You are on page 1of 24

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM ENDOKRIN DAN HORMON PRAKTIKUM III HIPOTIROIDISME

Hari/Tanggal Praktikum : Jumat, 3 Januari 2014 Oleh : Golongan/Kelompok : I/IH 1. Halimatus S Zein 2. Anisaturraida 105010567 105010570

3. Nandang Prasetyo W 105010572

Dosen Pengampu : Sri Susilowati, M. Si., Apt

LABORATORIUM FARMAKOTERAPI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 2013

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM ENDOKRIN DAN HORMON PRAKTIKUM III HIPOTIROIDISME

I. TUJUAN Mahasiswa mampu memahami dan mengevaluasi tatalaksana terapi pada penyakit hipotiroidisme. II. DASAR TEORI A. ANATOMI KELENJAR TIROID 1 Kelenjar tiroid terletak di leher antara fasia koli media dan fasia pravertebralis. Dibelakangnya terdapat kelenjar paratiroid, arteri carotis komunis, arteri jugularis interna dan n. vagus terletak bersama dalam sarung tertutup di latero dorsal tiroid. Kelenjar tiroid terdiri dari 3 lobus yaitu lobus lateralis kanan dan kiri serta yang ditengah disebut isthmus. Kelenjar tiroid memperoleh darah dari arteri thyroidea superior dan arteri thyroidea inferior. Kadang dijumpai a.tiroidea cabang dari trunkus brakiosefalika yang sering menimbulkan perdarahan pada waktu trakeostomi.

Gambar anatomi kelenjar tiroid anterior 2

B.

HISTOLOGI KELENJAR TIROID 1 Kelenjar tiroid terdiri dari nodul nodul yang tersusun dari folikel folikel kecil

yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh suatu jaringan ikat. Folikel folikel tiroid dibatasi oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid. Sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormone dan mengaktifkan pelepasannya ke dalam sirkulasi.

Zat koloid tirolobulin merupakan tempat hormone tiroid sintesis dan pada akhirnya di simpan. Dua hormone utama yang diproduksi folikel adalah tiroksin (T4) dan triyodotironin (T3). Sel penyekresi hormone lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular atau sel C yang terdapat pada dasar folikel dan berhubungan dengan membrane folikel, sel ini menyekresi kalsitonin. C. FISIOLOGI KELENJAR TIROID 1 Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid ( T4 dan T3 ) yang membantu

mengatur temperature tubuh, metabolisme energi dan protein juga membantu pengaturan fungsi normal sistem kardiovascular dan sistem saraf pusat. Selain itu tiroid juga menghasilkan kalsitonin yang berfungsi mengatur jumlah kalsium di dalam darah. Hormone T3 sebagian besar berasal dari konversi T4 menjadi T3 yang berlangsung diluar kelenjar tiroid. Tirotropin Releasing Factor ( TRF ) yang dihasilkan hypothalamus akan merangsang kelenjar hipofise mengeluarkan tirotropin (TSH). Tirotropin juga akan merangsang pertumbuhan kelenjar tiroid. Tiroksin ( T4 ) menunjukkan pengaturan timbal balik negatif dari sekresi TSH dengan bekerja langsung pada tirotropin hipofisis. Beberapa obat dan keadaan dapat mengubah sintesis, pelepasan dan metabolisme hormon tiroid. Obat obat seperti perklorat dan tiosianat dapat menghambat sintesis tiroksin. Sebagai akibatnya, menyebabkan penurunan kadar tiroksin dan melalui rangsangan timbal balik negatif, meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. D. HORMON TIROID Hormon-hormon tiroid meningkatkan konsumsi oksigen, merangsang sintesis protein, mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi, dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lipid, dan vitamin. Hormon-hormon bebas memasuki sel, tempat T4 dapat dikonversi menjadi T3 dengan deyodinasi. T3 intraseluler kemudian masuk nukleus, untuk melekat pada reseptor hormon tiroid.4 Hormon tiroid mempunyai fungsi untuk mengkatalisasi reaksi oksidasi dan kecepatan metabolisme.5 Tiroid diatur oleh hormon perangsang tiroid (TSH) yaitu suatu glikoprotein yang diproduksi dan disekresi oleh kelenjar pituitaria anterior. Hormon ini mengaktifkan adenilat siklase pada kelenjar tiroid untuk mempengaruhi pelepasan hormon tiroid.

