You are on page 1of 9

Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran meteriil,

ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan. Hukum Acara Pidana itu adalah Keseluruhan aturan hukum yang berkaitan dengan penyelenggaraan peradilan pidana serta prosedur penyelesaian perkara pidana meliputi proses pelaporan dan pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan disidang pengadilan, putusan dan pelaksanaan putusan pidana Adapun yang menjadi tujuan hukum acara pidana dalam pedoman pelaksanaan KUHAP menjelaskan sebagai berikut: Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang tepat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan. jika memperhatikan rumusan diatas mak tujuan hukum pidana dapat dikatakan bhwa tujuan hukum acara pidana meliputi tiga hal yaitu: 1. mencari dan mendapatkan kebenaran 2. melakukan penuntutan 3. melakukan pemeriksaan dan memberikan putusan namun dari ketiga hal tersebut dapat pula ditambahkan yangkeempat yaitu melaksanakan (Eksekusi) putusan hakim 1. alasan penahanan alasan penahanan dibagi dua yaitu alasan obyektif dan alasan subyektif Alasan Obyektif yaitu: karena undang-undang sendiri yan menentukan tindak pidana man yang akan dikenakan penahanan; hal ini ditentukan dalam pasal 21 ayat 14 ayat (4) KUHAP yaitu: perbuatan pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih; perbuatan pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 335, 351 dan sebagainya. Alasan Subyektif yaitu: alasan yang muncul dari penilaian subyektif pejabat yang yyang menitikberatka pada keadaan dan keperluan penahanan itu sendiri. hal ini ditentukan dalam dalam pasal 21 ayat (1) KUHAP yaitu: adanya dugaan keras bahwa tersangka terdakwa melakukan tindak pidana berdsarkan bukti permulaan yang cukup; adanya keadaan yang menimbulkan kekawatiran bahwa tersangka dan terdakwa kan melarikan diri; adanyakekawatiran tersangka atau terdakw merusak dan atau menghilangkan barang bukti dn atau mengulangi tindak pidana. Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana (pasal 1 butir 20). penyitaan adalah tindakan hukum yang dilakukan pada tahap penyidikan. sesudah lewat tahap penyidikan tak dapat lagi dilakukan penyitaan untuk dan atas nama penyidik. karena pasal 38 menegaskan bahwa yang berwenang melakukan penyitaan adalah penyidik. Dalam Kamus Hukum, Tersangka adalah seorang yang disangka telah melakukan suatu tindak pidana dan ini masih dalam taraf pemeriksaan pendahuluan untuk dipertimbangkan apakah tersangka ini mempunyai cukup dasar untuk diperiksa di persidangan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yaitu pada pasal 1 butir 14 KUHAP bahwa Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Dalam Kamus Hukum, Terdakwa adalah seseorang yang diduga telah melakukan suatu tindak pidana dan ada cukup alasan untuk dilakukan pemeriksaan di muka persidangan. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yaitu pada pasal 1 butir 15 KUHAP bahwa Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di siding pengadilan. Dalam Kamus Hukum, Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yaitu pada pasal 1 butir 32 KUHAP bahwa Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap. Pengertian Terpidana tersebut sama dengan pengertian yang ada pada Kamus Hukum Pasal 1 angka 20 KUHP : Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka at au terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalm undang-undang ini. Delik aduan adalah delik yang dapat dilakukan penuntutan delik sebagai syarat penyidikan dan penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan/korban. Delik aduan : delik yang penuntutannya hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak yang terkena Delik laporan: delik yang penuntutannya dapat dilakukan tanpa ada pengaduan dari pihak yang terkena, cukup dengan adanya laporan yaitu pemberitahuan tentang adanya suatu tindak pidana kepada polisi. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. bukti permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara

c. Jenis-jenis putusan hakim dalam perkara pidana Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, putusan pengadilan yang berkenaan dengan terdakwa ada tiga macam : 1) Putusan yang mengandung pembebasan terdakwa (Vrijspraak).2) Putusan yang mengandung pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum (Ontslag van Rechtsvervolging)3) Putusan yang mengandung penghukuman terdakwa (veroordeling). Kemungkinan ketiga, dari putusan yang dijatuhkan pengadilan adalah putusan yang mengandung penghukuman terdakwa. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana Acara Pemeriksaan Biasa adalah sikap yang hati-hati dalam menangani suatu perkara, lebih-lebih apabila perkara itu sulit pembuktiannya atau menarik perhatian masyarakat. acara pemeriksaan singkat adalah pemeriksaan perkara yang oleh penuntut umum pembuktian dan penerapan hukum mudah dan sifatnya dan sifatnya sederhana serta bukan serta bukan tindak pidana ringan atau perkara pelanggaran lalu lintas jalan.

