You are on page 1of 73

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari, untuk mendapatkan generasi bangsa yang kuat. Selain itu kesehatan juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujud kesehatan masyarakat yang optimal. Di Indonesia, laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI menyatakan, diantara penyakit yang dikeluhkan dan tidak dikeluhkan, prevalensi penyakit gigi dan mulut adalah tertinggi meliputi 60% penduduk.1 Gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan seumur hidup. Peranannya cukup besar dalam

mempersiapkan zat makanan sebelum absorbs nutrisi pada saluran pencernaan, disamping fungsi psikis dan sosial.2 Penyakit gigi yang banyak diderita masyarakat adalah karies dan penyakit periodontal. Sedangkan berdasarkan laporan Profil Kesehatan Gigi menunjukkan bahwa 62,4% penduduk merasa terganggu pekerjaannya atau murid sekolah tidak masuk sekolah dengan alasan karena sakit gigi, dengan nilai rata-rata tidak masuk sekolah karena sakit gigi adalah 3,86 hari.

2 Kondisi ini menunjukkan bahwa penyakit gigi walaupun tidak

menimbulkan kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas kerja. 3 Hal terpenting dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut adalah kesadaran dan perilaku pemeliharaan hygiene mulut personal. Hal ini begitu penting karena kegiatannya dilakukan di rumah tanpa ada pengawasan dari siapapun, sepenuhnya tergantung dari pengetahuan, pemahaman, kesadaran serta kemauan dari pihak individu untuk menjaga kesehatan mulutnya. Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut tersebut sangat erat kaitannya dengan kontrol plak atau menghilangkan plak secara teratur. Plak merupakan lapisan tipis, tidak berwarna, mengandung bakteri, melekat pada permukaan gigi dan selalu terbentuk di dalam mulut dan bila bercampur dengan gula yang ada di dalam makanan yang kita makan, akan membentuk asam. Asam ini akan berada di dalam mulut dalam jangka waktu yang lama, karena gula hasil fermentasi membuat plak menjadi lebih melekat. Plak atau debris di permukaan gigi dapat dipakai sebagai salah satu indikator kebersihan mulut. Pembersihan yang kurang baik dapat menyebabkan plak makin melekat dan akan menjadi karang gigi setelah mengalami kalsifikasi (pengapuran).4 Telah sejak lama (sejak tahun 1951) pemerintah Indonesia mengupayakan usaha peningkatan pengetahuan kesehatan gigi anak usia sekolah dasar melalui Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). 5

3 Program UKGS tersebut merupakan upaya menjaga kesehatan gigi dan mulut pada anak Sekolah Dasar (SD) yang menitik beratkan pada upaya penyuluhan dan gerakan sikat gigi masal, serta pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut pada setiap murid.6 Usia sekolah dasar (6-12 tahun) dipilih karena merupakan periode usia yang penting bagi perkembangan manusia. Pada usia ini anak mulai mengalami perubahan yang cepat dalam menerima informasi, mengingat,

membuat alasan, dan memutuskan tindakan. Pada useia inilah anak mulai belajar tentang semua kompetensi diri.3,5 Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya dilakukan sejak usia dini. Usia sekolah dasar merupakan saat yang ideal untuk melatih kemampuan motorik seorang anak, termasuk di antaranya menyikat gigi. Kemampuan menyikat gigi secara baik dan benar merupakan faktor yang cukup penting untuk pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Keberhasilan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut juga dipengaruhi oleh faktor penggunaan alat, metode penyikatan gigi, serta frekuensi dan waktu penyikatan yang tepat. Kelompok anak usia sekolah dasar ini termasuk kelompok rentan untuk terjadinya kasus kesehatan gigi dan mulut, sehingga perlu diwaspadai atau dikelola secara baik dan benar.7 SKRT 2001 menunjukkan hanya 9,3% penduduk yang menyikat gigi sangat sesuai anjuran program (menyikat gigi setelah makan pagi dan sebelum tidur malam) dan 12,6% penduduk menyikat

4 gigi sesuai anjuran program (menyikat gigi setelah makan pagi atau sebelum tidur malam). Sebagian besar penduduk (61,5%) menyikat gigi kurang sesuai anjuran program (menyikat gigi setelah bangun tidur), bahkan 16,6% tidak menyikat gigi. Keadaan ini menyebabkan perlu ditingkatkan program sikat gigi masal sesuai anjuran program di sekolah dengan mempertimbangkan sarana dan media informasi terutama pada usia dini, karena perilaku merupakan kebiasaan yang akan lebih terbentuk bila dilakukan pada usia dini.2 Anak-anak biasanya mempunyai kecenderungan untuk

membersihkan gigi (menyikat gigi) hanya pada bagian-bagian tertentu saja yang disukai, yaitu permukaan labial gigi anterior dan permukaan oklusal gigi molar bawah. Perilaku menyikat gigi anak terbentuk melalui proses belajar, baik mencontoh maupun bimbingan orang tua atau pengasuhnya. Pendidikan cara-cara penyikatan gigi bagi anak-anak perlu diberikan contoh suatu model yang baik serta dengan teknik yang sederhana mungkin. Penyampaian pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak harus dibuat semenarik mungkin, antara lain melalui penyuluhan yang atraktif tanpa mengurangi isi pendidikan, demonstrasi secara langsung, program audio visual, atau melalui sikat gigi massal yang terkontrol.7 Desa Padang Loang merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Patampanua, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan

5 dengan luas wilayah 2889 km2 yang dihuni oleh 3.144 jiwa (788 Kepala keluarga). Di Desa Padang Loang ini terdapat tiga sekolah dasar yaitu Sekolah Dasar Inpres Padang Loang dengan jumlah siswa 112, Sekolah Dasar 260 Banga dengan jumlah siswa 136 dan Sekolah Dasar Inpres Palita dengan jumlah siswa 129, dimana setiap sekolah dasar ini belum memiliki Unit Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). Di Desa Padang Loang juga terdapat satu Pusat Kesehatan Desa (PusKesDes) yang tidak mempunyai tenaga kesehatan gigi dan mulut serta letak cukup jauh dari ketiga Sekolah Dasar tadi. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor desa setempat, bahwa di Desa Padang Loang khususnya pada anak sekolah dasar belum mempunyai data tentang status kesehatan gigi dan mulut. Oleh sebab itu, penelitian ini penting untuk dilakukan sebab selain peneliti tertarik melakukan penelitian di Desa Padang Loang dengan tujuan menemukan efek penyuluhan kesehatan gigi dan mulut terhadap status kesehatan gigi dan mulut, khususnya dalam

menurunkan indeks plak pada anak sekolah dasar, juga dapat berfungsi sebagai pendataan status kesehatan gigi dan mulut anak sekolah di Desa Padang Loang tersebut. Sehingga plak yang merupakan salah satu sumber permasalahan pada gigi ini dapat dicegah sedini mungkin. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, penulis mengangkat sebuah penelitian dengan judul Efek Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut dengan Demonstrasi Cara Menyikat Gigi

6 terhadap Penurunan Indeks Plak pada Murid Kelas VI Sekolah Dasar di Desa Padang Loang, Kecamatan Patampanua, Kabupaten Pinrang. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan permasalahan: 1. Apakah ada efek penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan demonstrasi cara menyikat gigi terhadap penurunan indeks plak pada murid kelas VI sekolah dasar? 2. Apakah ada perbedaan penurunan plak setelah penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan demonstrasi cara menyikat gigi pada murid kelas VI sekolah dasar berdasarkan jenis kelamin? 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan umum Untuk mengetahui efek penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan demonstrasi cara menyikat gigi terhadap penurunan indeks plak pada murid kelas VI sekolah dasar. 2. Tujuan khusus Untuk mengetahui perbedaan penurunan plak setelah latar belakang masalah tersebut, diajukan

penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan demonstrasi cara menyikat gigi pada murid kelas VI sekolah dasar berdasarkan jenis kelamin.

7 1.4 HIPOTESIS PENELITIAN 1. Terdapat efek penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan demonstrasi cara menyikat gigi terhadap penurunan indeks plak pada murid kelas VI sekolah dasar. 2. Terdapat perbedaan penurunan plak setelah penyuluhan

kesehatan gigi dan mulut dengan demonstrasi cara menyikat gigi pada murid kelas VI sekolah dasar berdasarkan jenis kelamin. 1.5. MANFAAT PENELITIAN 1. Untuk mahasiswa : Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti saat melakukan penelitian. 2. Untuk instansi : a. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan untuk mengadakan penelitian-penelitian selanjutnya. b. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai data status kesehatan gigi dan mulut khusus pada murid sekolah dasar di daerah tempat dilakukannya penelitian. 3. Untuk masyarakat : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai efek penyuluhan penyikatan gigi dengan metode demonstrasi terhadap penurunan indeks plak terutama pada murid kelas VI sekolah dasar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK

2.1.1. Definisi penyuluhan kesehatan gigi dan mulut Penyuluhan adalah proses belajar secara non formal kepada sekelompok masyarakat tertentu, dimana pada penyuluhan kesehatan gigi dan mulut diharapkan terciptanya suatu pengetian yang baik mengenai kesehatan gigi dan mulut.8 Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk merubah perilaku seseorang, sekelompok orang atau masyarakat sehingga mempunyai kemampuan dan kebiasaan untuk berperilaku hidup sehat di bidang kesehatan gigi dan mulut. 8 Penyuluhan kesehatan gigi pada anak merupakan salah satu usaha menanamkan pengertian kepada anak sejak usia dini bahwa kesehatan gigi tidak kalah pentingnya dengan kesehatan tubuh secara umum. Penyuluhan kesehatan gigi bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan perorangan dan masyarakat guna tercapainya tingkat kesehatan gigi yang lebih baik di masa mendatang. Penyuluhan kesehatan gigi ini tidak semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah, akan tetapi merupakan tanggung jawab semua pihak. 5

9 Penekanan konsep penyuluhan kesehatan lebih pada upaya mengubah perilaku sasaran agar berperilaku sehat terutama pada aspek kognitif (pengetahuan dan pemahaman sasaran), sehingga pengetahuan sasaran penyuluhan telah sesuai dengan yang

diharapkan oleh penyuluh kesehatan maka penyuluhan berikutnya akan dijalankan sesuai dengan program yang telah direncanakan.9 2.1.2. Tujuan Penyuluhan Pasal 38 Undang-Undang RI No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan: Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan guna meningkatkan pengetahuan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan masyarakat untuk tetap hidup sehat dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan.10 Adapun tujuan dari penyuluhan kesehatan gigi dan mulut adalah: 1. Meningkatkan pengetahuan kesehatan sasaran di bidang kesehatan gigi dan mulut. 2. Membangkitkan kemauan dan membimbing masyarakat dan individu untuk meningkatkan dan melestarikan

kebiasaan pelihara diri di dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. 3. Mampu memelihara kesehatan gigi dan mulut baik sendiri maupun kesehatan keluarga.