Sintesis dan pelepasan TSH distimulasi oleh hormon pelepas-TSH (TRH) yang disintesis dalam hipotalamus dan disekresi kedalam kelenjar pituitaria.4 Pada keadaan produksi hormon tiroid menurun, TSH dan TRH meningkat yang mengakibatkan hipertrofi dan hiperplasia sel-sel tiroid, penangkapan yodium meningkat, dan sintesis hormon tiroid meningkat. Peningkatan sintesis hormon tiroid menghambat produksi TSH dan TRH, kecuali pada neonatus dimana kadar TRH dalam serum sangat rendah.4 E. HIPOTIROID Hipotiroid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada salah satu tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid-end organ, dengan akibat terjadinya defisiensi hormon tiroid, ataupun gangguan respon jaringan terhadap hormon tiroid. Menurut onsetnya, hipotiroid pada anak dibedakan menjadi 2 :7 1. Hipotiroid kongenital. 2. Hipotiroid dapatan. 1. PATOFISIOLOGI 7 Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid. Sintesis hormon tiroid diatur sebagai berikut : o Hipotalamus membuat thyrotropin releasing hormone (TRH) yang merangsang hipofisis anterior. o Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (thyroid stimulating hormone = TSH) yang merangsang kelenjar tiroid. o Kelenjar tiroid mensintesis hormone tiroid (triiodothyronin = T3 dan

tetraiodothyronin = T4 = thyroxin) yang merangsang metabolisme jaringan yang meliputi : konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf, metabolisme protrein, karbohidrat, lemak, dan vitamin-vitamin, serta kerja daripada hormonhormon lain.

2. HIPOTIROID KONGENITAL Penyebab hipotiroid kongenital dapat sporadis/ familial, gondok atau non gondok. Pada banyak kasus, defisiensi hormon tiroid berat, dan gejala-gejala berkembang pada umur beberapa minggu awal. Pada kasus lain, tingkat defisiensi yang lebih rendah terjadi dan manifestasi dapat terlambat selama beberapa bulan atau beberapa tahun.4 Angka kejadian di beberapa negara sangat bervariasi dengan kisaran antara 40006000 kelahiran hidup. Hipotiroid kongenital merupakan salah satu penyebab retardasi mental dan kegagalan pertumbuhan yang dapat dihindari bila ditemukan dan diobati sebelum usia 1 bulan. Oleh karena itu banyak negara maju melakukan screening saat kelahiran.8 3. ETIOLOGI 4 a. Disgenesis Tiroid Defek perkembangan (disgenesis tiroid) merupakan 90% dari bayi yang terdeteksi hipotiroidisme. Pada sekitar sepertiga bayi tidak ditemukan adanya sisa jaringan tiroid (aplasia), sedangkan duapertiga lainnya jaringan tiroid yang tidak sempurna ditemukan pada lokasi ektopik, dari dasar lidah (tiroid lidah) sampai posisi normalnya di leher. Kebanyakan bayi dengan hipotiroidisme kongenital pada saat lahir tidak bergejala walaupun ada agenesis total kelenjar tiroid. Situasi ini dianggap berasal dari perpindahan transplasenta sejumlah sedang tiroksin ibu (T4) yang memberikan kadar janin 25-50% normal pada saat lahir. Kadar T4 serum yang rendah ini dan secara bersamaan kadar TSH meningkat memungkinkan pendeteksian neonatus dengan hipotiroid. Jaringan tiroid ektopik (lidah, bawah lidah, subhioid)dapat memberikan jumlah hormon tiroid yang cukup selama bertahun-tahun atau dapat gagal pada masa anakanak. Anak yang terkena biasanya datang karena tumbuh massa pada dasar lidah atau pada linea mediana leher, biasanya setinggi hioid. Kadang-kadang disertai dengan kista duktus tiroglossus. Pengambilan secara bedah jaringan tiroid ektopik dari individu eutiroid dapat mengakibatkan hipotiroidisme karena tidak memiliki jaringan tiroid yang lain.

b. Antibodi Penyekat-Reseptor Tirotropin (TRBAb) TRBAb dahulu disebut penghambat imunoglobulin pengikat tiroid (TBII). Penyebab hipotiroidisme kongenital sementara yang tidak biasa adalah antibodi ibu yang lewat secara transplasenta yang menghambat pengikatan TSH pada reseptornya pada neonatus. Frekuensinya adalah 1 dalam 50.000-100.000 bayi. Harus dicurigai adanya riwayat penyakit tiroid autoimun ibu termasuk tiroiditis Hashimoto, penyakit Graves, hipotiroidisme pada terapi penggantian, ng hipotiroidisme kongenital berulang yang bersifat sementara pada saudara kandung berikutnya. Diagnosis yang benar dalam kasus ini adalah mencegah pengobatan berkepanjangan yang tidak perlu, waspada klinis terhadap kemungkinan berulang pada kehamilan berikutnya, dan menawarkan prognosis yang baik pada orang tua. c. Sintesis Tiroksin yang Kurang Sempurna Berbagai defek pada biosintesis hormon tiroid dapat mengakibatkan hipotiroidisme kongenital, dan bila defeknya tidak sempurna akan terjadi kompensasi dan mulainya hipotiroidisme dapat terlambat selama beberapa tahun. Defek ini ditentukan secara genetik dan dipindahkan dengan cara autosom resesif. d. Radioyodium Hipotiroidisme telah dilaporkan akibat dari pemberian radioyodium secara tidak sengaja selama kehamilan untuk pengobatan kanker tiroid atau hipertiroidism. Pemberian yodium radioaktif pada wanita yang sedang menyusui juga terkontraindikasi karena dengan mudah dieksresikan dalam susu. e. Defisiensi Tirotropin Defisiensi TSH dan hipotiroidisme dapat terjadi pada keadaan apapun yang terkait dengan defek perkembangan kelenjar pituitaria atau hipotalamus. Lebih sering pada keadaan ini, defisiensi TSH akibat defisiensi hormon pelepas tiroropin (TRH). Mayoritas bayi yang terkena memiliki defisiensi kelenjar pituitaria multipel dan datang dengan hipoglikemi, ikterus persisten, dan mikropenis bersama dengan displasia septooptik, celah bibir linea mediana, hipoplasia wajah tengah, dan anomali wajah linea mediana yang lain. f. Ketidaktanggapan Hormon Tirotropin Hipotiroidisme kongenital ringan telah dideteksi pada bayi baru lahir yang selanjutnya terbukti menderita pseudohipoparatiroidisme tipe Ia. Penyebab molekular

