Professional Documents
Culture Documents
Pusat Penelitian dan Penge !angan Pe" u#i an Badan Penelitian dan Penge !angan De$a"te en Pe#e"%aan U u
2005
&' PENDAHU(UAN Kadar CO2 di udara dalam jumlah yang normal sangat bermanfaat sekali untuk melindungi kehidupan di bumi, namun dalam jumlah yang berlebihan sangat membahayakan. Kandungan CO2 di udara saat ini dianggap menjadi penyebab efek rumah ka a !50"#, oleh karena itu berbagai upaya telah dilakukan oleh banyak pihak untuk menekan tingkat emisi yang dianggap sudah melebihi toleransi. $ebagai gambaran kadar CO2 sebelum masa pra%industialisasi sebesar 2&0 ppm, kemudian meningkat sebesar '(5 ppm pada tahun )*&(, dan diperkirakan akan men apai 5+0 ppm pada pertengahan abad ini !Kantor ,eneg K-.: )**0#. $ejauh ini sumber%sumber pen emar CO2 dan CO yang telah diidentifikasi meliputi:kebakaran hutan, penguraian materi organik, pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna, asap rokok, respirasi organisme hidup. /misi CO ini pada le0el pen emaran udara global ternyata menyumbang prosentase terbesar yaitu 55,1", yang kemudian diikuti oleh hidrokarbon )',)" !lihat tabel )#. 2o. ). 2. '. (. 5. 3enis 4en emar $ulfur Oksida 4artikel 2itrogen Oksida .idro Karbon Karbon ,onoksida Total 4orsentase /misi Tahunan !"# )2,* *,1 &,+ )',) 55,1 )00
Kemudian jika dilihat dari jenis kegiatan yang menghasilkan CO terbesar, ternyata akti0itas transportasi merupakan penyumbang emisi CO paling tinggi yang selanjutnya diikuti oleh pembakaran 55, stasioner dan akti0itas industri !lihat tabel 2#. 4embakaran 55, stationer ini tidak lain adalah pemakaian 55, untuk pembangkit listrik yang menurut sumber yang sama terbukti mempunyai le0el toksisitas paling tinggi. 2o. ). 2. '. (. 5. +. $umber 4en emaran 4embakaran 55, stasioner 6ndustri Transportasi 4embakaran limbah pertanian 4embuangan sampah -ain%lain Total 4orsentase /misi Tahunan !"# )+,* )5,' 5(,5 1,' (,2 ),& )00
3ika menga u sumber dan jenis pen emaran pada tabel di atas maka CO dan akti0itas transportasi menjadi komponen utama yang perlu mendapatkan prioritas penanganan. Terdapat dua metode mengendalian yang ukup efektif untuk mengendalikan emisi CO dari akti0itas transportasi khususnya untuk sumber yang berasal dari kendaraan !automobil# , yaitu pendekatan input dan output. 4endekatan input yang terkait dengan kebijakan pengelolaan kota antara lain penurunan penggunaan kendaraan !automobile# dan pengembangan transportasi masal. 5eberapa langkah yang termasuk dalam pendekatan pertama adalah pembatasan penggunaan mobil dengan pengenaan pajak 55,, daya mesin !horsepo7ers#, dan berat kendaraan8 men egah arus lalulintas ke pusat kota8 merubah gaya hidup dan ran ang bangun kota
yang menekan penggunaan mobil. $edangkan pengembangan trapsortasi massal yang terpenting adalah menyediakan berbagai mode transportasi umum yang nyaman disiplin, terjangkau se ara spasial dan finan ial. 4endekatan output yang ukup signifikan antata lain kontrol terhadap gas emisi yang ketat dengan peningkatan efisiensi mesin atau pemasangan kon0erter katalis pada sistem pembuangan gas. 4endekatan output yang dilakukan di negara kita antara lain pengukuran gas emisi pada kota%kota tertentu, bahkan se ara legal beberapa kota besar seperti jakarta sedang mempersiapkan peraturan%peraturan yang mendukung penekanan emisi CO2 misalnya pengaturan merokok, pengendalian emisi CO2 se ara ketat, pembatasan umur kendaraan, dan penyediaan transportasi masa. Kebijakan yang se ara tidak langsung dilakukan untuk menekan penggunaan 55, pembangkit listrik juga dilakukan di 6ndonesia, antara lain kampanye penghematan pemakaian listrik untuk rumah tangga, baik melalui kampanye di media etak maupun media elektronik. 