You are on page 1of 21

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Jantung Koroner Salah satu penyakit jantung yang mengakibatkan kematian tertinggi di dunia adalah penyakit jantung koroner (PJK) atau juga disebut sindroma koroner akut (SKA). Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit utama yang dimulai dari pembuluh darah koroner yang didominasi oleh pembentukan aterosklerosis sehingga mengakibatkan penyempitan atau penyumbatan. Akibat adanya penyumbatan maka suplai energi kimiawi ke otot jantung berkurang, sehingga terjadilah gangguan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan (Sitepoe, 1997). Penyebab penyakit jantung koroner oleh karena proses arterosklerosis. Arterosklerosis yaitu proses pengerasan dan penyempitan pembuluh darah arteri yang bersifat progresif dimana proses tersebut di mulai pada masa anak-anak. Arterosklerosis dan PJK mempunyai etiologi multifaktorial dengan patogenesis yang belum diketahui. Pada umumnya orang berpendapat bahwa ada hubungan kausal antara faktor-faktor kebiasaan diet, merokok, dan aktivitas fisik dengan PJK. Semua faktor yang menurut statistik dapat bersifat signifikan mendorong pembentukan arterosklerosis disebut faktor risiko PJK (Sitepoe, 1997). Menurut American Heart Association (AHA), faktor risiko dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, antara lain: faktor risiko utama (mayor risk factor) seperti kolesterol darah yang abnormal, hipertensi dan merokok; faktor risiko tidak langsung (contributing risk factor) seperti diabetes melitus, kegemukan, tidak aktif dan strees; dan faktor risiko alami seperti keturunan, jender dan usia (Soeharto, 2001). Tingginya angka morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh penyakit jantung koroner karena sebagian besar masyarakat tidak mengetahui faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap timbulnya aterosklerosis dan akhirnya dapat mengakibatkan PJK. Perubahan pola dan gaya hidup juga berpengaruh terhadap timbulnya PJK. Oleh 1

sebab itu, perlu adanya upaya pengenalan dini terhadap penyakit jantung koroner dan faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap PJK. Atas dasar itu hendaknya pemerintah khususnya Dinas Kesehatan menggalakkan kampanye pencegahan PJK dengan menghindari faktor-faktor risiko yang dapat di modifikasi. Masyarakat perlu juga diberi kesempatan untuk belajar resusitasi jantung paru, agar dapat menolong penderita yang mengalami henti jantung. Pertolongan yang cepat dan tepat terbukti dapat menhindari serangan jantung yang fatal (Sitepoe., 1997). Di negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa, kematian (cause of death) yang diakibatkan oleh penyakit jantung koroner menduduki rangking pertama setiap tahun dan sepanjang tahun serta merupakan penyebab terbesar rawat inap di rumah sakit. Di Amerika Serikat, setiap tahunnya 478.000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner, 1,5 juta orang mengalami serangan jantung dan sekitar 250.000 penderita meninggal dalam 1 jam setelah serangan (ulfa; 2000). Indonesia saat ini juga menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beragam. Tentu saja mulai dari infeksi klasik dan modern, penyakit degeneratif serta penr yakit psikososial yang menjadikan Indonesia menghadapi threeple burden disease. Namun tetap saja penyebab kematian terbesar adalah akibat penyakit jantung koroner the silence killer. Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26%. Dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16%, kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4%. Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,3 per 100.000 penduduk di negara kita. Tingginya angka tersebut mengakibatkan PJK sebagai penyebab kematian nomor satu (karyadi; 2002). Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis RSUD Dr Kanujoso Djatiwibowo khususnya di Poliklinik Jantung diperoleh data antara bulan Januari, Februari, Maret 2010 terdapat 380 pasien yang menjalani rawat jalan di poli jantung, dari jumlah tersebut terdapat 68 pasien yang menderita penyakit jatung koroner atau sekitar 17,89%. Hal ini menunjukkan tingginya angka morbiditas yang diakibatkan oleh penyakit jantung koroner dibandingkan penyakit jantung lainnya. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara faktor-faktor risiko mayor terhadap timbulnya penyakit jantung koroner.

Penelitian ini berjudul Hubungan Faktor Risiko Mayor Terhadap Penyakit Jantung Koroner di Poliklinik Jantung RSUD Dr Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan Etiologi Etilogi dari penyakit jantung koroner adalah akibat terjadinya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard. Ketidakseimbangan ini terjadi akbat : 1) penyempitan arteri koroner, 2) penurunan aliran darah/curah jantung (cardiac out put), 3) peningkatan kebutuhan oksigen di miokard, dan 4) spasme arteri koroner.

