You are on page 1of 12

BAB III ANALISIS JURNAL

Influenza adalah penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh virus influenza dengan bermacam-macam tipe dan subtipe. Pandemi influenza adalah peristiwa yang jarang terjadi. Namun, pada abad yang lalu terjadi tiga pandemi yaitu: Influenza Spanyol (subtipe H1N1) tahun 1918 yang menyebabkan kematian sekitar 40-50 juta orang, Influenza Asia (subtipe H2N2) tahun 1957 menyebabkan kematian sekitar 2-4 juta orang, dan Influenza Hongkong (subtipe H3N2) tahun 1968 merenggut nyawa sekitar 1 juta orang. Sekarang, virus pandemi masa lalu tersebut merupakan penyebab influenza musiman (1). Saat ini, influenza merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang digolongkan dalam virus influenza A, B, dan C. Penyakit ini menyerang tenggorokan dan paru-paru, jantung dan bagian tubuh lain, khususnya bagi penderita infeksi lain. Penyakit ini biasanya menyebar di Amerika Serikat di setiap musim dingin, yaitu pada bulan Oktober sampai Mei. Setiap tahun, ribuan orang di Amerika Serikat meninggal akibat penyakit ini (2,3). Berdasarkan jurnal diketahui bahwa sebuah pandemi influenza yang sangat patogen akan mengancam kehidupan ratusan ribu orang di Amerika Serikat. Ratusan ribu orang bisa saja mati dalam periode bulan selama pandemi berlangsung. Alokasi sumber daya dan penerapan langkah-langkah pengendalian akan memiliki implikasi etika yang sangat besar, tidak hanya dalam menyelamatkan nyawa, tetapi juga dalam pelestarian hak asasi manusia, pemeliharaan fungsi masyarakat, dan pencapaian keadilan sosial (4). Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (DHHS) dan semua negara telah menerbitkan rencana pandemi influenza. Rencana federal dan negara bagian, terhadap pandemi influenza tersebut dipublikasikan dan disediakan di Internet, sehingga pedoman etika dapat dinilai oleh adanya istilah etika (4).

33

34 Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa temuan yang paling mencolok adalah tidak adanya bahasa etis dalam keputusan atau rencana federal terhadap pandemi influenza dan bagaimana bahasa tersebut dilakukan. Kata-kata yang diteliti yaitu kerjasama, persetujuan, penyertaan, etika, hak, akuntabilitas, pemerataan, privasi, kompetensi, kerugian, kerahasiaan, kepercayaan,

perbedaan, perwakilan, adil, kewajiban, ketanggapan, transparansi, kesetaraan, kebebasan, otonomi, kesenjangan,kesamaan, dan moral. Minimnya penggunaan maupun prakek terhadap kata-kata tersebut menimbulkan beberapa masalah, antaralain (4): a. Penentuan prioritas kelompok vaksinasi Di dalam rencana federal DHHS, diketahui bahwa kerangka etika hanya tersirat tetapi tidak dibuat eksplisit atau jelas dan sesuai praktek. Sebagai contoh, secara tertulis dinyatakan bahwa pemerintah negara bagian dan lokal akan dipandu oleh data epidemiologi dalam melaksanakan isolasi dan tindakan karantina. Dalam rencana ini juga disebutkan bahwa pembatasan kebebasan merupakan upaya untuk meminimalisir dampak dan penyebaran, rencana ini juga menyinggung kebebasan sipil dan hak asasi manusia. Namun, kiasan konsep tersebut tidak dapat menggantikan kedisiplinan, baik informasi maupun musyawarah (4). Dokumen rencana memiliki begitu banyak muatan dan pilihan tindakan etis, namun tidak ada bahasa etika dan transparansi dalam pertimbangan etis dalam rencana negara ini. Hanya beberapa negara menyediakan justifikasi etis eksplisit sebagai rekomendasi. Terlepas dari referensi rinci mengenai perlunya ahli etika, sebagian besar tidak meresepkan suatu proses untuk mengidentifikasi atau menangani isu-isu etis yang mungkin timbul selama pandemi. Dokumen-dokumen yang ditinjau mencerminkan keyakinan bahwa etika adalah jelas tetapi sedikit relevansi praktisnya (4). Komponen penting dalam etika kesehatan masyarakat adalah masukan dari masyarakat. Kode Etik Kesehatan Masyarakat menyatakan bahwa "efektivitas lembaga-lembaga sangat bergantung pada kepercayaan publik"

