You are on page 1of 8

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol.

2 Edisi Khusus Januari 2009


PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM DAN SALINITAS AKLIMASI
TERHADAPPENINGKATAN SINTASAN POSTLARVA VDANG
VANNAMEI (Litopenaeus vannamei, Boone)
THE EFFECTS OF ADDING CALCIUM AND ACCLIMATION SALINITY
ON SURVIVAL INCREMENT OF VANNAMEI
POSTLARVAE (Litopenaeus vanname!, Boone)
Erly Kaligis", D. Djokosetiyanlo", Ridwan Affandi "
I. Mahasiswa Program Doktor, Program Studi !lmu Perairan, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
2. StafPengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor
ABSTRAK
Pengaruh penambahan kalsium dan penurunan salinitas akhir terhadap ketahanan hidup postlarva
udang putih (Litopenaeus vannamei, Boone) telah diuji dalam dua seri percobaan. Percobaan
pendahuluan terdiri 16 perlakuan dari kombinasi penambahall kalsium (0 ppm, 50 ppm, 100 ppm,
150 ppm) dengan penurunan salinitas (0 ppt, 2 ppt, 4 ppt, 6 ppt). Dalam percobaan utama, 5
perlakuan berdasarkan penambahan kalsium yaitu: 0 ppm Ca (A), 50 ppm Ca (B), 100 ppm Ca
(C), dan 150 ppm Ca (D), serta salinitas 25 ppt (kontrol). Respon biologi yang dibahas dalam
percobaan pertama adalah sintasan, sedangkan dalam penelitian utama sebagai tambahan adalah
tingkat kerja osmotik dan tingkat konsumsi oksigen. Hasil percobaan pendahuluan menunjukkan
sintasan maksimal, 83,3%, dicapai pada perlakuan B. Pada penelitian utama, nilai sintasan
postlarva juga relatif tinggi ketika diaklimasi ke salinitas 2 ppt. Tingkat kerja osmotik dan tingkat
metabolisme udang di antara perlakuan kalsium adalah tidak berbeda nyata, namun antara salinitas
2 ppt dengan kontrol menunjukkan perbedaan nyata. Disarankan bahwa penambahan kalsium 50
ppm sebagai level optimum untuk menghasilkan sintasan terbaik udang vannamei .
Kala kunci: kalsium, tingkatkerjaosmotik, Lilopenaeus vannamei
ABSTRACT
The effects of adding calcium and salinity endpoint on the short-term survival of white leg shrimp
postlarvae (Lilopenaeus vannamei, Boone) were examined in two series of experiment.
Preliminary experiment consisted of 16 treatments in combination between the added calcium (0
ppm, 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm) and salinity endpoint (0 ppt, 2 ppt, 4 ppt, 6 ppt). In main
eXQeriment, S levels ct:ltea_e",t,,{ 1.'>1'1'TIl Co" \h), :,\) ppm Ca l13), 100 ppm Ca
(C), 150 ppm (D) and salinity 25 ppt (control) were carried out. Several biological responses,
including survival rate in first trial, osmoregulatory capacity and oxygen consumption in main
trial, were discussed. The result of first experiment showed that maximum percentage of mean
survival rate was 83,3 % in B treatment. In the main experiment, highest of percentage of mean
survival rate was reached in acclimation of2 ppt. No significant difference of calcium treatment
on both osmoregulatory capacity and oxygen consumption is observed, but it occurs bctween
salinity 25 ppt and control. It was suggested that adding calcium containing 50 ppm as B treatment
was considered as an optin1UITl l evel for produc ing g r ':>OLor ". .... ,-H c in U-.. ", 'Vu o-. .......... " .. eo;
Keywords: calcium, osmoregulatory capacity, Litopenaeus vannamei
Pengaruh Penambahan Kalsium Dan Salinitas Aklimasi
Terhadap Peningkatan Sintasan Postlarva Udang 101
Vannamei (litopenaeus Vannamei, Boone)
JURNAL KELAUTAN NASIONAL
1. PENDAHULUAN
Udang vannamei (Litopellaeus
vannamei) merupakan salah satu produk
perikanan penting saat ini. Sej ak
agroindustri udang windu di Indonesia
mengalami penurunan, pengembangan
udang vanamei merupakan alternatif
budidaya yang cocok dilakukan. Beberapa
keunggulan vannamei yaitu I)
pertumbuhan cepat, 2) hidup pada kolom
perairan sehingga dapat ditebar dengan
densitas tinggi, 3) lebih resisten terhadap
kondisi lingkungan dan penyakit, dan 4)
paling digemari di pasar internasional
(Velasco et al. 1999). Selain itu, udang
vanamei temyata memiliki sifat euryhalin
yaitu mampu hidup di lingkungan perairan
dengan kisaran salinitas 0,5 ppt hingga 40
ppt(Bray etal. 1994). Kemampuan ini
memberi peluang dalam pengembangan
komoditas ini di perairan daratan (inland
water).
