You are on page 1of 25

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .. BAB 1 PENDAHULUAN .. BAB 2 LAPORAN KASUS ... BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA . DAFTAR PUSTAKA .

1 2 3 15

BAB 4 DISKUSI . 22 24

BAB 1 PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit infeksi terbanyak di dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar 1,9 miliar manusia (sepertiga penduduk dunia) telah terinfeksi kuman TB. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi TB di dunia ini. Di Indonesia TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah penderita TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah penderita TB di dunia. Diperkirakan setiap tahun ada sekitar 539.000 kasus baru dengan kematian sekitar 100.000 orang. Insiden kasus TB Basil Tahan Asam (BTA) positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. Munculnya pandemi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immunedeficiency Syndrome (AIDS) di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi TB dengan HIV akan meningkatkan resiko kejadian TB secara signifikan. Dalam penyebarannya tuberculosis dapat dibagi menjadi 2 bagian, diantaranya adalah TB paru dan TB diluar paru. Limfadenitis TB atau TB kelenjar getah bening termasuk salah satu penyakit tuberculosis. Sekitar 43 persen dari semua limfadenopati perifer di negara berkembang disebabkan oleh karena TB, manifestasi ini juga tidak hanya terlihat di negara berkembang, di negara maju juga sering terdapat manifestasi ini. Angka kejadian di Amerika Serikat, sekitar 20 persen menimbulkan TB luar paru, dan sekitar 30 persen dari kasus-kasus ini hadir dengan limfadenitis. Prevalensi limfadenitis tuberkulosis pada anak-anak sampai 14 tahun di pedesaan India adalah sekitar 4,4 kasus per 1000. Diagnosa limfadenitis TB mudah ditegakkan apabila gambaran-gambaran khas tersebut di atas ditemukan pada sediaan aspirasi. Tetapi apabila gambaran ini tidak dijumpai, sulit membedakan antara limfadenitis akut supuratif atau limfadenitis TB supuratif, dalam studi diagnostik menemukan adanya gambaran lain dari limfadenitis TB, yaitu adanya bercak-bercak gelap (dark specks) pada latar belakang material nekrotik
2

di luar paru (TB-ekstraparu) Penyakit ini disebabkan oleh M.

granular eosinofilik dari aspirat limfadenopati. Dan ternyata apabila sediaan ini dikultur dengan teknik Kudoh, ternyata 83% kasus memberikan kultur positif. BAB 2 LAPORAN STATUS

KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD) CATATAN MEDIK PASIEN No. Reg. RS : 00.48.32.82 Nama Lengkap : Ratimah Tanggal Lahir : Umur : 22 Thn Jenis Kelamin : Perempuan No. Telepon : Status: Belum Menikah Jenis Suku : Aceh
Dokter Muda Dokter Tanggal Masuk: : : dr. Dedy

Alamat : Desa Loe Tarutung Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SLTA

Agama : Islam

ANAMNESIS

Automentesis Heternomentesi s

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan Utama Deskripsi

: Benjolan pada leher : Hal ini dialami os sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya benjolan

berukuran kecil dan semakin lama semakin membesar. Nyeri dijumpai sehingga o.s kesulitan untuk menelan dan juga berbicara. Demam juga dialami o.s 6 bulan ini, demam besifat naik
3

turun. Demam turun dengan obat penurun panas. Batuk dijumpai 3 bulan yang lalu, batuk berdahak, dengan dahak berwarna putih. Riwayat batuk darah tidak dijumpai. Sesak nafas dialami sejak 2 minggu yang lalu, sesak tidak berhubungan dengan aktivitas dan cuaca. Sesak semakin memberat bila pasien batuk, nafas berbunyi dijumpai. Riwayat keringat malam tanpa aktivitas dialami o.s sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat penurunan berat badan juga dijumpai 5 kg dalam 3 bulan ini. Selera makan o.s menurun. Luka dipinggang kanan dialami o.s sejak 3 bulan yang lalu, awalnya luka berukuran kecil dan semakin lama semakin besar yang disertai nyeri, gatal tidak dijumpai. Awalnya luka berupa gelembung berisi air, lalu diobati sendiri oleh o.s dengan obat tradisional lalu luka menjadi berwarna kehitaman.

