You are on page 1of 6

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

PEMETAAN LIPUTAN LAHAN SKALA REGIONAL MENGGUNAKAN METODE PHENOLOGICAL ANALISIS


Mulyanto Darmawan
Peneliti Bidang Aplikasi Penginderaan Jauh dan Koordinator Kelompok Studi Perubahan Sumberdaya alam dan Lingkungan (NaRES)

Abstrak
Ketersediaan data liputan lahan regional adalah sangat penting dalam upaya memahami proses perubahan lingkungan global dan regional. Data liputan lahan regional umumnya bersumber dari global land cover data set yang saat ini dapat di download dari berbagai sumber. Akan tetapi apabila keakurasian dan keterbaruan (up date) menjadi perhatian, maka penggunaan data tersebut menjadi masalah karena umumnya dataset tersebut dihasilkan dari Global Data Satellite (e.g. NOAA) tahun perekaman lama sekitar 1992-1993. Penyediaan data liputan lahan regional terbaru dengan metode terbaik klasifikasi lahan, membutuhkan kejelian pengamatan training area yang terkadang sulit dilakukan dengan untuk data Global data Satelite. Saat ini studi phenologi tanaman tengah dilakukan intensive terkait perubahan iklim global. Studi phenologi tanaman secara tradisional dilakukan lewat observasi dilapangan atau simulasi computer. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi metode phenological analisis untuk menurunkan data liputan lahan skala regional. Data Normalized Different Vegetation Index (NDVI) digunakan untuk memahami dan menurunkan phenoparametric utama klasifikasi liputan lahan. Wilayah Borneo dipilih karena wilayah ini mempunyai karakteristik yang unik dan beragam dalam penutupan lahan. Paper ini akan menguraikan metode dan hasil pemetaan liputan lahan untuk wilayah Borneo (Kalimantan) dengan menggunakan data NDVI SPOT VEGETASI dan membandingka dengan metode konvensional klasifikasi terselia data Landsat.

Keyword: global land cover dataset, phenological analisis, NDVI, SPOT VEGETASI

1. PENDAHULUAN Global assessment menunjukkan bahwa area penutup lahan (khususnya penutup lahan hutan) dunia mengalami penurunan cukup significan. Penutup lahan berupa hutan hujan tropik (tropical rain forest) memainkan peran yang cukup vital bagi kelangsungan ekosistem di muka bumi ini. Sebaran terbesar hutan ini masih dijumpai pada daerah yang dikenal sebagai Indo-Malay Region dengan areal terbesar dijumpai pada pulau Kalimantan (Borneo) (Whitmore, 1975). Menyadari pentingnya ekosistem hutan hujan tropik ini, telah menyadarkan pemerintah Indonesia dan Malaysia termasuk Badan-badan dunia (e.g. FAO) untuk menyelamatkan dan melestarkan keberadaan hutan ini, sekaligus mengontrol tingkat degradasi hutan yang cenderung makin meningkat. Salah satu upaya membantu kesuksesan usaha tersebut adalah dengan menyediakan informasi penutup lahan

yang akurat. Studi pada beberapa daerah menunjukkan bahwa teknologi remote sensing kemampuannya yang luar biasa dalam menyediakan informasi tentang liptan lahan skala detil dan menengah (Cohen et al. 1998, Coppin et al., 2001 etc.). Hanya permasalahannya adalah bahwa banyak studi menunjukkan permasalahan dalam analisa multivariate spectral diwilayah tropik. Selain karena faktor awan yang selalu menutupi wilayah tropik, menurut Kuhler dan Zonneveld (1988) masalah utamanya adalah adanya pattern yang kompleks dan spectral diversity pada vegetasi di wilayah tropis sehingga menjadi kendala pada penggunaan data satelit dengan analisa spectral. Untuk mengatasi masalah tersebut selain teknologi radar yang sedang dalam proses dikembangkan, interpretasi visual masih menjadi satu-satunya pilihan effektif untuk pemetaan liputan lahan pada areal tropik (Lobo et al. 1998, Roy and Tomar, 2001). Meskipun terdapat beberapa kelemahan pada analisa visual pada wilayah tropis sebagai mana di bahasa dalam
TIS - 254