Permasalahan utama yang dihadapi
saat ini adalah masih rendahnya tingkat
sintasan postlarva vannamei. Walaupun
telah berkembang berbagai metode aklimasi
ke salini tas rendah (McGraw et al. 2002;
Davis et al. 2002; Saoud et al. 2003), dalam
penerapan selanjutnya di lingkungan
pembesaran kolam, masih diperhadapkan
pada berbagai masalah terutama tingkat
sintasan benih yang rendah. Oleh karena itu
vitalitas postlarva perlu ditingkatkan pada
saat di lakukan aklimasi 'ke salinitas rendah.
Penelitian sebelumnya oleh McGraw et al.
(2002) menunjukkan postlarva vannamei
hanya mampu bertahan hidup saat
diaklimasi selama 24 jam sampai salinitas
terendah 2 ppt. Hana (2007) kemudian
melaporkan bahwa tingkat sintasan
postlarva vannamei masih rendah, 48,33 %,
ketika diaklimasi ke salinitas 2 ppt selama
96 jam. Melihat akan prospek budidaya
vanname i di salini tas rendah maka
diperlukan pengembangan teknik aklimasi
yang bam.
Salah satu upaya yang dilakukan
adalah penambahan mineral penting dalam
media pemeliharaan selama
Untuk mencegah terjadinya stres
pada kelinci karen a tranportasi, maka kelinci
yang bam datang dipuasakan selama sehari,
Vol. 2 Edisi Khusus Januari 2009
hanya diberi air gula 5 %. Kemudian diberi
pakan standar (Rb 12) 2 kali sehari sebanyak
100 gram dan sisanya ditimbang. Setelah
diperoleh jumlah pakan optimal selama
seminggu, untuk seterusnya pemberian
pakan dilakukan satu kali sehari demikian
juga dengan pembersihan kandang.
Pada masa adaptasi semua kelinci diberi
ransum standar dan minum ed libitum
selama 2 minggu. Sebelumnya berat kelinci
ditimbang untuk mendapatkan gambaran
awal berat badan kelinci. Selama peri ode
adaptasi setiap kelinci diamati satu persatu
kebiasaan makan, kondisi kesehatan, dan
faktor lainnya aklimasi berlangsung.
Kalsium adalah esensial untuk struktur
jaringan keras, osmoregulasi, pembekuan
darah, kontraksi otot, transmisi saraf, dan
sebagai kofaktor proses-proses enzimatik
(Cheng et al. 2006). Penambahan mineral
kalsium dihar apkan mamp u
meminimalisasi tekanan Iingkungan serta
beban osmotik sehingga benih vannamei
nantinya dapat bertahan hidup di kolam
pembesaran.
2. BAHAN DAN METODE
Penelitian di lakukan di laboratorium
fis iologi Fakultas Perikanan dan Hmu
Kelautan, IPB Bogor. Percobaan terdiri dua
seri dengan menggunakan kelompok udang
berbeda. Percobaan pendahuluan bertujuan
mengkaji pengaruh penambahan kalsium
dan perbedaan salinitas akhir terhadap
ketahanan hidup postlarva vannamei.
Rancangan yang digunakan adalah model
faktorial terdiri enam belas perlakuan
dengan 3 ulangan dibedakan berdasarkan
penurunan salinitas (0 ppt, 2 ppt, 4 ppt, 6
ppt) dengan penambahan kalsium (0
ppm, 50 ppm, 100 ppm, ISO ppm) dalam
media pengencer air tawar. Waktu
pelaksanaan percobaan akl imasi selama 4
hari dari salinitas 25 ppt hingga salinitas
akhir 0 ppt, 2 ppt, 4 ppt, dan 6 ppt.