resistensi terhadap TSH pada penderita ini adalah gangguan menyeluruh aktivasi cAMP yang disebabkan oleh defisiensi genetik subunit guanin nukleotid pengatur protein. Keadaan ketidaktanggapan TSH murni yang telah dideteksi, yaitu kadar T4 serum rendah, kadar TSH serum dengan radioimmunoassay dan bioassay meningkat, dan tidak ada respon terhadap pemberian TSH eksogen. g. Ketidaktanggapan Hormon Tiroid Semakin bertambah jumlah penderita yang ditemukan yang menderita resistensi terhadap kerja endogen dan eksogen T4 dan T3. Kebanyakan penderita menderita gondok, dan kadar T4, T3, T4 bebas, dan T3 bebas meningkat. Ketidaktanggapan ini dapat bervariasi di antara jaringan. Mungkin ada tanda klinis hipotiroidisme yang tidak terlihat, termasuk retardasi mental, retardasi pertumbuhan, dan maturasi skeleton terlambat ringan serta satu manifestasi neurologis yaitu peningkatan hubungan gangguan hiperaktivitas defisit perhatian. h. Penyebab Lain Hipotiroid (Obat) Hipotiroidisme kongenital dapat merupakan akibat dari paparan janin terhadap yodium atau obat antitiroid yang berlebihan. Keadaan ini bersifat sementara dan tidak boleh keliru dengan bentuk-bentuk hipotiroidisme lain. Pada neonatus, penggunaan antiseptik mengandung yodium topikal pada kamar perawatan anak dan oleh ahli bedah juga dapat menyebabkan hipotiroidisme kongenital sementara, terutama pada bayi dengan BBLR. Sedangkan pada anak yang lebih besar, sumber yodium biasanya dalam sediaan paten yang digunakan untuk mengobati asthma. 4. MANIFESTASI KLINIS Hipotiroidisme kongenital lebih sering terjadi pada anak perempuan dibanding anak laki-laki. Sebelum program skrining neonatus, hipotiroidisme kongenital jarang dikenali pada bayi yang baru lahir karena tanda-tanda dan gejala-gejalanya biasanya tidak cukup berkembang. Hipotiroidisme ini dapat dicurigai dan diagnosis ditegakkan selama umur umur minggu-minggu awal jika terdapat manifestasi awal tetapi kurang khas dikenali. Bayi dengan tampak tenang dan mempunyai badan yang relatif gemuk biasanya lambat didiagnosa.4 Riwayat dan gejala pada neonatus dan bayi : 3. a. Fontanella mayor yang lebar dan fontanella posterior yang terbuka. b. Suhu rektal < 35,5C dalam 0-45 jam pasca lahir.

c. Berat badan lahir > 3500 gram; masa kehamilan > 40 minggu. d. Suara besar dan parau, tidak belajar berbicara. e. Hernia umbilikalis. f. Riwayat ikterus lebih dari 3 hari, karotenemia g. Miksedema (kulit kelopak mata, punggung tangan, dan genitalia eksterna) h. Makroglosi. i. Riwayat BAB pertama > 20 jam setelah lahir dan sembelit (< 1 kali/hari). j. Kulit kering, dingin, dan motling (berbercak-bercak, terutama tungkai). k. Letargi. l. Gangguan minum dan menghisap m. Bradikardia (< 100/menit). n. Penampilan fisik sekilas seperti sindrom Down, namun pada sindrom Down bayi lebih aktif. o. Hipotonia p. Tidur yang berlebihan, sedikit menangis, tidak selera makan, biasanya lamban. q. Mata terpisah lebar r. Jembatan hidung sempit Diagnosis dan pengobatan dini penting untuk mencegah mental yang permanen pada penderita. Gejala pada anak besar :7 Dengan goiter maupun tanpa goiter. Gangguan pertumbuhan (kerdil). Gangguan perkembangan motorik, mental, gigi, tulang, dan pubertas. Ganguan perkembangan mental permanen terutama bila onset terjadi sebelum umur 3 th. Aktivitas berkurang, lambat. Kulit kering. Miksedema. Tekanan darah rendah, metabolisme rendah. Intoleransi terhadap dingin.

5. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS 3,5 A. Laboratorium : o Pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH dilakukan untuk memastikan diagnosis, apabila ditemukan kadar T4 rendah disertai TSH meningkat maka diagnosis sudah dapat ditegakkan. o Pemeriksaan darah perifer lengkap, air kemih, tinja, kolesterol serum (biasanya meningkat pada anak > 2 tahun). o Apabila ibu dicurigai menderita hipotiroid maka bayi perlu diperiksa antibodi antitiroid. Kadar TBG diperiksa bila ada dugaan defisiensi TBG yaitu bila dengan pengobatan hormon tiroid tidak ada respon. Name Normal Value Results in Results in

Hypothyroidism

Hyperthyroidism

Thyroid Stimulating Hormone (TSH) Total Immunoassay Free T4 Index Total Immunoassay Free T3 Index T3 T4

0.3 5.0U/mL or 0.3 5.0 mU/L 5 11g/dL or 64 142 nmol/L 6.5 12.5 95 190 ng/dL or 1.5 2.9 nmol/L 20 63

High

Low

Low

High

Low

High

Normal or Low

High

Normal or Low

High

B. Radiologis : USG atau CT scan tiroid.

Tiroid scintigrafi, membantu memperjelas penyebab yang mendasari bayi dengan hipotiroidisme kongenital. Pasien meminum radioaktif yodium atau technetium dan ditunggu hingga substansi tersebut ada pada kelenjar tiroid. Jika tiroid berfungsi maka akan terlihat level penyerapan yang sama pada seluruh kelenjar tiroid. Bila ada aktivitas berlebih akan terlihat daerah berwarana putih. Sedangkan area yang kurang aktif akan terlihat lebih gelap. Umur tulang (bone age), adanya retardasi perkembangan tulang misalnya disgenesis epifise atau deformitas veterbra. X-foto tengkorak, menunjukkan adanya fontanella besar dan sutura yang melebar, tulang antar sutura (wormian) biasanya ada, terlihatnya sella tursika yang membesar dan bulat, dan mungkin terlihat adanya erosi dan penipisan. 6. DIAGNOSIS BANDING 7 Mongolisme Sering disertai hipotiroid kongenital, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan faal tiroid secara rutin. Pada mongolisme terdapat: epikantus (+), makroglosi (+), miksedema (-), retardasi motorik dan mental serta adanya kariotyping dan trisomi 21. Dysmorphogenetic chromosomal syndromes Infeksi kongenital Intrauterine drug exposure

Intestinal obstruction Ikterus fisiologis Miopatik kongenital

7. TATALAKSANA 3,5,7 Hormon tiroid Obat pilihan adalah Sodium L-Thyroxine, diberikan sedini mungkin. 1. Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid ada, diberikan dosis seperti tabel berikut : Umur 0-3 bulan 3-6 bulan 6-12 bulan 1-5 tahun 2-12 tahun > 12 tahun Dosis g/kg BB/hari 10-15 8-10 6-8 5-6 4-5 2-3

Kadar T4 dipertahankan di atas pertengahan nilai normal. 8. Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan therapeutic trial sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu; bila ada perbaikan klinis, dosis dapat ditingkatkan bertahap atau dengan dosis pemberian + 100 g/m2/hari. Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon klinik dari uji fungsi tiroid T3, T4, dan TSH yang dapat berbeda tergantung dari etiologi hipotiroid. 9. Penundaan atau keterlambatan pengobatan akan meningkatkan risiko komplikasi 10. Monitoring pengobatan harus dilakukan setiap bulan pada tahun pertama dan selanjutnya setiap 2-3 bulan 11. Pemantauan tumbuh kembang yang optimal namun hindari overtreatment

12. Kasus transien hipotiroid kongenital boleh tidak diobati, namun jika penurunan T4 dan peningkatan TSH menetap harus segera diobati.

8. PEMANTAUAN 7,8 a. Terapi Kemungkinan terjadinya hipertiroidisme perlu diwaspadai. Dosis yang berlebihan dapat mengakibatkan takikardia, kecemasan berlebihan, gangguan tirotoksikosis yang lain. Pemberian tiroksin berlebihan jangka

tidur, dan gejala

lama mengakibatkan kraniosinostosis. Anak yang sedang dalam pengobatan hipotiroid kongenital harus dievaluasi secara teratur stiap beberapa bulan sampai paling tidak hingga 3 tahun pertama kehidupan. Menurut American academy of pediatric, serumT4 atau T4 bebas dan Tes darah TSH harus dilakukan menurut jadwal:

