You are on page 1of 8

LAPORAN INDIVIDU BLOK VI ENDOKRIN, METABOLISME, & NUTRISI SKENARIO 4

TINJAUAN MANIFETASI KLINIS & PENATALAKSANAAN MARASMIK KWASHIORKOR

Oleh: DIAH WINARNI GOOO7008 KELOMPOK XII

TUTOR : Dono Indarto, dr., Mbiotech. St, AIFM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2008


1

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masalah KEP (Kurang Energi Protein) balita sebagai satu sisi dari masalah gizi, sampai sekarang masih sering ditemukan di masyarakat pedesaan maupun perkotaan. Kondisi tersebut diperparah adanya krisis total yang telah dan tengah melanda bangsa Indonesia, sehingga di beberapa daerah terjadi penurunan status gizi balita yang cukup tajam (Adi, 2000). PBB memperkirakan 815 juta penduduk di dunia menghadapi kelaparan dan kekurangan pangan kronis. Di antara angka tersebut, 777 juta penduduk bermukim di negara berkembang. Dalam perhitungan tersebut, berarti satu orang meninggal tiap empat detik sebagai akibat langsung ataupun tidak dari kekurangan pangan (PERSI, 2005). Terdapat beberapa penyakit akibat KEP, di antaranya marasmus, kwashiorkor, dan marasmik kwashiorkor. Marasmik kwashiorkor merupakan gejala intermediat antara marasmus dan kwasiorkor. Bertolak dari pemikiran tersebut, diperlukan pembahasan dan pengkajian lebih mendalam tentang marasmik kwashiorkor sehingga kita dapat lebih mengerti jenis, patofisiologis, patogenesis, serta penatalaksanaan penyakit ini sehingga di masa-masa mendatang diharapkan jumlah kasus marasmik kwashiorkor dapat menurun serta terciptalah generasi yang sehat dan sejahtera. B. Rumusan Masalah SKENARIO 4 Gizi Buruk (Marasmik Kwashiorkor) Seorang ibu membawa anak balita berobat ke puskesmas setempat karena badan anaknya kurus dan setelah dilihat pada kartu menuju sehat (KMS) oleh dokter setempat, diyatakan bahwa status gizi anak tersebut di bawah garis merah dan dikatakan kekurangan gizi, kemudian disarankan dirujuk ke rumah sakit. Di poliklinik anak rumah sakit dr. Moewardi berdasarkan anamnesis dari ibunya, dikeluhkan badan anaknya kurus sejak 3 bulan yang lalu. Anak sulit makan. Kalau disisir, rambut mudah rontok; tangan dan kaki sering kram; serta di waktu senja dalam rumah kalau berjalan sering menabrak. Pada pemeriksaan didapati uaia anak 4 tahun dengan berat badan 10 kg, tinggi badan 95 cm, nampak kurus, lemah, lemak subkutan menghilang, sehingga tulang terlihat jelas, kulit berkeriput, otot atropi, tugor jelek, wajah nampak lebih tua dari umurnya, dan rambut tipis mudah dicabut. Pada pemeriksaan mata didapatkan bintik bitot. Abdomen nampak sejajar thorak, gambaran usus jelas terlihat pada dinding abdomen, hepar teraba membesar, badan teraba dingin. Pada ekstremitas bawah nampak edema (pitting oedema), edema tidak terlihat di scrotum, tidak terdapat crazy pavement dermatosis dan reflek patella negatip. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter spesialis anak, didiagnosis marasmik kwashiorkor, defisiensi vitamin dan mineral diharuskan di rawat. Berdasarkan skenario tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan-keluhan yang diderita pasien? 2. Bagaimana interprestasi hasil pemeriksaan fisik pasien? 3. Bagaimana penatakasanaan yang terbaik untuk pasien? C. Tujuan 1. Tujuan Umum: Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu biomedik, klinik, perilaku, dan ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan pelayanan kesehatan tingkat primer. 2. Tujuan Khusus: a. Mengetahui mekanisme penyakit marasmik kwashiorkor yang kemungkinan diderita pasien yang disebutkan dalam skenario. b. Memberikan solusi yang sesuai bagi pasien tersebut.
2