10 4. Mampu menjalankan upaya mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut serta menjelaskan kepada keluarganya tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. 5. Mampu mengenal adanya kelainan dalam mulut sedini mungkin kemudian mencari sarana pengobatan yang tepat dan benar.11 Menurut Budiharto (1998), terdapat beberapa jenis penyuluhan kesehatan gigi dan mulut namun yang paling sering digunakan adalah penyluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode ceramah dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode bermain. 8 Yang tidak kalah pentingnya adalah lama waktu penyuluhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada anak usia sekolah dasar, biasanya anak hanya bisa berkonsentrasi penuh dalam waktu sekitar 20 menit. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil yang optimal, penyampaian penyuluhan kesehatan gigi pada anak ini hendaknya tidak melebihi waktu tersebut.5 Salah satu manfaat penyuluhan kesehatan kesehatan gigi dan mulut yaitu penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia baik secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan nilai kesehatan gigi dan mulutnya sehingga dengan sadar mau mengubah perilakunya menjadi perilaku sehat. Penyuluhan diharapkan dapat

11 memberi manfaat yang berkesinambungan dengan sasaran

perubahan konsep sehat pada aspek pengetahuan, sikap dan perilaku individu maupun masyarakat.12 a. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan dibagi dalam 6 tingkatan : 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

12 3) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. 4) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk

menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktuk organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.12 Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu pengalaman, ekonomi, lingkungaan sosial, pendidikan, paparan media dan informasi, akses layanan kesehatan.

13 a) Pengalaman Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman, baik pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran. b) Ekonomi (pendapatan) Faktor pendapatan keluarga sangat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pokok dan sekunder dalam keluarga. Keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih baik tercukupi bila dibandingkan dengan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan kebutuhan informasi pendidikan yang termasuk dalam kebutuhan sekunder. c) Lingkungan Sosial ekonomi Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling berinteraksi satu dengan yang lain, individu yang dapat berinteraksi dengan lebih banyak dan baik, maka akan lebih besar

mendapatkan informasi. d) Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan sangat

berpengaruh dalam pemberian respon terhadap

14 sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhdap informasi yang datang dan akan berfikir sejauh mana keuntungan yang akan mereka dapatkan. e) Paparan Media dan Informasi Melalui berbagai mediam baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering terpapar di media massa (TV, Radio, Majalah) akan memperoleh informasi yang lebih banyak

dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media massa. f) Akses Layanan Kesehatan atau Fasilitas

Kesehatan Mudah atau sulitnya dalam mengakses layanan kesehatan tentunya akan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan.12 Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.12

15 Dalam aspek kesehatan gigi khususnya, bahwa

pengetahuan kesehatan gigi dan mulut sangat penting termasuk cara menjaga kebersihan gigi dan mulut karena pengetahuan merupakan faktor domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang, artinya perilaku atau praktik keseharian anak dalam menjaga kesehatan gigi sangat ditentukan oleh tingkat pengetahuannya tentang kesehatan gigi.7 b. Sikap Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, baik atau tidak baik, dan sebagainya). Sikap belum merupakan suatu tindakan, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Sikap relatif konstan dan agak sukar berubah sehingga jika ada perubahan dalam sikap berarti adanya tekanan yang kuat. 12 Pembentukan sikap dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya pengalaman pribadi, kebudayaan, orang yang berpengaruh, media massa, institusi pendidikan maupun lembaga agama. Dengan perkataan lain, sikap

16 merupakan perubahan yang meniru perilaku orang lain karena orang lain tersebut dianggap sesuai dengan dirinya.12 c. Perilaku Salah satu manfaat penyuluhan ialah tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal merupakan salah satu tujuan dilakukannya penyuluhan kesehatan.12 Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata dibutuhkan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Tindakan adalah niat yang sudah direalisasikan dalam bentuk tingkah laku yang tampak dan memerlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Dari pandangan biologis tindakan

merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan.12 Tindakan mempunyai beberapa tingkatan : a) Persepsi (perception), yaitu mengenal dan

memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

17 b) Respons terpimpin (guided response), yaitu

tingkah laku yang dilakukan sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan yang telah dicontohkan. c) Mekanisme (mechanism), yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah

merupakan kebiasaan. d) Adopsi (adoption), yaitu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.12 Faktor perilaku memegang peranan penting dalam mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut seseorang

termasuk tentang bagaimana menjaga kebersihan gigi dengan menyikat gigi. Belum optimalnya status kesehatan gigi dan mulut di sekolah dasar umumnya disebabkan oleh karena perilakunya belum menunjukkan perilaku sehat.7 2.1.3. Komponen Penyuluhan Berhasil atau tidaknya penyuluhan ditentukan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang dimaksud adalah kondisi dari interaksi antara komponen-komponen penyuluhan. Komponen penyuluhan adalah sebagai berikut :

18 a. Penyuluh Penyuluh adalah pihak yang memberikan informasi terhadap sasaran. Penyuluh dapat terdiri dari seseorang, beberapa orang maupun kesehatan membutuhkan lembaga. Menyuluh komunikasi yang tentang juga

baik,

membutuhkan kompetensi educational tambahan sehingga seorang penyuluh kesehatan dapat bekerja dengan setting yang berbeda dan menggunakan strategi-strategi yang tepat untuk tujuan educational. b. Sasaran Sasaran adalah pihak yang menerima informasi dari pihak penyuluh. Dalam penyuluhan kesehatan gigi dan mulut perlu diperhatikan tingkat kemampuan masing-masing

sasaran sesuai dengan kriteria sasaran yang dikehendaki. c. Pesan Pesan adalah informasi atau materi yang disampaikan oleh penyuluh kepada sasaran. Pesan dapat berbentuk lisan maupun tulisan. d. Media Media merupakan alat bantu pendidikan yang

digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat oleh sasaran. Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan alat saluran

19 untuk menyampaikan karena alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat ataupun klien.13 2.1.4. Metode penyuluhan Metode penyuluhan yang umum digunakan adalah metode didaktik (one way method) dan metode sokratik (two way method). Pada metode didaktik pendidik cenderung aktif sedangkan siswa sebagai sasaran pendidik tidak diberi kesempatan mengemukakan pendapat. Ceramah merupakan salah satu metode didaktik yang baik digunakan pada pendidikan kesehatan gigi dan mulut untuk anakanak sekolah dasar.14 Yang termasuk metode ini antara lain : a. Metode ceramah b. Siaran melalui radio, c. Pemutaran film/terawang (slide), d. Penyebaran selebaran, e. Pameran.15 Metode sokratik dilakukan dengan komunikasi dua arah antara siswa dan pendidik. Peserta didik diberikan kesempatan

mengemukakan pendapat dan dua orang atau lebih dengan latar belakang berbeda bekerja sama saling memberikan keterangan dan ikut serta dalam menyatakan pendapat. Salah satu metode sokratik yang tepat digunakan pada pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada

20 anak-anak sekolah dasar adalah demonstrasi. Pada metode

demonstrasi materi pendidikan disajikan dengan memperlihatkan cara melakukan suatu tindakan atau prosedur. Diberikan peneranganpenerangan secara lisan, gambar-gambar, dan ilustrasi. Tujuan metode demonstrasi yaitu untuk mengajar seseorang atau siswa bagaimana melakukan suatu tindakan atau memakai suatu produksi baru. Keuntungannya dapat menjelaskan suatu prosedur secara visual, sehingga mudah dimengerti dan siswa dapat mencoba pengetahuan yang diterimanya. Kerugian pada metode ini diperlukan alat-alat dan biaya yang besar serta perencanaannya memakan waktu yang lama.14 Yang termasuk metode ini adalah : a. Wawancara, b. Demonstrasi, c. Sandiwara, d. Simulasi, e. Curah pendapat, f. Permainan peran (roll playing), dan g. Tanya jawab.15 Metode demonstrasi adalah suatu cara penyajian pengertian atau ide yang dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan berbagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan atau menggunakan suatu prosedur.15

21 Demonstrasi adalah suatu cara cara menyajikan bahan secara atau

pengajaran/penyuluhan langsung obyeknya

dengan atau

mempertunjukkan melakukan sesuatu

cara

mempertunjukkan suatu proses.15 Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa demonstrasi adalah salah satu cara menyajikan informasi dengan cara mempertunjukkan secara langsung obyeknya atau menunjukkan suatu proses atau prosedur. Penyajian ini disertai penggunaan alat peraga dan tanya jawab. Biasanya demonstrasi diberikan kepada kelompok individu yang tidak terlalu besar jumlahnya.15 Tujuan metode demonstrasi ialah : a. Memperlihatkan kepada kelompok bagaimana cara

membuat sesuatu dengan prosedur yang benar, misalnya memperlihatkan bagaimana cara membersihkan gigi dan gusi yang benar, alat dan bahan apa yang digunakan, bentuk dan tipenya,dan bagaimana cara menggunakannya. b. Meyakinkan kepada kelompok bahwa ide tersebut bisa dilaksanakan setiap orang. c. Meningkatkan minat orang untuk belajar, dan mencoba sendiri dengan prosedur yang didemonstrasikan.15 Keuntungan metode demonstrasi ialah: a. Dengan demonstrasi proses penerimaan sasaran terhadap materi penyuluhan akan lebih berkesan secara mendalam