2-4 minggu setelah pengobatan T4 Setiap 1-2 bulan hingga 6 bulan pertama kehidupan Setiap 3-4 bulan, mulai 6 bln hingga 3 tahun pertama kehidupan Setiap 6 -12 bulan hingga pertumbuhan normal tercapai Dua minggu setelah perubahan dosis Evaluasi lebih sering bila ditemukan hasil yang abnormal Apabila fase perkembangan otak sudah dilalui, pemantauan dapat dilakukan 3

bulan sampai 6 bulan sekali dengan mengevaluasi pertumbuhan linear, berat badan, perkembangan motorik dan bahasa serta kemampuan akademis untuk yang sudah bersekolah. Umur tulang dipantau tiap tahun. Karena levothyroxine identik dengan thyroxine yang dihasilkan badan, efek samping jarang ditemukan. Namun bila dosis terlalu kecil atau terlalu besar akan terjadi efek samping seperti tertulis di tabel berikut.6

Gejala dosis kurang atau berlebih dari Levothyroxine Dosis kurang Lemas Gejala kardiovaskuler (detak jantung cepat, berkeringat, varian denyut nadi yang luas, angina atau congestive heart failure) Ketumpulan Agitasi (tremor, nervousness, insomnia, keringat berlebih) mental Merasa kedinginan Kram otot Gejala intestinal dan metabolic (pperubahan nafsu makan, diare, penurunan BB) Demam dan intoleransi terhadap panas Sakit kepala dan nyeri otot Dosis berlebih

b. Tumbuh Kembang Hipotiroid kongenital sangat mengganggu tumbuh kembang anak apabila tidak terdiagnosis secara dini ataupun bila pengobatan dilakukan tidak benar. Apabila hipotiroid diobati dini dengan dosis adekuat, proses pertumbuhan linier pada sebagian besar kasus mengalami kejar tumbuh yang optimal sehingga mencapai tinggi badan normal. Pengobatan yang dilakukan setelah usia 3 bulan akan mengakibatkan taraf IQ subnormal atau lebih rendah. 13. HIPOTIROID DIDAPAT 1,5 III.1. ETIOLOGI A. Tiroiditis Limfositik. Tiroiditis limfositik merupakan penyebab paling lazim terjadinya hipotiroidisme didapat. Meskipun secara khas ditemukan pada remaja, keadaan ini terjadi seawal pada usia 2 tahun. Penyakit ini merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai secara histologis infiltrasi tiroid dengan limfosit.

Setiap bentuk autoimun tiroiditis secara tipikal dimulai dengan sel T dan B:

Sel T dan B menginfiltrasi kelenjar tiroid dalam jumlah yang setara. Kedua sel ini berperan dalam respon primer terhadap infeksi. Sel T mengidentifikasi molekul invasive (cth: virus) dan membantu sel B untuk memproduksi antibodi.

Pada kasus autoimunitas, sel T mengira molekul badan kita sebagai molekul invasive. Sehingga sel B memproduksi antibodi yang disebut autoantibody.

Antibodi kemudian menyerang protein tiroid yang disebut thyroid peroxidase yang menyebabkan kehancuran dari sel tiroid. Ada beberapa teori yang menjelaskan mengapa sel T dan B menhancurkan sel tiroid, antara lain:

Salah satu teori mengatakan selama infeksi sel T menginduksi sel B untuk mengeluarkan antibodi guna melawan invasi virus. Namun tanpa diduga, sel T juga menginduksi sel B untuk menghancurkan protein tiroid yang serupa.

Faktor genetic paling berperan pada autoimun tiroiditis. Sebagai contoh, pasien dengan hashimotos tiroiditis memiliki gen yang disebut fas Gen, yang berinteraksi dengan sel tiroid dan merangsang proses yang disebut apoptosis, yang memulai terjadinya kehancuran sel.

Pada beberapa wanita, autoimunitas terjadi ketika sedang mengandung. Dalam hal ini sel fetal terakumulasi di kelenjar tiroid ibu, merangsang respon imun. Pada hashimotos tiroiditis antibodi memblok reseptor pada sel tiroid yang mengikat TSH. Efek ini lebih menjelaskan perburukan dari kelainan ini, tapi tidak menjelaskan sebab awal terjadinya kehancuran sel tiroid..

Beberapa penelitian membuktikan intake yodium yang berlebihan berhubungan dengan terjadinya hashimotos tiroiditis