D. Manfaat 1. Bagi Penulis Guna dapat menerapkan ilmu yang didapat dari bangku kuliah dan mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu dengan mengelola masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupun masyarakat secara komprehensif, holistik, berkesinambungan, koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks pelayanan kesehatan tingkat primer, khususnya berkaitan dengan penyakit marasmik kwashiorkor. 2. Bagi Universitas Sebelas Maret Sebagai bahan dokumentasi pembahasan tentang marasmik kwashiorkor dan bahan tinjauan untuk dilakukan pembahasan lebih lanjut. 3. Bagi Pemerintah Sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk memberikan perhatian lebih terhadap penyakit-penyakit berkaitan dengan status gizi balita khususnya marasmik kwashiorkor, baik dalam pengambilan kebijakan-kebijakan umum maupun upaya pengembangannya. 4. Bagi Masyarakat Guna memacu semangat hidup sehat sehingga dapat turut andil dalam meningkatkan taraf kesehatan masyarakat itu sendiri pada khususnya dan taraf kesehatan nasional pada umumnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Metabolisme Protein Protein, berasal dari kata proteus yang berarti utama (PERSI, 2005). Protein adalah kelompok senyawa organik kompleks yang mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan biasanya sulfur; dengan unsur khas adalah nitrogen (Dorland, 2006). Protein di dalam diet akan dicerna dan memasuki sirkulasi darah sebagai asam-asam amino yang berdiri sendiri. Jaringan tubuh membutuhkan 20 jenis asam amino untuk menyintesis berbagai protein spesifik, dan membutuhkan senyawa lain yang mengandung nitrogen, seperti: purin, pirimidin, dan heme (Murray, 2003). Mengkonsumsi makanan berprotein membuat tubuh menyerap protein dalam bentuk asam amino esensial, karena tidak diproduksi sendiri oleh tubuh. Asam amino esensial terdiri atas isoleusin, leusin, lisin, methionin, femialanin, threonin, triptofan, dan valin. Protein berguna membentuk sel dan jaringan tubuh baru, serta memelihara pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh yang aus. Protein juga membantu pengaturan asam basa dalam tubuh, serta membentuk hormon dan enzim yang berperan dalam berbagai proses kimia tubuh. Protein juga bisa menjadi bahan energi bila keperluan tubuh akan hidrat arang dan lemak tidak terpenuhi. Keperluan akan protein pun berbeda tiap orang, tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu protein dan kegunaannya. Misalnya keperluan protein bagi orang yang sedang sakit dengan yang baru sembuh akan berbeda, begitu juga dengan orang yang sehat (PERSI, 2005). B. Marasmus Marasmus berasal dari bahasa Yunani marasmos, yang artinya menuju kematian (Dorland, 2006). Marasmus adalah bentuk malnutrisi energi protein yang terutama disebabkan oleh kekurangan kalori berat dalam jangka lama (Dorland, 2006). Marasmus terutama terjadi pada sepetiga populasi dunia yang menderita kekurangan pangan atau kelaparan menahun (Murray, 2003). Marasmus dapat pula ditemukan di negara maju pada orang yang kekurangan atau menderita bulemia dan anoreksia nervosa. Marasmus ditandai dengan retardasi pertumbuhan dan pengurangan lemak bawah kulit dan otot secarea progresif, tetapi biasanya masih ada nafsu makan dan kesadaran
3