RPT RPO

::-

RIWAYAT PRIBADI Riwayat Alergi Tahun Bahan / obat Gejala Tahun Riwayat imunisasi Jenis imunisasi -

Hobi Olah Raga

: tidak ada yang khusus : tidak ada yang khusus

Kebiasaan Makanan : tidak ada yang khusus Merokok Minum Alkohol Hubungan Seks : (-) : (-) : (-)

ANAMNESIS UMUM (Review of System) Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi Umum : Abdomen :

Gelisah Kulit: luka pada pinggang belakang sebelah kanan Kepala dan leher: bengkak di leher Mata: Tidak ada keluhan Telinga: Tidak ada keluhan Hidung: Tidak ada keluhan Mulut dan Tenggorokan: Sulit menelan Pernafasan : Nafas berbunyi, sesak Jantung : Tidak ada keluhan

Tidak ada keluhan Alat kelamin: perempuan Tidak ada keluhan

Ginjal dan saluran kencing : Tidak ada keluhan Hematologi: Tidak ada keluhan Endokrin/metabolik: Tidak ada keluhan Musculoskeletal : Tidak ada keluhan Sistem saraf: Tidak ada keluhan Emosi : Terkontrol Vaskuler : Tidak ada keluhan

DISKRIPSI UMUM

Kesan Sakit

Ringan

Sedang

Berat

Gizi BB : 50 Kg, TB : 155 Cm IMT= 20,8 kg/ m, kesan: normoweight

TANDA VITAL

Kesadaran

Compos mentis

Deskripsi: Bicara dengan baik dan jelas

Nadi Tekanan darah

Frekuensi 80 x/i Berbaring: Lengan kanan: 120/70 mmHg Lengan kiri : 120/70 mmHg

Reguler, t/v: cukup Duduk: Lengan kanan: 120/70 mmHg Lengan kiri : 120/70 mmHg

Temperatur Pernafasan

Aksila: 36, 7 C Frekuensi: 20 x/menit Deskripsi: reguler

KULIT : luka pada regio lumbalis posterior dextra KEPALA DAN LEHER : limfadenopati multipel, TVJ R-2 cmH20, trakea medial, pembesaran KGB(+) di regio colli sinistra dan dextra, supraklavikula dextra, konsistensi kenyal, permukaan rata, berbatas tegas, nyeri, ukuran 2x2x2 cm TELINGA HIDUNG : dalam batas normal : dalam batas normal

RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN : dalam batas normal

MATA : Conjunctiva palp. inf. pucat (-), sclera ikterik (-), RC (+)/(+), Pupil isokor, ki=ka, 3mm,

THORAX Depan Inspeksi Palpasi Simetris fusiformis Belakang Simetris fusiformis

SF ka>ki, kesan mengeras di lapangan SF ka>ki, kesan mengeras di lapangan tengah paru tengah paru Sonor memendek di lapangan tengah paru kanan Sonor memendek di lapangan tengah paru kanan SP: vesikuler melemah di lapangan tengah paru kanan ST : wheezing

Perkusi

Auskultasi SP: vesikuler melemah di lapangan tengah paru kanan ST : wheezing

JANTUNG Batas Jantung Relatif Atas : ICR III Sinistra Kanan : LSD Kiri : 1 cm medial LMCS, ICR VI Jantung : HR : 80 x/i, reguler, M1>M2, A2>A1, P2>P1, A2>P2, desah (-), gallop (-)

ABDOMEN Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi PINGGANG Ballotement (-), Tapping pain (-) : Simetris : Soepel, H/L/R: tidak teraba, nyeri tekan(-) : Tympani, pekak hati (-), pekak beralih (-) : Peristaltik (+), kesan: normal

EKSTREMITAS:
7

Superior: edema (-)/ (-) Inferior : edema (-)/ (-)

ALAT KELAMIN: tidak dilakukan pemeriksaan

REKTUM tidak dilakukan pemeriksaan

NEUROLOGI: Refleks Fisiologis (+) Normal Refleks Patologis (-)

BICARA Sulit berbicara

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (4 Agustus 2011) Darah rutin: Hb: 12,6 g/dl (13,2-17,3); Leukosit:
x 103 /mm3 (4.500-11.000), Ht: 36,80 % (43-49);

