You are on page 1of 9

NAMA NPM KELAS

: IMANUEL FRANSISKUS : 1A113183 : 4KA36

Tugas Ilmu Sosial Dasar 4

KESATUAN NUSANTARA DALAM KEBHINEKAAN INDONESIA

Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat Berbeda-beda tetapi tetap satu.

Diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam" atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kata ika berarti "itu". Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Sejarah Bhinneka Tunggal Ika

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika bisa ditemukan dalam Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular yang ditulis pada abad XIV pada era Kerajaan Majapahit. Mpu Tantular merupakan seorang penganut Buddha Tantrayana, namun merasakan hidup aman dan tentram dalam kerajaan Majapahit yang lebih bernafaskan agama Hindu (Maarif A. Syafii, 2011).

Bhinneka Tunggal Ika mulai menjadi bahan diskusi terbatas antara Muhammad Yamin, I Gusti Bagus Sugriwa, dan Bung Karno di sela-sela sidang BPUPKI sekitar 2,5 bulan sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia(Kusuma R.M. A.B, 2004). Bahkan Bung Hatta sendiri mengemukakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika merupakan ciptaan Bung Karno pasca Indonesia merdeka. Setelah beberapa tahun kemudian ketika mendesain Lambang Negara Republik Indonesia dalam bentuk burung Garuda Pancasila, semboyan Bhinneka Tunggal Ika disisipkan ke dalamnya.

Secara resmi lambang ini digunakan dalam Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat yg dipimpin oleh Bung Hatta pada tanggal 11 Februari 1950 berdasarkan rancangan yang diciptakan

oleh Sultan Hamid ke-2 (1913-1978). Pada sidang tersebut mengemuka banyak usulan rancangan lambang negara, selanjutnya yang dipilih adalah usulan yang diciptakan Sultan Hamid ke-2 & Muhammad Yamin, dan kemudian rancangan dari Sultan Hamid yang akhirnya ditetapkan (Yasni, Z, 1979).

Karya Mpu Tantular tersebut oleh para founding fathers diberikan penafsiran baru sebab dianggap sesuai dengan kebutuhan strategis bangunan Indonesia merdeka yang terdiri atas beragam agama, kepercayaan, etnis, ideologi politik, budaya dan bahasa. Dasar pemikiran tersebut yang menjadikan semboyan keramat ini terpajang melengkung dalam cengkeraman kedua cakar Burung Garuda. Burung Garuda dalam mitologi Hindu ialah kendaraanDewa Vishnu (Maarif A. Syafii, 2011).

Dalam proses perumusan konstitusi Indonesia, jasa Muh.Yamin harus diingat sebagai orang yang pertama kali mengusulkan kepada Bung Karno agar Bhinneka Tunggal Ika dijadikan semboyan sesanti negara. Muh. Yamin sebagai tokoh kebudayaan dan bahasa memang dikenal sudah lama bersentuhan dengan segala hal yang berkenaan dengan kebesaran Majapahit (Prabaswara, I Made, 2003). Konon, di sela-sela Sidang BPUPKI antara Mei-Juni 1945, Muh. Yamin menyebut-nyebut ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itu sendirian. Namun I Gusti Bagus Sugriwa (temannya dari Buleleng) yang duduk di sampingnya sontak menyambut sambungan ungkapan itu dengan tan hana dharma mangrwa. Sambungan spontan ini di samping menyenangkan Yamin, sekaligus menunjukkan bahwa di Bali ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itu masih hidup dan dipelajari orang (Prabaswara, I Made, 2003). Meksipun Kitab Sutasoma ditulis oleh seorang sastrawan Buddha, pengaruhnya cukup besar di lingkungan masyarakat intelektual Hindu Bali.

Para pendiri bangsa Indonesia yang sebagian besar beragama Islam tampaknya cukup toleran untuk menerima warisan Mpu Tantular tersebut. Sikap toleran ini merupakan watak dasar sukusuku bangsa di Indonesia yang telah mengenal beragam agama, berlapis-lapis kepercayaan dan tradisi, jauh sebelum Islam datang ke Nusantara. Sekalipun dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit abad XV, pengaruh Hindu-Budha secara politik sudah sangat melemah, secara kultural pengaruh tersebut tetap lestari sampai hari ini (Maarif A. Syafii, 2011).

Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.[1] Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.

Tujuan wawasan nusantara terdiri dari dua, yaitu:

1. Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah "untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertibandunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial". 2. Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia.