Percobaan utama bertujuan menentukan
kadar kalsium optimal terhadap ketahanan
hidup postlarva melalui evaluasi osmolaritas
dan laju metabolisme. Rancangan percobaan
adalah model rancangan acak lengkap terdiri
5 perlakuan dengan 3 ulangan. Perl akuan
berdasarkan penambahan kalsium (CaCO,),
102
Pengaruh Penambahan Kalsium Dan Salinitas Aklimasi
Terhadap Peningkatan Sintasan Postlarva Udang
Vannamei (litopenaeus Vannamei, Boone)
yaitu: I) tanpa penambahan kalsium, 2)
penambahan 50 ppm, 3) penambahan 100
ppm, 4) penambahan 150 ppm, dan 5)
kontrol (salinitas 25 ppt). Percobaan utama
juga dilaksanakan se/ama 4 hari namun
dengan sa/inilas ak/;ir yangdi/q/u 2 ppt.
Kegiatan awaI sebelum percobaan
adalah sarna baik pada percobaan
pendahuluan dan pereobaan utama. Benih
vannamei yang digunakan diperoleh dari
balai pembenihan (hatchery) komersial hasil
pemijahan dari satu induk dalam upaya
meminimalkan variasi unit percobaan.
Kemudian dilakukan aklimatisasi dalam
lingkungan laboratorium selama 10 hari dari
postlarva berumur 10 hari (PL 10) hingga PL
20. Stok postlarva (sekitar 2000 individu)
dipelihara dalam 2 wadah akuarium ukuran
60 x 30 x 40 em yang diisi air bersalinitas 25
ppt Pemberian pakan alami (Artemia
salina) dilakukan kontinyu 3 kali per hari
hingga saat pereobaan dimulai.
Pengadaan media berkalsium
tinggi melalui penambahan CaC03.
Kesadahan kalsium ditentukan dengan
metode titrasi (Hariyadi et aL 1992).
Selanjutnya perlakuan kalsium (0, 50, 100,
150 ppm) diukur berdasarkan metode
pengeneeran dengan rumus: VA= NLVL +
N2.V2. + ... + Nn.Vn. dimana, NA:
konsentrasi kalsium akhir (ppm), VA :
volume larutan kalsium akhir (L), NI :
konsentrasi baku (ppm), VI: volume
larutan kalsium baku (L), N2 : konsentrasi
larutan kalsium 2 (ppm), V2: volume
larutan 2 (L), Nn: konsentrasi
larutan ke-n (ppm), dan Vn: volume larutan
ke-n(L)
Pada percobaan pendahuluan, sekitar
50 individu postlarva umur 20 hari
(PL 20) dimasukkan ke dalam wadah-
wadah pereobaan akuarium ukuran
30x30x40 cm. Total perlakuan adalah 16
dengan 3 ulangan. Penurunan salinitas
dilakukan dengan cara menambahkan media
air tawar yang mengandung kalsium. Setiap
wadah diisi air bersalinitas 25 ppt yang
kemudian diturunkan secara gradual hingga
sa linitas perlakuan akhi r 0 pp t,
2 ppt, 4 ppt, dan 6 ppt Pakan Artemia
diberikan secara 'ad libitum' sebanyak
3 kali perhari. Setiap hari dilakukan
Vol. 2 Edisi Khusus Januari 2009
pengelolaan kualitas air media melalui
pengaturan suhu, aerasi, serta pembuangan
feces. Pengambilan data kelangsungan
hjJup dilakukan setiap harj selama 4 harj
pe/aksanaan percobaan.
PerJakuan penambalJan ka/siUln yang
dikenakan pada percobaan utama adalah 0
ppm, 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm ditambah
kontrol (25 ppt) . Urutan kegiatan
selanjutnya seperti percobaan pendabuluan.
Selain pengambilan data sintasan tiap bari,
kegiatan lain yaitu pengambilan data
osmolaritas dan tingkat metabolisme pada
hari ke-4. Tingkat kerja osmotik udang
berdasarkan pengukuran osmolaritas cairan
tubuh dan osmolaritas media, dengan
menggunakan peralatan osmometer
(OSMOMAT 030, Gonotec). Sedangkan
metabolisme udang diukur berdasarkan
tingkat konsumsi oksigen pada keadaan
standar (basal).