Trombosit: 169 x 103/mm3 (150.000-450.000), MCV : 80,9 fL (85-95), MCH : 27,7 pg (2832), MCHC : 34,2 g% ( 33-35)

Metabolisme Karbohidrat KGD sewaktu : 118,3 mg/dL

Kimia darah Liver Function Test

SGOT: 20 U/l (<38) SGPT : 12 U/l (<41)

Renal function test Ureum : 41 mg% (10-50mg%) Creatinine : 0,98 mg% (0,7-1,1mg%)

Elektrolit Natrium : 129 m/EqL, Kalium : 4.7 m/EqL, Klorida : 103 m/EqL

URINALISA Urinalisa Warna Protein Reduksi Bilirubin : : : : kuning jernih + Sedimen Eritrosit Leukosit Epitel Kristal : : : : 0-1/lpb 0-1/lpb 2-3/lpb -

Urobilonogen :

FESES RUTIN tidak dilakukan pemeriksaan.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI FOTO THORAKS: Belum dilakukan FOTO POLOS ABDOMEN Belum dilakukan

RESUME DATA DASAR (Diisi dengan Temuan Positif)

Oleh dokter : dr. dedy Nama Pasien : Ratimah No. RM : 48.32.82

1. KELUHAN UTAMA 2. ANAMNESIS

: limfadenopati : (Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat Pengobatan, Riwayat Penyakit Keluarga, Dll.)

Hal ini dialami 6 bulan yang lalu, limfadenopati awalnya berukuran kecil kemudian semakin membesar. Nyeri (+), disfagia (+), disfonia (+). Demam dialami sejak 6 bulan ini, bersifat naik turun. Batuk juga dialami o.s sejak 2 minggu yang lalu, batuk dengan sputum berwarna putih. Dispnoe (+), memberat jika batuk, wheezing (+). Riwayat keringat malam tanpa aktivitas sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat penurunan berat badan 5 kg sejak 3 bulan yang lalu. Anoreksia (+), krusta (+) di pinggang kanan sejak 3 bulan yang lalu dan disertai nyeri. Dari pemeriksaan fisik dijumpai limfadenopati multipel di region colli sinistra, konsistensinya kenyal, permukaan rata, mobilitas (-), berbatas tegas, nyeri (+), ukuran 5 cm. pada region lumbalis dextra dijumpai krusta berwarna kehitaman 1 cm

RPT RPO

: TB paru : OAT

Metabolisme Karbohidrat KGD sewaktu : 118,3 mg/dL

10

RENCANA AWAL 0 0 4 8 3 2 8 2 Nama Penderita: Ratimah Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnose, penatalaksanaan dan edukasi) N Masalah Rencana Rencana Rencana Rencana o Diagnosa Terapi Monitoring Edukasi 1 DD: Menerangkan - Darah rutin - Bedrest - Klinis dan - limfadenitis - urine rutin - Diet MB - Laboratorium menjelaskan TB - IVFD NaCl 0,9 % feses rutin keadaan, - NHL 20 gtt/i - RFT/LFT/ penatalaksanaa - O 2-4 l/i n dan 2 TB paru - Inj. Ceftrixone - Elektrolit komplikasi 1gr/8jam/ST tersangka - FNAB region colli penyakit pada - Ambroxol 3x CI dengan infeksi sinistra pasien dan - Paracetamol 3x500 sekunder dan - Biopsy keluarga mg syndrome obstruktif 3 TB kutis histopatologi ulcus region lumbal dextra - HIT - D-dimer - BTA 3x DS - Foto thorax PA - Kultur sputum/ ST - Konsul div. PAI - Konsul bagian kulit dan kelamin

11

Tgl. 15/8/ 2011

S Sesak nafas, nyeri pada leher, borok pada punggung kanan

O Sens: CM TD: 120/80 mmHg HR: 96 x/i RR: 24 x/i T : 37,6 C P. Fisik: Thorax: I: simetris P: SF kanan>kiri P: sonor memendek di lap. tengah paru kanan A: SP: vesikuler melemah di lap. Tengah paru kanan ST: wheezing