35 dan "kolaborasi merupakan elemen kunci bagi kesehatan masyarakat." Selain itu, "setiap orang dalam sebuah komunitas harus memiliki kesempatan untuk berkontribusi kepada wacana masyarakat (4). Perencanaan adalah suatu proses atau kegiatan dalam rangka menyusun rencana kegiatan. Rencana adalah segala sesuatu yang belum dilakukan tetapi diharapkan dapat dilakukan. Dalam hal ini, diketahui bahwa perencanaan terhadap pandemi influenza yang diarapkan adalah perencanaan partisipasif yang sebenarnya memerlukan partisipasi masyarakat khususnya dalam penetapan priotitas (5). Perencanaan partisipatif adalah suatu proses untuk menghasilkan rencana yang dilakukan oleh semua pihal terkait dalam sutu bidang dan pihak-pihak merencanakan secara bersama-sama (partisipatif) dan terbuka. perencanaan partisipatif juga merupakan perencanaan yang melibatkan semua (rakyat) dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi yang tujuannya untuk memperoleh kondisi yang diharapkan, meciptakan aspirasi dan rasa memiliki (5,6). Partisipasi masyarakat mempunyai sifat penting. Hal ini dikarenakan oleh (6): 1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya program-program pembangunan akan gagal. 2. Masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaanya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program tersebut dan akan

mempunyai rasa memiliki terhadap program tersebut. 3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat sendiri. Dalam praktik manajemen publik sejumlah faktor sosial dan politik memiliki masyarakat keterkaitan (public dengan trust), keduanya, legitimasi yaitu: tingkat kepercayaan tanggunggugat

(legitimacy),

(accountability), kualitas layanan (public service quality),dan mencegah

36 pembangkangan publik (public disobedience). Kepercayaan publik

merupakan modal awal bagi lembaga-lembaga yang harus ditumbuhkembangkan dalam jiwa masyarakat khususnya bagi kesehatan masyarakat (5,7) Partisipasi dan transparansi akan menjadi perangkat untuk

mengembalikan kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Ketidakpercayaan menimbulkan antipati terhadap kepemimpinan dalam pemerintahan dan berakibat tidak adanya kepatuhan masyarakat untuk menjalankan peraturan yang telah di putuskan pemerintah (5). Akuntabilitas dapat pula menjadi indikator penting kemampuan suatu pemerintahan memperoleh kepercayaan dari masyarakatnya. Akuntabilitas menjadi satu parameter yang tidak dapat dipisahkan dari kuat atau lemahnya partisipasi masyarakat. Akuntabilitas menjadi semacam kewajiban moral (moral obligation) dari para pemimpin yang dipilih secara absah oleh pendukungnnya atau rakyatnya. Keyakinan masyarakat akan akuntabilitas seorang pemimpin akan diikuti dengan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap keputusan yang telah dibuat oleh sang pemimpin (5). Dalam upaya perwujudan kepercayaan publik, pemimpin juga merupakan faktor yang signifikan. Peran pemimpin dalam membangun kepercayaan publik mencakup lingkup internal yang berkaitan dengan upaya menggerakkan dan memastikan seluruh sumberdaya aparatur berkinerja tinggi, dan lingkup eksternal organisasi dalam upaya mencermati harapan masyarakat dan komunikasi eksternal baik menyangkut ukuran-ukuran kinerja pelayanan (public service measures) yang ditetapkan, upaya yang telah, sedang dan akan dilakukan, maupun kinerja pelayanan yang telah dihasilkan. Dalam konteks ini, pemimpin merupakan pengatur kebijakan etis terhadap pandemi influenza yang bersifat partisipatif, transparan, dan akuntabilitas yang bermoral sehingga dapat diberikan penjelasan kepada

masyarakat bahwa alokasi sumberdaya di Amerika Serikat terbatas dan membutuhkan prioritas daerah yang perlu didahulukan pencegahan maupun intervensinya (8).