mental (Dorland, 2006). Beberapa manifestasi klinis lain yang ditemukan antara lain: ekstremitas tampak kurus, anemia, defisiensi multivitamin, dan defisiensi kekebalan, terutama imunitas yang diperantarai oleh sel T. Oleh karena itu, pasien biasanya juga menderita infeksi dan infeksi tersebut menimbulkan stres tambahan pada tubuh yang telah lemah (Kumar, 2007). Penegakan diagnosis marasmus dilakukan apabila angka berat badan anak kurang dari 60% berat normal untuk jenis kelamin, tinggi, dan usia tersebut; anak tersebut dianggap menderita marasmus (Kumar, 2007). Di samping itu, kadar serum albumin normal atau hanya sedikit berkurang. C. Kwashiorkor Kwashiorkor adalah kata yang digunakan oleh penduduk suku asli di Ghana untuk menyatakan sakit yang diderita anak yang lebih tua ketika anak berikutnya dilahirkan (Murray, 2003). Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi energi protein yang ditimbulkan oleh defisiensi protein yang berat (Dorland, 2006). Kwashiorkor terjadi jika kekurangan protein relatif lebih besar daripada penurunan kalori total (Kumar, 2007). Kwashiorkor adalah bentuk KEP (Kekurangan Energi Protein) tersering yang ditemukan pada anak Afrika yang disapih dari pemberian Asi pada waktu yang terlalu dini karena melahirkan bayi baru sehingga hanya diberi makanan yang rendah protein dan kaya karbohidrat (Kumar, 2007). Prevalensi kwashiorkor juga tinggi di negara miskin Asia Tenggara. Kwashiorkor adalah bentuk malnutrisi yang lebih parah daripada marasmus. Gejala penting yang menunjukkan kwashiorkor adalah hipoalbuminemia, edema, dan perlemakan hati (Murray, 2003). Bentuk yang lebih ringan dapat ditemukan di seluruh dunia pada orang-orang dengan diare kronis (Kumar, 2007). Pada keadaan kwashiorkor, terjadi pengeluaran protein, misalnya: protein-losing enteropathies, sindrom nefrotik, atau setelah luka bakar luas. Berat anak dengan kwashiorkor biasanya 60-80% normal. Namun, penurunan berat yang sesungguhnya tersamar oleh peningkatan resistensi cairan (edema). Lemak sub kutan dan massa otot relatif tidak terpengaruh. Anak dengan kwashiorkor memperlihatkan lesi kulit yang khas, berupa daerah hipopigmentasi, deskuamasi, dan hipopigmentasi yang berselang-seling sehingga timbul gambaran cat terkelupas. Kelainan rambut yang ada, antara lain adalah penurunan warna secara keseluruhan atau pita-pita gelap dan pucat pada rambut, tekstur rambut halus, dan kurangnya daya lekat rambut ke kepala. Ditemukan pula kecenderungan mengalami apati, gelisah, dan kehilangan nafsu makan (Kumar, 2007). D. Marasmik Kwashiorkor Marasmus dan kwashiorkor merupakan dua ujung suatu spektrum yang dapat saling tumpang tindih (Kumar, 2007). Marasmik kwashiorkor merupakan bentuk intermediat antara marasmus dan kwashiokor (Murray, 2003).

BAB III PEMBAHASAN


Pasien (anak, 4 tahun) didiagnosis dokter spesialis anak menderita marasmik kwashiorkor serta defisisensi vitamin dan mineral. Marasmik kwashiorkor adalah suatu keadaan defisiensi kalori dan protein dengan penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak sub kutan, dan biasanya dehidrasi (Dorland, 2006). Marasmik kwashiorkor adalah keadaan intermediat antara marasmus dan kwashiorkor sehingga pasien bisa memiliki manifestasi klinis marasmus maupun manifestasi klinis kwashiorkor. Sedangkan, defisiensi vitamin protein dan mineral berarti kekurangan vitamin dan mineral tertentu. Namun, perlu ditekankan bahwa defisiensi satu jenis vitamin dan mineral jarang terjadi, dan defisiensi kombinasi vitamin dan mineral mungkin tenggelam tetutupi oleh KEP (Kekurangan Energi
4