P Terapi Limfadenitis - Tirah baring TB+ TB paru - Diet MB TKTP tersangka bentuk MII dengan - O2 2-4 L/i infeksi - IVFD NaCl 0,9% 20 sekunder dan gtt/ i sindrom - Inj ceftriaxon 1 gr/ 8 obstruksi+ TB jam cutis - Ambroxol 3xCI - Parasetamol 3x500 mg - Ventolin nebulizer/ 8 jam - Perawatan luka 2x/ hari A

Diagnostik - Albumin - Kultur pus pada cutis - BTA DS kulit - Histopatologi jaringan kulit region lumbal dextra - FNAB region colli dextra/ sinistra/ axial dextra - Kultur sputum spesifik/ aspesifik/ jamur/ ST

16/8/ 2011

Sesak napas (+)

Sens: CM TD: 110/70 mmHg HR: 88 x/i RR: 22 x/i T : 37,5 C P. Fisik: masih sama seperti sebelumnya

Limfadenitis TB+ TB paru tersangka dengan infeksi sekunder dan sindrom obstruksi+ TB cutis + asma bronchial

Kultur pus BTA - Tirah baring - Diet MB TKTP bentuk MII - O2 2-4 L/i - IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/ i - Inj ceftriaxon 1 gr/ 8 jam - Ambroxol 3xCI - Parasetamol 3x500 mg - Ventolin nebulizer/ 8 jam - Perawatan luka 2x/ hari - Tirah baring - Diet MB TKTP bentuk MII - O2 2-4 L/i - IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/ i - Inj ceftriaxon 1 gr/ 8 jam
12

17/8/ 2011

Sesak napas (+)

Sens: CM TD: 120/70 mmHg HR: 98 x/i RR: 32 x/i T : 37,3 C

Limfadenitis TB+ TB paru tersangka dengan infeksi sekunder dan sindrom obstruksi+ TB

cutis + asma bronchial

- Ambroxol 3xCI - Parasetamol 3x500 mg - Ventolin nebulizer/ 8 jam - Perawatan luka 2x/ hari - Tirah baring - Diet MB TKTP bentuk MII - O2 2-4 L/i - IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/ i - Inj ceftriaxon 1 gr/ 8 jam - Ambroxol 3xCI - Parasetamol 3x500 mg - Ventolin nebulizer/ 8 jam - Aminofluid/ hari - Dexamethasone 1 gr/ 8 jam - Perawatan luka 2x/ hari - Tirah baring - Konsul gastro - Diet MB TKTP - Konsul THT bentuk MII - O2 2-4 L/i - IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/ i - Inj ceftriaxon 1 gr/ 8 jam - Ambroxol 3xCI - Parasetamol 3x500 mg - Ventolin nebulizer/ 8 jam - Aminofluid/ hari - Dexamethasone 1 gr/ 8 jam - Perawatan luka 2x/ hari

18/8/ 2011

Sesak napas (+)

Sens: CM TD: 120/80 mmHg HR: 90 x/i RR: 28 x/i T : 38,2 C

Limfadenitis TB+ TB paru tersangka dengan infeksi sekunder dan sindrom obstruksi+ TB cutis

19/8/ 2011

Sesak napas (+)

Sens: CM TD: 130/80 mmHg HR: 104 x/i RR: 28 x/i T : 37,2 C

Limfadenitis TB+ TB paru tersangka dengan infeksi sekunder dan sindrom obstruksi+ TB cutis

13

Kesimpulan : Wanita, 22 tahun dengan diagnosa limfadenitis TB + TB paru tersangka dengan infeksi sekunder dan sindrom obstruksi + TB kutis

Prognosis: Ad Vitam : dubia ad bonam Ad Functionam : dubia ad bonam Ad Sanactionam : dubia ad bonam

14

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Defenisi Limfadenitis terjadi akibat terjadinya infeksi dari suatu bagian tubuh maka terjadi pula peradangan pada kelenjar getah bening regioner dari lesi primer. Limfadenitis TB atau TB kelenjar getah bening termasuk salah satu penyakit TB di luar paru (Tb-extraparu). Penyakit ini disebabkan oleh M. tuberkulosis, kemudian dilaporkan ditemukan berbagai spesies M. Atipik.

3.2.