Tanda dan Gejala Ada beberapa tanda dan gejala spesifik dari penyakit jantung koroner menurut Sitepoe (1997), yaitu: Nyeri Lokasi pertama rasa sakit pada serangan jantung berperiode biasanya dimulai di pertengahan atau sepertiga di atas tulang dada, bertepatan pada ruas tulang iga ketiga dan keempat. Walaupun sumber pertama rasa sakit di daerah tulang dada, dapat menyebar ke leher, rahang bawah, dan anggota gerak bagian atas. Rasa sakit ini dapat hanya terjadi di daerah dada dan lengan kiri, tetapi dapat pula menyebar ke lengan kanan dan kiri. Kualitas dari rasa sakit ini dapat ringan parah dan sangat sakit dengan intensitas yang khusus seperti tercekik. Rasanya seperti tertindih beban berat, dan tekanan, terjepit, dan tercekik di daerah dada kiri sebagai permulaan rasa sakit. Waku serangan rasa sakit ada yang di sebut noctural angina, yaitu serangan pada malam hari dalam keadaan istirahat tanpa ada petunjuk sebelumnya dan juga serangan sesudah olahraga, serangan bersifat terus-menerus yang mengakibatkan penderita harus memakan obat-obatan bila terjadi serangan. Serangan jantung sesudah olahraga biasanya kurang dari tiga menit, kadang-kadang sesudah istirahat beberapa menit serngan datang lagi.serangan dalam keadaan istirahat dapat berlangsung 5-15 menit, bahkansampai berjam-jam. Keringat dingin Biasanya keluar kringat dingin diikuti dengan sekujur tubuh menjadi dingin. Keringat akan keluar sesudah ada rasa sakit di dada.

Lemah (fatigue) Jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran darah ke otot selama melakukan aktifitas akan berkurang menyebabkan penderita merasa lemah dan lelah. Untuk mengatasinya biasanya penderita mengurangi aktivitasnya secara bertahap atau ingin beristirahat pada posisi duduk atau berdiri. Sesak napas (dispnea) Sesak napas merupakan gejala yang sering ditemukan pada gagal jantung. Sesak merupakan akibat dari masuknya cairan kedalam udara di paruparu (kongesti pulmoner atau edema pulmoner). Rasanya seperti kekurangan udara sementara saat menghembuskan nafas mengalami kesukaran. Pucat Wajah menjadi pucat akibat vasodilatasi darah dan rasa ketakutan. Sakit kepala Akibat kekurangan darah yang dipompa ke otak maka terjadi sakit kepala yang ringan. Denyut jantung meningkat (palpitasi) Denyut jantung bertambah cepat, denyut nadi juga bertambah cepat, tetapi tekanan denyut nadi menjadi lemah. Mual dan muntah Perasaan sakit di dada menjalar ke daerah ulu hati, juga merangsang saraf sehingga terjadi rasa mual dan muntah. Rasa takut (cemas) Terjadi perasaan cemas dan takut, diikuti dengan muka menjadi pucat pasi.

Komplikasi Menurut Payne (1995), komplikasi-komplikasi akut yang terjadi pada minggu pertama antara lain: 4

Irama-irama denyut jantung tidak normal ini cenderung terjadi pada suatu tahap awal setelah terjadinya serangan jantung dan merupakan penyebab utama kematian. Tekanan darah rendah Hal ini dapat terjadi karena denyut jantung tidak teratur karena kerusakan otot jantung atau katup-katupnya, atau disebakan oleh obat-obatan yang diberikan untuk menghilang rasa sakit pada waktu serangan jantung. Apabila tekanan darah yang rendah terus bertahan terus, hal ini menunjukan adanya kerusakan berat pada otot jantung tersebut dengan demikian menunjukan pula kecilnya peluang hidup penderita tersebut. Kegagalan jantung Kegagalan jantung berkaitan dengan tekanan darah yang rendah, dan merupakan kegagalan sebagian jantung untuk untuk memompa pasokan darah secukupnya keseluruh tubuh. Pengumpalan (Trombosis atau Emboli) Trombosis pada otot betis di kaki atau di jantung dapat menyebabkan serangan jantung. Penggumpalan ini dapat lepas dan mengapung ke aliran darah (embolus), pada akhirnya dapat berhenti di paru-paru otak. Gagal jantung kongesti Gagal jantung kongesti merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanis yang paling sering terjadi setelah infark miokardium, yaitu pada sekitar 50% kasus. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan akibat meningkatnya tekanan vaskular paru-paru hingga membebani ventrikel kanan.selain tak langsung melalui pembuluh paru-paru tersebut, disfungsi ventrikel kanan melalui fungsi anatomis dan biokimiawinya. Syok kardiogenik Syok kardiogenik diakibatkan oleh disfungsi nyata ventrikel kiri setelah menglami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. 5

Insiden

syok

kardiogenik

adalah

10-15%

sedangkan

kematian

yang

diakibatkanya mencapai 80-90%.

Pencegahan penyakit jantung koroner Tindakan pengobatan yang penting pada aterosklerosis koroner adalah pencegahan primer pada penyakit itu sendiri. Pencegahan penyakit perlu dilakukan karena banyak alasan: Penyakit ini secara klinis baru terlihat nyata setelah suatu masa laten yang lama dengan perkembangan penyakit yang tidak bergejala pada awal masa dewasa. Tidak ada terapi kuratif untuk penyakit aterosklerosis koroner. Begitu penyakit ini diketahui secara klinis, maka terapi hanya paliatif untuk mengurangi akibat dan konsekuensi klinis dan untuk memperlambat perkembangan penyakit. Konsekuensi penyakit aterosklerosis koroner dapat sangat berbahaya. Infark miokardium sering terjadi tanpa ataua sedikit peringatan terlebih dahulu, insiden kematian tinggi. Lebih dari separuh kasus kematian yang berkaiatan dengan infark miokardium terjadi pada jam-jam pertama infark, sebelum pasien dirawat di rumah sakit. Aterosklerosis koroner merupakan salah satu penyebab utama kematian di Amerika Serikat, menurut American Heart Association sekitar 524.000 kematian disebabkan oleh infark miokardium pada tahun 1986.