Tingkat sintasan postlarva pada hari
ke-4, ditentukan berdasarkan rumus
Effendie (2002) sebagai berikut:
S (%) = (NJ N.l x 100
Keterangan :
S = persentase udang uji yang hidup
N, = jumlah individu udang uji pada akhir
penelitian (ekor)
N, = jumlah indi vidu udang uji pada awal
penelitian (ekor)
Tingkat kerja osmotik (TKO) dihitung
berdasarkan rumusan berikut (Anggoro
1992; Lignot et al. 2000):
TKO = I Osmolaritas hemolymph udang
(mOs / L H
2
0) - Osmolaritas
media (mOs / LH,o) I
Tingkat metabolisme udang
berdasarkan perhitungan tingkat konsumsi
oksigen yang dikembangkan Liao dan
Huang (1975) sebagai berikut:
V x (DO" - DO,.)
OC =
W x t
Keterangan :
OC = Tingkat konsumsi oksigen (mg02 /
g/jam)
V = Volumeairdalamwadab (L)
DOw = Konsentrasi oksigen terlarut pada
Pengaruh Penambahan Kalsium Dan Salinitas Aklimasi
Terhadap Peningkatan Sintasan PostIarva Udang
Vannamei (litopenaeus Vannamei, Boone)
103
JURNAL KELAUT AN NASIONAL
awal pengamatan (mg!L)
DO, = Konsentrasi oksigen terlarut pada
waktu t(mgIL)
W Bobot udang uji (g)
T Periode pengamatan (Jam)
Untuk mengevaluasi pengaruh
perlakuan, keseluruban data nilai tengah
sintasan, tingkat kerja osmotik dan tingkat
konsumsi oksigen dianalisis dengan
ANOVA (P<O,OS). Alat bantu dalam
pengolahan data stati stik digunakan paket
program SPSS (SPSS 14.00 for
Windows, SPSS Inc). Jika terdapat
perbedaan antar perlakuan, data dianalisis
lanjut dengan uji Duncan (Steel & Torrie
1991).
3. HASIL
Nilai sintasan postiarva pada hari
ke-4 yang dicapai dalam percobaan
pendahuluan tersaj i pada Gambar I. Kisaran
nilai sintasan sangat lebar yaitu 1,33 %
hingga 100 % untuk seluruh perlakuan.
Pada salinitas 2 ppt, 4 ppt, dan 6 ppt
menunjukkan nilai sintasan tertinggi
(100%) kemudian sintasan cenderung
menurun pada salinitas 0 ppt. Namun, pada
kombinasi sa lin itas 0 ppt dengan
penambahan kalsium SO ppm (perlakuan B)
terlihat persentase sintasan relatif tinggi
sebesar 98,6 0,90 %. Penurunan nyata
sintasan pada perlakuan A, C, dan 0 dengan
sintasan terendah pada perlakuan A sebesar
1,3 O,IO %. Hasil analisis ragam (ANOVA)
120

100
c
80 -
-
m

60 m
- -
E
40
(J)
20
0

.-
l-
i-
- - 1-
-

-
-
-
ABC D E F G H
Vol. 2 Edisi Khusus Januari 2009
menunjukkan bahwa perlakuan salinitas dan
penambahan kalsium secara statistik
berpengaruh nyata (P<O,OS) terhadap
sintasan hari ke-4.
Rangkuman nilai s inta sa n
percobaan pendahuluan dan percobaan
utama disajikan pada Tabel I. Nilai sintasan
yang dicapai pada salinitas 2 ppt
cenderung sarna seperti yang dihasilkan
percobaan pendahuluan yaitu berkisar
antara 982,0 % hingga J OOO,O %.
Perbandinga n a ntar a percobaan
pendahuluan dan percobaan utama
menunjukkan respon sintasan cenderung
meningkat seiring naiknya salinitas media.
Penambahan kalsium berpengaruh nyata
(P<O,OS) terhadap sintasan postlarva pada
salinitas 0 ppt, namun tidak berpengaruh
(P>O,OS) pada salinitas akhir 2 ppt.
Hasi l pengukuran tingkat kerja
osmotik dan tingkat konsumsi oksigen
post larva dengan perlakuan penambahan
kalsium selama aklimasi ke salinitas 2
ppt ditampilkan dalam Tabel2. Tingkat kerja
osmotik adalah selisih antara osmolaritas
cairan tubuh dengan osmolaritas media.
