pemasukan obat-obatsn melalui hidung mungkin merupakan metode efektif untuk melegakan obstruksi hidung. Pada bayi, pemasukan salin steril dapat membantu pengeluaran fisik mucus yang berlebihan. Fenilefrin (0,125-0,25%) digunakan secara luas di Amerika Serikat. Tetes hidung kuat yang bekerja lebih lama, walaupun berguna pada orang dewasa, cenderung mengiritasi dan kadang-kadang hipereksitatif atau sedative pada bayi. Tetes hidung pada larutan berminyak harus dihindari karena tetes ini dengan mudah teraspirasi. Penambahan antibiotic, kortikosteroid, atau antihistamin pada tetes hidung menaikkan harganya tetapi tidak menambah apa-apa pada efektivitasnya. Tetes hidung paling baik diberikan 15-20 menit sebelum makan dan pada waktu sebelum tidur. Sementara anak pada posisi telentang dengan leher ekstensi, 1-2 tetes dimasukkan pada setiap lubang hidung. Karena cara ini sering menimbulkan pengerutan membrane mukosa anterior saja, 1-2 tetes dapat dimasukkan 5-10 menit kemudian. Pemasukan dekongestan hidung dengan aplikator berujung kapas tidak dianjurkan.

Dekongestan yang diberikan secara oral juga digunakan secara luas untuk mengerutkan mukosa hidung yang menebal dan untuk melegakan obstruksi. Pseudoefedrin mengurangi tahanan hidung pada anak yang lebih tua dan orang dewasa yang menderita infeksi saluran pernapasan atas; penelitian pada bayi dan anak kecil belum dilaporkan. Kebanyakan anak dengan nasofaringitis akut mengalami penurunan nafsu makan, tetapi tindakan memaksa untuk makan hidangan tidak ada gunanya. Cairan yang diinginkan anak harus diberikan dengan interval yang sering. Konstipasi sementara lazim dijumpai tetapi tidak tidak memerlukan pengobatan karena tanda ini hilang dengan cepat bila anak kembali makan secara normal.

BAB II STATUS PASIEN 1. Identitas Pasien a. Nama b. Kelamin c. Umur : Nn. S : Perempuan : 16 tahun

d. Pekerjaan / pendidikan : pelajar SMA e. Alamat : Timbalun

2. Latar belakang sosial ekonomi-demografi-lingkungan keluarga a. Status perkawinan : belum menikah b. Jumlah Bersaudara : anak pertama dari 2 bersaudara c. Jumlah anak : d. Status ekonomi keluarga : Berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah dengan penghasilan orangtua perbulan Rp. 1.500.000 dari bersawah e. KB : Tidak ada f. Kondisi Rumah : Rumah permanen, 3 kamar tidur, 1 kamar mandi Ventilasi udara dan sirkulasi cukup. WC di dalam rumah. Listrik ada, sumber air (mandi,mencuci): sumur, sumber air minum : PDAM Perkarangan rumah cukup luas Sampah dibakar. g. Kondisi lingkungan keluarga : Jumlah penghuni 5 orang terdiri dari ayah, ibu, dan tiga orang anak. Pasien adalah anak ketiga 3. Aspek psikologis di keluarga: Hubungan di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya baik.
7

4. Keluhan utama : Batuk berdahak sejak 1 minggu yang lalu 5. Riwayat penyakit sekarang :
-

Batuk berdahak sejak 1 minggu yang lalu, dahak konsistensi kental, awalnya berwarna putih tetapi sejak 2 hari yang lalu berubah menjadi kuning kehijauan, dahak tidak disertai binik-bintik darah.

Demam dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, hilang timbul, tidak tinggi, tidak berkeringat dan tidak disertai menggigil.

Sesak nafas tidak ada Nafsu makan berkuran sejak 1 minggu yang lalu Badan terasa letih dan lesu sejak 1 minggu yang lalu BAB dan BAK biasa Tidak ada riwayat pengobatan sebelumnya

6. Riwayat penyakit dahulu :


-

diabetes disangkal penyakit paru disangkal penyakit jantung disangkal Penyakit hati disangkal Riwayat alergi obat/makanan : disangkal Riwayat dirawat di Rumah Sakit : pasien belum pernah dirawat di Rumah Sakit Riwayat operasi : disangkal

7. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat tekanan darah tinggi disangkal, riwayat penyakit gula pada keluarga disangkal, riwayat penyakit paru disangkal.