TANGGAPAN TERHADAP PEMILU

Sebelum Saya memberi tanggapan terhadap pemilu, disini akan dibahas terlebih dahulu mengenai pemilu itu apa?

Sesuai teori demokrasi klasik pemilu adalah sebuah "Transmission of Belt" sehingga kekuasaan yg berasal dari rakyat bisa bergeser menjadi kekuasaan negara yg kemudian berubah bentuk menjadi wewenang pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan dan memimpin rakyat.

Berikut adalah pendapat beberapa para ahli tentang pemilihan umum: Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim - Pemilihan umum merupakan sebuah cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. oleh karenanya bagi sebuah negara yang mennganggap dirinya sebagai negara demokratis, pemilihan umum itu wajib dilaksanakan dalam periode tertentu. Bagir Manan - Pemilhan umum yang diselenggarakan dalam periode lima 5 tahun sekali adalah saat ataupun momentum memperlihatkan secara langsung dan nyata pemerintahan oleh rakyat. Ketika pemilihan umum itulah semua calon yang bermimpi duduk sebagai penyelenggara negara dan juga pemerintahan bergantung sepenuhnya pada kehendak atau keinginan rakyatnya.

Pentingnya Pemilu

Pemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu, sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis.

Pemilu sangatlah penting bagi sebuah negara, dikarenakan: Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi. Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik. Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional.

Asas-asas PEMILU

1. Langsung Langsung, berarti masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk memilih secara langsung dalam pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa ada perantara.

2. Umum Umum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yg memenuhi persyaratan, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan, pekerjaan, kedaerahan, dan status sosial yang lain.

3. Bebas Bebas, berarti seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja yang akan dicoblos untuk membawa aspirasinya tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapa pun.

4. Rahasia Rahasia, berarti dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.

5. Jujur Jujur, berarti semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan juga bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Adil Adil, berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilihan umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.

Tanggapan Saya Terhadap Pemilu : Tanggapan saya terhadap pemilu adalah untuk mencari pemimpin yang jujur, bersih dan tegas terhadap kemajuan bangsa serta yang paling penting yaitu tidak korupsi. Banyaknya pemilih golput tidak akan menyelesaikan masalah karena kurang percayanya kepercayaan masyarakat pada pemimpin. Semog pemimpin yang terpilih nantinya bias memajukan bangsa dimata dunia terutama pemilihan 2014.

CALON PEMIMPIN ATAU PRESIDEN YANG IDEAL

Syarat menjadi Presiden itu tidaklah mudah, disamping kemapanan ilmu dan pengalaman, mental sebagai pemimpin juga sangat dibutuhkan. Kita membutuhkan pemimpin yang memiliki kriteria ideal untuk situasi paling mendesak yang dihadapi bangsa ini. Membawa bangsa ini melewati tahun-tahun kelam maupun tahun-tahun cemerlang, sampai akhirnya mampu mencapai cita-cita bangsa secara utuh seperti yang diharapkan dan sudah tercatat manis dalam Pancasila, UUD 1945 dan GBHN.

Berikut adalah kriteria ideal untuk presiden Indonesia :

1.

Seorang Presiden harus memiliki kemampuan kepemimpinan yang bagus dan tidak otoriter. Mengapa seperti itu? Seorang Presiden yang tidak dapat memimpin sudah tentu akan menghantarkan bangsa ini pada kehancuran. Kemampuan memimpin bukan tergantung pada kehebatan ia memerintah orang. Tetapi, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau mendengarkan suara rakyatnya. Hal ini akan menjaga tingkah lakunya supaya tidak serta merta otoriter. Pemimpin yang tegas dan keras tanpa mau mendengarkan suara rakyatnya akan menjadi pemimpin yang otoriter.

2.

Seorang Presiden harus mampu merangkul semua golongan. Ketika bnagsa kita begitu rentan terhadap perpecahan, pertikaian dan saling serang karena perbedaan, maka sangat dibutuhkan pemimpin yang mampu menyatukan dan mengayomi semua unsur yang berbeda tersebut. Bukan dengan maksud menyeragamkan, tetapi menjaga dan mengutuhkan yang berbeda-beda tersebut tetap dalam bingkai persatuan. Pemimpin yang mampu berdiri di atas banyak kepentingan, dan beragam perbedaan itulah yang bangsa ini butuhkan kedepannya.

3.