Tingkat kerja osmotik pada seluruh
perlakuan berkisar antara 96,71,IS-
8S9,72,S2 mOsmIL H,o. Tingkat
konsumsi oksigen rata-rata berkisar antara
2,17 O,OS mgO,! g pada kontrol (2S ppt)
sampai 2,79 0,07 mgO, ! g. jam pada
perlakuan A. Berdasarkan anali sis statistika,
penambahan kalsium (perlakuanA-D) tidak
berpengaruh nyata (P> 0, 05)
-
I-
-
-
- -
I-
e-
-
- 1- !-
-
-
-
- I-
I-
-
l- I- -
- - -
e-
-
-
l- I-

- - -
I- f-
J K L M N 0 P
Perlakuan Kombinasi Salinitas dan Kal sium
Gambar 1. Sintasan (%) postiarva L. vannamei setelah 4 hari percobaan pada berbagai
kombinasi salinitas dan penambahan kalsium media, yaitu 0 ppt- 0 ppm Ca
(A), 0 ppt-50 ppm Ca (B), 0 ppt-IOO ppm Ca (C), 0 ppt- ISO ppm Ca (D), 2 ppt-
o ppm Ca (E), 2 ppt-SO ppm Ca (F), 2 ppt-I 00 ppm Ca (G), 2 ppt-ISO ppm ea
104
Pengaruh Penambahan Kalsium Dan Salinitas Aklimasi
Terhadap Peningkatan Sintasan Postlarva Udang
Vannamei (litopenaeus Vannamei, Boone)
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 2 Edisi Khusus Januari 2009
Tabell . . Nilai sintasan serta simpangan baku dari percobaan utama dan percobaan pendahuluan
Periakuan Sintasan (%) dan simpangan baku
K 1 (0 ppm Ca - 0 ppt) 1,3 O,lOa
K 2 (0 ppm Ca - 0 ppt) 98,6 0,90
b
A (0 ppm Ca - 2 ppt)
98 2,Ob
B (50 ppm Ca - 2 ppt) lOa O,Ob
C (100 ppm Ca - 2 ppt)
lOa O,Ob
D (ISO ppm Ca - 2 ppt)
lOa a Ob
Kontrol (25 ppt) lOa O,O\b
Nilai tengah dengan tanda huruf yang sama pada baris berbeda adalah tidak berbeda nyata (P>O,OS)
terhadap tingkat kerja osmotik dan tingkat
konsumsi oksigen. Walaupun tidak berbeda
nyata di antara seluruh perlakuan kalsium,
namun antara perlakuan A, B, C, D dengan
kontrol (25 ppt) menunjukkan
perbedaan nyata (P<O,05) terhadap tingkat
kerja osmotik dan tingkat konsumsi oksigen
yang mengindikasikan bahwa banyaknya
mineral terlarut (salinitas) mempengaruhi
proses fisiologis postiarva.
4. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil observasi nilai
sintasan dalam penelitian pendahuluan
menunjukkan postiarva vannamei mampu
diaklimasi hingga salinitas 2 ppt. Ketika
salinitas diturunkan hingga 0 ppt, penurunan
sintasan terlihat nyata dengan nilai sintasan
terendah pada perlakuan A. Penurunan
salinitas lebih rendah dari 2 ppt
menyebabkan penurunan pH serta tekanan
osmotik media yang meningkatkan kondisi
stres udang. Hal ini tedihat pada perlakuan
A, C dan D, dengan terjadi penurunan
sintasan. Energi yang didapat dari pakan
Artemia selama peri ode penurunan salinitas
telah habis dipergunakan untuk aktivitas
osmoregulasi mempertahankan kondisi
stabil tubuh. Menurut Kinne (1964),
perubahan salinitas akan berpengaruh
terhadap sifat fungsional dan struktural
organisme. Saat kondisi stres salinitas
rendah, udang hanya dapat memanfaatkan
energi yang tersedia untuk mempertahankan
hidup. Beban osmotik yang terlalu tinggi
akan menurunkan ketahanan hidup udang.
Nilai sintasan postlarva saat salinitas 0 ppt
secara nyata dipengaruhi perlakuan kalsium
media. Penambahan kalsium sebanyak 50
ppm (perlakuan B) mampu
mempertahankan sintasan postlarva tetap
tinggi. Diduga perlakuan B mampu
meningkatkan efisiensi kerja osmotis udang
saat salinitas diturunkan hingga 0 ppt.