Epidemiologi Di Indonesia TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah penderita

TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah penderita TB di dunia. Diperkirakan setiap tahun ada sekitar 539.000 kasus baru dengan kematian sekitar 100.000 orang. Insiden kasus TB Basil Tahan Asam (BTA) positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. Munculnya pandemi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immunedeficiency Syndrome (AIDS) di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi TB dengan HIV akan meningkatkan resiko kejadian TB secara signifikan. Limfadenitis TB adalah manisfestasi TB di luar paru yang paling banyak ditemukan. Penderita TB di luar paru di Amerika Serikat dilaporkan sebanyak 41%, sedangkan di Jerman didapatkan 50%. Survei penderita TB di Inggris dan Wales pada tahun 1978 juga mencatat bahwa limfadenitis TB adalah bentuk TB di luar paru yang terbanyak. Di Australia, limfadenitis TB merupakan TB di luar paru yang tersering ditemukan. Dilaporkan terdapat sekitar 9% penderita limfadenitis TB di Victoria selama periode 1970-1986 dan 11,7% penderita TB di New South Wales pada tahun 1986 Insiden limfadenitis TB di India paling sering dijumpai pada usia 11-20 tahun, sedangkan di Amerika Serikat terbanyak pada usia 25-50 tahun. Dengan perbandingan antara penderita laki-laki dan perempuan adalah 1:1,3.

3.3. Etiologi

15

Limfadenitis dapat dijumpai pada kelenjar getah bening berupa pembesaran kelenjar, dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti yaitu infeksi dapat berupa infeksi akut maupun kronis bisa bersifat nonspesifik dan spesifik. Penyebab lain dari limfadenitis adalah neoplasma baik neoplasma primer atau pun sekunder. Pada limfadenitis TB yang disebabkan oleh infeksi kronis spesifik oleh microbacterium tuberculosis. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat / keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar.

3.4.

Faktor Resiko Pasien immunokompromise seperti pada HIV Pasien yang tinggal di daerah yang banyak pasien dengan infeksi TB Merokok Alcohol, DM, Gagal Ginjal, penurunan BB Keganasan

3.5.

Patofisiologi Patofisiologi pada infeksi TB terbagi 3 fase yaitu: fase infeksi primer, fase laten, dan fase

aktif. Fase primer terjadi pada saat kuman TB masuk melalui inhalasi (droplet) ke paru paru dan mukosa. Pada pasien dengan imunitas yang kuat kuman tersebut akan langsung difagosit oleh makrofag. Kuman yang tersisa akan dimakan oleh makrofag dan ada juga yang dorman dalam makrofag dan membentuk jaringan parut (fase laten). Bila sistem imun semakin menurun mikrobacterium TB akan melisiskan makrofag dan terjadi reaktivasi dan timbul gejala. Pada TB ekstraparu : mikrobakterium yang terdapat diparu menyebar ke organ lain melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe. Pada pembuluh limfe nodus-nodus limfatikus akan menempel satu sama lain dan terjadi periadenitis. Periadenitis ini lama kelamaan akan hancur karena pembentukan kaseosa. Kaseosa dapat menembus sampai facia dan membentuk abses.

3.6.

Manifestasi Klinis Pada TB ekstraparu terdapat gejala non spesifik seperti, demam, anoreksi, penurunan

BB, malaise, dan cepat lelah. Semua nodus anterior di leher terutama bagian anterior pertamanya , nodus berbatas tegas dan kenyal, semakin lama semakin menempel satu sama
16

lain. masa multiple 2/3 pasien, nodus bilateral pada 1/3 pasie, dapat timbul disfagia, sesak napas, serta batuk.

Staging 1. yang tidak spesifik. 2. 3. 4. 5. Nodus yang kenyal yang terfiksir kejaringan sekitar Perlembekan sentral karena pembentukkan abses Terbentuk abses yang telah perforasi Terbentuk sinus dengan gejala klinis yang klasik pinggiran yang tipis kebiru-biruan dengan discharge yang berair. Nodus mobile berbatas tegas yang membesar bersifat hyperplasia

3.7.