Pemimpin Negara harus setia. Kesetiaan tidak hanya kepada pasangan hidup saja, tetapi juga kesetiaan terhadap janji atau sumpah jabatan. Sudah teralalu sering ada pernyataan dan janji dari seorang pemimpin bahwa ia tidak akan korupsi, tetapi di kemudian hari mereka akhirnya terbukti melanggar janji dan sumpah mereka sendiri. Kita membutuhkan seorang Presiden yang dapat memegang janji atau sumpah yang telah ia ucapkan.

4.

Pemimpin Negara harus menjadi teladan dan panutan. Bagaimana caranya? Pertama-tama tentu ia harus bisa memberikan keteladanan sebagai seorang pemimpin bangsa. Apa yang bisa diteladani dan dipanuti kalau ia adalah seorang yang korup, suka menyelewengkan, tidak tegas, mudah ditipu bangsa asing, gampang marah tanpa sebab. Jadi ia harus membutuktikan bahwa dirinya memang pantas diteladani oleh rakyatnya.

5.

Pemimpin Negara harus seorang yang nasionalis terbuka. Calon Presiden kita harus memiliki nasionalisme yang kuat. Dengan demikian ia akan mencintai rakyat yang pimpin. Ia tidak akan pernah membiarkan rakyatnya dijajah bangsa asing. Yang ia lakukan adalah demi menyejahterakan rakyatnya. Tetapi disisi lain ia harus terbuka terhadap globalisasi dan tidak menutup mata terhadap negara-negara lain.

6.

Pemimpin Negara haruslah orang yang punya komitmen, tidak mudah untuk dihasut dan terhasut. Seorang pemimpin bangsa harus punya pendirian tegas, dan jangan gampang dipengaruhi oleh bisikan kiri-kanan yang tidak jelas, apalagi bisikan dari mereka yang hanya tau mengadu domba dan mencari keuntungan semata. Pemimpin yang sangat mudah terpengaruh oleh bisikan semata adalah pemimpin yang tidak punya prinsip.

7.

Seorang pemimpin maupun

presiden yang ideal hendaknya mengerti

betul apa

permasalahan utama bangsa & negara saat ini. Calon Presiden yang baik itu harus benarbenar memahami apa akar permasalahan utama bangsa Indonesia saat ini. Apakah di bidang ekonomi, hukum, pendidikan, lingkungan hidup, sumber daya alam, kemiskinan, dan sebagainya. Dia juga harus bisa memprioritaskan, mana dari bidang-bidang tersebut yang perlu terlebih dahulu diselesaikan. Namun bukan cuma sekadar memahami/mengerti saja, tapi juga harus punya konsep atau solusi bagaimana mengatasi permasalahan utama tersebut.

8.

Hendaknya calon presiden mempunyai visi-misi & konsep yang jelas

bagaimana

mengangkat keterpurukan Indonesia saat ini. Dengan visi-misi dan konsep yang jelas, kita dapat bersama-sama mengawalnya kelak jika ia terpilih menjadi Presiden. Kita dapat menagih janji, menegur, atau ikut mengawasi program-program atau konsep-konsep yang

pernah disampaikannya sebelum menjadi Presiden. Bayangkan jika visi-misi yang ditawarkan tidak begitu jelas atau terlalu normatif.

9.

Mempunyai jiwa patriotik yang tinggi cinta terhadap NKRI dan bumi pertiwi. Tentu saja mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Hal ini bisa tercermin lewat niat yang tulus untuk mengangkat bangsa dan negara tercinta ini dari keterpurukan. calon Presiden yang memiliki latar belakang militer (mantan prajurit TNI) punya poin plus pada masalah jiwa patriotik ini. Saya kira, tidak ada pendidikan/penggemblengan nasionalisme yang lebih baik dari militer. Lalu, mengapa jiwa patriotik penting bagi calon pemimpin Indonesia? Dengan memiliki jiwa patriotik tinggi, Presiden akan lebih mudah mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya. Dengan jiwa patriot, Presiden akan memiliki jiwa negarawan yang sangat dibutuhkan untuk mengayomi bumi pertiwi tercinta ini. Dengan jiwa patriotik, seorang Presiden bahkan berani mempertaruhkan nyawa untuk negaranya.

Referensi: http://id.wikipedia.org/wiki/Wawasan_Nusantara http://id.wikipedia.org/wiki/Bhinneka_Tunggal_Ika http://aswan67.blogspot.com/2013/05/kriteria-ideal-pemimpin-negara-kriteria.html http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/06/pemilu-di-indonesia-sistem.html http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/07/bhinneka-tunggal-ika-semboyannegara.html

You might also like