Dalam seri percobaan selanjutnya,
postlarva yang diaklimasi sampai salinitas 2
ppt menunjukkan nilai sintasan tetap tinggi.
Hasil ini relatif sarna dengan penelitian
pendahuluan. Walaupun saat salinitas 2 ppt
terjadi perubahan tekanan osmotik media,
diduga besamya beban osmotik masih
belum mempengaruhi ketahanan hidup
postlarva. Hasil ini sesuai laporan Davis et
al. (2002) bahwa sintasan postlarva
vannamei masih tetap
diaklimasi ke salinitas
akan menurun hingga 0 %
ppt. Sebelumnya, Bray
tinggi ketika
2 ppt, namun
saat salinitas 0
et al. (J 994)
menyatakan bahwa udang vannamei mampu
hidup pada kisaran salinitas 0,5 - 40 ppt
yang berarti bahwa udang vannamei bisa
beradaptasi hingga salinitas 0,5 ppt.
Pengaruh Penambahan Kalsium Dan Salinitas Aklimasi
Terhadap Peningkatan Sintasan Postlarva Udang
Vannamei (litopenaeus Vannamei, Boone)
105
JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Vol. 2 Edisi Khusus Januari 2009
Tabel2. Nilai tingkatkonsumsi oksigen, osmolaritas cairan tubub, osmolaritas media serta tingkat
kerja osmotik pada L. vannamei setelah diberi perlakuan penambahan kalsium
berbeda.
Perlakuan Osmolaritas Osmolaritas Tingkat kerja Tingkat
Kalsium Cairan tubuh media osmotik konsumsi
(mOsmlL (mOsmIL H
2
0 ) (mOsml L H
2
O) oksigen
H
2
0 ) (mgOz/g.jam
A (0 ppm Ca - 2 ppt) 869,3 1,57 13,3 1,52 856,0 2,00, 2,79 0,07,
B (50 ppm Ca - 2 ppt) 868,6 1,53 16,0 1,00 852,7 1,15, 2,51 0,06,
C (100 ppm Ca - 2 ppt) 873,0 2,64 17,0 1,00 856,0 3,46, 2,50 0,10,
D (150 ppm Ca - 2 ppt) 879,0 1,00 19,3 1,52 859,7 2,52, 2,61 0,06,
Kontrol (25 ppt) 884,7 1,15 788,0 2,00 96,7 USb 2,17 0,05
b
Nilai tengah dengan landa huruf yang sarna pada baris berbeda adalah tidak berbeda nyata (P>O,05)
Berdasarkan rangkuman nilai sintasan
percobaan pendahuluan dan percobaan
utama maka penurunan salinitas bisa hingga
o ppt dengan syarat diperlukan penambahan
kalsium dalam media.
Tingkat kerja osmotik
(osmoregulatory capacity) adalah salah satu
indikator untuk menjelaskan proses yang
dialami hewan air selama periode stres
lingkungan (Lignot et al. 2000; Cheng et al.
2006). Nilai osmolaritas media akan naik
seiring meningkatnya kelarutan kalsium
media. Berdasarkan hasil yang didapat, nilai
osmolaritas cairan tubuh juga memiliki pola
yang sama. Hasil analisis statistik
menunjukkan perlakuan kalsium tidak
mempengaruhi nilai osmolaritas cairan
tubub udang, namun ada perbedaan nyata
antara osmolaritas cairan tubub udang pada
salinitas 25 ppt dengan salinitas 2
ppt. Hasil ini seperti yang dicatat Buckle et
al. (2006) bahwa peningkatan salinitas
media akan meningkatkan osmolaritas
hemolymph vannamei. Pada salinitas 25
ppt, nilai osmolaritas media mendekati nilai
osmolaritas cairan tubuh udang, oleh karena
itu tingkat kerja osmotik dicapai 1ebih
rendah di salinitas 25 ppt daripada salinitas 2
ppt. Perbedaan nilai TKO mengindikasikan
tingkat stres berbeda dialami udang.
Walaupun udang vannamei secara umum
bisa mencapai sintasan mendekati 100% di
salinitas 0 ppt dan 2 ppt, namun beban
osmotik diduga masih lebih tinggi di
salinitas demikian dibandingkan beban
osmotik udang di salinitas 25 ppt. Pada
salinitas 25 ppt menunjukkan keadaan
mendekati titik isoosmotik menggambarkan
beban osmotik terendah pada udang. Titik
isoosmotik dihubungkan dengan kondisi
optimal bagi pertumbuhan (Cuzon et al.