22 sehingga mendapatkan pemahaman atau pengertian yang lebih baik dan sempurna, terlebih bila peserta dapat turut serta secara aktif melakukan demonstrasi. b. Dapat mengurangi kesalahan bila dibandingkan membaca atau mendengar karena presepsi yang jelas diperoleh dari hasil pengamatan. c. Benda-benda yang digunakan benar-benar nyata sehingga hasrat untuk mengetahui lebih dalam dan rinci dapat dikembangkan. d. Peragaan dapat diulang dan dicoba oleh peserta. e. Dengan mengamati demonstrasi, masalah atau pertanyaan yang ada dapat terjawab.15 Kerugian metode demonstrasi yaitu : a. Demonstrasi merupakan metode yang tidak efektif apabila alat atau benda yang diperagakan termasuk alat berat atau tidak dapat diamati dengan jelas karena agak rumit, atau jumlahnya terbatas sehingga hanya beberapa orang yang mempunyai kesempatan untuk mempraktikkannya. b. Apabila bendanya kecil, benda itu hanya dapat dilihat secara nyata oleh beberapa orang yang berdekatan dengan pembicara. c. Kurang cocok untuk jumlah peserta yang banyak.15

23 Pemakaian alat bantu dalam merubah perilaku anak

merupakan hal yang sangat penting. Alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang dipakai oleh pendidik di dalam menyampaikan bahan pendidikan. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga, karena berfungsi untuk membantu memperagakan sesuatu di dalam proses pendidikan. Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap siswa dapaat diterima atau ditangkap melalui panca indera.14 Alat bantu dalam pendidikan belajar, mempunyai memperkuat peran daya dalam ingat,

mempertinggi

kemampuan

memperbesar minat, dan mempermudah penghayatan. Alat peraga langsung yang dianggap paling efektif untuk anak-anak adalah model. Model yaitu alat peraga yang dapat dilihat dan diamati, yang dapat berupa alat yang sebenarnya ataupun dibuat meniru aslinya. Siswa yang diberi pendidikan dapat melihat, merasakan, dan menelitinya. Alat peraga langsung membantu para siswa dalam mengartikan atau mempelajari suatu bahan pendidikan sehingga para siswa lebih banyak kemungkinan untuk belajar.14 Masa usia anak adalah transisi dalam interaksi sosial dimana terjadi perubahan figur tokoh (model) akan berpengaruh pada diri anak, dimana tokoh ibu akan digantikan dengan tokoh guru. Untuk itu didalam penyuluhan kesehatan gigi dan mulut perlu adanya kerja sama yang baik dengan guru. Menurut Piaget, pola perkembangan

24 anak dibagi menjadi 4 tahapan : stadium Sensorimotorik (0-18 atau 24 bulan), Stadium Praoperasional (1-7 tahun), Stadium operasional konkrit (7-11 tahun), Stadium operasional formal (11-15 tahun atau lebih). Makin tinggi umur anak, tingkah lakunya makin terorganisasi dan mempunyai tujuan-tujuan yang dikenal sebagai tingkah laku bermotif. Selanjutnya Harlod menyatakan, ada beberapa teori tentang proses perubahan perilaku antara lain: and pengembangan dissemination), serta dan

penyebaran

(research

development

perubahan sikap (Attitude Change).8 2.2 PLAK GIGI

2.2.1 Definisi plak gigi Plak gigi adalah endapan lunak, tidak berwarna, dan

mengandung aneka ragam bakteri yang melekat erat pada permukaan gigi. Plak tidak dapat dibersihkan dengan hanya kumur-kumur, semprotan air atau udara, tetapi plak hanya dapat diberihkan dengan cara mekanis. Sampai saat ini cara mekanis yang paling efektif untuk membersihkan plak adalah dengan menyikat gigi.16 Plak dapat digambarkan sebagi lapisan yang kadang-kadang tebalnya sampai 2 mm pada semua permukaan mulut, terutama pada permukaan gigi dan sering juga pada permukaan gingival dan lidah. Jika jumlahnya sedikit plak tidak dapat terlihat, kecuali diwarnai dengan larutan disclosing atau sudah mengalami diskolorisasi oleh pigmen-pigmen yang berada dalam rongga mulut. Jika menumpuk,

25 plak akan terlihat berwarna abu-abu, abu-abu kekuningan dan kuning.17 2.2.2 Komposisi Plak Plak terdiri dari 20% bahan organik dan anorganik dan sisanya adalah air. Bahan organik meliputi kompleks protein polisakarida yang terdiri dari karbohidrat dan protein kira-kira 30% dan lemak kira-kira 15%. Komponen ini merupakan produk ekstraseluler dari bakteri plak, sisa-sisa sitoplasmik dan membran sel, hasil pengunyahan makanan dan derifat glikoprotein. Karbohidrat yang terbesar ditemukan pada plak supragingiva adalah dextran, levan dan galaktose, yang diproduksi oleh bakteri polisakarida kira-kira 9,5% dari total plak.11 Komponen anorganik yang terdapat dalam plak adalah kalsium, fosfor sedangkan magnesium, potassium dan sodium ditemukan dalam jumlah yang kecil. Kandungan anorganik tertinggi ditemukan pada permukaan lingual incisivus bawah. Ion kalsium ini ikut membantu perlekatan antara bakteri dan antar bakteri dengan pelikel. Sehingga, hampir 70-80% komponen anorganik ditemukan sebagai kristalin calcium phosphate.18 Plak yang terletak terbentuk sempurna, selain bakteri dapat pula berisi mikroorganisme lain. Mycoplasma telah berhasil

ditemukan, dan sejumlah kecil lagi protozoa juga ada. Mikroorganisme pada bakteri plak yang hampir selalu ditemukan adalah golongan

26 streptococcus dan lactobacillus. Selain itu, ditemukan juga golongan jamur actinomycetes.18 Susunan komponen bakteri dan biokimia plak bervariasi dan tergantung pada konsentrasi bakteri dalam saliva, oksigen komposisi makanan serta adanya penyakit periodontal.18 Plak gigi bukan merupakan sisa makanan dan

pembentukannya tidak ada hubungannya dengan konsumsi makanan. Plak supra gingivalebih cepat terbentuk pada saat tidur, kemudian pada saat tidak ada makanan dikunyah, serta pada saat makan. Hal ini terjadi karena aksi mekanik makanan dan aliran saliva pada saat mastikasi menyebabkan plak sulit terbentuk.17 2.2.3 Mikroorganisme Plak Plak yang terletak terbentuk sempurna, selain bakteri dapat pula berisi mikroorganisme lain. Mycoplasma telah berhasil

ditemukan, dan sejumlah kecil lagi protozoa juga ada. Mikroorganisme pada bakteri plak yang hampir selalu ditemukan adalah golongan Streptococcus dan Lactobacillus. Selain itu, ditemukan juga golongan jamur actinomycetes.18 Mikroorganisme yang ditemukan pada plak bervariasi pada setiap orang, serta menurut umur plak itu sendiri. Plak muda (1-2 hari) sebagian besar terdiri dari bakteri gram-negatif yang berbentuk kokus dan batang. Organisme ini biasanya tumbuh pada pelikel

mikropolisakarida amorf dengan tebal kurang dari 1 mikron. Pelikel ini

27 melekat pada email, sementum atau dentin. Setelah 2-4 hari, perubahan jumlah dan tipe mikroorganisme dalam plak. Selain bakteri gram-negatif kokus dan gram-negatif batang bertambah banyak, jenis bacili fusiformis dan filament semakin jelas.18 Pada hari ke-4 hingga ke-9, ekologi mikroorganisme plak menjadi semakin kompleks dengan bertambahnya jumlah bakteri motil seperti spirilla dan spirochete.18 2.2.4 Unsur-Unsur Lain dalam Plak Walaupun organisme terkolonisasi adalah unsur plak, terdapat komponen lain yang dapat diidentifikasi dengan mikroskop fase kontras, yaitu: a. Sel epitel. Sel-sel ini hampir selalu ditemukan pada sampel plak. Gambaran yang terlihat terdiri dari berbagai tingkat integritas anatomi, dari bentuk sel terdeskuamasi dengan nuklei yang besar dan dinding sel jelas hingga gambaran sel hantu (ghosts), dengan bakteri bergerombol

mengelilingi sel-sel epitel. b. Sel darah putih. Leukosit, biasanya sel neutrofil

polimorfonuklear (PMN), dapat ditemukan dalam berbagai tingkatan vitalitas pada beberapa fase inflamasi. c. Eritrosit. Sel eritrosit ini terlihat pada sampel yang diambil dari permukaan gigi di sekitar gingival yang mengalami ulserasi.

28 d. Protozoa. Genera protozoa tertentu, seperti Entamoeba dan Trichomonas, sering ditemukan pada plak yang diambil dari permukaan gigi yang mengalami gingivitis akut dan dari dalam poket periodontal. e. Partikel makanan. Secara mikroskopis, kadang-kadang terlihat partikel makanan. Paling sering ditemukan adalah serabut otot/daging, dengan ciri adanya striae otot. f. Komponen lain. Di dalam plak mungkin juga terdapat elemen yang tidak spesifik, seperti partikel berbentuk kristal (fragmen halus sementum, kalsifikasi awal atau partikel makanan yang tidak teridentifikasi) dan apa yang

kelihatannya merupakan fragmen sel juga ditemukan dalam plak.18 2.2.5 Faktor yang mempengaruhi proses pembentukkan plak gigi Menurut Carlsson yang dikutip dalam buku ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan jaringan pendukung gigi, faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan plak gigi adalah sebagai berikut ; a. Lingkungan fisik, meliputi anatomi dan posisi gigi, anatomi jaringan sekitarnya, struktur permukaan gigi yang jelas terlihat setelah dilakukan pewarnaan dengan larutan disclosing. Pada daerah terlindung karena kecembungan permukaan gigi, pada gigi yang letaknya salah, pada

29 permukaan gigi dengan kontur tepi gusi yang buruk, pada permukaan email yang banyak cacat, dan pada daerah pertautan sementoemail yang kasar, terlihat jumlah plak yang terbentuk lebih banyak. b. Friksi atau gesekan oleh makanan yang dikunyah. Ini hanya terjadi pada permukaan gigi yang tidak terlindung.