3ika 4endekatan%pendekatan tersebut ingin diterapkan se ara penuh, maka berbagai aspek harus dikaji se ara seksama. 9spek penataan ruang merupakan salah satu aspek yang sangat signifikan untuk dikaji karena sangat mempengaruhi sistem transportasi suatu 7ilayah dan sekaligus terkait dengan penaggulangan dampak meningkatkan permintaan transportasi, misalnya ketersediaan jalur hijau untuk mereduksi CO2 dan mensuplay Oksigen. Oleh karena itu dalam paper ini pembahasan aspek tata ruang akan mendapatkan porsi pembahasan yang ukup luas. 2' KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DAN EMISI CO2 $e ara sengaja tidak banyak kebijakan penataan ruang kota yang mengkaitkan se ara ekplisit alokasi ruang untuk tujuan mereduksi CO2, akan tetapi tindakan atau kebijakan konser0asi hidrologi yang selama ini lebih la:im dilakukan pada berbagai penyusunan dokumen penataan ruang mempunyai superimpos yang luas terhadap kebijakan reduksi CO2. Oleh karena itu jika konser0asi hidrologi dilakukan dengan baik, maka reduksi CO2 sebenarnya juga ikut tertangani, misalnya perlindungan terhadap ka7asan lindung se ara langsung juga mendukung tindakan reduksi CO2 dan penambahan adangan O2. ;alam konteks emisi CO2 oleh akti0itas transportasi, pendekatan yang umum dilakukan di 6ndonesia adalah penataan tata ruang khususnya mendistribusikan pusat%pusat kegiatan dekat dengan konsentrasi perumahan sehingga dapat mengurangi jarak operasi kendaraan dan menekan angka kema etan pada pusat kota. 4enataan rute, mode transportasi, serta jaringan jalan merupakan kebijakan lanjutan yang se ara umum menyertai kebijakan tata ruang. ;ari aspek legal sudah tersedia <ndang%<ndang 2o. 2( Tahun )**2 tentangTata =uang. Kemudian se ara lebih operasional telah pula diterbitkan 4eraturan 4emerintah 2o. +' Tahun 2002 tentang .utan Kota, yang se ara langsung mengkaitkan fungsi hutan dengan pengurangan emisi CO2 dan fungsi%fungsi lainnya, termasuk konser0asi hidrologi. ,enurut 44 di atas, hutan kota dibedakan atas beberapa tipe, yaitu: a. Tipe ka7asan permukiman adalah hutan kota yang dibangun pada areal permukiman, yang berfungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin, dan peredam kebisingan, berupa jenis komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan tanaman perdu dan rerumputan.
b. Tipe ka7asan industri yaitu hutan kota yang dibangun di ka7asan industri yang berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan kebisingan, yang ditimbulkan dari kegiatan industri. . Tipe rekreasi adalah hutan kota yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan rekreasi dan keindahan, dengan jenis pepohonan yang indah dan unik. d. Tipe pelestarian plasma nutfah adalah hutan kota yang berfungsi sebagai pelestari plasma nutfah, yaitu : sebagai konser0asi plasma nutfah khususnya 0egetasi se ara insitu8 sebagai habitat khususnya untuk sat7a yang dilindungi atau yang dikembangkan.
e. Tipe perlindungan adalah hutan kota yang berfungsi untuk : men egah atau mengurangi bahaya erosi dan longsor pada daerah dengan kemiringan ukup tinggi dan sesuai karakter tanah8 melindungi daerah pantai dari gempuran ombak !abrasi#8 melindungi daerah resapan air untuk mengatasi masalah menipisnya 0olume air tanah dan atau masalah intrusi air laut8
f.
Tipe pengamanan adalah hutan kota yang berfungsi untuk meningkatkan keamanan pengguna jalan pada jalur kendaraan dengan membuat jalur hijau dengan kombinasi pepohonan dan tanaman perdu.