37 Berdasarkan jurnal, diketahui bahwa pemerintah membentuk Proyek Percontohan Keterlibatan Masyarakat dalam Pandemi Influenza. Proyek tersebut merupakan sebuah program eksperimental yang diciptakan untuk meminta masukan dari masyarakat tentang prioritas kelompok vaksinasi dan untuk menentukan efektifan proses partisipatif (4). Proyek Percontohan Keterlibatan Masyarakat dalam Pandemi Influenza termasuk fase utama musyawarah dengan para pemangku kepentingan serta konsultan ahli, diikuti dengan diskusi di antara warga masyarakat di 4 negara. Presentasi menangani aspek teknis dan etika distribusi vaksin diberikan pada saat musyawarah. Evaluasi dari proyek ini menyarankan perbaikan dalam pengetahuan tentang influenza dan kepuasan dengan sifat sosialiasi ini. Namun, sejauh mana rekomendasi yang dihasilkan telah dimasukkan ke dalam negara dan perencanaan nasional yang masih belum jelas (4). Rekomendasi mengenai pemberian pengetahuan dan bentuk sosialisasi seharusnya telah dimasukkan dalam rencana nasional. Pemerintah memegang pengaruh yang besar terhadap kesehatan masyarakat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Najoan (2013) diketahui bahwa peran pemerintah dalam menanggulangi kesehatan dapat dilihat dari penyuluhan terhadap masyarakat. Penyuluhan ini penting mengingat kehidupan sosial masyarakat senantiasa berubah dan dalam memberikan penyuluhan hendaknya selalu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat, sehingga tidak menimbulkan kesan yang pada akhirnya membawa hasil sebagaimana yang diharapkan (9). Di Indonesia, masalah kesehatan merupakan salah satu bentuk pemasalahan yang harus ditangani baik oleh pemerintah maupun masyarakat itu sendiri. Mengingat pentingnyakesehatan tersebut, UU 36 Tahun 2009 memberikan arah sebagai berikut (11): a. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 melalui pembangunan Nasional

38 yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 b. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan, yang besar artinya bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang ada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Dalam meningkatkan peran pemerintah dalam masalah ini, diperlukan kebijakan yang berdasarkan kode etik kesehatan masyarakat. Berdasarkan jurnal diketahui bahwa kesehatan masyarakat berbeda dengan tenaga perawatan kesehatan (kuratif). Dalam jurnal dinyatakan bahwa profesional perawatan kesehatan melihat pekerjaan mereka sebagai penyelamat nyawa dan mungkin menganggap hal tersebut merupakan pekerjaan mereka, menurut definisi, etika, dan mereka dapat melihat apa saja yang mereka lakukan pada dasarnya baik. Namun, dalam kesehatan masyarakat, pekerjaan etis selesai dilakukan dengan sekali tindakan di tempat untuk meminimalkan tingkat kematian dalam suatu populasi bukan hanya satu nyawa (4). Implikasi etis mengenai kebijakan ini harus diperkirakan dengan baik mengingat tujuan dari kebijakan ini adalah menurunkan tingkat kematian maupun kesakitan dalam populasi. Berdasarkan jurnal diketahui bahwa kemampuan untuk melihat implikasi etis dalam keputusan seharusnya dibuat bedasarkan artikulasi dasar-dasar etika keputusan. Sayangnya, kemampuan ini jarang diajarkan kepada siswa kesehatan masyarakat di Amerika Serikat (4). b. Alokasi sumber daya yang terbatas Pada rencana yang mengakui komponen etis untuk persiapan pandemi dan respon, topik yang paling sering dibahas adalah alokasi sumber daya teknologi yang terbatas, seperti agen antivirus, vaksin, dan respirator, atau pembatasan kebebasan, seperti karantina pasien. Setelah pandemi dimulai, vaksin akan sangat dibutuhkan dan membutuhkan beberapa bulan untuk proses pembuatan, bahkan mungkin akan tersedia hanya dalam jumlah