Pemeliharaan kebersihan mulut dapat mencegah atau mengurangi penumpukan plak pada permukaan gigi. c. Pengaruh diet terhadap pembentukan plak telah diteliti dalam dua aspek, yaitu pengaruhnya secara fisik dan pengaruhnya sebagai sumber makanan bagi bakteri di dalam plak. Jenis makanan, yaitu keras dan lunak, mempengaruhi pembentukan plak pada permukaan gigi. Ternyata plak banyak terbentuk jika kita lebih banyak mengkonsumsi makanan lunak, terutama makanan yang mengandung karbohidrat jenis sukrosa, karena akan menghasilkan dekstran dan levan yang memegang peranan penting dalam pembentukan matriks plak.17 Kariogenitas makanan tergantung pada beberapa faktor, misalnya konsentrasi sukrosa, sifat perlekatan makanan pada permukaan gigi, kecepatan pembersihan rongga mulut dan kualitas pembersihan.19

30 2.2.6 Mekanisme Pembentukan Plak Gigi Mekanisme pembentukan plak gigi ialah sebagai berikut : a. Proses pembentukan plak ini terdiri atas dua tahap. Tahap pertama merupakan tahap pembentukan lapisan acquired pelicle sementara tahap kedua merupakan tahap proliferas bakteri. b. Pada pertama, setelah acquired pelicle terbentuk, bakteri mulai berproliferasi disertai dengan pembentukan matriks interbakterial yang terdiri atas polisakarida ekstraseluler, yaitu levan dan dextran dan juga mengandung protein saliva. Hanya bakteri yang dapat membentuk polisakarida ekstraseluler yang dapat tumbuh pada tahap pertama, yaitu Streptococcus mutans, Streptococcus bovis, Streptococcus sanguis, Streptococcus salivarius sehingga pada 24 jam pertama terbentuklah lapisan tipis yang terdiri atas jenis kokus pada tahap bakteri awal proliferasi lapisan bakteri. plak

Perkembangbiakan

membuat

bertambah tebal dan karena adanya hasil metabolism dan adhesi dari bakteri-bakteri pada permukaan luar plak, lingkungan di bagian dalam plak berubah menjadi anaerob. c. Pada tahap kedua, jika kebersihan mulut diabaikan, dua sampai empat hari, kokus gram negatif dan basilus akan bertambah jumlahnya (dari 7% menjadi 30%), dengan 15%

31 di antaranya terdiri atas bacillus yang bersifat anaerob. Pada hari kelima Fusobacterium, Aactinomyces, dan Veillonella yang aerob akan bertambah jumlahnya.17 2.2.7 Hubungan plak dengan karies gigi Jenis bakteri yang dominan pada plak gigi adalah jenis streptokokus, sedangkan jenis bakteri yang lain ditemukan bervariasi, begitu juga jumlahnya. Streptokokus mempunyai sifat-sifat tertentu dalam proses karies gigi, yaitu memfermentasi berbagai jenis karbohidrat menjadi asam sehingga mengakibatkan penurunan pH, membentuk dan menyimpan polisakarida intraseluler (levan) dari berbagai jenis karbohidrat yang dapat dipecahkan kembali oleh bakteri bila karbohidrat kurang sehingga menghasilkan asam terus menerus, membentuk polisakarida ekstraseluler (dekstran) yang menghasilkan sifat-sifat adhesif dan kohesif plak pada permukaan gigi, serta menggunakan glikoprotein dan saliva pada permukaan gigi. 17 Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa dapat diragikan oleh bakteri dan membentuk asam sehingga menyebabkan pH plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulangulang dalam waktu tertentu akan menyebabkan demineralisasi permukaan yang rentan dan proses kariespun dimulai. Makin sering keadaan asam di bawah pH 5,5 terjadi dalam plak, makin cepat karies terbentuk dan

berkembang.17

32 2.2.8 Hubungan plak dengan penyakit periodontal Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi diawali oleh bakteri yang terakumulasi dalam plak sehingga menyebabkan peradangan pada gingiva. Plak yang terletak pada gigi dekat gingiva, prosesnya akan berlangsung mulai dari marginal dan mengarah pada penyakit-penyakit periodontal (gingivitis marginal, periodontitis

marginal, bahkan hingga abses periodontal). Plak pada margin gingiva jika tidak dihilangkan secara cermat akan mengalami pengapuran dan menjadi keras. Plak yang mengeras ini disebut kalkulus yang tidak dapat dihilangkan dengan menggunakan sikat gigi ataupun benang gigi, namun diperlukan bantuan dokter gigi untuk menghilangkannya. Pasien dengan penyakit periodontal sering mengabaikan penyakit tersebut karena sakit pada giginya tidak mengganggu aktivitas, jarang konsultasi ke dokter gigi sehingga proses periodontal akan terus berlanjut jika tidak dikenali dan ditangani lebih lanjut. Deteksi terlambat pada proses periodontal menyebabkan pembentukan dan peradangan poket, seringkali gigi sudah goyang dan penanganan lebih sulit. Oleh karena itu, sangat diperlukan pengenalan dan upayaupaya pencegahan dini dari proses tersebut.18

33 2.3 PENYINGKIRAN PLAK DENGAN PENYIKATAN GIGI Plak tidak dapat dibersihkan dengan hanya kumur-kumur, semprotan air atau udara, tetapi plak hanya dapat diberihkan dengan cara mekanis. Sampai saat ini cara mekanis yang paling efektif untuk membersihkan plak adalah dengan menyikat gigi.16 2.3.1 Pemilihan sikat gigi American Dental Association (ADA) menganjurkan bentuk sikat gigi yang baik harus mempunyai : a. Kepala sikat kecil, panjangnya 1-1,25 inci (2,5 3 cm). Lebarnya 5/16-3/8 inci, dengan 2-4 baris serabut sikat, tiap serabut terdiri dari 5-12 berkas. b. Permukaan serabut sikat datar/rata. c. Serabut sikat elastis.20 Dokter gigi menyarankan menggunakan sikat gigi dengan kepala kecil agar dapat menjangkau setiap bagian mulut dengan mudah. Menggunakan sikat gigi dengan bulu yang lembut, bulu yang keras dapat merusak gigi dan gusi. Bulu sikat sebaiknya sintesis karena dapat menyerap bakteri. Sikat gigi sebaiknya diganti kira-kira setiap dua atau tiga bulan.20 2.3.2 Pemakaian pasta gigi Pasta gigi biasanya digunakan bersama-sama dengan sikat gigi untuk membersihkan dan menghaluskan permukaan gigi-geligi, serta memberikan rasa nyaman dalam rongga mulut, karena aroma yang

34 terkandung di dalam pasta tersebut nyaman dan menyegarkan. Pasta gigi biasanya mengandung bahan-bahan abrasif, pembersih, bahan penambah rasa dan warna, serta pemanis, selain itu dapat juga ditambahkan bahan pengikat, pelembab, pengawet. Fluor dan air. Bahan abrsif dapat membantu melepaskan plak dan pelikel tanpa menghilangkan lapisan email.17 Penggunaan fluor pada pasta gigi adalah untuk melindungi gigi dari karies. Fluor bekerja dengan cara menghambat metabolism bakteri plak yang dapat memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksil apatit pada enamel menjadi fluor apatit. Reaksi kimia : Ca10(PO4)6.(OH)2+F Ca10(PO4)6.(OHF) menghasilkan email yang lebih tahan terhadap asam sehingga dapat menghambat proses demineralisasi dan meningkatkan reminerlisasi yang merangsang perbaikan dan menghentikan lesi karies.21 2.3.3 Teknik penyikatan gigi Teknik menyikat gigi adalah cara yang umum di anjurkan untuk membersihkan deposit lunak pada permukaan gigi dan gusi dan merupakan tindakan preventif dalam menuju keberhasilan dan kesehatan rongga mulut yang optimal. Oleh karena itu, teknik menyikat gigi harus di mengerti dan dilaksanakan secara aktif dan teratur. Ada beberapa teknik yang berbeda-beda untuk

membersihkan gigi dan memijat gusi dengan sikat gigi.17

35 Dalam penyikatan gigi harus memperhatikan hal-hal berikut. a. Teknik penyikatan gigi harus dapat membersihkan semua permukaan gigi dan gusi secara efisien terutama daerah saku gusi dan daerah interdental. b. Pergerakan sikat gig tidak boleh menyebabkan kerusakan jaringan gusi atau abrasi gigi. c. Teknik penyikatan harus sederhana, tepat, dan efisien waktu.17 Frekuensi Penyikatan gigi sebaiknya 3 kali sehari, setiap kali sesudah makan, dan sebelum tidur. Namun, dalam praktiknya hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan, terutama pada siang hari ketika seseorang berada di kantor, sekolah, atau di tempat lain. Manson (1971) berpendapat bahwa penyikatan gigi sebaiknya dua kali sehari, yaitu setiap kali setelah makan pagi dan sebelum tidur. 17 Lamanya penyikatan gigi yang di anjurkan adalah minimal 5 menit, tetapi sesungguhnya ini terlalu lama. Umumnya orang melakukan penyikatan gigi maksimum 2 menit. Cara penyikatan gigi harus sistematis supaya tidak ada gigi yang terlewat, yaitu mulai dari posterior ke anterior dan berakhir pada bagian posterior sisi lainnya.18

36 Kebanyakan teknik penyikatan gigi dapat di golongkan ke dalam enam golongan berdasarkan macam gerakan yang dilakukan, yaitu: 1. Teknik Vertikal Teknik vertikal dilakukan dengan kedua rahang

tertutup, kemudianpermukaan bukal gigi disikat dengan gerakan ke atas dan ke bawah. Untuk permukaan lingual dan palatinal dilakukan gerakan yang sama dengan mulut yang terbuka.

Gambar 1 Teknik Penyikatan Vertikal; A. dari atas ke bawah, B. dari bawah ke atas Sumber : Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan jaringan pendukung gigi.