Pengendalian faktor resiko sedini mungkin agaknya dapat mencegah aterigenesis atau memperlambat penyakit sedemikain rupa sehingga jumlah mortalitas dan morbiditas dapat dikurangi. Yang harus ditekankan adalah pendidikan kesehatan dan deteksi sedini mungkin, serta pengendalian faktor resiko, bukan pengobtan akibat klinis dari penyakit yang sudahterjadi. Menurut Sitepoe (1997), cara pencegahan penakit jantung koroner antara lain: Mencegah sebab penyakit jantung dan faktor yang mendorong terjadinya penyakit jantung.

Pengobatan terhadap penderita penyakit jantung. Pencegahan kepada penderita yang telah sembuh dari penyakit jantung. Untuk mencegah berulang kembali serangan penyakit jantung, sebaiknya dipergunakan obat-obatan yang bersifat aksi obat berkepanjangan. Bagi penderita yang telah sembuh 6

dari bedah pintas koroner diperlukan pengobatan sesuai dengan petunjuk dokter, yaitu dimulai dari yang sangat sederhana. Untuk diet diperlukan pengurangan dan kolesterol, makan yang kenyang tetap jadwal waktu makan diperpanjang. Dilarang merokok, minum kopi, dan minum alkohol. Bila dijumpai adanya tekanan darah tinggi kurangi garam. Pencegahan sebab penyakit dan mengurangi faktor risiko PJK, yaitu perubahan sosio-ekonomi, dan pola hidup dari masyarakat. Pendekatan yang dikemukakan berkaitan dengan upaya mengurangi seluruh faktor risiko penyakit jantung. Pendekatan melalui nutrisi Menghindari minum alkohol yang berlebihan, makanlah makanan yang berserat dan buah-buahan. Bukan hanya itu saja, makanan yang bersumber dari hewani perlu juga dibatasi pemakaiannya. Konsumsilah daging dengan rendah lemak dan ikan. Batasi juga pemakaian daram dalam bahan makanan yang dikonsumsi. Mengurangi rokok Masyarakat dianjurkan untuk mulai berhenti merokok dengan berbagai cara, antara lain berhenti atau mengurangi merokok, mengganti rokok dengan bahan lain yang bersifat substitusi rokok seperti kembang gula. Merokok dapat menyebabkan kekakuan pembuluh darah, bukan saja pembuluh darah jantung tetapi juga pembuluh darah kaki. Mencegah peningkatan tekanan darah Sebagai pencegahan penyakit darah tinggi perlu dilakukan pemeriksaan darah dan tindakan penanganannya. Apabila menderita penyakit darah tinggi, konsumsi garam perlu dikurangi. Minum alkohol jangan berlebihan, gerak badan teratur, dan pertahankan berat badan yang stabil dan normal. Pencegahan menjadi penderita diabetes Penyakit diabetes mengakibatkan kadar gula darah meningkat. Pencegahan penyakit diabetes dilakukan melalui pemberian obat-obatan, berolahraga, dan berdiet.

Mencegah

peningkatan

kadar

lipida

(kolesterol)

dalam

darah

Pencegahan peningkatan kadar kolesterol di dalam darah diutamakan melalui pemeriksaan kadar kolesterol dalam darah. Apabila dijumpai peningkatan kadar kolesterol dalam darah yang jauh melampaui batas tindakan pengobatan diperlukan pencegahan yang lain. Bagi yang mengalami peningkatan sedikit saja tanpa diobati, tetapi pendekatan dengan diet dan berolahraga yang teratur serta menghindari semua faktor yang dapat meningkatkan kadar kolesterol di dalam. Hal-hal yang dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, yaitu: 1) memakan makanan yang mengandung asam lemak jenuh yang berlebihan, 2) memakan makanan mengandung asam lemak tidak jenuh ganda berbentuk trans yang berlebihan, 3) memakan makanan berkalori tinggi dengan jumlah yang berlebihan, 4) kurang bergerak, 5) kegemukan, 6) merokok. Pencegahan kegemukan Pada anak-anak pencegahan kegemukan dimulai sedini mungkin untuk menghindari diri dari penyakit jantung setelah mencapai usia lanjut. Pencegahan kegemukan dilakukan dengan berdiet diikuti dengan berolahraga. Giatkan berolahraga Strategi untuk menggalakkan aktivitas fisik (olahraga) selama hidup dilakukan melalui pendididkan dan mempersiapkan sarana dan prasarana. Bagi kehidupan di desa memperpanjang aktivitas fisik di dalam pekerjaan akan lebih memberikan aktivitas jasmani. Bagi masyarakat perkotaan perlu diberikan kesempatan aktivitas fisik (berolahraga) dengan cara berjalan kaki setiap hari di dalam menunaikan tugas dan berbagai cara olahraga yang lain. Menurut Tabrani (1995), gerakan jantung yang pernah sakit oleh karena penyempitan maupun oleh karena penyumbatan jantung koroner dan untuk mencegah terjadinya serangan jantung terutama pada orang-orang yang memiliki faktor yang mempercepat terjadinya penyempitan pembuluh darah jantung. Hindari minum alkohol berlebihan Alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kolesterol di dalam darah dan juga hipertensi sehingga memberikan risiko tinggi terhadap penyakit jantung. 8