39 terbatas. Dalam beberapa komunitas, mungkin hanya akan diperlukan setelah pandemi mencapai puncaknya (4). Walaupun pandemi tertunda atau tidak terjadi selama beberapa tahun, stok antivirus akan tetap kecil atau mungkin sudah kadaluwarsa. Virus influenza selalu berubah-ubah.. Virus influenza merupakan virus RNA yang sangat mudah bermutasi, mengalami perubahan pembawa sifat (genetik). Setiap tahun, vaksinasi flu dibuat untuk melindungi dari virus yang kemungkinan besar menyebabkan flu tahun yang terjadi pada tahun tersebut. Kendati vaksinasi flu tidak dapat mencegah semua kasus penyakit flu, vaksin ini merupakan pertahanan terbaik melawan penyakit ini. Vaksin flu yang dinonaktifkan melindungi dari 3-4 virus influenza. Vaksin influenza dianjurkan oleh pemerintahan Amerika Serikat kepada siapapun di atas usia 6 bulan yang ingin mencegah influenza harus berjumpa dengan dokter keluarganya untuk mendapatkan vaksin setiap tahun, sebelum musim dingin mulai. Vaksinasi influenza juga dianjurkan terutama untuk (1,3,4): a. Semua orang dewasa yang berusia 65 tahun ke atas. b. Orang dewasa Aborijin dan Penduduk Selat Torres yang berusia 50 tahun ke atas. c. Orang dewasa dan anak-anak yang melebihi usia enam bulan dan menderita penyakit kronis yang berdampak terhadap jantung dan paruparu, atau memerlukan tindak lanjut medis secara berkala. d. Orang yang mengalami imunodefisiensi, termasuk infeksi HIV. e. Penghuni panti jompo dan fasilitas perawatan jangka panjang lain. f. Orang dewasa dan anak-anak berusia lebih dari enam bulan yang tinggal di rumah tangga dengan seorang yang termasuk dalam kategori manapun di atas. g. Petugas kesehatan. h. Staf, sukarelawan dan pengunjung sering panti jompo dan fasilitas perawatan jangka panjang. i. Anak-anak (enam bulan sampai 10 tahun) yang menerima pengobatan aspirin jangka panjang.

40 j. Orang yang berencana akan berkunjung ke bagian dunia di mana influenza sedang beredar. k. Wanita yang akan berada dalam trimester kedua atau ketiga dari kehamilan (meskipun telah hamil) antara bulan Juni dan Oktober. l. Anak-anak sampai usia 9 tahun memerlukan dua dosis dengan selang waktu sekurang-kurangnya sebulan pada tahun pertama divaksinasi akan memakan waktu sampai dua minggu untuk tubuh Anda memperoleh kekebalan setelah vaksinasi. Vaksin tersebut didesain untuk sepadan dengan virus yang mungkin sekali beredar pada musim dingin yang berkenaan. m. Bagi orang dewasa sehat, vaksin tersebut biasanya memberikan perlindungan 70-90% terhadap infeksi selama kira-kira setahun. n. Vaksin tersebut tidak dianjurkan untuk orang tertentu, termasuk orang yang mempunyai alergi terhadap telur. o. Orang yang menderita demam harus menunda vaksinasi sampai telah sembuh. p. Orang yang pernah menderita Sindrom Guillain-Barr harus

membicarakan vaksinasi dengan dokternya. Berdasarkan jurnal, diketahui bahwa terdapat bagian dari rencana yang berjudul "Alokasi Etis Sumber Daya Langka," para penulis dari rencana Tennessee mengidentifikasi 3 nilai-nilai etika (pengelolaan, hubungan timbal balik, dan kesetaraan) yang harus diterapkan untuk alokasi ventilator dan sumber daya lain yang terbatas. Virus influenza ini ditularkan dari orang ke orang melalui inhalasi setelah penderita batuk atau bersin, atau melalui sentuhan seperti berjabat tangan. Faktor yang meningkatkan risiko influenza ini adalah jika virus berada di tempat yang tertutup atau sesak. Penderita influenza juga dapat menularkan penyakit dari hari sebelum, sampai beberapa hari setelah gejala mulai timbul. Hal inilah yang melatarbelakangi pembagian virus yang terkelola dan tepat sasaran yang memperhatikan etika kesetaraan masyarakat.

41 Hal ini juga yang melatarbelakangi tindakan karantina terhadap pasien influenza (2). Pada saat terjadinya pandemi, setelah produksi vaksin pandemi berhasil dimulai, ketersediaan vaksin pandemi mungkin hanya cukup untuk memvaksinasi < 5% populasi dunia. Di Indonesia, prioritas sasaran imunisasi influenza A baru (H1N1) mengacu kepada rekomendasi SAGE, ACIP dan CDC adalah petugas kesehatan dan personal pelayanan gawat darurat, anak sampai dewasa dengan faktor risiko tinggi (menderita penyakit kronis dan defisiensi sistem kekebalan/immuno compromized). Apabila vaksin influenza A baru (H1N1) mencukupi akan disusun skala prioritas selanjutnya. Kelompok prioritas akan berbeda dari negara ke negara lain, tergantung pada ketersediaan vaksin, infrastruktur yang tersedia untuk memberikan vaksinasi, dan struktur penduduk. Sebagai upaya dalam menanggulangi masalah ini, maka kerjasama dengan lembaga Kedokteran sangat diperlukan (4,11,12). Berdasarkan jurnal diketahui bahwa, pemerintah Amerika Serikat memiliki badan surveilan terhadap influenza yang disebut Centers for Disease Control and Prevention (CDC). CDC menerapkan kegiatan surveilans sindromik berskala nasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS. Dalam surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan batuk atau sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati. Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk memonitor krisis yang tengah berlangsung. Melalui hal inilah tindakan karantina yang dilakukan DHHS dilakukan pada penderita influenza. Tindakan karantina, di Indonesia juga diawali dengan mencari sinyal epidemiologi mengenai influenza identik dengan adanya PHEIC (Public