5erkaitan dengan luasan hutan kota sangat ber0ariasi dari suatu tempat ke tempat lain, misalnya ada yang menyatakan )0", 20", '0" bahkan hingga +0". 5erbagai pendekatan dapat digunakan sesuai dengan karakteristik kota sehingga menyebabkan prosentase luasan hutan kota tersebut sangat ber0ariasi. 4enentuan luas hutan kota ada yang menga u pada jumlah penduduk dan kebutuhan ruang gerak per indi0idu. ;i ,alaysia luasan hutan kota ditetapkan seluas ),* ,2>penduduk8 di 3epang ditetapkan sebesar 5,0 ,2>penduduk8 ;e7an kota -an ashire 6nggris menetapkan )),5 ,2>penduduk8 9merika menentukan luasan hutan yang lebih fantastis yaitu +0 ,2>penduduk8 sedangkan ;K6 3akarta mengusulkan luasan taman untuk bermain dan berolah raga sebesar ),5 ,2>penduduk !?reen for -ife: 200(#. 4enentuan yang sama juga dapat didasarkan pada issu%issu penting seperti permasalahan hidrologi atau kebutuhan oksigen !O2#. <ntuk issu kebutuhan oksigen bagi 7ilayah kota yang berpenduduk padat dan dengan kendaraan bermotor serta tingkat industrialisasi yang tinggi dapat dihitung kebutuhan hutan kota sebagai berikut: - @ a.A B b.C 20 ;imana: - @ luasa hutan kota !,2# 9 @ kebutuhan Oksigen per orang !Kg>3am# 5 @ rerataan kebutuhan oksigen per kendaraan bermotor !Kg>3am# A @ jumlah penduduk C @ jumlah kendaraan 20 @ tetapan !Kg>3am>.a# 4erhitungan dengan issu kebutuhan oksigen tersebut mudah diterima se ara logis sehingga akan diperoleh luasan hutan kota sesuai dengan jumlah penghuninya. $emakin besar penduduk kota semakin luas pula hutan yang harus tersedia. 2amun kendalanya juga tidak sedikit karena pada kenyataannya semakin padat dan semakin meningkatnya jumlah kegitan suatu kota, maka biasanya harga lahan semakin mahal dengan guna
lahan yang semakin beragam pula. 9kibatnya pada tingkat pelaksanaan akan banyak menemui kendala. ,asalah lain adalah jika issu suatu kota berjumlah lebih dari satu, maka akan ada beberapa luasan yang harus dipilih dan hal ini berarti terkait dengan penentuan prioritas, belum lagi rata%rata kebutuhan oksigen per kendaraan atau per industri harus pula di ari terlebih dahulu. ,asalah yang paling krusial dari pendekatan%pendekatan di atas adalah bah7a sifat kota adalah dinamis dimana jumlah penduduk dan kegiatan senantiasa bergerak naik dan untuk negara sedang berkembang sangat jarang bergerak turun. .al ini berarti kebutuhan luasan hutan kota juga akan semakin meningkat. 5ukan hal yang tidak mungkin bah7a suatu saat kebutuhan hutan kota akan melebihi luas admisnistrasi kota itu sendiri. Terlepas dari pilihan pendekatan mana yang paling sesuai dengan karakteristik kota%kota di 6ndonesia, tetapi setidak%tidaknya saat ini sudah ada suprastruktur politik yang dapat mengakomodasikan peme ahan masalah yang berkaitan dengan issu lingkungan khususnya kerusakan aspek hidrologi dan pen emaran udara. Tidak distandarkannya perhitungan kebutuhan luasan hutan kota dalam 4eraturan 4emerintah nomor +'> 2002 di atas berarti daerah bebas memilih metode yang tepat sesuai dengan karakteristik 7ilayah masing%masing sejalan dengan pemberlakuaan <ndang%<ndang Otonomi ;aerah. 