You are on page 1of 11

Penyakit Meningitis

Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak. Pasien yang diduga mengalami Meningitis haruslah dilakukan suatu pemeriksaan yang akurat, baik itu disebabkan virus, bakteri ataupun jamur. Hal ini diperlukan untuk spesifikasi pengobatannya, karena masing-masing akan mendapatkan therapy sesuai penyebabnya. Penyebab Penyakit Meningitis Meningitis yang disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa pengobatan dan perawatan yang spesifik. Namun Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan kondisi serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar, bahkan bisa menyebabkan kematian. Sedangkan Meningitis disebabkan oleh jamur sangat jarang, jenis ini umumnya diderita orang yang mengalami kerusakan immun (daya tahan tubuh) seperti pada penderita AIDS. Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis diantaranya : 1. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus). Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus). 2. Neisseria meningitidis (meningococcus). Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah. 3. Haemophilus influenzae (haemophilus). Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebabnya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini. 4. Listeria monocytogenes (listeria). Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan meningitis. Bakteri ini dapat ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan dalam makanan yang terkontaminasi. Makanan ini biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini berasal dari hewan lokal (peliharaan). 5. Bakteri lainnya yang juga dapat menyebabkan meningitis adalah Staphylococcus aureus dan Mycobacterium tuberculosis. Tanda dan Gejala Penyakit Meningitis Gejala yang khas dan umum ditampakkan oleh penderita meningitis diatas umur 2 tahun adalah demam, sakit kepala dan kekakuan otot leher yang berlangsung berjam-jam atau dirasakan

sampai 2 hari. Tanda dan gejala lainnya adalah photophobia (takut/menghindari sorotan cahaya terang), phonophobia (takut/terganggu dengan suara yang keras), mual, muntah, sering tampak kebingungan, kesusahan untuk bangun dari tidur, bahkan tak sadarkan diri. Pada bayi gejala dan tanda penyakit meningitis mungkin sangatlah sulit diketahui, namun umumnya bayi akan tampak lemah dan pendiam (tidak aktif), gemetaran, muntah dan enggan menyusui. Penanganan dan Pengobatan Penyakit Meningitis Apabila ada tanda-tanda dan gejala seperti di atas, maka secepatnya penderita dibawa kerumah sakit untuk mendapatkan pelayan kesehatan yang intensif. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan labratorium yang meliputi test darah (elektrolite, fungsi hati dan ginjal, serta darah lengkap), dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru akan membantu tim dokter dalam mendiagnosa penyakit. Sedangkan pemeriksaan yang sangat penting apabila penderita telah diduga meningitis adalah pemeriksaan Lumbar puncture (pemeriksaan cairan selaput otak). Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai meningitis, maka pemberian antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah yang baik untuk menjamin kesembuhan serta mengurang atau menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan. Adapun beberapa antibiotik yang sering diresepkan oleh dokter pada kasus meningitis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain Cephalosporin (ceftriaxone atau cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes akan diberikan Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem (meropenem), Chloramphenicol atau Ceftriaxone. Treatment atau therapy lainnya adalah yang mengarah kepada gejala yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam (paracetamol), shock dan kejang (diazepam) dan lain sebagainya. Pencegahan Tertularnya Penyakit Meningitis Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui batuk, bersin, ciuman, sharing makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan merokok bergantian dalam satu batangnya. Maka bagi anda yang mengetahui rekan atau disekeliling ada yang mengalami meningitis jenis ini haruslah berhati-hati. Mancuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah ketoilet umum, memegang hewan peliharaan. Menjaga stamina (daya tahan) tubuh dengan makan bergizi dan berolahraga yang teratur adalah sangat baik menghindari berbagai macam penyakit. Pemberian Imunisasi vaksin (vaccine) Meningitis merupakan tindakan yang tepat terutama didaerah yang diketahui rentan terkena wabah meningitis, adapun vaccine yang telah dikenal sebagai pencegahan terhadap meningitis diantaranya adalah ; - Haemophilus influenzae type b (Hib) - Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7) - Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV) - Meningococcal conjugate vaccine (MCV4)