Protein). Pasien didiagnosis marakmik kwashiorkor serta defisiensi vitamin dan mineral berdasar adanya beberapa manifestasi klinis penyakit-penyakit tersebut sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini. Berdasar data pada Kartu Menuju Sehat (KMS), status gizi pasien berada di bawah garis merah yang berarti bahwa pasien menderita kurang gizi. Badan pasien kurus sejak 3 bulan lalu karena pada pasien terjadi kehilangan massa otot. Pasien sulit makan karena pada pasien terjadi anoreksia. Kalau disisir, rambut mudah rontok karena kurangnya protein kolagen. Tangan dan kaki pasien sering kram, berkaitan dengan protein otot yang yang dirombak berlebihan sehingga terjadi kontraksi otot berlebihan. Pasien di waktu senja sering menabrak, menujukkan bahwa pasien mengalami rabun senja. Rabun senja adalah salah satu manisfestasi paling dini dari defisiensi vitamin A yang terjadi pada keadaan kurang cahaya. Defisiensi vitamin A membuat retina tidak memperoleh vitamin A untuk membantuk pigmen penglihatan rodopsin sehingga pasien mengalami rabun senja. Pada pemeriksaan didapati pasien berusia 4 tahun dengan berat badan 10 kg, tinggi badan 95 cm. Ketika kami membaca status gizi anak tersebut di KMS, kami mendapatkan hasil bahwa titik status gizi anak tersebut berada cukup jauh di bawah garis merah. Demikian pula, ketika kami kategorikan status gizi pasien menurut WHO-NCHS, dengan berat badan 10 kg pada usia 4 tahun (BB/U), pasien masuk dalam gizi buruk. Pada pengkategorian tinggi badan dibanding usia (TB/U), pasien memiliki tinggi normal, sedangkan pada perbandingan berat badan dengan tinggi badan (BB/TB), pasien masuk dalam kategori kurus sekali. Terdapat beberapa etiologi kasus gizi buruk yang terjadi di Indonesia, di antaranya: belum tertanganinya kasus kemiskinan, kurangnya asupan gizi secara baik, tingkat pendidikan yang rendah, dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk membawa balita maupun ibu hamil ke Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) (Jurnal Nasional, 2008). Pasien nampak kurus, lemah, lemak subkutan menghilang, sehingga tulang terlihat jelas, kulit berkeriput, otot nampak atropi, dan wajah nampak lebih tua dari umurnya karena pada penderita marasmus terjadi kehilangan massa otot akibat katabolisme dan deplesi kompartemen protein somatik (Kumar, 2007). Hal ini merupakan respons adaptasi yang berfungsi menyediakan asam amino sebagai sumber energi bagi tubuh, di mana pada keadaan marasmik kwashiorkor jumlah protein tubuh berkurang atau bahkan tidak ada. Sedangkan, kompartemen protein viseral lebih berharga dan sangat penting untuk kelangsungan hidup tidak banyak berkurang. Selain protein otot, lemak sub kutan juga dimobilisasi dan digunakan sebagai bahan bakar. Di samping itu, kadar insulin pasien rendah, sedangkan kadar kortisol tinggi. Hal tersebut sangat mendukung proses katabolisme otot sehingga penyusutan massa otot (muscle wasting) terjadi pada penderita marasmus (Murray, 2003). Rambut pasien tipis dan mudah dicabut karena kurangnya jumlah protein dalam tubuh, termasuk juga protein kolagen yang bertanggung jawab dalam perlekatan akar rambut ke kulit kepala, sehingga rambut mudah rontok. Di samping itu, hilangnya lemak sub kutan juga memacu rambut mudah dicabut karena rambut melekat pada lemak sub kutan. Turgor pasien jelek menujukkan bahwa pasien mengalami dehidrasi, yang digambarkan dengan perut tidak elastis ketika dicubit. Sedangkan, pada pemeriksaan mata didapatkan bintik bitot menunjukkan bahwa pasien mengalami defisiensi vitamin A. Vitamin A dan retinoid berperan dalam mempertahankan diferensiasi sel epitel. Secara kolektif, kelainan mata disebut sebagai xeroftalmia (mata kering). Mula-mula terjadi kekeringan konjungtiva (xerois konjungtiva) karena epitel penghasil mukus dan lakrimalis normal diganti oleh epitel berkeratin. Hal ini diikuti oleh menumpuknya debris kreatin dalam plak-plak opak kecil (bintik bitot) dan akhirnya erosi permukaan kornea yang kasar disertai perlukan serta destruksi kornea (keratomalasia), serta kebutaan total (Kumar, 2007). Abdomen nampak sejajar thorak, menggambarkan keadaan normal fisiologis abdomen manusia. Namun, perlu diperhatikan gambaran usus yang jelas terlihat pada dinding abdomen. Hal tersebut menujukkan bahwa walaupun abdomen masih terlihat normal, sebenarnya ada
5