Hindari menggunakan kopi secara berlebihan Meminum kopi yang berlebihan dapat meningkatkan kerja otot dan penyempitan pembuluh darah yang akan memberikan risiko menjadi penderita penyakit jantung. Hindari stress Stress berkaitan dengan sosial dan lingkungan, tetapi memberikan risiko terhadap penyakit jantung. Hingga saat ini belum ada rekomendasi yang diberikan bagaimana menghindari stress secara umum. Menurut Tabrani (1995), ketegangan jiwa (stress) dapat dihindari dengan cara 1) kembalikan segala persoalan kepada Allah Maha Pencipta, 2) mengubah arah teropong yang tadinya setiap hari melihat kedalam tubuh dengan berbagi keluhan, berbagai penyakit serta ramuan-ramuan keluhannya, berbalik mengarahkan teropong ke luar sehingga hidup ini di isi dengan diibaratkan lautan, bukanlah yang tampak dari luar hanya gelombang-gelombang prestasi yang tinggi, 3) memberikan kreasi dan arti hidup yang berarti sehingga kita dapat menghindari diri dari hal-hal yang rutin. Kebosanan adalah malapetaka dari segala macam penyakit sedangkan kreasi adalah penyedap masakan dari kehidupan. Pemakaian oral kontrasepsi Pada wanita usia subur jarang dijumpai penderita penyakit jantung koroner disebabkan adanya hormon estrogen yang merupakan payung pelindungnya. Sesudah usia menopause, hormon estrogen yang diproduksi berkurang sehingga mulai dapat terkena serangan penyakit jantung.

Penatalaksanaan Tujuan pengobatan iskemia miokardium adalah memperbaiki ketidakseimbangan antara kebutuhan miokardium akan oksigen dan suplai oksigen. Pemulihan keseimbangan oksigen dapat dicapai dengan dua mekanisme, yaitu: Pengurangan kebutuhan oksigen Dibagi menjadi dua, yaitu pengurangan kerja jantung secara

farmakologis dan pengurangan kerja secara fisik. Pengurangan kerja secara farmakologis meliputi penggunaan obat-obatan seperti nitrogliserin, penghambat beta adrenergik, digitalis, diuretik, vasodilator, sedatif, dan antagonis kalsium. 9

Sedangkan pengurangan kerja jantung secara fisik meliputi tirah baring dan lingkungan yang tenang. Peningkatan suplai oksigen Peningkatan suplai oksigen dengan cara pemberian oksigen,

nitrogliserin, vasopresor, antiaritmia, antikoagulan, dan agen fibrinolitik serta antagonis kalsium. Apabila dengan kedua mekanisme pengobatan penyakit jantung koroner di atas tidak berhasil maka dilakukan tindakan operasi pada penderita penyakit jantung koroner dengan cara balonisasi dan bedah pintas koroner. Faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi Faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK), dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi Peningkatan kolesterol Terdapat hubungan langsung antara risiko PJK dan kadar kolesterol darah. Kolesterol merupakan campuran antara lemak baik (HDL) dan jahat (LDL). Pemeriksaan kadar kolesterol dikelompokkan menjadi kolesterol total (jumlah LDL dan HDL), dan trigliserida. Kolesterol ditranspor dalam darah dalam bentuk lipoprotein, 75% merupakan lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein/LDL) dan 20% merupakan lipoprotein densitas tinggi (high density lipoprotein/HDL). Kadar kolesterol LDL yang rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan timbal balik antara kadar HDL dan insidensi PJK (Gray, 2005) Nilai normal kolesterol dalam darah, yaitu: total kolesterol 150-250 mg/dl, HDL 30-65 mg/dl, LDL 60-150 mg/dl dan trigliserida 50-300 mg/dl. Apabila terjadi kenaikan kadar kolesterol di dalam darah maka kemungkinan menjadi penderita PJK dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang memiliki kadar kolesterol normal (Sitepoe, 1997). Hipertensi Resiko PJK secara langsung berhubungan dengan tekanan darah. Tekanan darah tinggi ditandai oleh hasil pengukuran yang sama dengan atau diatas 140/90 mmHg. Pria dengan tekanan diastolik yang normal (<80) dan tekanan sistolik yang meningkat (140) memiliki risiko kematian kardiovaskuler meningkat 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan orang dengan tekanan darah sistolik normal (<120). Untuk setiap penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg risiko PJK berkurang sekitar 16%. Golongan yang rentan menjadi penderita 10

darah tinggi (predisposing factor) merupakan keturanan dari penderita tekanan darah tinggi. Menurut Tabrani (1997) hubungan antara tekanan darah tinggi dengan fungsi jantung adalah: darah tinggi menyebabkan kakunya pembuluh darah jantung sehingga lebih mempercepat terjadinya penempelan lemak yang akan mempersempit pembuluh darah jantung dan jantung harus bekerja lebih kuat untuk mengatasi tahanan yang di sebabkan oleh tekanan darah tinggi. Darah tinggi yang lama akan mempercepat penyempitan pembuluh darah jantung disamping menimbulkan penyempitan pembuluh darah ginjal dan pembuluh darah otak. Merokok Sekitar 2,4% kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11% pada perempuan disebabkan kebiasan merokok. Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan risiko sebesar 20-30% dibandingkan dengan orang yang tinggal dengan bukan perokok. Risiko terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis dimana orang yang merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari memiliki risiko sebesar dua hingga tiga kali lebih tinggi daripada populasi umum untuk mengalami kejadian koroner mayor. Peran rokok dalam patogenesis PJK merupakan hal yang kompleks, diantaranya timbulnya aterosklerosis, peningkatan trombogenesis dan vasokontriksi (termasuk spasme arti koroner), peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, provokasiaritma jantung, peningkatan suplai oksigen serta penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Dua unsur asap tembakau yang paling penting menimbulkan kerusakan pada jantung adalah nikotin dan karbon monoksida (CO). Gas CO, mendorong peningkatan resiko PJK melalui kelainan otot jantung dan gangguan darah melalui peningkatan kadar karbosihemoglobin (COHb). Afinitas CO terhadap hemoglobin meningkat 200-250 kali lipat dibandingkan dengan oksigen (O2). Hal ini mengakibatkan kadar oksigen di dalam darah turun secara drastis disebut hipoksia. Akibatnya jaringan tubuh juga kekurangan oksigen, apabila mengenai jaringan otak akan menyebabkan gangguan susunan syaraf pusat (encelophaty). Apabila mengenai jantung dan darah disebut gangguan kardiovaskuler. Kadar COHb didalam tubuh dijadikan parameter terhadap ringan beratnya gangguan kardiovaskuler dalam tubuh. Dengan kadar COHb 5% risiko menjadi penderita PJK 21,1 kali dibandingkan COHb 3%. Sedangkan nikotin bukan hanya bersifat menyempitan pembuluh 11