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat. (Suriadi, dkk. Asuhan Keperawatan pada Anak, ed.2, 2006) Meningitis adalah infeksi ruang subaraknoid dan leptomeningen yang disebabkan oleh berbagai organisme pathogen. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 ) Meningitis merupakan infeksi parah pada selaput otak dan lebih sering ditemukan pada anakanak. Infeksi ini biasanya merupakan komplikasi dari penyakit lain, seperti campak, gondong, batuk rejan atau infeksi telinga. (http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/otak.htm) Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar virus meningitis berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus tersebut dapat berpindah melalui udara dan menularkan kepada orang lain yang menghirup udara tersebut. (Anonim, 2007 dalam Juita, 2008). B. ETIOLOGI 1. Bakteri:

a. Neonatus sampai 2 bulan: GBS, basili gram negative, missal, Escherichia coli, Liateria monocytogenes, S. agalactiae (streptokokus gram B) b. 1 bulan sampai 6 tahun: Neisseria meningitidis (meningokokus), Streptococcus pneumoniae, Hib c. > 6 tahun: Neisseria meningitides, Streptococcus pneumoniae, parotitis (pre-MMR)

d. Mycobacterium tuberculosis: dapat menyebabkan meningitis TB pada semua umur. Pling sering pada anak umur 6 bulan sampai 6 tahun 2. Virus: Enterovirus (80%), CMV, arbovirus, dan HSV

C. FAKTOR RESIKO 1. 2. Faktor predisposisi: laki-laki lebih sering disbanding dengan wanita Faktor maternal: rupture membran fetal, infeksi metrnal pada minggu terakhir kehamilan

3. Faktor imunologi: usia muda, defisiansi mekanisme imun, defek lien karena penyakit sel sabit atau asplenia (rentan terhadap S. Pneumoniae dan Hib), anak-anak yang mendapat obatobat imunosupresi

4. Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injuri yang berhubungan dengan system persarafan 5. Faktor yang berkaitan dengan status sosial-ekonomi rendah: lingkungan padat, kemiskinan, kontak erat dengan individu tang terkena (penularan melalui sekresi pernapasan) D. KLASIFIKASI 1. Meningitis Purulenta:

Radang selaput otak ( araknoidea dan piameter) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman nonspesifik dan nonvirus. 2. Meningitis Tuberkulosa:

Terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberculosis primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi bukan karena terimfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke rongga araknoid (Rich dan McCordeck). Anak-anak yang ibunya menderita TBC kadang-kadang mendapatkan meningitis tuberkolusa pada bulan-bulan pertama setelah lahir. (Ngastiyah,2005) E. PATOFISIOLOGI Meningitis terjadi akibat masuknya bakteri ke ruang subaraknoid, baik melalui penyebaran secara hematogen, perluasan langsung dari fokus yang berdekatan, atau sebagai akibat kerusakan sawar anatomik normal secara konginetal, traumatik, atau pembedahan. Bahan-bahan toksik bakteri akan menimbulkan reaksi radang berupa kemerahan berlebih (hiperemi) dari pembuluh darah selaput otak disertai infiltrasi sel-sel radang dan pembentukan eksudat. Perubahan ini terutama terjadi pada infeksi bakteri streptococcus pneumoniae dan H. Influenzae dapat terjadi pembengkakan jaringan otak, hidrosefalus dan infark dari jaringan otak. Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan TIK. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen. Edem dan eksudasi yang kesemuanya menyebabkan peningkatan intrakranial. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005) Penyebaran hematogen merupakan penyebab tersering, dan biasa terjadi pada adanya fokus penyakit lain (misalnya, pneumonia, otitis media, selulitis) atau akibat bakteremia spontan. Oleh karena patogen-lazim menyebar melalui jalur pernapasan , peristiwa awalnya adalah kolonisasi traktus respiratorius bagian atas. Meningitis yang disebabkan oleh penyebaran nonhematogen mencakup penyebaran infeksi dari daerah infeksi yang berdekatan ( otitis media, mastoiditis, sinusitis, osteomielitis vertebralis atau