2. Teknik Horizontal Permukaan bukal dan lingual disikat dengan gerakan ke depan dan ke belakang. Untuk permukaan oklusal gerakan horizontal yang sering disebut scrub brush technic dapat dilakukan dan terbukti merupakan cara yang sesuai dengan bentu anatomis permukaan oklusal.

Kebanyakan orang yang belum diberi pendidikan khusus,

37 biasanya menyikat gigi dengan teknik vertical dan

horizontal dengan tekanan yang keras. Cara-cara ini tidak baik karena dapat menyebabkan resesi gusi dan abrasi gigi.

Gambar 2 Teknik Penyikatan Horizontal Sumber : Deaver R. Importance and various tooth brushing technisques. Available from http://imuoralhealth.blogspot.com/2010/07/importance-andvarious-tooth-brushing.html., diakses 30 Desember 2011

3. Teknik Roll atau Modifikasi Stillman Teknik ini disebut ADA-roll Technic, dan merupakan cara yang paling sering di anjurkan karena sederhana tetapi efisien dan dapat digunakan diseluruh bagian mulut. Bulubulu sikat ditempatkan pada gusi sejauh mungkin dari permukaan oklusal dengan ujung-ujung bulu sikat

mengarah ke apeks dan sisi bulu sikat digerakkan perlahan-lahan melalui permukaan gigi sehingga bagian belakang dari kepala sikat bergerak dengan lengkungan. Pada waktu bulu-bulu sikat melalui mahkota klinis, kedudukannya hamper tegak lurus permukaan email. Gerakan ini diulang 8-12 kali setiap daerah dengan

38 sistematis sehingga tidak ada yang terlewat. Cara ini terutama sekali menghasilkan pemijatan gusi dan juga di harapkan membersihkan sisa makanan dari daerah

interproksimal.

Gambar 3 Metode Modifikasi Stillman Sumber : Tooth Brushing Techniques as Suggested by Dentists. Available from http://www.onlinedentist.org/dental-tips/tooth-brushingtechniques-as-suggested-by-dentists., diakses 30 Desember 2011

4. Vibratory Technic Diantaranya adalah: (a) teknik Charter; (b) teknik Stillman- McCall dan, (c) teknik Bass. a. Teknik Charter Pada permukaan bukal dan labial, sikat di pegang horizontal. dengan tangkai dalam kedudukan pada

Ujung-ujung

bulu

diletakkan

permukaan gigi membentuk sudut 450 terhadap sumbu panjang gigi mengarah ke oklusal. Hati-hati jangan sampai menusuk gusi. Dalam posisi ini sisi dari bulu sikat berkontak dengan tepi gusi, sedangkan ujung dari bulu-bulu sikat berada pada

39 permukaan gigi. Kemudian sikat ditekan

sedemikian rupa sehingga ujung-ujung bulu sikat masuk ke interproksimal dan sisi-sisi bulu sikat menekan tepi gusi. 17 Sikat digetarkan dalam lengkungan-lengkungan kecil sehingga kepala sikat bergerak secara

sirkuler, tetapi ujung-ujung bulu sikat harus tetap ditempat semula. Setiap kali dapat dibersihkan dua atau tiga gigi. Setelah tiga atau empat lingkaran kecil, sikat diangkat, lalu ditempatkan lagi pada posisi yang sama, untuk setiap daerah dilakukan tiga atau empat kali. Jadi pada teknik ini tidak dilakukan gerakan oklusal maupun ke apical. Dengan demikian, ujung-ujung bulu sikat akan melepaskan debris dari permukaan gigi dan sisi bulu sikat memijat tepi gusi dan gusi interdental.17 Permukaan oklusal disikat dengan gerakan yang sama, hanya saja ujung bulu sikat ditekanke dalam ceruk dan fisura. Permukaan lingual dan palatinal umumnya sukar dibersihkan kerena

bentuk lengkungan dari barisan gigi. Biasanya kepala sikat tidak dipegang secara horizontal, jadi

40 hanya bulu-bulu sikat pada bagian ujung dari kepala sikat yang dapat digunakan. Metode Charter merupakan cara yang baik untuk pemeliharaan jaringan tetapi keterampilan yang dibutuhkan cukup tinggi sehingga jarang pasien dapat melakukannya dengan sempurna.

Gambar 4. Metode Charter Sumber : Deaver R. Importance and various tooth brushing technisques. Available from http://imuoralhealth.blogspot.com/2010/07/importance-andvarious-tooth-brushing.html., diakses 30 Desember 2011

b. Teknik Stillman-McCall Posisi bulu sikat yang berlawanan dengan Charter. Sikat gigi di tempatkan sebagian pada gigi dan sebagian pada gusi, membentuk sudut 45 0 terhadap sumbu panjang gigi mengarah ke apical. Kemudian sikat gigi ditekankan sehingga gusi memucat dan dilakukan gerakan rotasi kecil tanpa mengubah kedudukan ujung bulu sikat. Penekanan

41 dilakukan dengan cara sedikit menekuk bulu-bulu sikat tanpa mengakibatkan friksi atau trauma terhadap gusi. Bulu-bulu sikat dapat ditekuk ketiga jurusan, tetapi ujung-ujung bulu sikat harus pada tempatnya. Metode Stillman-McCall ini telah diubah sedikit oleh beberapa ahli, yaitu ditambah dengan gerakan ke oklusal dari ujung-ujung bulu sikat, tetap mengarah ke apical. Dengan demikian, setiap gerakan berakhir dibawah ujung insisal dari

mahkota, sedangkan pada metode yang asli, penyikatan hanya terbatas pada daerah servikal gigi dan gusi.

Gambar 5. Metode Stillman Sumber : Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan jaringan pendukung gigi. Hal 177

c. Teknik Bass Sikat di tempatkan dengan sudut 450 terhadap sumbu panjang gigi mengarah ke apikal dengan

42 ujung-ujung bulu sikat pada tepi gusi. Dengan demikian, saku gusi dapat dibersihkan dan tepi gusi dapat dipijat. Sikat digerakkan dengan getarangetaran kecil ke depan dan ke belakang selama kurang lebih 10-15 detik ke setiap daerah yang meliputi dua atau tiga gigi. Untuk permukaan lingual dan palatinal gigi belakang agak menyudut (agak horizontal) dan pada gigi depan, sikat dipegang vertical.

Gambar 6 Metode Bass Sumber : Bhawani C. Bass toothbrushing technique for gingival and subgingival cleaning. Available from http://dentistryforstudents.com/bass-toothbrushingtechnique/., diakses 30 Desember 2011

5. Teknik Fones atau Teknik Sirkuler Bulu-bulu sikat ditempatkan tegak lurus pada

permukaan bukal dan labial dengan gigi dalam keadaan oklusi. Sikat digerakkan dalam lingkaran-lingkaran besar sehingga gigi dan gusi rahang atas dan rahang bawah disikat sekaligus. Daerah interproksimal tidak diberi

43 perhatian khusus. Setelah semua permukaan bukal dan labial disikat, mulut dibuka lalu permukaan lingual dan palatinal disikat dengan gerakan yang sama, hanya dalam lingkaran-lingkaran yang lebih kecil. Karena cara ini agak sukar dilakukan di lingual dan palatinal, dapat dilakukan gerakan maju-mundur untuk daerah ini. 6. Teknik Fisiologik Untuk teknik ini digunakan sikat gigi dengan bulu-bulu yang lunak. Tangkai sikat gigi dipegang secara horizontal dengan bulu-bulu sikat tegak lurus terhadap permukaan gigi. Metode ini didasarkan atas anggapan bahwa

penyikatan gigi harus menyerupai jalannya makanan, yaitu dari mahkota kearah gusi. Setiap kali dilakuakn beberapa kali gerakan sebelum berpindah ke daerah selanjutnya. Teknik ini sukar dilakukan pada permukaan lingual dari premolar dan molar rahang bawah sehingga dapat diganti dengan gerakan getaran dalam lingkaran kecil. Bulu-bulu sikat gigi ditempatkan pada sudut kurang lebih 450 terhadap sumbu panjang gigi ke arah okusal, kemudian dengan menggunakan tekanan bulu-bulu sikat digetarkan di antara gigi-gigi disertai gerakan-gerakan rotasi kecil. Dengan demikian, sisi dari bulu-bulu sikat berkontak dengan pinggiran gusi dan menghasilkan pemijatan yang ideal.

44 Setelah 3 atau 4 lingkaran kecil tanpa mengubah posisi, bulu-bulu sikat diangkat dan diletakkan kembali pada posisi yang sama. Prosedur ini dilakukan sampai seluruh permukaan bukal, labial, dan lingual, serta interproksimal bersih. Permukaan oklusal dibersihkan dengan cara menekan bulu sikat ke dalam ceruk dan fisura kemudian dilakukan gerakan rotasi kecil, sikat diangkat dan diletakkan kembali. Prosedur ini harus dilakukan berulang kali sampai seluruh permukaan kunyah menjadi bersih.18 Usaha-usaha membantu lain yang dapat dilakukan plak untuk adalah

mencegah

pembentukan

memperbaiki susunan gigi yang tidak rata, memperbaiki pinggiran restorasi yang buruk,menghaluskan permukaan gigi yang kasar dan sebagainya dengan tujuan mengurangi plak traps , tempat-tempat plak mudah terbentuk.17

45

BAB III KERANGKA KONSEP


Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut

Pengetahuan

Sikap

Perilaku

Karies

PLAK GIGI

Faktor Etiologi

Penyakit periodotal

Faktor Internal : Mikroba Anatomi gigi Posisi gigi Faktor Eksternal : Ras Usia Jenis kelamin

Penurunan Plak Gigi Keterangan : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

46

Variabel Penelitian 1. Variabel independen : Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut 2. Variabel dependen : Penurunan indeks plak gigi 3. Variabel kontrol : Jenis kelamin

47

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah quase eksperimental lapangan 4.2 DESAIN PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pre and posttest design with control group. 4.3 WAKTU PENELITIAN Waktu dilakukannya penelitian pada 1 Maret 15 April 2012 4.4 SUBJEK PENELITIAN Pada penelitian ini semua anggota populasi diambil sebagai obyek penelitian. Jumlah subjek yang akan diteliti pada seluruh murid kelas VI di Desa Padang Loang adalah 50 murid, dengan masing-masing jumlah murid pada setiap sekolah ialah SD Inpres Padang Loang 15 murid, SD Negeri 260 Banga 16 murid dan SD Inpres Palita 19 murid.