42 Health Emergency of International Concern), penyelidikan epidemiologis yang lengkap akan dilaksanakan oleh tim verifikasi yang anggotanya merupakan gabungan dari tim gerak cepat kabupaten, provinsi, dan pusat. Sebelum tim verifikasi tiba, maka petugas lapangan (TGC) kabupaten/kota harus melaksanakan penyelidikan epidemiologi awal. Sementara itu pemerintah daerah melakukan tindakan penanggulangan seperlunya dalam waktu <24 jam, yang meliputi surveilans, komunikasi risiko, pengobbatan, pemberian antiviral, dan bila perlu dilakukan karantina rumah (1). Apabila tim verifikasi menyimpulkan telah muncul sinyal

epidemiologi, tim akan melapor kepada Menteri Kesehatan melalui Dirjen P2 & PL sebagai focal point IHR. Menteri Kesehatan kemudian melapor kepada presiden untuk menentukan langkah selanjutnya. Setelah adanya bukti, secara virologis, perubahan yang menunjukkan penularan antarmanusia oleh virus influenza pandemi melalui pemeriksaan sequencing, dalam waktu kurang dari 24 jam, Menteri Kesehatan memberikan pernyataan adanya episenter pandemi influenza. Menteri Kesehatan menginstruksikan kepada pemerintah daerah untuk melakukan tindakan penanggulangan episenter pandemi influenza termasuk melakukan tindakan karantina. (1) Tindakan karantina merupakan kegiatan intervensi nonfarmasi. Karantina tersebut meliputi kegiatan karantina rumah, karantina wilayah, pembatasan kegiatan sosial, pengendalian faktor risiko lingkungan (terhadap influenza dan penyakit menular lainnya di dalam lingkungan wilayah penanggulangan), kebersihan perseorangan, etika batuk, desinfeksi dan dekontaminasi, serta pemulasaran jenazah yang berada di wilayah penanggulangan. Semua kegiatan ini dilaksanakan dengan bekerja sama dengan POLRI dan TNI (1). Tujuan dari kegiatan respon medik ini antara lain adalah: Terkendalinya penyebaran virus influenza pandemi melalui kegiatan nonfarmasi pada Episenter Pandemi Influenza, melalui tindakan: a. Karantina rumah pada saat penanggulangan seperlunya b. Karantina wilayah pada saat konfirmasi sinyal virologi

43 c. Pembatasan kegiatan sosial berskala besar d. Kebersihan perseorangan dan etika batuk e. Pengendalian faktor risiko lingkungan f. Dekontaminasi dan desinfeksi g. Pengawasan pemulasaraan jenazah Karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular selama periode menular. Tujuan karantina adalah mencegah transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi (13). Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS 1980an dan SARS. Dikenal dua jenis karantina: (1) Karantina total; (2) Karantina parsial. Karantina total membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit menular selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar. Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmisi penyakit. Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan tentara yang ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang di pos-pos lainnya tetap bekerja. Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan masalah legal, politis, etika, moral, dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas, dan efektivitas langkah-langkah pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat (13). Pasien yang dimasukkan dalam karantina diluputkan dari

kebebasannya. Pasien yang sukarela masuk karantina tidak akan menjadi masalah. Bukan halnya jika pasien tersebut dipaksakan masuk ke karantina. Hal ini membuktikan bahwa otonomi pasien tersebut memang dilanggar. Namun otonomi tersebut dapat dilanggar demi kepentingan yang lebih besar. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan kebijakan maupun modifikasi

44 program karantina oleh para ahli epidemiologi agar program tersebut dapat diterapkan tanpa mengesampingkan etika (14).

You might also like