tulang kranialis) serta kerusakan anatomi (fraktur dasar tengkorak, pasca-prosedur bedah saraf, atau sinus dermal konginetal di sepanjang aksis kraniospinalis). Gambaran lazim setiap penyebab infeksi adalah masuknya bakteri patogen ke dalam ruang subaraknoid dan perbanyakan bakteri. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 ) Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau terdapat kenaikan suhu yang ringan saja, jarang terjadi akut dengan panas yang tinggi. Sering dijumpai anak mudah terangsang atau menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala. Anoreksia, obstipasi, dan muntah juga sering dijumpai. Stadium ini kemudian disusul dengan stadium transisi dengan kejang. Gejala di atas menjadi lebih berat dan gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kuduk kaku, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor. Stadium terminal berupa kelumpuhan-kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak teratur, sering terjadi pernafasan `Cheyne-Stokes`. Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali. Tiga stadium tersebut biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak meninggal. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005) F. KOMPLIKASI a. b. c. d. e. f. g. h. i. Hidrosefalus obstruktif Meningococcal septicemia (mengingocemia) Sindrom Water Friderichsen (septic syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral) SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone) Efusi subdural Kejang Edema dan herniasi serebral Cerebral Palsy Gangguan mental

j. k.

Gangguan belajar Attention deficit disorder

G. MANIFESTASI KLINIS Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk. Namun pada anak di bawah usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen lain mungkin tidak ditemui. Peruban tingkat kesadaran lazim terjadi dan ditemukan pada hingga 90% pasien. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 ) Pada bukunya, Wong menjabarkan manifestasi dari meningitis berdasarkan golongan usia sebagai berikut:

Anak dan Remaja a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Awitan biasanya tiba-tiba Demam Mengigil Sakit kepala Muntah Perubahan pada sensorium Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal ) Peka rangsang Agitasi Dapat terjadi:

Fotofobia Delirium Halusinasi Perilaku agresif atau maniak

Mengantuk Stupor Koma k. Kekakuan nukal

Dapat berlanjut menjadi opistotonus l. Tanda Kernig dan Brudzinski positif

m. Hiperaktif tetapi respons refleks bervariasi n. Tanda dan gejala bersifat khas untuk setiap organisme:

Ruam ptekial atau purpurik (infeksi meningokokal), terutama bila berhubungan dengan status seperti syok. Keterlibatan sendi (infeksi meningokokal dan H. influenzae) Drain telinga kronis (meningitis pneumokokal) Bayi dan Anak Kecil Gambaran klasik jarang terlihat pada anaka-anak antara usia 3 bulan dan 2 tahun a. b. c. d. e. f. g. h. Muntah Peka rangsangan yang nyata Sering kejang (seringkali disertai dengan menangis nada tinggi) Fontanel menonjol Kaku kuduk dapat terjadi dapat juga tidak Tanda Brudzinski dan Kernig bersifat tidak membantu dalam diagnosa Sulit untuk dimunculkan dan dievaluasi dalam kelompok usia Empihema subdural (infeksi Haemophilus influenza)

Neonatus: Tanda-tanda Spesifik a. Secara khusus sulit untuk didiagnosa

b.