48

4.5 LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian di sekolah dasar Kecamatan Patampanua 4.6 KRITERIA SAMPEL a. Kriteria Inklusi : 1) Hadir pada saat penelitian dilakukan. 2) Bersedia ikut saat penelitian dilakukan. b. Kriteria Eksklusi : 1) Sampel menggunakan alat ortodontik. 4.7 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN a. Alat Kaca mulut (mirror), sonde, pingset, gelas, nierbecken, sikat gigi, alat tulis menulis, masker, handskun, handuk putih dan model peraga rahang atas dan rahang bawah. b. Bahan Disclosing solution, alcohol 70%, air, pasta gigi, dan kapas. 4.8 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL a. Penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut dengan metode demonstrasi adalah suatu bentuk pemberian informasi seputar kesehatan gigi dan mulut khususnya penyikatan gigi dengan se-Desa Padang Loang,

49

memperlihatkan

cara menyikat

gigi

yang benar

secara

langsung kepada kelompok perlakuan. b. Menurunkan indeks plak adalah kemampuan sampel dalam menurunkan indeks atau nilai plak yang dihitung dengan menggunakan indeks PHP 4.9 PROSEDUR PENELITIAN a. Sampel dipilih sesuai kriteria sampel. b. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok yang

mendapatkan perlakuan berupa penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut dan yang kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakuan. c. Penelitian dilakukan 1 hari di tiap sekolah, dimana peneliti melakukan: 1) Pengukuran indeks plak indeks pertama pada kedua kelompok. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya plak, dengan menggunakan larutan pewarna plak / disclosing solution. Penggunaannya dengan cara

mengoleskan kapas yang telah ditetesi disclosing solution pada permukaan gigi-gigi yang menjadi indeks penelitian, yaitu permukaan labial pada gigi anterior atas dan bawah, permukaan bukal gigi posterior rahang atas, dan

permukaan lingual gigi posterior rahang bawah. Bila ada

50

gigi indeks sampel ada yang rusak atau hilang tetap dimasukkan sebagai sampel. 2) Pada kelompok yang mendapat perlakuan berupa

penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut, antara lain yaitu : a) Cara merawat gigi dengan baik, dapat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat dan waktu menyikat gigi adalah setelah sarapan dan sebelum tidur. b) Cara memilih sikat gigi yang baik adalah yang bulu sikatnya lembut dan ukuran kecil sesuai dengan usia anak. c) Sampel diberikan instruksi untuk memeriksakan

giginya secara rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali. 3) Selanjutnya pada kelompok yang mendapat perlakuan,

dilakukan pula pelatihan cara sikat gigi yang benar: a) Peragaan cara menyikat gigi dilakukan dengan menggunakan sikat gigi dan model rahang atas dan rahang bawah. b) Sampel diisntruksikan untuk melakukan penyikatan gigi dengan teknik scrub atau teknik horizontal. d. Setelah 7 hari (diharapkan sampel telah mampu melaksanakan secara individual cara penyikatan yang baik dan benar), peneliti

51

kembali

mendatangi

lokasi

penelitian

untuk

diadakan

pemeriksaan plak indeks akhir pada kedua kelompok. 4.10 KRITERIA PENILAIAN Penilaian penurunan plak gigi diperoleh dari kemampuan sampel menurunkan atau menghilangkan jumlah plak yang diukur dengan menggunakan PHP indeks (Patient Hygiene Performance). Gigi yang diperiksa adalah gigi: 6 6 1 1 6 6

Pemeriksaan dilakukan secara sistematis pada: a) Permukaan labial gigi insisifus pertama kanan atas b) Permukaan labial gigi insisifus pertama kiri bawah c) Permukaan bukal gigi molar pertama kanan atas d) Permukaan bukal gigi molar pertama kiri atas e) Permukaan lingual gigi molar pertama kiri bawah f) Permukaan lingual gigi molar pertama kanan bawah

Pemeriksaan dilakukan pada permukaan mahkota gigi bagian fasial atau lingual dengan membagi tiap permukaan mahkota gigi menjadi lima subdivisi, yaitu : a. D : distal b. G : 1/3 tengah gingiva c. M : mesial

d. C : 1/3 tengah

52

e. I/O : 1/3 tengah insisal/oklusal

Gambar 7. Lima Subdivisi Permukaan Gigi dalam Indeks Plak PHP Sumber : Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. 2009

Dengan kriteria penilaian: 0 1 = tidak ada plak = ada plak

Nilai tiap gigi = jumlah nilai dari 5 bagian gigi Nilai tiap individu = jumlah nilai 6 gigi indeks dibagi 6 Cara pengukuran untuk menentukan indeks plak PHP yaitu dengan rumus : Jumlah total nilai plak seluruh permukaan gigi yang diperiksa IP PHP = Jumlah gigi yang diperiksa Nilai yang dihasilkan adalah berupa angka. Kriteria penilaian tingkat kebersihan mulut berdasarkan indeks plak PHP (Personal Hygiene Performance), yaitu : a. Sangat Baik b. Baik c. Sedang = 0,1 1,7 = 1,8 3,4 =0

d. Buruk = 3,5 5

53

Jika gigi indeks pada suatu segmen tidak ada, lakukan penggantian gigi tersebut dengan ketemtuan sebagai berikut : a. Jika gigi molar pertama tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi molar kedua, jika gigi molar pertama dan kedua tidak ada penilaian dilakukan pada molar ketiga, akan tetapi kalau molar pertama, kedua dan ketiga tidak ada maka tidak ada penilaian untuk segmen tersebut. b. Jika gigi insisivus pertama kanan atas tidak ada, dapat diganti oleh gigi insisivus kiri dan jika gigi insisivus kiri bawah tidak ada, dapat diganti dengan gigi insisivus pertama kanan bawah, akan tetapi jika gigi insisivus pertama kiri atau kanan tidak ada, maka tidak ada penilaian untuk segmen tersebut. c. Gigi indeks dianggap tidak ada pada keadaan keadaan seperti: gigi hilang karena dicabut, gigi yang merupakan sisa akar, gigi yang merupakan mahkota jaket, baik yang terbuat dari akrilik maupun logam, mahkota gigi sudah hilang atau rusak lebih dari bagiannya pada permukaan indeks akibat karies maupun fraktur, gigi yang erupsinya belum mencapai tinggi mahkota klinis. d. Penilaian dapat dilakukan jika minimal ada dua gigi indeks yang dapat diperiksa

54

4.11 DATA PENELITIAN a. Jenis data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti selama penelitian berlangsung. b. Pengolahan data Pada penelitian ini dilakukan pengolahan data dengan menggunakan SPSS for Windows versi 16.0 c. Analisis data Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis data uji beda dengan menggunakan uji t d. Penyajian data Penyajian data pada penelitian ini berupa penyajian dalam bentuk tabel

55

4.12

BAGAN ALUR PENELITIAN

Pengukuran nilai plak pertama dengan menggunakan indeks PHP pada anak murid kelas VI sekolah dasar

Pemberian penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode demonstrasi, khususnya peragaan penyikatan gigi yang benar

Pengukuran nilai plak kedua setelah 7 hari dengan menggunakan indeks PHP pada anak murid kelas VI sekolah dasar

Analisis data

Kesimpulan

Keterangan : Kelompok perlakuan Kelompok kontrol

56

BAB V HASIL PENELITIAN


Telah dilakukan penelitian mengenai efek penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dalam upaya menurunkan indeks plak pada murid kelas VI sekolah dasar. Penyuluhan pada penelitian ini menggunakan teknik demonstrasi. Penelitian dilakukan pada tanggal 1 Maret - 15 April 2012 di Desa Padang Loang, Kecamatan Patampanua, Kabupaten Pinrang. Penelitian ini melibatkan tiga sekolah dasar, yakni SD Inpres Padang Loang, SD Negeri 260 Banga dan SD Inpres Palita. Penelitian ini menggunakan metode subjek penelitian sehingga seluruh murid-murid sekolah dasar kelas VI pada tiga sekolah dasar tersebut diambil sebagai subjek penelitian. Seluruh murid-murid berjumlah 50 orang dan terdapat satu orang yang memenuhi kriteria eksklusi, sehingga total subjek penelitian seluruhnya adalah 49 orang. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen sehingga

pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan sesudah perlakuan. Subjek pada penelitian ini juga dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (yang tidak diberi perlakuan). Perlakuan pada penelitian ini adalah pemberian penyuluhan dengan teknik demonstrasi. Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran

57

indeks plak melalui pemeriksaan klinis, sehingga diperoleh nilai plak. Hasil penelitian selanjutnya akan diolah dan ditampilkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi karakteristik subjek (N=49) Karakteristik subjek
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Sekolah SD Inpres Padang Loang SD Banga SD Inpres Palita Kelompok intervensi Perlakuan Kontrol

Frekuensi (n)
25 24 15 16 18 25 24

Persen (%)
51,0 49,0 30,6 32,7 36,7 51,0 49,0

Tabel 1 memperlihatkan distribusi karakteristik subjek penelitian yang memiliki jumlah sebanyak 49 orang. Terlihat pada tabel 1 bahwa jumlah lakilaki (25 orang) lebih banyak daripada perempuan (24 orang). Subjek terbanyak berasal dari SD Inpres Palita (18 orang) dan yang paling sedikit adalah SD Inpres Padang Loang (15 orang). Pada tabel 1 juga terlihat bahwa kelompok perlakuan memiliki subjek yang lebih banyak (25 orang) daripada kelompok kontrol (24 orang), hal ini dikarenakan adanya subjek yang tereksklusi pada saat penelitian berlangsung.