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

(Kartesis 1985, Sader, 1990, Apan 1997). Umumnya adalah bahwa visual ainterpretasi sangat subyektif dan masih berdasarkan karateristik group dari feature yan muncul di image yang sulit untuk membedakan beberapa tipe vegetasi. Data liputan lahan regional umumnya bersumber dari global land cover data set yang saat ini dapat di download dari berbagai sumber. Akan tetapi apabila keakurasian dan keterbaruan (up date) menjadi perhatian, maka penggunaan data tersebut menjadi masalah karena umumnya dataset tersebut dihasilkan dari Global Data Satellite (NOAA-AVHRR) tahun perekaman lama sekitar 1992-1993. Penyediaan data liputan lahan regional terbaru dengan metode terbaik klasifikasi lahan, membutuhkan kejelian pengamatan training area yang terkadang sulit dilakukan dengan untuk data Global data Satelite. Saat ini studi phenologi tanaman tengah dilakukan intensive terkait perubahan iklim global (Hodes, 1991). Studi phenologi tanaman secara tradisional dilakukan lewat observasi dilapangan atau simulasi computer (Lieth, 1974). Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi dan menerapkan metode phenological analisis untuk menurunkan data liputan lahan skala regional. Wilayah Kalimantan dipilih sebagai lokasi kegiatan karena wilayah termasuk mempunyai keanekaragaman vegetasi yang paling banyak diwilayah Indo-Malay Region. 2. DATA DAN METODA Phenologi adalah studi tentang peristiwa biologi tanaman yang terjadi berulang, faktor yang menyebabkan pengulangan tersebut dengan memperhatikan aspek biotik dan abiotik serta hubungan antar fase pada species yang sama atau berbeda (Lieth, 1974). Beberapa studi menunjukkan bahwa indek vegetasi (NDVI) masih menunjukkan sebagai parameter terbaik dalam membedakan berbagai klas vegetasi. Sekitar 123 scene NDVI diturunkan dari data SPOT VEGETASI (SPOT-VG) periode April 1998 sampai Agustus 2001. Untuk meminimalkan gangguan awan Local Maximum Filter (LMF) (JST, http://www.act.jst.go.jp/index.e.html) digunakan terhadap setiap data NDVI.

Phenological metric (variabel phenologi) diturunkan dari NDVI SPOT- VG (gambar 1). Meskipun variabel tersebut tidak secara langsung berhubungan dengan keadaan phenologi tanaman apabila diukur secara langsung, namun masih dapat dijadikan standar pendekatan yang logis. Phenologi adalah studi tentang peristiwa biologi tanaman yang terjadi berulang, faktor yang menyebabkan pengulangan tersebut dengan memperhatikan aspek biotik dan abiotik serta hubungan antar fase pada species yang sama atau berbeda (Lieth, 1974). Beberapa studi menunjukkan bahwa indek vegetasi (NDVI) masih menunjukkan sebagai parameter terbaik dalam membedakan berbagai klas vegetasi. Sekitar 123 scene NDVI diturunkan dari data SPOT VEGETASI (SPOT-VG) periode April 1998 sampai Agustus 2001. Untuk meminimalkan gangguan awan Local Maximum Filter (LMF) (JST, http://www.act.jst.go.jp/index.e.html) digunakan terhadap setiap data NDVI. Phenological metric (variabel phenologi) diturunkan dari NDVI SPOT- VG (gambar 1). Meskipun variabel tersebut tidak secara langsung berhubungan dengan keadaan phenologi tanaman apabila diukur secara langsung, namun masih dapat dijadikan standar pendekatan yang logis. Masalah utama (critical point) dalam analisa phenologi dengan NDVI ini adalah menentukan start awal growing season (Onset) dan akhir pertumbuhan (greenness) (End). Variable lain akan mudah dihitung setelah kedua variable (Onset dan End) diketahui. Dalam studi ini variable Onset dan End dihitung berdasarkan pengamatan histogram NDVI apabila ditemukan terdapat peningkatan data dalam NDVI yang terlihat mendadak, maka peningkatan tesebut diasumsikan sebagai indikasi adanya awal growing season hingga ditemukan penurunan tajam NDVI sebagai akhir dari growing season pada satu area yang homogen. Metode moving average digunakan untuk membedakan peningatan antar data dalam NDVI. Perhitunan moving average menggunakan formula sbb: Yd + (Xd+Xd+1+Xd+2+Xd+t-1)/t