darah melainkan juga dapat mendorong percepatan pembekuan pembuluh darah. Merokok dengan kadar nikotin yang tinggi dapat mengakibatkan peningkatan detak jantung, peningkatn tekanan darah sistolik dan diastolik dalam keadaan istirahat sehingga kebutuhan oksigen juga meningkat. Mekanisme kerja nikotin terhadap jantung melalui norepinepherine yang merangsan katekolamine didalam darah. Bahan kimia ini akan merangsang chemoreseptor pada pembuluh darah dan mengakibatkan peningkatan detak jantung, tekanan sistolik dan diastolik, yang selanjutnya akan mempengaruhi otot jantung. Jumlah CO dan nikotin yang diserap tergantung pada jumlah rokok yang diisap dan apakah asapnya dihirup atau tidak. Biasanya rokok dibakar pada salah satu ujungnya. Ujung yang lain diletakan diantara bibir kemudian asapnya diisap melalui mulut. Asap rokok dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni mainstreem smoke atau asap yang dihirup melalui mulut dan sidestreem smoke atau asap rokok yang dikebulkan ke udara, berasal dari rokok. Komposisi asap rokok, baik mainstream maupun sidestream smoke sebenarnya serupa hanya berada pada kuantum yang berbeda. Jenis rokok, berat tembakau, jenis tembakau yang digunakan dan bahan tambahan rokok akan mempengaruhi kuantum bahan kimia asap rokok. Filter dapat digunakan untuk mengurangi partikel debu dan asap rokok. Filter dapat digunakan baik pada rokok putih, kretek maupun rokok pipa. Filter dapat merunkan prevalensi beberapa jenis penyakit akibat merokok, tetapi pengaruh rokok terhadap PJK tidak mengalami perubahan. Resiko terjadinya PJK akibat merokok turun menjadi 50% setlah satu tahun berhenti merokok dan menjadi normal setelah 4 tahun berhenti (Gray, 2005). Obesitas Obesitas erat kaitannya dengan faktor risiko-PJK yang lain seperti hipertensi, hiperlipidemia, kadar kolesterol HDL yang rendah, serta gangguan toleransi glukosa maupun hiperinsulinisme. Freedman DS dkk. mendapatkan bahwa penambahan obesitas pada orang muda diikuti dengan peninggian profil lipoprotein aterogenik. Tershakovec AM dkk. melaporkan bahwa peninggian lemak tubuh berhubungan dengan peningkatan usia. Peninggian kadar kolesterol darah mengawali perkembangan dari peninggian lemak tubuh. Peninggian lemak tubuh berhubungan dengan peninggian tekanan darah dan kadar insulin. Cresnata JL dkk. melaporkan bahwa obesitas bukan suatu faktor independen tetapi

12

merupakan faktor risiko yang tidak langsung terhadap terjadinya aterosklerosis melalui hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes mellitus. Telah lama diketahui bahwa kepribadian tipe A, rasa percaya diri kurang, kecemasan dan depresi secara konsisten berhubungan dengan PJK. Hasil penelitian yang dilakukan untuk melihat adanya pengaruh stres terhadap kepribadian tipe A pada anak mengungkapkan bahwa faktor-faktor dalam lingkungan keluarga mungkin penting dalam pembentukan kepribadian anak. Bila anak-anak mengambil alih kepribadian tipe A tersebut, maka dikemudian hari mereka akan termasuk pada kelompok berisiko tinggi untuk menderita PJK.2 Supargo A dkk. melaporkan bahwa pola prilaku tipe A dan stres mempunyai hubungan dengan penyakit jantung koroner. Studi Framingham menunjukkan meskipun seseorang tidak mempunyai factor risiko PJK lainnya, tetapi ia menunjukkan tipe kepribadian A dan stress psikososial yang tidak terselesaikan akan terkena juga PJK.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan singkat diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah yang terkait dengan hal yang akan kita bahas yaitu : 1. Apa saja kriteria hubungan asosiasi menurut Broad Hill ? 2. Bagaimana penyakit jantung koroner (PJK) sebagai penyakit tidak menular terkait dengan kriteria hubungan asosiasi menurut Broad Hill ?

C. Metode Penulisan Pada penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode study kepustakaan yakni dengan membaca berbagai sumber yang relevan dan mencari materi tersebut lewat buku dan internet.