58

Tabel 2. Distribusi subjek berdasarkan jenis kelamin pada kelompok perlakuan dan kontrol. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Kelompok Intervensi Perlakuan Kontrol N % N % 12 48.0 13` 52.0 13 54.2 11 45.8 25 51.0 24 49.0 Total N 25 24 49 % 100.0 100.0 100.0

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah subjek adalah 49 murid (100%). Jenis kelamin laki-laki sebanyak 25 murid yang terdiri dari kelompok perlakuan 12 murid (48%) dan kontrol 13 murid (52%). Sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 24 murid yang terdiri dari kelompok perlakuan 13 murid (54.2%) dan kontrol 11 murid (45.8%). Tabel 3. Distribusi status kebersihan mulut kelompok intervensi sebelum penyuluhan
Kelompok intervensi Perlakuan Kontrol Total Status Kebersihan Mulut (Status Plak) sebelum penyuluhan Baik 0 (0) 1 (4,2%) 1 (100%) Sedang 11 (44%) 16 (66,7%) 27 (100%) Buruk 14 (56%) 7 (29,2%) 21 (100%) Total 25 (100%) 24 (100%) 49 (100%)

Tabel 3 terlihat distribusi status kebersihan mulut (status plak) sebelum penyuluhan. Melalui tabel ini, kelompok kontrol memiliki subjek paling banyak dengan kategori status kebersihan mulut sedang, yaitu sebanyak 16 orang, dan yang paling sedikit adalah subjek dengan kategori baik, yaitu sebanyak 1 orang.

59

Tabel 4. Distribusi status kebersihan mulut kelompok intervensi setelah penyuluhan


Kelompok intervensi Perlakuan Kontrol Total Status Kebersihan Mulut (Status Plak) setelah penyuluhan Baik 23 (95,8%) 1 (4,2%) 24 (100%) Sedang 2 (25%) 6 (75%) 8 (100%) Buruk 0 (0) 17 (100%) 17 (100%) Total 25 (100%) 24 (100%) 49 (100%)

Tabel 4 menunjukkan lanjutan tabel 3, yaitu distribusi status kebersihan mulut setelah penyuluhan. Pada tabel ini, terlihat secara keseluruhan berkurangnya subjek dengan status kebersihan mulut sedang dan buruk, serta meningkatnya subjek dengan status kebersihan mulut yang baik. Pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan subjek dengan

status kebersihan mulut baik, yaitu sebanyak 23 orang. Adapun kelompok kontrol mengalami peningkatan pada status kebersihan mulut buruk, yaitu menjadi 17 orang. Tabel 5 Distribusi rata-rata nilai plak sebelum dan setelah penyuluhan
Karakteristik subjek Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Kelompok Intervensi Perlakuan Kontrol Total Nilai plak sebelum penyuluhan Mean SD 3,3470,737 3,4220,506 3,5521,283 3,2080,655 3,3840,629 Nilai plak setelah penyuluhan Mean SD 2,5941,375 2,3271,367 1,2830,303 3,6930,832 2,4631,363

Tabel 5 memperlihatkan distribusi rata-rata nilai plak sebelum dan setelah penyuluhan. Berdasarkan jenis kelamin nilai rata-rata plak sebelum dan setelah penyuluhan untuk subjek dengan jenis kelamin laki-laki memiliki nilai rata-rata plak sebelum penyuluhan sebesar 3,347, sedangkan untuk

60

perempuan sebesar 3,422. Setelah diberikan penyuluhan, nilai rata-rata plak laki-laki berkurang hingga 2,594 dan untuk perempuan menjadi 2,327. Untuk kelompok perlakuan, nilai rata-rata plak sebelum diberikan penyuluhan sebesar 3,552 dan setelah penyuluhan berkurang menjadi 1,283. Berbeda dengan kelompok kontrol yang bertambah dari 3,208 menjadi 3,693. Tabel 6 Perbedaan status kebersihan mulut kelompok intervensi sebelum dan setelah penyuluhan
Nilai plak Nilai plak Selisih sebelum setelah nilai plak penyuluhan penyuluhan Mean SD Mean SD Mean SD Perlakuan 3,5521,283 1,2830,303 2,260,49 Kontrol 3,2080,655 3,6930,832 0,480,53 Total 3,3840,629 2,4631,363 0,921,48 a Independent t-test: p<0,001; very high significant Kelompok intervensi p value 0,000a

Tabel 6 memperlihatkan efek penyuluhan terhadap status kebersihan mulut. Pada tabel tersebut, nilai plak sebelum dan setelah penyuluhan dibedakan untuk mengetahui apakah penyuluhan memiliki efek penurunan yang signifikan terhadap nilai plak. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kelompok perlakuan yang diberi penyuluhan memiliki penurunan dari 3,552 menjadi 1,283. Pada kelompok kontrol terlihat peningkatan nilai plak dari 3,208 menjadi 3,693. Tabel 6 juga memperlihatkan selisih nilai plak sebelum dan sesudah penyuluhan untuk masing-masing kelompok. Kelompok perlakuan memiliki selisih 2,26, sedangkan kelompok kontrol memiliki selisih 0,48. Melalui uji independent t-test, diperoleh p<0,001, yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara selisih nilai plak kelompok perlakuan dan kontol. Berdasarkan hasil ketiga uji ini, ditarik kesimpulan bahwa terdapat efek penyuluhan terhadap indeks plak.

61

Tabel 7. Distribusi subjek pada kelompok perlakuan berdasarkan jenis kelamin terhadap status kebersihan mulut sebelum penyuluhan Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Status kebersihan mulut sebelum penyuluhan Baik Sedang Buruk 1 (4%) 15 (60%) 9 (36%) 0 (0%) 12 (50%) 12 (50%) 1 (2%) 27 (55,1%) 21 (42,9%) Total 25 (100%) 24 (100%) 49 (100%)

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah subjek adalah 49 murid (100%). jenis kelamin laki-laki sebanyak 25 murid yang pada pengukuran pertama kondisinya baik sebanyak 1 murid (4%), pengukuran yang hasilnya sedang sebanyak 15 murid (60.%) dan yang pengukurannya buruk ada 9 murid (36%). Sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 24 murid yang pada pengukuran pertama kondisinya baik tidak ada murid, pengukuran yang hasilnya sedang sebanyak 12 murid (50%) dan yang pengukurannya buruk ada 12 murid (50%).

62

Tabel 8. Distribusi subjek pada kelompok perlakuan berdasarkan jenis kelamin terhadap status kebersihan mulut setelah penyuluhan Status kebersihan mulut sebelum penyuluhan Jenis kelamin Baik Sedang Buruk Laki-laki 10 (40%) 6 (24%) 9 (36%) Perempuan 14 (58,3%) 2 (8,3%) 8 (33,3) Jumlah 24 (49%) 8 (16,3%) 17 (34,7%) Total 25 (100%) 24 (100%) 49 (100%)

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah subjek adalah 49 murid (100%). jenis kelamin laki-laki sebanyak 25 murid yang pada pengukuran kedua kondisinya baik sebanyak 10 murid (40.0%), pengukuran yang hasilnya sedang sebanyak 6 murid (24.0) dan yang pengukurannya buruk ada 9 murid (36.0%). Sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 24 murid yang pada pengukuran kedua kondisinya baik sebanyak 14 murid (58.3%), pengukuran yang hasilnya sedang sebanyak 2 murid (8.3%) dan yang pengukurannya buruk ada 8 murid (33.3%). Tabel 9. Perbedaan nilai plak pada kelompok perlakuan berdasarkan jenis kelamin setelah penyuluhan Nilai plak sebelum Nilai plak setelah Selisih Jenis Uji t penyuluhan penyuluhan nilai plak kelamin (p)
Mean SD Mean SD

Laki-laki Perempuan

3.350.74 3.420.51

2.591.37 2.321.37

0,76 1,1

0.023 0.001

Tabel 9 menunjukkan bahwa ada perbedaan antara pengukuran pertama dengan pengukuran kedua pada kelompok laki-laki karena dari hasil uji t diperoleh nilai p sebesar 0.023 yang lebih kecil dari 0.05 yang menunjukkan adanya perbedaan. Dari tabel di atas juga menunjukkan bahwa ada perbedaan antara pengukuran pertama dengan pengukuran kedua pada

63

kelompok perempuan karena dari hasil uji t diperoleh nilai p sebesar 0.001 yang lebih kecil dari 0.05 yang menunjukkan adanya perbedaan.

64

BAB VI PEMBAHASAN
Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui tentang efek

penyuluhan penyikatan gigi dengan penurunan indeks plak pada murid kelas VI sekolah dasar. Selain itu penelitian ini juga bermanfaat untuk memberikan informasi ilmiah kepada murid-murid sekolah dasar kelas VI tentang cara menjaga kesehatan gigi dan mulutnya terkhusus pada bagaimana cara penyikatan gigi yang benar. Pada penelitian ini didapatkan jumlah subyek penelitian sebanyak 49 murid, yang terdiri dari 25 murid laki-laki (51%) dan 24 murid perempuan (49%) yang dibagi menjadi dua kelompok intervensi yaitu kelompok perlakuan sebanyak 25 murid dan kelompok kontrol sebanyak 24 murid. Hasil data ini memperlihatkan jumlah subyek laki-laki lebih banyak dari perempuan. Jumlah subyek pada penelitian ini dapat terlihat pada tabel 1. Penelitian ini dilakukan selama tiga minggu di tiga sekolah yang berbeda. Pada hari pertama, peneliti datang ke sekolah untuk melakukan pengukuran nilai plak pada murid-murid yang sebelumnya telah dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kemudian pada kelompok perlakuan diberikan intervensi berupa penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut terkhusus tentang cara penyikatan gigi