2004). Keadaan berbeda pada salinitas
2' ppt yang menunjukkan tingkat kerja
osmotik cukup tinggi mengindikasikan
terjadi peningkatan stres. Namun proses
fisiologis masih berjalan normal sehingga
sintasan postiarva di salinitas 2 ppt tetap
tinggi.
Tingkat metabolisme yang terjadi
relatif sarna pada seluruh perlakuan kalsium.
Tingkat konsumsi oksigen pada keadaan
metabolisme basal menggambarkan proses
metabolisme terj adi saat udang hanya
mampu memanfaatkan energi untuk
aktivitas-aktivitas dasar seperti
osmoregulasi, kerja jantung, respirasi, dan
sebagainya (Affandi & Tang 2002). Dalam
penelitian ini, tingkat konsumsi oksigen
postlarva cenderung sarna pada salinitas 2
ppt, namun tingkat konsumsi oksigen
postlarva pada salinitas 25 ppt (kontrol) jaub
lebih rendah. Hasil ini seperti dilaporkan Li
et al. (2007) bahwa pada saat kondisi
salinitas rendah maka tingkat konsumsi
oksigen dan produksi C0
2
juvenii vannamei
cenderung lebih tinggi. Hal ini sehubungan
banyaknya pembelanjaan energi untuk
osmoregulasi yang menyebabkan
pertumbuhanjuvenil menjadi rendah. Dalam
penelitian ini, tingkat konsumsi oksigen
udang yang cenderung sarna antar perlakuan
A hingga D menggambarkan pemanfaatan
energi untuk osmoregulasi relatif tinggi.
Namun, pada salinitas 25 ppt, tingkat
106
Pengaruh Penambahan Kalsinm Dan Salinitas Aklimasi
Terhadap Peningkatan Sintasan Postlarva Udang
Vannamei (litopenaeus Vannamei, Boone)
JURNAL KELAUTAN NASIONAL
konsumsi oksigen lebib rendab
mengindikasikan pemanfaatan energi lebib
rendab di bandingkan salinitas 2 ppt. Hasil
penelitian inijuga konsisten dengan laporan
Syafei (2006) yang mendapatkan babwa laj u
metabolisme pada udang galab,
Macrobrachium rosenberg;; berbubungan
langsung dengan perubaban kondisi salinitas
media.
5. KESIMPULAN
Postiarva vannamei dapat diaklimasi
bingga salinitas 0 ppt dengan syarat perlu
penambaban kalsium dalam media.
Perlakuan optimum untuk mempertabankan
sintasan postiarva tetap tinggi pada saat
salinitas 0 ppt adalab penambab kalsium 50
ppm. Sintasan postiarva relatif sama ketika
diaklimasi bingga 2 ppt. Walaupun tingkat
sintasan bisa mencapai 100 % pada salinitas
2 ppt namun beban osmotik lebib tinggi
dibandingkan salinitas nonnal (25 ppt). Oleb
karena itu diperlukan penelitian lain dalam
upaya meminimalkan beban osmotik lebib
tinggi yang terjadi di salinitas rendab.
DAFTARPUSTAKA
Affandi R, U. M. Tang. 2002. Fisiologi
Hewan Air. Unri Press. Pekanbaru, 217
pp.
Anggoro, S. 1992. Efek osmotik berbagai
tingkat salinitas media terhadap daya
Tetas telur dan vitalitas larva udang
wi ndu, Penaeus monodon Fab.
Disertasi. Pascasarjana IPE. Bogor, 230
pp.
Bray, W. A, A. L. Lawrence, and 1. R. Leung-
Trujillo. 1994. The effect of salinity on
growth and survival of Penaeus
vannamei, with observations on the
interaction of IHHN virus and salini ty.
Aquaculture, 122: 133-146.
Buckle, L. F, B. Baron, and M. Hernandez.
2006. Osmoregulatory capacity of the
shrimp Litopenaeus vannamei at
different temperatures and salinities,
and optimal culture environment. Rev.
Bioi. Trop. (Int. J Trop. BioI. ISSN-
0034-7744), Vol. 54 (3):745-753.
Cheng, W, C. H. Liu, and C. M. Kuo. 2006.