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

TIS - 255

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Dimana : Xd adalah moving average untuk waktu d; Xd adalah NDVI terkoreksi untuk waktu d, dan tadalah interval waktu. 3. HASIL DAN DISKUSI Hasil pengamatan pada NDVI menghasilkan 9 phenological metric yaitu (On, End, Max, Min, AMP,RtUp, RtDn, DUR, dan TIN).Minimum NDVI adalah nilai NDVI minimum dan umumnya merupakan titik terendah dari kegiatan fotosintesa, sementar maximum NDVI adalah nilai maksimum yang merupakan titik tertinggi aktivitas fotosintesis. Selisih antara maximum dan minimum dapat dihitung yang merupakan amplitude NDVI. Selisih antara awal growing season dan akhir merupakan masa daripada proses pertumbuhan (DUR). Sementara percepatan growing season diketahui melalui pengurangan antara maksimum NDVI dan awal growing season (RtUp), sebaliknya selisih antara maksimum NDVI dan akhir growing season merpakan percepatan penurunan growing season (RtDn). Penjumlahan keseluruhan masa grwoing season merupakan nilai total proses growing season (TIN). Klasifikasi unsupervised diterapkan dengan menggunakan sembilan variable tersebut. Tujuh tipe liputan lahan dikenali dari hasil klasifikasi yaitu : Hutan rawa gambut, Campuran hutan dataran rendah (lowland) dan dataran tinggi (upland) Primer, Campuran lahan pertanian dan tanaman semusim, lahan terbuka, Campuran Hutan sekunder, tubuh air, dan vegetasi lain bukan hutan. (gambar 2). Hasil klasifikasi diverifikasi dengan data liputan lahan pada beberapa lokasi hasil interpretasi detil data Landsat. Overall accuraccy dan kappa statistik dihitung untuk tiap-tiap lokasi guna melihat tingkat kepercayaan klasifikasi. Studi ini menunjukkan bahwa hutan dan non hutan dapat dibedakan dari NDVI SPOT-VG dengan tingkat kepercayaan lebih sekitar 90% untu user accuray dan 80% untuk producer accuracy, dan kappa statistik sebesar 75%. Artinya meskipun akurasi klasifikasi ini adalah 75% namun hutan dapat dipisahkan dengan menggunakan metode

phenologi analisis ini menghasilkan 90% kesamaan dengan referensi data (tabel 1). Studi ini mencoba membandingkan tingkat akurasi data yang dihasilkan dari phenological analysis dan data lobal land cver yang tersedia hasil download dari beberapa sumber. Hasilnya menunjukkan bahwa metode phenologi memberikan nilai yang lebih baik dari data global landcover yang tersedia dengan tingkat akurasi sekitar 75% setelah dilakukan penggroupan klas. Keseluruhan hasil akurasi disajikan dalam tabel 2. sementara perhitungan luasan hutan wilayah Kalimantan disajikan dalam tabel 3. 4. KESIMPULAN Melalui studi ini tampak bahwa pemetaan liputan lahan regional sangat effektif diturunan dari variable phenologi tanaman. DAFTAR PUSTAKA Apan, A.A, 1997. Land cover mapping for tropical forest rehabilitation planning using remotely sensed data. Int. J. Remote Sensing, Vol. 18. No 5: 1029-1049. Cohen W. B., Fiorella, M., Gray, J., Helmer, E., and Anderson, K, 1998. An efficient and accurate method for mapping forest clear-cuts in the Pacific Northwest using Landsat imagery. Photogrammetric Engineering and Remote Sensing, 64 (4), 293-300. Coppin, P., Nackaerts, K., Queen, L., and Brewer, K, 2001. Operational monitoring of green biomass change for forest management. Photogrammetric Engineering and Remote Sensing, 67 (5), 603-611. Hodges, T, 1991. Weed phenology in predicting crop phenology, editor Tom Hidges, CRC publication, Boston, 213 p. Karteris, M.A, 1985. Mapping of forest resources from Landsat diazo color composite. Int. J. Remote Sensing, Vol. 6. No 18: 1792-1811. Kuchler, A. W., and I. S. Zonneveld, 1988. Vegetation mapping. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, The Netherlands, 634pp.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