Diagnosis dan Pemeriksaan Indikasi untuk TB luar paru yang dicurigai dan tanda penting untuk dicari dalam bentuk

penyakit yang paling lazim diringkas pada Gambar bagan di bawah. Untuk pasien dicurigai TB luar paru yang dimulai dengan pengobatan anti-TB tanpa konfirmasi bakteriologis atau histologis, tanggapan klinis terhadap pengobatan harus dinilai setelah satu bulan. Bila tidak ada perbaikan, peninjauan klinis kembali harus dilakukan dan diagnosis lain dicari. Tes HIV harus ditawarkan pada semua pasien yang dicurigai TB luar paru. Hal ini karena TB luar paru terkait HIV adalah indikasi untuk permulaan terapi antiretroviral (ART) secara dini.

17

Penyakit ini paling umum mempengaruhi kelenjar di leher dan sulit dibedakan secara klinis dari penyebab kelenjar bengkak yang lain, misalnya limfadenopati reaktif, tumor dan infeksi kelenjar lain, yang juga lazim. Oleh karena itu, aspirasi jarum dengan memakai teknik yang disarankan harus dilakukan pada kunjungan rawat jalan pertama untuk semua pasien. Aspirasi jarum dengan sitologi dan mikroskopi TB terhadap bahan aspirasi mempunyai hasil diagnosis yang tinggi. Bila fistula sudah terbentuk, maka mikroskopi terhadap nanah yang keluar kemungkinan akan menunjukkan BTA. Sitologi bila tersedia dapat menunjukkan kebanyakan penyebab penting kelenjar bengkak yang lain, termasuk tumor dan infeksi lain. Pemantauan untuk menerima hasil seharusnya dalam tujuh hari. Bila aspirasi tidak menghasilkan diagnosis, maka biopsy eksisi untuk pemeriksaan tanpa mikroskop (gross), mikroskopi Ziehl-Neelsen, pembiakan mikobakteri dan pemeriksaan histologis dapat dipertimbangkan.
18

PPD skin test biasanya memberikan hasil positif pada pasien dengan limfadenitis TB. Pada foto thorax umumnya normal meskipun dapat juga tampak penebalan pleura dan fibrosis pada apex paru yang menunjukkan riwayat terkena infeksi TB sebelumnya. Pada Kultur darah dan sputum hasil kultur sputum positif jarang ditemukan pada limfadenitis TB. Kultur darh berguna pada pasien dengan HIV.

3.8.

Penatalaksanaan Penatalaksanaan limfadenitis TB, prinsip dan regimen obatnya sama dengan tuberkulosis

paru. Sekitar 25% penderita kelenjarnya makin membesar selama pengobatan, bahkan bisa timbul kelenjar baru dan sekitar 20% timbul abses dan kadang-kadang membentuk sinus. Bila ini terjadi, jangan mengubah pengobatan, karena kelenjar akan mengecil jika pengobatan masih kita lanjutkan. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa kesembuhan penderita dipengaruhi oleh kepatuhan, dana, edukasi dan kesabaran dalam mengkonsumsi obat, serta dengan pengobatan yang efektif pun respon penyakit ini lebih lambat daripada TB paru. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengklasifikasikan limfadenitis TB ke dalam TB di luar paru dengan paduan obat 2RHZE/10RH. British Thoracic Society Research Committee and Compbell (BTSRCC) merekomendasikan pengobatan selama 9 bulan dalam regimen 2RHE/7RH Ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT) : 1. OAT Utama (first-line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua (dua) jenis berdasarkan sifatnya yaitu :
a.

Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah INH, rifampisin, pirazinamid dan streptomisin.

b.

Bakteriostatik, yaitu etambutol. Kelima obat tersebut di atas termasuk OAT utama

2. OAT sekunder (second Antituberculosis Drugs), terdiri dari Para-aminosalicylic Acid (PAS), ethionamid, sikloserin, kanamisin dan kapreomisin. OAT sekunder ini selain kurang efektif juga lebih toksik, sehingga kurang dipakai lagi. Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsipprinsip yang dipakai adalah :
19

Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.

Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap Intensif Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

Regimen pengobatan yang digunakan adalah : Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan. Obat ini diberikan untuk: Penderita baru TB Paru BTA Positif. Penderita baru TB Paru BTA negatif Rntgen Positif yang sakit berat Penderita TB Ekstra Paru berat

20

kategori 3 (2HRZ/4H3R3). Obat ini diberikan untuk: Penderita baru BTA negatif dan rntgen positif sakit ringan, Penderita TB ekstra paru ringan.