65

yang benar. Pada penyuluhan ini menggunakan metode demonstrasi, sehingga semua murid pada kelompok perlakuan dapat ikut berpartisipasi aktif dalam peragaan cara penyikatan gigi yang benar. Setelah tujuh hari kemudian peneliti datang kembali ke sekolah yang sama untuk melakukan pengukuran nilai plak akhir pada kedua kelompok tersebut. Status kebersihan mulut murid (nilai plak) sebelum dilakukan penyuluhan, distribusinya dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel ini menunjukkan kelompok perlakuan dengan status kebersihan mulut tertinggi pada kategori buruk (14 murid) sedangkan pada kelompok kontrol, status kebersihan mulutnya tertinggi pada kategori sedang (16 murid). Untuk status kebersihan mulut murid (nilai plak) setelah dilakukan penyuluhan dapat dilihat pada tabel selanjutnya. Pada tabel 4 menunjukkan status kebersihan mulut (nilai plak) pada kelompok perlakuan dengan status kebersihan mulut tertinggi pada kategori baik (23 murid) sedangkan pada kelompok kontrol, status kebersihan mulutnya tertinggi pada kategori buruk (17 murid). Ini berarti status kebersihan mulut pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan daripada kelompok kontrol. Hal ini dapat disebabkan karena pada kelompok perlakuan diberikan intervensi berupa penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut khususnya cara menyikat gigi yang benar sebelum dilakukan pengukuran nilai plak yang terakhir, sehingga dengan diberikannya peyuluhan ini, maka murid-murid akan bertambah pegetahuannya yang nantinya diharapkan dapat bersikap dan berperilaku sadar dalam menjaga

66

kesehatan gigi dan mulutnya serta dapat diterapkan dalam kehidupan seharihari. Kemudian dilakukan uji statistik untuk mengetahui perbedaan efek penyuluhan kesehatan gigi dan mulut terhadap penurunan indeks plak antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai plak kelompok kontrol mengalami peningkatan dari 3,208 menjadi 3,693 dengan selisih 0,485. Berbeda dengan kelompok kontrol, pada kelompok perlakuan mengalami penurunan nilai plak dari 3,552 menjadi 1,283 dengan selisih 2,269. Pada uji independent-t test diperoleh p<0,001, hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara selisih nilai plak pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang berarti bahwa terdapat efek penyuluhan kesehatan gigi dan mulut terhadap penurunan indeks plak gigi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Silvia Anitasari dan Liliwati (2005) tentang kesehatan gigi dan mulut pada murid-murid kelas IVI SDN Kecamatan Palaran Kotamadya Samarinda Propinsi Kalimantan Timur yang menunjukkan bahwa muridmurid yang sudah pernah mendapat penyuluhan dan pelatihan cara menyikat gigi yang baik dan benar, tingkat kebersihan gigi dan mulut mereka termasuk sedang. Hal ini berarti proses belajar yang mereka dapat melalui program penyuluhan dan pelatihan yang diberikan dapat dimengerti dan dipraktekkan dalam keseharian murid-murid ini.22 Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian tentang hubungan penyikatan gigi dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut siwa-siswi Sekolah

67

Dasar Islam Terpadu Imambukhari oleh Eriska Riyanti dkk (2005) yang hasilnya menunjukkan terjadi perubahan tingkat kebersihan gigi dan mulut yang diukur dengan penurunan indeks plak pada siswa-siswi yang sebelumnya mendapatkan penyuluhan penyikatan gigi yang baik dan benar. Hal ini menunjukkan program kesehatan gigi yang diberikan dengan penyuluhan berupa peragaan efektif dalam menunjang peningkatan kebersihan gigi dan mulut pada anak sekolah dasar.7 Pada tabel 7 memperlihatkan karateristik subjek berdasarkan jenis kelamin pada kelompok perlakuan sebelum dilakukan penyuluhan. Murid perempuan memiliki nilai plak pada kategori sedang dan buruk tertinggi (masing-masing 12 murid) sedangkan dengan murid laki-laki dengan nilai plak tertinggi pada kategori sedang (15 murid). Pada tabel 8 terlihat perbedaan pada hasil pengukuran yang kedua setelah dilakukan

penyuluhan. Perhitungan nilai plak pada murid laki-laki dan murid perempuan mengalami pertambahan jumlah subyek pada kategori baik yaitu murid lakilaki bertambah 9 murid dan murid perempuan bertambah 14 murid. Hal ini berarti bahwa terjadi perbedaan jumlah penambahan murid pada kategori baik antara murid perempuan dan murid laki-laki. Kemudian hasil uji t menunjukkan rata-rata nilai plak pada murid lakilaki mengalami penurunan dari 3,35 menjadi 2,59 dengan nilai p<0,05 yaitu 0,023, hal ini berbeda dengan murid perempuan yang penurunan rata-rata nilai plaknya lebih tinggi dibandingkan murid laki-laki dari 3,42 menjadi 2,32 dengan nilai p sebesar 0,001(p<0,05). Ini berarti bahwa terdapat perbedaan penurunan plak setelah penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada murid

68

sekolah dasar berdasarkan jenis kelamin. Hal ini dapat disebabkan oleh karena pada perkembangan psikologi anak menunjukkan bahwa anak perempuan lebih perhatian untuk menjaga kesehatan dan penampilannya dibandingkan anak laki-laki pada umumnya.

69

BAB VII PENUTUP

7.1 SIMPULAN a. Pemberian penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan demonstrasi cara menyikat gigi kepada murid sekolah dasar merupakan upaya yang cukup efektif untuk menurunkan indeks plak pada gigi. b. Terdapat perbedaan efektifitas penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan demontrasi cara menyikat gigi terhadap penurunan indeks plak berdasarkan jenis kelamin pada siswa sekolah dasar.

7.2 SARAN a. Mengaktifkan kembali UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) di sekolah bekerja sama dengan tenaga kesehatan gigi agar kerusakan gigi pada anak dapat terdeteksi sedini mungkin. b. Pengenalan pentingnya kesehatan gigi dan mulut sebagai upaya pemeliharaan kesehatan sebaiknya dilakukan sejak usia dini, untuk itu dibutuhkan kerjasama yang baik antara murid, guru dan orang tua.

70

c. Sebaiknya dilakukan pengontrolan sikat gigi dan pasta gigi pada penelitian selanjutnya. d. Sebaiknya dilakukan perhitungan PHP di setiap sisi

permukaan gigi indeks pada penelitian selanjutnya.

71

DAFTAR PUSTAKA

1. Said F, Rahmawati I, Hadayati S. Gambaran kebersihan gigi mulut dan pengetahuan cara menyikat gigi murid SD negeri Hapingin kelas IV dan V Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Buletin Penelitian RSUD Dr Soetomo 2009 Sep; 3(11):148-150 2. Situmorang N. Status dan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut murid sekolah di 8 Kecamatan di Kota Medan. Dentika Dental Journal 2008 Dec; 2(3): 115-9. 3. Darwita RR, Rahardjo A, Amalia R. Penerimaan guru SDN 03 Senen terhadap program sikat gigi bersama di dalam kelas pada murid kelas 1 dan 2. Cakradonya Dent J 2010 Dec; 2(2): 159-250. 4. Hamsar A. Perbandingan sikat gigi yang berbulu halus (soft) dengan sikat gigi yang berbulu sedang (medium) terhadap manfaatnya menghilangkan plak pada anak usia 9-12 tahun di SD Negeri 060830 Kecamatan Medan Petisah tahun 2005. Jurnal Ilmiah PANNMED. 2006 Jul; 1(1): 20-3. 5. Hariyani N, Setyo L, Soedjoko. Mengatasi kegagalan penyuluhan kesehatan gigi pada anak dengan pendekatan psikologi. Dentika Dental Journal 2008; 1(13): 80-4 6. Darwita RR, Novrinda H, Budiharto. Efektivitas program sikat gigi bersama terhadap risiko karies gigi pada murid sekolah dasar. J Indon Med Assoc 2011 Mei: 204-9 7. Riyanti E,Chemiawan E, Rizalda RA. Hubungan Pendidikan Penyikatan Gigi Dengan Tingkat Kebersihan Gigi Dan Mulut Siswa-Siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Imam Bukhari. hal 3-10. Diunduh dari: http://studentresearch.umm.ac.id/research/download/umm_student_rese arch_abstract_75.pdf. Diakses Oktober 2010. 8. Rusli M, Gondhoyoewono T. Pengaruh metode bermain terhadap penyuluhan kesehatan gigi dan mulut. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti. PDGI Online. Hal 1-3 9. Hiremath S. Text Book of Preventive and Community Dentistry. New Delhi: Elsevier; 2007. p. 385-8.

72

10. Tambun LE. Penyuluhan Kesehatan Gigi pada Anak. Hal 1-7. Diunduh dari:http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Pengenalan%20dan%20Perawatan%2 0Kesehatan%20Gigi%20Anak%20Sejak%20Dini.pdf. Diakses 30 Desember 2011. 11. Mas A. Pelayanan Masyarakat. Hal http://bz.blogfam.com/2010/10/program.html. 2011 : 1-5. Diunduh dari: Diakses 30 Desember

12. Soekidjo N. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.57-68 13. Poernomo SD. Metode Pendidikan Kesehatan Gigi. Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDM. 2007; 4: 65-6. 14. Riyanti E, Saptarini R. Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut melalui perubahan perilaku anak. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. hal 1-22. Diunduh dari: http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-2. Diakses 30 Desember 2011 15. Herijulianti E, Indriani TS, Artini S. Pendidikan kesehatan gigi. Jakarta: EGC; 2001, 67 16. Farani W, Sudarso ISR. Pengaruh perbedaan menyikat gigi dengan metode horisontal dan vertikal terhadap pengurangan plak pada anak Perempuan Usia 12 Tahun. Dentika Dental Journal 2008; 2(13):108-111. 17. Yanti GN, Natamiharja L. Pemilihan dan pemakaian sikat gigi pada murid-murid SMA di Kota Medan. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Dentika Dental Journal 2005; 1(10): 28-32. 18. Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC; 2009, 59-60, 112-120 19. Angela A. Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi. Maj Ked Gigi 2005 Jul:130-4 20. Fedi PF, Vernino AR, Gray JL. Silabus periodonti. 4th ed. Jakarta: EGC; 2005,p.15-6, 73-5 21. Hamrun N, Rathi M. Perbandingan status gizi dan karies gigi pada murid SD Islam Athirah dan SD Bangkala III Makassar. Jurnal Dentofasial 2009; 1(8): 27-34.

73

22. Anitasari S, Liliwati. Pengaruh Frekuensi Menyikat Gigi Terhadap Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa-Siswi Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Palaran Kotamadya Samarinda Propinsi Kalimantan Timur. Dentika. 2005; 1: 22.

You might also like