B. Tiroidektomi Subtotal Tiroidektomi subtotal pada tirotoksikosis atau kanker dapat menyebabkan hipotiroidisme, sama seperti halnya dengan pengambilan jaringan tiroid ektopik misalnya tiroid lidah, tiroid subhioid media, atau jaringan tiroid pada kista duktus tiroglossus merupakan satu-satunya sumber hormon tiroid, dan pemotongan menyebabkan terjadinya hipotiroidisme. C. Sistinosis Nefropati Anak dengan keadaan seperti ini ditandai dengan penyimpanan sistin intralisosom dalam jaringan tubuh, mengalami gangguan fungsi tiroid. Hipotiroidisme dapat jelas, tetapi bentuk yang terkompensasi lebih lazim, dan penilaian berkala kadar TSH terindikasi. Pada usia 13 tahun, duapertiga penderita ini memerlukan penggantian tiroksin. D. Infiltrasi Histiosit Yaitu terjadi pada anak dengan histiositosis sel Langerhans dapat menyebabkan hipotiroidisme. E. Iradiasi Iradiasi daerah tiroid yang merupakan kejadian pada pengobatan penyakit Hodgkin atau malignansi lain atau yang diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang sering menyebabkan kerusakan tiroid. Pada sekitar sepertiga anak tersebut terjadi kenaikkan kadar TSH dalam setahun setelah terapi, dan 15-20% menjadi hipotiroidisme dalam 5-7 tahun. F. Obat-obatan Penelanan obat-obatan yang mengandung yodium yang lama dapat menyebabkan hipotiroidisme, biasanya disertai dengan gondok. Amiodaron, obat yang digunakan untuk aritmia jantung 37% beratnya terdiri dari yodium sehingga menyebabkan hipotiroidisme pada sekitar 20% anak yang diobati. Ini mempengaruhi fungsi tiroid secara langsung karena kandungan yodiumnya yang tinggi juga karena hambatan 5deiodinase yang mengubah T4 menjadi T3, anak yang mendapat pengobatan ini harus dilakukan pengukuran T4, T3, dan TSH seri.

G. Subklinis hipotiroid Subklinis hipotoiroid terjadi ketika kadar TSH tinggi tetapi kadar T3 dan T4 normal. Para ahli masih meragukan bagaimana subklinis hipotiroid mempengaruhi metabolisme selular karena kadar dari hormone yang normal. Cochrane collaboration menemukan bahwa tidak ada kegunaan dari terapi penggantian hormone.

III.2. MANIFESTASI KLINIS Perlambatan pertumbuhan biasanya merupakan manifestasi klinis pertama, tetapi tanda ini sering lewat tanpa diketahui. Perubahan miksedematosa kulit, konstipasi, intoleransi dingin, energi menurun, bertambahnya kebutuhan untuk tidur berkembang secara diam-diam. Namun, tugas sekolah dan nilai biasanya tidak terpengaruh bahkan pada anak yang menderita hipotiroid berat sekalipun. Maturasi tulang terlambat, sering secara mencolok yang merupakan petunjuk lamanya hipotiroidisme. Beberapa anak datang dengan nyeri kepala, masalah penglihatan, pubertas prekoks, atau galaktorrea. Anak-anak ini biasanya mengalami pembesaran hiperplastik kelenjar pituitaria, seringkali dengan perluasan suprasella, setelah hipotiroidisme yang lama; keadaan ini dapat keliru dengan tumor kelenjar pituitaria. III.3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PENGOBATAN Pemeriksaan diagnostik dan pengobatan adalah sama seperti yang diuraikan pada hipotiroidisme kongenital. Pengukuran antibodi antiroglobulin dan antiperoksidase (dahulu antimikrosom) dapat mengarah pada tiroiditis autoimun sebagai penyebab. Selama tahun pertama pengobatan, penjelekkan tugas sekolah, kebiasaan tidur yang buruk, kegelisahan, waktu perhatian yang pendek, dan masalah-masalah perilaku dapat terjadi, tetapi hal ini sementara.

III.4. KOMPLIKASI 7 Kondisi Emergensi Koma myxedema, merupakan komplikasi yang mengancam jiwa bila hipotiroid tidak diobati. Gejalanya antara lain meliputi penurunan suhu tubuh yang drastis (hypothermi), delirium, penurunan fungsi paru, perlambatan denyut jantung, konstipasi, retensi urin, kejang, stupor dan akhirrnya koma. Jarang terjadi, tetapi lebih sering ditemukan pada pasien yang mendapat paparan stresss yang berat, seperti infeksi, operasi, atau cuaca yang terlalu dingin. Obat-obatan tertentu ( seperti sedative, penghilang nyeri, amiodarone, narkotik dan litium) dapat meningkatkan resiko.Tingkat mortalitas tinggi (30-60%) terutama pada orang tua dan penderita hipoternia persisten atau kelainan jantung. Suppurative Thyroiditis. Biasanya diawali dengan infeksi saluaran nafas atas. Gejala meliputi demam, nyeri leher, rash, dan kesulitan mengunyah dan berbicara.

III. URAIAN KASUS Tn C.J. Usia 64 tahun datang ke dokter dengan keluhan peningkatan lemah, lesu dan mudah lelah. Pada wawancara selanjutnya diketahui bahwa BB pasien naik 5 kg pada beberapa bulan terakhir tanpa perubahan nafsu makanan ataupun pola olahraga. Enam bulan yang lalu pasien mendapat serangan infark miokard dan kemudian berkembang menjadi venticular takiaritmia. Saat ini mendapat amiodaron 200mg/hari. Dokter melakukan analisis fungsi tiroid yang kemudian menunjukkan rendahnya T4 bebas dan tingginya TSH yang mengindikasikan diagnosis hipotiroidisme.