3adi jika pengelola kota dapat menerapkan kebijakan yang ada se ara konsisten sebenarnya emisi CO2 bisa tereduksi dengan tersedianya hutan kota, ka7asan konser0asi, atau berbagai jenis ka7asan lindung jika suatu kota mempunyai lahan yang memungkinkan untuk fungsi%fungsi tersebut. ,asalahnya terletak pada kemauan politik pemerintah daerah !pemda# itu sendiri terhadap penyelesaian masalah%masalah permukiman dan lingkungan. .ingga saat ini banyak pemda yang tidak menganggap permasalahan permukiman termasuk pen emaran udara menjadi prioritas utama untuk ditangani sebelum terjadinya musibah yang memakan korban ji7a !perhatikan kasus longsor di -eu7igadjah, banjir di 5ogor, 5litar $elatan, dll#. 4enyediaan ka7asan lindung, konser0asi, hutan kota jika dilihat dengan ka a mata ekonomi tidak akan mendatangkan keuntungan finansial, ke uali keuntungan ekologi yang bersifat jangka panjang dan tidak tampak. Oleh karena itu kesadaran akan hal ini harus ditumbuhkan pada politisi di tingkat daerah dan masyarakat jika ben ana yang mengerikan tidak ingin terjadi dimana%mana. )' IDENTI*IKASI KEBIJAKAN TATA RUANG DI (OKASI SUR+EI TERKAIT DENGAN EMISI CO2 $e ara umum ;okumen Tata =uang di seluruh 7ilayah sur0ei !5andung, ,ataram, ,akasar, ,alang# telah mengalokasikan sebagian ruang kotanya untuk ka7asan lindung, konser0asi, penyangga, ataupun hutan kota. Calaupun pada umumnya penetapan ka7asan tersebut mempunyai nuansa perlindungan siklus hidrologi, namun se ara fungsional ka7asan%ka7asan tersebut juga dapat menjadi pereduksi CO2 dan penghasil O2. Kebijakan penataan transportasi juga se ara keseluruhan sudah terakomodasi dalam dokumen penataan ruang, namun tujuan utama kebijakan ini pada umumnya adalah menyediakan aksesibilitas 7arga kota yang lebih baik. .al ini di erminkan dari keinginan% keinginan yang akan di apai misalnya mempermudah pen apaian pusat%pusat kegiatan, mengurangi tingkat kema etan lalulintas di pusat kota, mempeluas jangkauan pelayanan transportasi, memberikan banyak pilihan mode transportasi, dan lain%lain.
2amun demikian kebijakan yang sifatnya teknis yang terkait langsung dengan pengurangan emisi CO2, seperti penurunan pemakaian automobil dengan menerapkan pendekatan input dan output yang sebagian besar difokuskan pada rekayasa teknologi, tentu tidak mungkin terakomodasikan dalam dokumen tata ruang, dan perlu dikaji pada dokumen lain. Kebijakan pengaturan emisi CO2 dengan menerapkan instrumen pajak dan retribusi pemakaian kendaraan belum diketemukan di daerah sur0ei. Kebijakan yang langsung berhubungan dengan pembatasan emisi CO2 yang pernah diterapkan antara lain pengendalian emisi kendaraan dengan melakukan pengukuran kadar emisi gas buang dalam periode tertentu seperti dilakukan di kota 3akarta dan 5andung8 ren ana pembatasan masa pakai kendaraan sebagaimana akan diterapkan oleh 4emda ;K68 peremajaan angkutan kota yang diterapkan pada setiap kota8 serta kampanye pemakaian listrik se ara efisien oleh 4-2. 2ampaknya meskipun kebijakan tersebut berada di luar domain tata ruang tetapi ukup signifikan diketahui dalam studi ini. $e ara ringkas kebijakan tata ruang yang terkait dengan upaya penurunan emisi CO2 di permukiman dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel '. 6n0entarisasi Kebijakan Tata =uang Terkait ;engan 4enurunan /misi CO2 K,ta
Mata"a
K,ta
MAKASAR