D. Tujuan Pembahasan Berdasarkan pemaparan dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang hendak dicapai meliputi : 1. Mengetahui lebih jauh tentang kriteria-kriteria hubungan asosiasi menurut Broad Hill. 2. Memahami kriteria hubungan asosiasi Broad Hill pada penyakit Jantung Koroner.

13

BAB II PEMBAHASAN

A. Kriteria Hubungan Asiosia Broad Hill Hubungan asosiasi dalam bidang epidemiologi adalah hubungan keterikatan atau saling pengaruh antara dua atau lebih variable, dimana hubungan tersebut dapat bersifat hubungan sebab akibat maupun yang bukan sebab akibat. Ada banyak ahli atau pakar yang berpendapat mengenai hubungan asosiasi ini, salah satunya adalah hubungan asosiasi menurut Broadford Hill atau lebih dikenal dengan Broad Hill. Dalam kajiannya, Broad Hill mengemukakan bahwa ada 9 kriteria asosiasi. Kriteria asosiasi yang dikemukakan oleh Broad Hill lebih menekankan pada criteria kausalitas (hubungan sebab akibat). Hill membuat criteria dari suatu factor sehingga factor tersebut dapat dikatakan sebagai factor yang mempunyai hubungan kausal. Criteria tersebut adalah : 1. Kekuatan Asosiasi Semakin kuat asosiasi, maka semakin sedikit hal tersebut dapat merefleksikan pengaruh dari factor-faktor etiologis lainnya. Criteria ini membutuhkan juga presisi statistic (pengaruh minimal dari kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajiankajian yang ada terhadap bias (seleksi, informasi,dan kekacauan). 2. Konsistensi Replikasi dari temuan oleh investigator yang berbeda, dalam tempat yang berbeda, dengan memakai metode berbeda dan kemampuan untuk menjelaskan dengan meyakinkan jika hasilnya berbeda. 3. Spesifisitas Ada hubunngan yang melekat antara spesifisitas dan kekuatan yang mana semakin akurat dalam mendefinisikan penyakit dan penularannya, semakin kuat hubungan yang diamati tersebut. Tetapi fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap penyakit-penyakit beragam bukan merupakan bukti yang melawan peran dari setiap penyakit. Misal : pada kanker paru, merokok diprediksi sebagai penyebab kanker paru 4. Hubungan Temporal

14

Kemampuan untuk mendirikan kausa dugaan bahkan pada saat efek sementara diperkirakan. Pertama adalah bukaan, kemudian penyakit. Terkadang sangat sulit untuk mendokumentasikan rangkaian, terutama jika ada tundaan yang panjang antara bukaan dan penyakit, penyakit subklinis, bukaan (misalnya perlakuan) yang membawa manifestasi awal dari penyakit. Misal : kasus kanker paru-paru sebagian besar didahului oleh merokok. 5. Efek Dosis Respon Perubahan yang meningkat dalam konjungsi dengan perubahan kecocokan dalam penularan verifikasi terhadap hubungan dosis respon konsisten dengan model konseptual yang dihipotesakan. Misal : data menunjukkan bahwa jumlah rokok yang dihisap penderita berbanding lurus dengan risiko terjadinya kanker paru. Semakin banyak rokok yang dihisap semakin besar risiko kanker paru. 6. Biologic plausibility (masuk akal) Lebih siap untuk menerima kasus dengan hubungan yang konsisten dengan pengetahuan dan keyakinan kami secara umum. Telah jelas bahwa kecenderungan ini memiliki lubang-lubang kosong, tetapi akal sehat selalu saja membimbing kita. Misal : estrogen dan kanker endometrial, estrogen dan kanker payudara, kontrasepsi oral dan kanker payudara. 7. Koherensi bukti-bukti Bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang dihipotesakan untuk membentuk gambaran yang koheren? Misal : kesimpulan merokok dapat menyebabkan kanker paru-paru berdasarkan teori biologi dan proses perjalanan penyakit. 8. Bukti eksperimen Demonstrasi yang berada dalam kondisi yang terkontrol merubah kausa bukaan untuk hasil yang merupakan nilai yang besar, beberapa orang mungkin, mengatakannya sangat diperlukan, untuk menyimpulkan kausalitas. 9. Analogi Lebih siap lagi untuk menerima argumentasi-argumentasi yang menyerupai dengan yang kami dapatkan. Apakah pernah ada situasi yang serupa di masa lalu? (misalnya rubella, thalidomide selama kehamilan). Pengecualian bagi temporalitas, tidak ada kriteria yang absolut, karena asosiasi kausal dapat sangat lemah, relatif nonspesifik, diobservasi tidak konsisten, dan dalam konflik dengan pengungkapan pemahaman biologis. Tetapi, setiap kriteria yang memperkuat jaminan kami dalam 15

mencapai penilaian kausalitas. Beberapa dari kriteria (misalnya, koherensi, tahapan biologis, spesifisitas, dan mungkin juga kekuatan) dapat dirumuskan dalam bentuk isu yang lebih umum dari konsistensi data yang diobservasi dengan model hipotesisasi etiologis (biasanya biologis). Sebagai contoh, tahapan biologis tidak harus monoton, seperti dalam kasus dosis radiasi tinggi yang mana akan mengarah kepada pembunuhan sel-sel dan karena itu menurunkan kemungkinan perkembangan tumor. Serupa dengan itu, spesifisitas dapat dipakai pada situasi-situasi tertentu tetapi tidak untuk situasi lain, tergantung pada proses patofisiologis yang dihipotesiskan.