IV. PENYELESAIAN KASUS Metode SOAP 1. Subjective a) Nama b) Umur c) Jenis kelamin d) Keluhan : Tn C.J : 64 tahun : laki-laki : peningkatan lemah, lesu dan mudah lelah

e) Riwayat pengobatan: amiodaron 200mg/hari f) Riwayat penyakit: infark miokard dan kemudian berkembang menjadi venticular takiaritmia g) Riwayat penyakit keluarga : 2. Objective a. Pemeriksaan fisik BB pasien naik 5 kg beberapa bulan terakhir tanpa perubahan nafsu makan ataupun pola olahraga b. Pemeriksaan laboratorium Menunjukkan rendahnya T4 bebas Menunjukkan tingginya TSH (Thyroid Stimulating Hormone) 3. Assessment Tn C.J didiagnosa hipotiroidisme yang ditunjukkan dengan rendahnya T4 bebas, tingginya TSH, keluhan-keluhan pasien yaitu peningkatan lemah, lesu, mudah lelah, dan berat badan yang meningkat 5 kg dalam beberapa bulan tanpa peningkatan nafsu makan.

4. Plan a. Tujuan Terapi Mengembalikan konsentrasi hormon tiroid pada kadar normal (eutiroidisme) dalam jaringan Mengurangi gejala hipotiroidisme Mengembalikan abnormalitas biokimia tiroid akibat hipotiroidisme (T4 dan TSH) b. Sasaran Terapi Mengembalikan T4 menjadi normal Menurunkan TSH menjadi normal

5. Terapi Non Farmakologi Pemberian garam beryodium secukupnya dalam makanan

6. Terapi Farmakologi a) amiodaron 200mg/hari b) Levothyroxine 25 mcg/hari ditingkatkan pada interval 4-6 minggu.

7. Evaluasi Kerasionalan Obat a) Tepat Indikasi Nama Obat amiodaron Indikasi Venticular takiaritmia Mekanisme Aksi Ket pada jaringan jantung adalah dengan TI menunda repolarisasi dengan memperpanjang lama kerja potensial (action potential duration) dan perioda refrakter efektif (effective refractory period) Meningkatkan kadar T4 dengan cara TI mengurangi hambatan iodin yaitu dengan menginduksi sintesis hormon tiroid

Levothyroxine hipotiroid

b) Tepat Obat Nama Obat amiodaron Levothyroxine

Alasan dipilih obat Paling efektif dalam mengendalikan venticular takiaritmia T4 sintetis yang dapat digunakan untuk meningkatkan T4 sampai kisaran normal

Ket Tepat Obat Tepat Obat

c) Tepat Pasien Nama Obat amiodaron Levothyroxine

Kontraindikasi Sensitivitas iodin, Pada wanita hamil dan menyusui Hipersensitivitas terhadap tiroksin

Ket Tepat pasien Tepat pasien

d) Tepat Dosis Nama Obat amiodaron

Levothyroxine

Dosis Rekomendasi Dosis yang Diberikan 400mg 2-3x sehari dosis 200mg/hari max 10 g kmdian,diturunkan menjadi 200-400mg/hari 25-50 mcg/hari dinaikan 25 mcg/hari dinaikan pada minggu ke 4-6 pada minggu ke 4-6

Ket Tepat Pasien

Tepat Pasien

e) Waspada Efek Samping Nama Obat Efek Samping Obat Ket amiodaron Takikardi,kelemahan otot, berkeringat, sakit WESO kepala Levothyroxine hiperteroidisme WESO

f) Tersedia dan Terjangkau Nama Obat Tersedia amiodaron ada Levothyroxine ada

Harga Rp. 2.750/ tablet Rp. 21.600/strip

Ket Tersedia dan Terjangkau Tersedia dan Terjangkau

8. Monitoring dan Evaluasi Monitoring kepatuhan pasien dalam minum obat Monitoring efek samping obat Monitoring keberhasilan terapi evaluasi terapi dengan pemantauan pada 6 minggu pertama pengobatan, kemudian dilanjutkan tiap 3 bulan sekali

9. Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) Edukasikan pasien tentang penyakit yang dialami pasien dan obat yang digunakan untuk meningkatkan kepatuhan pasien mengkonsumsi obat dan mempercepat proses penyembuhan. Informasikan kepada pasien mengenai efek samping penggunaan obat dan segera mengkonsultasikan kepada dokter apabila terjadi efek samping dan komplikasi yang terjadi. Edukasikan kepada pasien untuk menghindari kambuhnya penyakit

hiportiroidisme, maka disarankan untuk melakukan tes rutin T4 & TSH serum.