4enentapan beberapa ka7asan menjadi ka7asan lindung yang meliputi: perlindungan setempat, suaka alam dan agar budaya, serta ka7asan ra7an ben ana. 4engembangan ka7asan budidaya khususnya ka7asan hutan produksi, ka7asan pertanian, serta ka7asan pari7isata 9lokasi ruang untuk guna lahan pari7isata, daerah sempadan, konser0asi, ruang terbuka hijau, ra7a serta sungai yang men apai 22" dari total guna lahan. =en ana pengaturan kerapatan penduduk, bangunan, koefisien dasar bangunan !K;5#, serta Koefisien lantai bangunan pada setiap bagian 7ilayah kota !5CK# ;alam bidang transportasi akan dilakukan penerbitan penggunaan i:in trayek angkutan kota dan menghentikan pengeluaran i:in trayek yang baru. 4engembangan fasilitas pejalan kaki 4engembangan jaringan jalan, terutama jalan lingkar luar dan jalan lingkar dalam sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi beban jalan dan kema etan lalu lintas. 4engaturan sistim jaringan jalan sebagai berikut: 3alan arteri dan kolektor tidak memotong unit lingkungan
K,ta
MA(ANG
K,ta
4engaturan kapling rumah yang ada di 7ilayah Kota ,alang berdasarkan 4eraturan ;aerah Kota ,alang 2o 1 Tahun 200) tentang bangunan pada pasal 2*: 5entuk rumah besar, paling ke il 500 meter persegi 5entuk rumah sedang, antara '00 meter sampai dengan 500 meter persegi 5entuk rumah ke il, antara )50 meter sampai dengan '00 meter persegi 5entuk rumah kampung, antara 50 meter sampai dengan )50 meter persegi <ntuk ka7asan pemukiman sebaiknya jarak maksimum yang ditempuh menuju salah satu jalur angkutan umum adalah 250 meter. 9ntar ka7asan yang memiliki fungsi penting !misalnya perkantoran, perdagangan, pendidikan dan sebagainya# dengan lokasi permukiman terdekat harus dilayani oleh angkutan umum ke salah satu pusat
10
K,ta
11
.' PENUTUP 5aik se ara akademis maupun se ara politis sebenarnya sudah tersedia perangkat lunak yang dapat menjadi landasan kebijakan daerah untuk mengatur emisi CO2. ;i tingkat 4usat misalnya sudah tersedia <ndang%<ndang 2o. 22>)**2 tentang Tata =uang dan 4eraturan 4emerintah 2o. +'> 2002 tentang .utan Kota. Calaupun kedua perangkat peraturan tersebut tidak dilengkapi dengan standar luasan ka7asan lindung dan hutan kota, namun banyak dokumen akademik yang dapat dia u untuk keperluan tersebut. $e ara umum dokumen penataan ruang baik se ara langsung maupun tidak langsung sudah mengakomodasi langkah%langkah pengurangan emisi CO2. 5eberapa kebijakan yang pada umumnya ditempuh antara lain pengaturan kepadatan penduduk dan bangunan8 penetapan ka7asan lindung !perlindungan setempat, hutan kota, jalur hijau, taman kota, sempadan, dll#8 pengaturan jaringan jalan8 distribusi pusat%pusat kegiatan8 bahkan sudah ada yang mengatur luas kapling rumah. 2amun demikian, kebijakan yang langsung berhubungan dengan pengaturan sumber emisi !kondisi mesin, pengendalian gas buang dengan teknologi, instrumen peraturan# tentu tidak terdapat dalam dokumen tata ruang dan harus menga u kepada kebijakan bidang lain, misalnya: transportasi, lingkungan hidup, serta energi. .al yang belum diketahui adalah seberapa jauh kebijakan%kebijakan tata ruang di atas sudah diimplementasikan dan bagaimana perubahannya terhadap kondisi lingkungan, khususnya emisi CO2. /0aluasi tata ruang yang ada pada umumnya hanya membahas aspek ketepatan atau penyimpangan pemanfaatan ruang berdarakan :oning%:oning yang sudah ditetapkan. $ementara itu perubahan intensitas pemanfaatannya jarang di bahas, sehingga jika dikaitkan dengan perubahan emisi CO2, maka perlu dibantu dengan metode lain antara lain membandingkan tingkat emisi dari 7aktu ke 7aktu, baik menggunakan data sekunder maupun pengukuran langsung.
12