B. Penyakit Jantung Koroner (PJK) sebagai penyakit tidak menular terkait dengan kriteria hubungan asosiasi menurut Broad Hill

a. Kekuatan Asosiasi Kombinasi beberapa faktor risiko misalnya obesitas, aktivitas fisik yang kurang, dan kepribadian tipe A dapat mendorong terjadinya kelainan aterosklerosis yang sangat memungkinkan terjadinya PJK.

b. Konsistensi Hal ini dimaksudkan dengan adanya konsistensi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa penelitian di berbagai tempat dengan situasi yang berbeda pada populasi yang berbeda. Walaupun dilakukan oleh orang atau penelitian yang berbeda, hasil penelitian mereka tetap diharapkan serupa, konsistensi dari PJK pada artikel sebelumnya adalah : Penyakit Jantung Koroner yang timbul akibat penyempitan pada arteri koronaria. Penyebab terbanyak dari penyempitan tersebut adalah aterosklerosis yang merupakan suatu kelainan yang terdiri atas fibrolipid dalam bentuk plak yang menonjol atau penebalan pada tunika intima dan pada bagian dalam tunika media. Proses aterosklerosis sudah dimulai pada masa kanak-kanak dan menjadi nyata secara klinik pada kehidupan dewasa. Di Amerika Serikat, setiap tahunnya 478.000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner, 1,5 juta orang mengalami serangan jantung dan sekitar 250.000 penderita meninggal dalam 1 jam setelah serangan(ulfa; 2000).

16

Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26%. Dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16%, kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4%. Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,3 per 100.000 penduduk di negara kita. Tingginya angka tersebut mengakibatkan PJK sebagai penyebab kematian nomor satu (karyadi; 2002). C. Spesifisitas Kriteria yang memerlukan spesifitas yaitu suatu kausa yang menimbulkan satu efek, bukan banyak efek. Pendapat ini sering digunakan untuk menyangkal interpretasi kausa dari eksposur untuk menghubungkan banyaknya efek yang muncul. Sebagai contoh Dengan mencari alasan untuk membebaskan merokok sebagai penyebab penyakit jantung koroner (PJK). Dengan beranggapan bahwa merokok dapat memberikan eksposur yang luas dan juga filter pada rokok yang dapat digunakan untuk mengurangi partikel debu dan asap rokok yang juga dapat menurunkan prevalensi akibat merokok, tetapi pengaruh rokok terhadap PJK tidak mengalami perubahan.

D. Temporalitas Contoh dari temporalitas terkait dengan PJK yaitu : Salah satu penyebab PJK adalah Kegemukan (Obesitas) namun sebelum terjadinya obesitas biasanya didahului dengan hiperlipidemia yang merupakan peningkatan kadar kolesterol serum melebihi 265 mg/dL (6,85 mmol/L). namun bukan berarti bahwa hiperlipidemia yang menyebabkan obesitas. Makanya obesitas dan hiperlipidemia sama-sama merupakan penyebab PJK. E. Efek Dosis Respon Jika dosis atau besarnya keterpaparan oleh unsur itu dinaikkan maka resiko untuk terjadinya suatu penyakit sangat besar. Misalkan keterkaitan Efek Dosis Respon pada PJK yaitu Risiko terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis dimana orang yang merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari memiliki risiko sebesar dua hingga tiga kali lebih tinggi daripada populasi umum untuk mengalami kejadian koroner mayor atau dengan kata lain Semakin banyak rokok yang dihisap

semakin besar risiko PJK. F. Biologic plausibility (masuk akal)


17

Plausibilitas (diterima akal) merupakan hipotesis yang masuk akal secara biologis, suatu perhatian yang penting namun jauh dari objektifitas atau absolute. Misalnya Pada umumnya orang berpendapat bahwa ada hubungan kausal antara faktorfaktor kebiasaan diet, merokok, dan aktivitas fisik dengan PJK. Semua faktor yang menurut statistik dapat bersifat signifikan mendorong pembentukan arterosklerosis disebut faktor risiko PJK (Sitepoe, 1997). Yang pada umumnya mereka belum mengenal bahwa arterosklerosis yang merupakan suatu kelainan yang terdiri atas fibrolipid dalam bentuk plak yang menonjol atau penebalan pada tunika intima dan pada bagian dalam tunika media sehingga menjadi penyebab utama yang menghubungkan sehingga PJK dapat terjadi. Terjadinya aterosklerosis melalui hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes mellitus. Diabetes Melitus misalnya, tidak pernah terbayangkan bahwa diabetes mellitus dapat menyebabkan penyempitan pada arteri koronaria (aterosklerosis).Diabetes mellitus diawali dari obesitas atau seseorang yang kelebihan karbohidrat dan lemak yang mengakibatkan terjadinya penyempitan pada pembuluh darah begitupun pada arteri koronaria. Begitupun pada stress psikososial tampaknya turut berperan dalam munculnya PJK. Rosenman dan Friedman telah mempopulerkan hubungan menarik antara pola tingkah laku tipe A dengan aterosklerosis yang dipercepat. Kepribadian tipe A memperlihatkan persaingan yang sangat kuat, ambisius, agresif, dan merasa diburu waktu. Sudah diketahui bahwa stress menyebabkan pelepasan katekolamin, tetapi masih dipertanyakan apakah stress memang bersifat aterogenik atau hanya mempercepat serangan. Teori bahwa aterosklerosis disebabkan oleh stres dapat merumuskan pengaruh neuroendoktrin terhadap dinamika sirkulasi, lemak serum dan pembekuan darah.