Manifestasi tidak jelas dan tidak spesifik

c. Baik pada saat lahir tetapi mulai terlihatmenyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari d. e. f. g. h. i. j. k. Menolak untuk makan Kemampuan menghisap buruk Muntah atau diare Tonus buruk Kurang gerakan Menangis buruk Fontanel penuh, tegang, dan menonjol dapat terlihat pada akhir perjalanan penyakit Leher biasanya lemas

Tanda-tanda Nonspesifik yang Mungkin Terjadi pada Neonatus a. b. c. d. e. f. g. h. Hipotermia atau demam (tergantung pada maturitas bayi) Ikterik Peka rangsang Mengantuk Kejang Ketidakteraturan pernapasan atau apnea Sianosis Penurunan berat badan

(Donna L. Wong. Pedoman Keperawatan Pediatrik,ed.4,2003 ) H. PEMERIKSAAN DIAGNOSA 1. Punksi Lumbal : tekanan cairan meningkat, jumlah sel darah putih meningkat, glukosa menurun, protein meningkat.

Indikasi Punksi Lumbal: a. Setiap pasien dengan kejang atau twitching baik yang diketahui dari anamnesis atau yang dilihat sendiri. b. c. d. e. f. g. Adanya paresis atau paralysis. Dalam hal ini termasuk strabismus karena paresis N.VI. Koma. Ubun-ubun besar menonjol. Kuduk kaku dengan kesadaran menurun. Tuberkulosis miliaris dan spondilitis tuberculosis. Leukemia.

2. Kultur swab hidung dan tenggorokan (Suriadi, dkk. Asuhan Keperawatan pada Anak, ed.2, 2006) 3. Darah: leukosit meningkat, CRP meningkat, U&E, glukosa, pemeriksaan factor pembekuan, golongan darah dan penyimpanan. 4. Mikroskopik, biakan dan sensitivitas: darah, tinja, usap tenggorok, urin, rapid antigen screen. 5. CT scan: jika curiga TIK meningkat hindari pengambilan sample dengan LP.

6. LP untuk CSS: merupakan kontra indikasi jika dicurigai tanda neurologist fokal atau TIK meningkat. 7. CSS pada meningitis bakteri: netrofil, protein meningkat (1-5g/L), glukosa menurun (kadar serum <50%) 8. CSS pada meningitis virus: limfosit (pada mulainya netrofil), protein normal/meningkat ringan, glukosa normal, PCR untuk diagnosis. 9. CSS: mikroskopik (pulasan Gram, misal, untuk basil tahan asam pada meningitis TB), biakan dan sensitivitas. I. PENATALAKSANAAN MEDIS Penatalaksanaan efektif untuk meningitis bergantung pada terapi suportif agresif yang dini dan pemilihan antimikroba empirik yang tepat untuk kemungkinan patogen. Tindakan suportif umum diindikasikan bagi setiap pasien yang menderita patologi intrakranium berat.