8. Pemeriksaan Fisik STATUS GENERALIS Keadaan umum Kesadaran Tekanan Darah Nadi Nafas Suhu TB BB Status gizi Kulit KGB Kepala Rambut Mata : tidak rontok dan tidak mudah dicabut, warna hitam campur uban : Konjungtiva tidak anemis Sklera tidak ikterik Telinga : Tidak ada tofus, tidak ada tanda peradangan, tidak ada nyeri tekan mastoid Hidung : Tidak ada perdarahan, septum lurus, sekret tidak ada : sedang : Composmentis cooperatif : 120 / 80 mmHg : 90 x/menit : 19 x/menit : 37,2oC : 160 cm : 55 kg : baik : tidak ada kelainan : tidak ada pembesaran kelenjar regional

Gigi dan mulut: caries (-) Leher : JVP 5-2 cm H2O Tidak ada pembesaran KGB

Toraks Paru :Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, statis dan dinamis Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru Auskultasi : suara nafas vesikuler, Rh-/-, Wh -/-

Jantung

: Inspeksi : Palpasi : Perkusi :

iktus tidak terlihat iktus teraba 2 jari lateral LMCS RIC V batas jantung kiri : 2 jari lateral LMCS RIC V Batas jantung atas : RIC II Batas jantung kanan : LSD

Auskultasi : bunyi jantung murni, M1 > M2, P2 < A2

Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Perut tidak tampak membuncit : Hepar dan Lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (+) : timpani : BU (+) N

Punggung Alat Kelamin

: CVA nyeri ketok (-) : tidak diperiksa


10

Anus Anggota gerak

: tidak diperiksa : edema (-), RF +/+, RP-/-

9. Diagnosis Kerja : Infeksi saluran nafas akut

10. Diagnosis banding Tuberkulosis paru

11. Pemeriksaan penunjang


-

Sputum BTA, pewarnaan gram sputum (dianjurkan setelah 2 minggu pengobatan masih ada gejala)

Pemeriksaan foto rontgen paru (dianjurkan setelah 2 minggu pengobatan masih ada gejala)

12. Manajemen : a. Preventif :


-

Edukasi kepada pasien bahwa penyakit ini disebabkan oleh infeksi di mana penyakit ini dapat menular melalui droplet yang terhirup saat kontak dengan penderita.

Menjelaskan pada pasien dalam pengobatan penyakit ini, diperlukan ketaatan dalam minum obat antibiotik agar tidak terjadi resistensi

Edukasi kepada pasien dan keluarga agar selalu menjaga daya tahan tubuh agar tidak mudah terserang penyakit

Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang dideritanya dapat disembuhkan dengan minum obat secara teratur.

Menjelaskan efek samping obat yang mungkin timbul kepaa pasien seperti reaksi alergi terhadap antibiotik atau antipiretik.
11

b. Promotif :
-

Pasien dianjurkan menutup mulut dan hidung jika batuk agar tidak menularkan penyakit ini melalui droplet saat berbicara dengan orang lain.

Tidak membuang dahak sembarangan, dahak sebaiknya dibuang ke lubang wc Mengkonsumsi makanan bergizi dengan menu seimbang setiap hari Istirahat dengan cukup setiap hari dan menghindari hal-hal yang menimbulkan kelelahan fisik yang berlebihan.

Berolahraga secara teratur Memperbanyak minum air putih

c. Kuratif :
-

Amoxicilin 3x500 mg/hari selama 5 hari Paracetamol 500 mg (jika demam) Ambroksol 3x30 mg/hari

d. Rehabilitatif :
-

Minum obat teratur khususnya antibiotik Istirahat cukup Makan makanan sehat bergizi

12

Penulisan Resep

Dinas Kesehatan Kodya Padang Puskesmas Bungus

Padang, 30 Desember 2013

R/ Amoxicilin tab 500 mg 3 dd tab 1

No XV

R/ Paracetamol Tab 500 mg Prn 3 dd tab 3

No X

R/ Ambroksol Tab 30 mg 3 dd tab I

No X

Pro :Nn. S Umur : 16 tahun

13

You might also like