Effects of dissolved oxygen on
bemolymph parameters of freshwater
giant prawn, Macrobrachium
Vol. 2 Edisi Khusus Januari 2009
rosenbergii (de Man). Aquaculture,
220: 843-856. Cuzon, G., A. Lawrence,
G. Gaxiola, C. Rosas and J. Guillaume.
2004. Nutrition of Litopenaeus
vannameii reared in tanks or in ponds.
Aquaculture, 12:39pp
Davis, D.A, LP. Saoud, w.J. McGraw and D.
B. Rouse. 2002. Consideration for
Litopenaeus vannamei reared in inland
low salinity waters. In Cruz-Suarez,
I.E. , D. Rieque-Marie, M. Tapia-
Salazar, M.G. Gaxiola-Cortes, and N.
Simoes. 2002. Avances en nutricion
acuicola VI memories del VI
Simposium Intemacional de Nutricion
Acuicola 3 al 6 de September del 2002.
Cancun, Quantana Roo, p. 73-90.
Effendie, H. M. L 2002. Biologi perikanan.
Yogyakarta : Yayasan Pus taka
Nusatama. 163 pp. .
Hana, G. C. 2007. Respon udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) terbadap media
bersalinitas rendah. Skripsi . Dep. MSP
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
IPB. Bogor, 39 pp.
Hariyadi, S., L N. N. Suryadiputra and B.
Widigdo. 1992. Limnologi Metoda
Analisa Kuali tas Air. Laboratorium
Limnologi Fakultas Perikanan dan Ilmu
kelautan, IPB. Bogor, 122 pp.
Kinne, O. 1964. The effect of temperature
and sa l inity on marine and
brackish water animals, 1I. Salinity.
Oceanog. MOI:Biol.Ann.,2:28 1-339.
Li, E. L. Chen, C. Zeng, X. Chen, N. Yu, Q.
Lai and 1. G. Qin. 2007. Growth, body
composition, respiration and ambient
ammonia nitrogen tolerance of the
juvenile white shrimp, Litopenaeus
vannamei, at different salinities. Short
communication. Aquaculture.
265:385- 390.
Liao, 1. C, andH. 1. Huang. 1975. Studies on
the respiration j of economic prawns in
Taiwan. L Oxygen comsumption and
letbal dissolved oxygen of egg up to
young prawns of Penaeus monodon
Fab. J Fish. Soc. Taiwan, 4(1):33-50.
Lignot,1. H, C. Spanings-Pierrot, and G.
Charmantier. 2000. Osmoregulatory
capacity as a tool in monitoring the
physiological condition and the effect of
Pengaruh Penambahan Kalsium Dan Salinitas Aklimasi
Terhadap Peningkatan Sintasan Postlarva Udang
Vannamei (litopenaeus Vannamei, Boone)
107
JURNAL KELAUTAN NASIONAL
stress in crustaceans. Aquaculture,
191:209-245.
McGraw, W. J, D. A. Davis, D. Teichert-
Coddington, and D. B. Rouse. 2002.
Acclimation of Litopenaeus vannamei
postlarvae to low salinity: Influence of
age, salinity endpoint, and rate of
salinity reduction. Journal of the World
AquacultureSociety. p 78-84.
Saoud, L P, D. A. Davis, and D. B. Rouse.
2003. Suitability studies of inland well
waters for Litopenaeus vannamei
culture. Aquaculture, 217 :373- 383.
Steel, R.G.D. and J. H. Torrie. 1991.
Principles and Procedures of Statistics.
McGraw-Hill, Book Company, Inc.
London, 487 pp.
Vol. 2 Edisi Khusus Januari 2009
Syafei, 1. S. 2006. Pengaruh Beban Kerja
Osmotik terhadap Sintasan, Lama
Waktu Perkembangan Larva dan
Potensi Tumbuh Pascalarva U dang
Galah (Macrobrachium rosenbergii).
Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB.
Bogor, 192 pp.
Velasco, M. A. 1. Lawrence, and F. 1.
Castille. 1999. Effect of variation in
daily feeding frequency and ration size
on growth of shrimp, Litopenaeus
vannamei (Boone), in zero water
exchange culture tanks. Aquaculture,
179:141-148.
10
Pengaruh Penamhahan Kalsium Dan Salinitas Aklimasi
Terhadap Peningkatan Sintasan Postlarva Udang
Vannamei (litopenaeus Vannamei, Boone)

You might also like