Pasien dengan Meningitis purulenta pada umumnya dalam keadaan kesadaran yang menurun dan seringkali disertai muntah-muntah atau diare. Untuk menghindari kekurangan cairan/elektrolit, pasien perlu langsung dipasang cairan intavena. Jika terdapat gejala asidosis harus dilakukan koreksi. Pengelolaan cairan merupakan hal yang sangat penting pada pasien meningitis. Sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat (SIADH, syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion) terjadi pada sekitar 30% pasien meningitis, dan jika ditemukan, harus dilakukan pembatasan cairan. Meskipun demikian, sebuah studi klinis telah membuktikan pentingnya memelihara tekanan perfusi otak yang adekuat pada penyakit ini. Pembatasan cairan secara tidak tepat dapat menimbulkan deplesi volume, yang jika ekstrim, dapat menuju pada ketidakadekuatan volume sirkulasi. Sebaiknya cairan mula-mula dibatasi, sementara menunggu pemeriksaan elektrolit urin dan serum. Bila terdapat SIADH, pembatasan cairan sampai dua pertiga cairan pemeliharaan merupakan tindakan yang tepat, sampai kelebihan hormon antidiuretuk pulih; bila tidak terdapat SIADH, cairan harus diberikan dalam jumlah yang sesuai dengan derajat kekurangan cairan, dan elektrolit diawasi secara seksama. Terapi peningkatan tekanan intrakranium harus diarahkan pada pemeliharaan derajat tekanan perfusi otak yang adekuat, seperti pada kondisi lain yang dipersulit oleh hipertensi intrakranium. Cara yang ada bisa termasuk hiperventilasi, pengambilan CSS melalui kateter intraventrikel, atau mungkin pemakaian obat diuretikosmotik secara hati-hati. Pada kecurigaan meningitis, antibiotik intravena diberikan secara empiric sementara menunggu hasil biakan. Pemilihan antibiotik awal didasarkan pada kemungkinan pathogen menurut kelompok usia, pajanan yang diketahui, dan setiap faktor resiko yang tidak lazim bagi pasien. Prinsip terapi antimikroba meningitis mencakup pemilihan antibiotik yang bersifat bakterisid terhadap pathogen yang dicurigai dan yang mampu mencapai konsentrasi CSS setidaknya sepuluh konsentrasi bakterisid minimal untuk organisme tersebut, karena inilah konsentrasi yang dalam penelitian hewan telah terbukti berkolerasi dengan sterilisasi CSS paling efektif. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 ) Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan diazepam 0,5 mg/kg BB/kali IV, dan dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian bila kejang belum berhenti. Ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis sama tetapi diberikan secara IM. Setelah kejang dapat diatasi, diberikan fenobarbital dosis awal untuk neonatus 30 mg; anak < 1 tahun 50 mg dan anak > 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital dengan dosis 8-10 mg/kg BB/hr dibagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari (dimulai 4 jam setelah pemberian dosis awal). Hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hr dibagi dalam 2 dosis. Bila tidak tersedia diazepam, fenobarbital dapat langsung diberikan dengan dosis awal dan selanjutnya dosis rumat. Penyebab utama meningitis purulenta pada bayi atau anak di Indonesia(Jakarta) ialah H. influenzae dan pneumoccocus sedangkan meningococcus jarang sekali,maka diberikan ampisilin IV sebanyak 400mg/kg BB/hr dibagi 6 dosis ditambah kloramfenikol 100mg/kg BB/hr iv dibagi dalam 4 dosis. Pada hari ke 10 pengobatan dilakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan tesebut dilanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum dan pengobatan dilanjutkan dengan obat dan cara yang sama seperti di atas dan diganti dngan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji resistensi kuman.

Meningitis paru pada neunatus berbeda,karena biasa dan disebabkan oleh baksil colifom dan staphylococcus, maka pengobatan pada neonatus sebagai berikut: Pilihan pertama: Sefalosporin 200mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis, dikombinasi dengan amikasin dengan dosis awal 10 mg/kg BB/hr IV,dilanjutkan dengan dosis 15 mg/kg BB/hr atau dengan gentamisin 6 mg/kg BB/hr masing-masing dibagi dalam 2 dosis. Pilihan kedua : Amphisilin 300-400 mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 6 dosis,dikombinasi dengan kloramfenikol 50 mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 4 dosis. Pada bayi kurang bulan dosis kloramfenikol tidak boleh melebihi 30 mg/kg Bb/hr (dapat terjadi grey baby). Pilihan selanjutnya kotrimoksazol 10 mg TMP/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis 6 mg TMP/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis. Lama pengobatan neonatus adalah 2 hr. Sefalosporin dan kotrimaksozol tidak diberikan pada bayi yang berumur kurang 1 minggu. Ulangan pungsi lumbal pada meningitis paru anak dilakukan pada hari ke 10 pengobatan sedang pada neunatus pada hari ke 21. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005) Terapi pilihan pada bayi yang telah mengalami meningitis bakterial dengan komplikasi hidrocephalus adalah dilakukan pembedahan dengan tujuan untuk pemasangan shunt guna mengalirkan cerebrospinal fluid yang tersumbat di dalam otak. Ada beberapa jenis shunt antara lain (VP) ventrikulo peritoneal shunt dan (VA) ventriculoatrial shunt. Penatalaksanaan pada bayi dengan hidrocehalus adalah pemberian posisi head up dan pengawasan pemberian cairan yang adekuat.

You might also like