G. Koherensi bukti-bukti

Bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang dihipotesakan untuk membentuk gambaran yang koheren? Misal : kesimpulan merokok dapat menyebabkan PJK Peran rokok dalam patogenesis PJK merupakan hal yang
kompleks, diantaranya timbulnya aterosklerosis, peningkatan trombogenesis dan vasokontriksi (termasuk spasme arti koroner), peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, provokasiaritma jantung, peningkatan suplai oksigen serta penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Dua unsur asap tembakau yang paling penting menimbulkan 18

kerusakan pada jantung adalah nikotin dan karbon monoksida (CO). Gas CO, mendorong peningkatan resiko PJK melalui kelainan otot jantung dan gangguan darah melalui peningkatan kadar karbosihemoglobin (COHb). Afinitas CO terhadap hemoglobin meningkat 200-250 kali lipat dibandingkan dengan oksigen (O2). Hal ini mengakibatkan kadar oksigen di dalam darah turun secara drastis disebut hipoksia. Akibatnya jaringan tubuh juga kekurangan oksigen, apabila mengenai jaringan otak akan menyebabkan gangguan susunan syaraf pusat (encelophaty). Apabila mengenai jantung dan darah disebut gangguan kardiovaskuler. Kadar COHb didalam tubuh dijadikan parameter terhadap ringan beratnya gangguan kardiovaskuler dalam tubuh. Dengan kadar COHb 5% risiko menjadi penderita PJK 21,1 kali dibandingkan COHb 3%. Sedangkan nikotin bukan hanya bersifat menyempitan pembuluh darah melainkan juga dapat mendorong percepatan pembekuan pembuluh darah. Merokok dengan kadar nikotin yang tinggi dapat mengakibatkan peningkatan detak jantung, peningkatn tekanan darah sistolik dan diastolik dalam keadaan istirahat sehingga kebutuhan oksigen juga meningkat. Mekanisme kerja nikotin terhadap jantung melalui norepinepherine yang merangsan katekolamine didalam darah. Bahan kimia ini akan merangsang chemoreseptor pada pembuluh darah dan mengakibatkan peningkatan detak jantung, tekanan sistolik dan diastolik, yang selanjutnya akan mempengaruhi otot jantung. H. Bukti Eksperimen Kausa harus mendapat dukungan bukti dari percobaan dari populasi manusia sendiri. Pada PJK misalnya hubungannya dengan Hipertensi Tekanan darah tinggi ditandai oleh hasil pengukuran yang sama dengan atau diatas 140/90 mmHg. Tershakovec AM dkk. melaporkan bahwa peninggian lemak tubuh berhubungan dengan peningkatan usia. Peninggian kadar kolesterol darah mengawali perkembangan dari peninggian lemak tubuh. Peninggian lemak tubuh berhubungan dengan peninggian tekanan darah dan kadar insulin. I. Analogis Pengertian yang lebih luas sekalipun dapat diturunkan dari analogi yang berdasar pada daya imajinasi para ilmuwan yang dapat menemukan analogi dimana saja. Sebaiknya, analogi memberikan suatu sumber hipotesis-hipotesis yang lebih seksama tentang asosiasi-asosiasi dalam studi: tidak adanya analogi seperti itu hanya mencerminkan tidak adanya imajinasi atau pengalaman, bukan kepalsuan dari hipotesis. Contohnya PJK sering dianalogikan dengan penyakit Aterosklerosis. 19

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil uraian isi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Hubungan Asosiasi adalah hubungan keterikatan atau saling pengaruh antara dua atau lebih variable, dimana hubungan dapat bersifat hubungan sebab-akibat maupun yang bukan sebab akibat 2. Broadford Hill merupakan salah seorang pakar Epidemiologi terkenal yang merumuskan tentang 9 kriteria dari hubungan asosiasi, yaitu : kekuatan asosiasi,konsistensi,spesifisitas,hubungan temporal, efek dosis respon, biologic plausibility, koherensi bukti-bukti, bukti eksperimen,analogi. 3. Kriteria hubungan asosiasi Broad Hill ini sering digunakan dalam pengkajian penyakit baik penyakit menular dan tidak menular seperti yang saya kaji Penyakit Jantung Koroner (PJK).

B. Saran Dari pemaparan isi makalah diatas menunjukkan bahwa dalam mengkaji suatu penyakit tidak harus selalu dilihat dari sudut pandang biologi saja namun juga harus dikaji menurut sudut oandang ilmu lain seperti ilmu epidemiologi dalam hal ini biasa dengan menggunakan 9 kriteria hubungan asosiasi menurut Broad Hill. Namun perlu diketahui bahwa kesembilan kriteria tersebut semua hampir memiliki kesamaan yang sulit untuk dibdakan satu sama lainnya, untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam penggunaannya agar tujuan akhir yang di harapkan dapat tercapai.

20

DAFTAR PUSTAKA

Bustan, 2000, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta Bustan, 2002, Pengantar Epidemiologi, Jakarta, PT. Rineka Cipta

Notoatmojo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip Prinsip Dasar, Jakarta, PT. Rineka Cipta Entjang, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti Vaughan, Morrow, 1993, Panduan Epidemiologi Bagi Pengelolaan Kesehatan Kabupaten, Bandung, ITB

21

You might also like