TIS - 256

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Lieth, H, 1974. Phenology and seasonality modeling. Ecological studies: analysis and synthesis. Springer-Verlag, Berlin, 444 p. Lobo, A., K. Maloney, and N. Chiariello, 1998. Fine-scale mapping of a grassland from digitized aerial photography: an approach using image segmentation and discriminant analysis. Int. J. Remote Sensing, Vol. 19. No 1: 65-84. Roy, P.S., and S. Tomar, 2001. Landscape cover dynamic pattern in Meghalaya. Int. J. Remote Sensing, Vol. 22. No 18: 3813-3825. Sader, S.E., Stone, T.A., and Joyce, A.T, 1990. Remote sensing of tropical forest: overviews of research and applications using non-photographic sensors. Photogrammetric Engineering and Remote Sensing, Vol. 56:1343-1351. Whitmore, T. C, 1975. Tropical rain forest of the Far East, Oxford Univ. Press. 282pp.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

TIS - 257

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

LAMPIRAN

MAX

RtUp

RtDn

AMP

NDVI

ON

TIN

EN

Threshold

DUR MIN

Interval of Time
Gambar 1. Pemahaman Phenologcal metric Table 1. Error matrix of land cover classification measured from phenological metrics in Central Kalimantan area of Indonesia.

Classification class Water Bodies Inner water Bare/open land Agric./sparse vegetation Other vegetation non forest Mix-lowland and Swamp / peat forest Mix Up and lowland forest Mix lowland and secondary forest Overall accuracy Khat statistic

Before class combining Use accuracy Producer accuracy (%) (%) 100 100 67 50 13 44 69 27 88 100 100 69.27 62.81 52 84 52 64 60

After class combining Producer accuracy Use accuracy (%) (%) 100 100 67 50 80 27 95 84

100

64

75.57 65.95

Table 2. Accuracy assessment of the available global dataset and land cover measured from phenology analysis in Central Kalimantan of Indonesia, Kinabalu and Dermakot of Malaysia

Land cover data set FAO USGS IGBP OGE Phenology analysis *) Phenology analysis **)

Central Kalimantan Over all Kappa accuracy statistic 59.11 35.95 49.72 17.79 42.78 17.88 41.65 15.34 69.27 75.57 62.81 65.95

Kinabalu Over all Kappa accuracy statistic 64.36 44.82 57.37 30.28 56.66 20.04 47.84 20.01 58.33 74.24 56.74 63.25

Dermakot Over all Kappa accuracy statistic 68.41 41.33 57.09 23.62 56.96 23.83 56.28 22.67 62.14 73.66 53.31 64.64

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

TIS - 258

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

*) Before class combining, and **) after classes combining


Table 3. Characteristic of forest measured from phenological analysis on 10 day composite NDVI SPOT-VG

Characteristic of forest Inner water& urban built area Forest (natural + secondary) - Natural forest (Interior forest) Secondary forest/re-growth - Transitional forest - Perforated forest - Edge forest Open and Cleared forest area Other Land cover non forest (plantation trees, agricultural crops) Patch forest

Area in Km2 8,602.92 396,933.44

Percentage (%) 1.14 52.68

Area in Km2

Percentage (%)

179,499.39 337,04.70 36,071.68 147,657.68 347,920.88 46.17 199,298.21 148,622.67

45.22 8.49 9.08 37.19

26.76% 19,73%

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

TIS - 259

You might also like