IV. PEMBAHASAN Pasien Tn C.J. didiagnosis mengalami hipotiroidisme yang disebabkan penggunaan amiodaron untuk mengobati venticular takiaritmia yang dideritanya. Hipotiroidisme yang dialami pasien ditandai dengan rendahnya T4 bebas, tingginya TSH, keluhan-keluhan pasien yaitu peningkatan lemah, lesu, mudah lelah, dan berat badan yang meningkat 5 kg dalam beberapa bulan tanpa diserati peningkatan nafsu makan. Faktor resiko tinggi yang menyebabkan amiodaron dapat memicu terjadinya hipotiroidesme adalah lansia dan wanita. Hal ini disebabkan karena adanya antibodi anti-thyroid peroxidase (TPO) yang memicu munculnya tiroiditis Hashimoto. Mekanisme yang muncul pada penderita Amiodarone induced Hipotiroism (AIH) yaitu yodium yang terkandung dalam amiodaron menyebabkan munculnya efek Wolff Chaikoff yang mengakibatkan adanya kelainan pada kelenjar tiroid yang sebelumnya telah dirusak oleh tiroiditis Hashimoto. Kelainan kelenjar tiroid ini mengakibatkan terganggunya sintesis hormon tiroid dengan cara menghambat penggunaan hormon tiroid seluler sehingga mengakibatkan T4 bebas rendah dan TSH meningkat. Wolff Chaikoff adalah suatu keadaan dimana konsentrasi yodium berlebihan sementara yang dapat menghambat organifikasi yodium tiroid sehingga dapat mengganggu sintesis hormon tiroid. Terapi yang diberikan pada pasien adalah dengan tetap memberikan amiodaron dan ditambahkan Levotiroksin. Berdasarkan guidelines terapi pada penderita AIH, lini pertama adalah menghentikan penggunaan amiodaron. Namun, jika tidak memungkinkan penghentian amiodaron karena akan meningkatkan resiko keparahan penyakit venticular takiaritmia maka amiodaron tetap digunakan dan ditambah dengan levotiroksin 25-50 mg/ hari, dosis ditingkatkan dalam interval 4-6 minggu sampai level serum T4 normal kembali (Keh, 2000). Selama penggunaan obat dilakukan pemantauan kadar hormon tiroid (T4 dan TSH ) pada 6 minggu pertama kemudian dilanjutkan setiap 3 bulan sekali agar tidak terjadi hipertiroid. Levotiroksin merupakan T4 sintetik yang dapat meningkatkan kadar T4 serum yang rendah didalam tubuh, dengan cara menghambat ambilan iodide di kelenjar tiroid sehingga dapat mencegah kelebihan iodium tiroid yang secara langsung dapat mencegah munculnya efek Wolff Chaikoff yang mengakibatkan terjadinya umpan balik FSH yaitu TSH naik dan T4 meningkat sampai mencapai kadar normal (eutiroid). Terapi non farmakologi yang diberikan adalah konsumsi sodium secukupnya dengan menambahkan garam beryodium pada makanan pasien setelah proses pemasakan. Hal ini dikarenakan agar yodium yang ditambahkan tidak rusak oleh proses pemanasan. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan yaitu sebagai berikut: Monitoring kepatuhan pasien dalam minum obat

Monitoring efek samping obat Monitoring keberhasilan terapi evaluasi terapi dengan pemantauan pada 6 minggu pertama pengobatan, kemudian dilanjutkan tiap 3 bulan sekali Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) yang diberikan yaitu sebagai berikut: Edukasikan pasien tentang penyakit yang dialami pasien dan obat yang digunakan untuk meningkatkan kepatuhan pasien mengkonsumsi obat dan mempercepat proses penyembuhan. Informasikan kepada pasien mengenai efek samping penggunaan obat dan segera mengkonsultasikan kepada dokter apabila terjadi efek samping dan komplikasi yang terjadi. Edukasikan kepada pasien untuk menghindari kambuhnya penyakit

hiportiroidisme, maka disarankan untuk melakukan tes rutin T4 & TSH serum.

V. KESIMPULAN 1. Pasien Tn C.J didiagnosa mengalami hipotiroidisme 2. Terapi Farmakologi a) amiodaron 200mg/hari b) Levothyroxine 25 mcg/hari ditingkatkan pada interval 4-6 minggu. 3. Terapi Non farmakologinya Pemberian garam beryodium secukupnya dalam makanan

VI. DAFTAR PUSTAKA 1. Digeorge, A. Hipotiroidisme. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol 3. Jakarta : EGC. 2000 2. Guyton, A. Hormon Metabolik Tiroid. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC. 1997 3. Rose, S. R. Update Newborn Screening and Therapy for Congenital Hypothyroidism. Off. J of AAP. Pediatrics. 2006 4. Bettendorf M. Thyroid disorders in children from birth to adolescence. Eur J Nucl Med. 2002 5. Ogilvy-Stuart AL. Neonatal thyroid disorders. Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2008 6. Faizi M. Hipotiroid .www.pediatrik.com. 2009. diakses 3 Januari 2014 7. Raven, P. Anatomi Manusia. Atlas Anatomi, Jakarta : Djambatan, 2005 8. Postellon, D.Congenital. Hypothyroidism.Emedicinearticle.www.emedicine.com. 2010 diakses tanggal 3 Januari 2014

You might also like