yang tidak beres, yaitu hepar teraba membesar (hepatomegali). Dapat terjadi hepatomegali karena sintesis protein plasma oleh hati menurun sehingga mengganggu pengaliran trigliserida dan lipid lain keluar dari hati; menyebabkan terjadinya perlemakan hati (Murray, 2003). Sebenarnya, perlemakan hati dapat dicegah dengan suplementasi choline (Wilgram, 1958). Badan pasien teraba dingin karena kurangnya kadar protein menyebabkan berkurangnya laju metabolisme tubuh. Pada ekstremitas bawah nampak edema (pitting oedema). Edema disebabkan oleh tekanan osmotik yang rendah di dalam plasma sebagai akibat hipoalbuminemia (Murray, 2003). Hipoalbuminemia mencerminkan pasokan asam amino yang tidak memadai dari protein sehingga mengganggu sintesis albumin dan protein lain (transferin) oleh hati. Kekurangan protein yang mencolok menyebabkan sangat berkurangnya kompartemen protein visera, sehingga terjadi hipoalbuminemia yang menyebabkan edema generalisata atau independen (Kumar, 2007). Edema tidak terlihat di skrotum menujukkan bahwa pasien tidak mengalami gangguan ginjal. Sejalan dengan diagnosis dokter spesialis anak, berdasar tinjauan klinis yang dilakukan, kemungkinan besar pasien menderita marasmik kwashiorkor serta defisiensi protein dan mineral. Namun demikian, masih diperlukan pemeriksaan penunjang seperti: pemeriksaan kadar albumin untuk memastikan diagnosis tersebut. Pada banyak kasus, penderita KEP (Kekurangan Energi Protein) ringan hingga sedang tidak dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit, mengingat perawatan di rumah sakit hanya memperbesar kemungkinan terkena infeksi (Murray, 2003). Meskipun demikian, menimbang kondisi anak yang lemah, hepatomegali, dan edema, pasien ini dirawat di rumah sakit. Penatalaksanaan bisa dilakukan dengan memberikan diet yang baik dan seimbang, dengan kandungan protein dalam jumlah memadai (Murray, 2003). Perlu diberikan edukasi kepada orang tua tentang cara merawat status gizi anak. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan pangan dan gizi orang tua terutama ibu berpengaruh terhadap jenis pangan yang dikonsumsi sebagai refleksi dari praktek dan perilaku yang berkaitan dengan gizi (Adi, 2005). Di samping itu, diperlukan pula penanganan secara holistik dalam upaya memberantas gizi buruk di Indonesia, misalnya dengan lebih menggalakkan lagi program Posyandu. Bisa juga dilakukan upaya pencegahan tingkat keluarga, misalnya dengan memberikan asupan gizi yang tepat kepada setiap anggota keluarga, khususnya kepada balita. Namun perlu digarisbawahi bahwa antioksidan tidak bisa mencegah kwashiorkor (Ciliberto, 2005). Oleh karena itu, yang perlu lebih digalakkan adalah pemberian makanan kaya protein.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan 1. Berdasar tinjauan klinis yang dilakukan, kemungkinan besar pasien menderita marasmik kwashiorkor serta defisiensi protein dan mineral. Namun demikian, masih diperlukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis tersebut. 2. Penatalaksanaan bisa dilakukan dengan memberikan diet yang baik dan seimbang, dengan kandungan protein dalam jumlah memadai. Perlu pula diberikan edukasi kepada orang tua tentang cara merawat status gizi anak. B. Saran 1. Secara aplikatif, hendaknya Pemerintah memberikan perhatian dan bantuan yang lebih besar terhadap dunia kesehatan, khususnya pada penanganan penyakit marasmik kwashiorkor. 2. Secara teoritis akademis, pengkajian tentang marasmik kwashiorkor perlu dilakukan lebih lanjut guna diperoleh pengetahuan yang lebih valid tentang marasmik kwashiorkor sehingga dunia atau ilmu kedokteran dapat lebih berkembang pesat.
6