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu.

Kategori 1

Kategori 3

21

DISKUSI

teori kasus Insiden limfadenitis TB di India Pada kasus ini, penderita merupakan seorang perempuan berusia 22 tahun. paling sering dijumpai pada usia 11-20 tahun, sedangkan di Amerika Serikat terbanyak pada usia 25-50 tahun. Dengan perbandingan antara penderita laki-laki dan perempuan adalah 1:1,3.

Pada TB ekstraparu terdapat gejala Pada pasien didapati: non spesifik seperti, demam, anoreksi, Benjolan Awalnya berukuran kecil dan penurunan BB, malaise, dan cepat lelah. semakin lama semakin membesar. Nyeri Semua nodus anterior di leher terutama dijumpai sehingga o.s kesulitan untuk bagian anterior pertamanya , nodus menelan dan juga berbicara. berbatas tegas dan kenyal, semakin lama Demam, batuk berdahak, sesak nafas semakin menempel satu sama lain. masa Riwayat keringat malam tanpa aktivitas.. multiple 2/3 pasien, nodus bilateral pada Riwayat penurunan berat badan juga 1/3 pasie, dapat timbul disfagia, sesak dijumpai 5 kg dalam 3 bulan ini. Selera napas, serta batuk. Staging 6. berbatas bersifat spesifik. 7. kenyal sekitar 8. Perlembekan sentral karena pembentukkan abses 9. Terbentuk yang telah perforasi abses yang Nodus terfiksir yang kejaringan tegas Nodus yang mobile Staging pada pasien merupakan stage1/ 2. membesar Dimana konsistensi benjolan kenyal dan yang tidak berbatas tegas makan o.s menurun.

hyperplasia

22

10.

Terbentuk

sinus

dengan gejala klinis yang klasik pinggiran yang tipis kebiru-biruan dengan discharge yang berair. Pada pasien ini diberikan - Inj ceftriaxon 1 gr/ 8 jam Obat ini diberikan untuk: - Ambroxol 3xCI Penderita baru TB Paru BTA - Parasetamol 3x500 mg - Ventolin nebulizer/ 8 jam Positif. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3) Penderita baru TB Paru BTA negatif Rntgen Positif yang sakit berat Penderita TB Ekstra Paru berat Os tidak diberi OAT dikarenakan menunggu hasil kultur.

kategori 3 (2HRZ/4H3R3). Obat ini diberikan untuk: Penderita baru BTA negatif dan rntgen positif sakit ringan, Penderita TB ekstra paru ringan.

23

DAFTAR PUSTAKA

McClay,

J.,

E.,

2011.

Scrofula.

Available

from

http://emedicine.medscape.com/article/858234-overview. [Accessed in ; 18 august 2011]

Improving The Diagnosis and Treatment of Smear-Negative Pulmonary and Extrapulmonary Tuberculosis Among Adults and adolescents, 2007. Recommendations for HIV-Prevalent and Resource-Constrained Settings Stop TB. Department of HIV/AIDS, World Health Organization.

Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberculosis, 2005. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Spelman, D., 2009. Tuberculous Lymphadenitis. www.Uptodate.com

Clevenbergh, P., et.al., 2010. Lymph Node Tuberculosis in Patients from Regions with Varying Burdens of Tuberculosis and Human Immunodeficiency Virus (HIV) Infection. Original Article Presse Med. 2010; 39 : e223-e230.

Herchline,

T.,

E.,

2011.

Tuberculosis.

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview.[ accessed in 18 August 2011].

Nardell,

E.,

A.,

2008.

Tuberculosis.

Available

from:

http://www.merckmanuals.com/home/au/sec17/ch190/ch190a.html. [accessed in 18 August 2011.

24

Sharma, S., K., Mohan, A., 2004, Extrapulmonary Tuberculosis. Department of Medicine, All India Institute of Medical Sciences, New Delhi & Department of Emergency Medicine, Sri Venkateswara Institute of Medical Sciences, Tirupati, India. Indian J Med Res 120: 316-353

25

You might also like