DAFTAR PUSTAKA
Adi, A.C., Syahrul F., & Zulkarnain E., 2000. Dampak Iklan Makanan terhadap Pola Makan dan Status Gizi Balita: Studi di Daerah Pedesaan Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Jurnal Penelitian Media Eksakta. Vol. 1 No. 1 2000:9 Ciliberto, H., Ciliberto, M., Briend Andre, Ashorn, P., Bier, D., & Manary, M., 2005. Antioxidant Supplementation doesnt Prevent Kwashiorkor in Children. British Medical Journal. 330:1109. Dorland, W.A.N., 2006. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Alih Bahasa: Huriawati Hartanto. Jakarta: EGC. pp: 1159, 1288, 1786. Kumar, V., Cotran, R.S., & Robbins, S.L., 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Volume 1. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC. pp: 327-330. Marasmus4, 2005. Marasmus4, (Online), (http://www.drfletcherinafrica.co.uk/ marasmus4.jpg, diakses 27 April 2008). Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., & Rodwell, V.W. 2003. Biokimia Harper Edisi 25. Alih Bahasa: Andry Hartono. Jakarta: EGC. pp: 625-626, 813-814. PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia), 2005. Kiat Mencegah Anak Terkena Busung Lapar, (Online), (http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http: //www.pdpersi.co.id/images/news/content/busunglapar.jpg&imgrefurl=http://www.pdp ersi.co.id/%3Fshow%3Ddetailnews%26kode%3D3207%26tbl%3Dcakrawala&h=188 &w=200&sz=10&hl=id&start=3&um=1&tbnid=bPTDVZ9hhJa1VM:&tbnh=98&tbnw =104&prev=/images%3Fq%3Dmarasmus%252Bindonesia%26um%3D1%26hl%3Did, diakses 27 April 2008). Potter, A. 1997. Reducing Vitamin A Deficiency could Save the Eyesight and Lives of Countless Children. British Medical Journal. 314:317. Supriyanto, O., 2007. Marasmik Kwashiorkor, (Online), (http://www.fotografer.net/ isi/galeri/foto.php%3Fid%3D597965%26s%3D1&imgrefurl=http://www.fotografer.net /isi/galeri/lihat.php%3Fid%3D597965&h=106&w=165&sz=8&hl=id&start=1&um=1 &tbnid=HAZxPcFkW7z24M:&tbnh=64&tbnw=99&prev=/images%3Fq%3Dkwashior kor%252Bindonesia%26um%3D1%26hl%3Did%26rlz%3D1T4TSHB_enID246ID249 , diakses 28 April 2008).

LAMPIRAN
7

Balita ini mengalami marasmik kwashiorkor. Esok harinya pukul 01.00, dia meninggal. Lokasi: RSUD Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia (Sumber: http://www.fotografer.net)

Penderita Marasmus & Penderita Kwashiorkor (Sumber: http://www.drfletcherinafrica.co.uk/marasmus4.jpg & http://www.bmj.com)

Perbedaan Marasmus dan Kwashiorkor ASPEK MARASMUS KWASHIORKOR Edema Tidak ada Ada Hipoalbuminemia Ringan Ada, mungkin berat Perlemakan hati Tidak ada Ada Kadar insulin Rendah Dipertahankan Kadar kortisol Tinggi Normal Penyusutan Massa Otot Dapat sangat berat Tidak ada atau ringan Lemak Tubuh Tidak ada Berkurang (Sumber: Murray, 2003)

You might also like