Dalam KUHAP acara sidang pengadillan dalam Pasal 152-159 yang dibagi menjadi tiga bentuk pemeriksaan dipengadilan, yaitu: 1. Acara pemeriksaan biasa (Pasal 152-202 KUHAP), yaitu tindak pidana yang diperiksa dengan acara pemeriksaan biasa adalah tindak pidana yang pembuktiannya mudah serta penerapan hukumnya tidak mudah serta sifat melawan hukumnya tidak sederhana. 2. Acara pemeriksaan singkat (Pasal 203-204 KUHAP) yaitu tindak pidana yang diperiksa dengan cara pemeriksaan singkat adalah tindak pidana yang pembuktiannya mudah serta sifat melawan hukumnya sederhana. 3. Acara pemeriksaan cepat. Acara pemeriksaan cepat dibagi 2 yaitu tindak pidana ringan Tipiring (diperuntukkan bagi tindak pi dana yang ancaman hukumnya berupa penjara atau kurungan 3 bulan atau denda Rp. 7.500,- dan penghinaan ringan), kemudian yang kedua adalah pelanggaran lalu lintas.

Acara Pemeriksaan Biasa ~ dibuat tersendiri menurut ketentuan, dan diucapkan dengan hadirnya terdakwa. Acara Pemeriksaan Singkat ~ tidak dibuat secara khusus, hanya dicatat dalam berita acara sidang, dan diucapkan dengan hadirnya terdakwa. Acara Pemeriksaan Cepat ~ untuk tindak pidana ringan tidak dibuat khusus, dicatat dalam daftar perkara, dan diucapkan didepan terdakwa dan untuk pelanggaran lalu lintas tidak dibuat khusus, dicatat dalam daftar perkara, dan dapat diluar hadirnya terdakwa. Alat bukti yang sah adalah sebagaimana yang termaktub dalam KUHAP Pasal 184 ayat (1) yaitu: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. -Eksepsi Surat Kuasa Khusus Tidak Sah, dalam hal ini dapat diajukan berbagai bentuk eksepsi, antara lain karena surat Kuasa bersifat umum, hal ini dapat menjadi bagian eksepsi karena untuk berperkara dipengadilan harus menggunakan surat kuasa khusus

-gugatan mengandung cacat error in persona yang disebut juga exceptio in person - Ekseptio Res Judicata atau Nebis In Idem, atau disebut juga exceptie van gewijsde zaak, kasus perkara yang sama tidak dapat diperkarakan dua kali, apabila suatu kasus perkara telah pernah diajukan kepada pengadilan, dan terhadapnya telah dijatuhkan putusan, serta putusan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka terhadap kasus perkara itu, tidak boleh diajukan gugatan baru untuk memperkarakannya kembali.
- Exceptio Obscuur Libel,

yang dimaksud dengan obscuur libel surat gugatan tidak terang isinya atau disebut juga formulasi gugatan tidak jelas, padahal agar gugatan dianggap memenuhi syarat formil dalil gugatan harus terang dan jelas atau tegas (duidelijk). Dalam praktek dikenal beberapa bentuk eksepsi gugatan kabur. Masing masing bentuk didasarkan pada faktor faktor tertentu

- surat gugatan penggugat tidak terang atau isinya gelap (onduidelijk) atau formulasi gugatan tidak jelas
Vonis adalah keputusan yang dijatuhkan oleh pengadilan setempat sesuai dengan aturan dan proses yang berlaku di tempat itu

Sifat Hukum Acara Pidana :


Kepentingan yang di lindungi Inisiatif pengajuan ke pengadilan Berlanjutnya/tidak berlanjut nya pemeriksaan perkara Aktif dan pasif nya hakim Keyakinan Hakim Kebenaran yang ingin di capai Penetapan fakta dan penemuan hukum Keterikatan hakim pada alat bukti Pemeriksaan pendahuluan dan persidangan

Jawaban 1. Maksud dari agraria berdasarkan UUPA adalah: Segala sesuatu yang meliputi bumi, air, alam dan yang terkandung didlamnya 2. Maksud dari hukum agraria menurut pemehaman saya adalah: keseluruhan ketentuan yang hukum perdata, tata negara, tata usaha negara yang mempelajari tentang Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya 3. Landasan dasar hukum agraria : a. Dimuat dalam Konsideran UUPA, Pasal 33 (3) dijadikan dasar hukum bagi pembentukan UUPA dan merupakan sumber hukum (materiil) bagi pengaturannya. bahwa hukum agraria tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto Politik Republik Indonesia, sebagai yang ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah diseluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong b. Dalam penjelasan UUPA angka 1. hukum agraria nasional harus mewujudkan penjelmaan dari pada azas kerokhanian, Negara dan cita-cita Bangsa, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial serta khususnya harus merupakan pelaksanaan dari pada ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Garis-garis besar dari pada haluan Negara. 4. Karena Hukum yang mengatur masalah pertanahan yang ada di Indonesia yaitu hukum tanah berdasar pada hukum adat dan hukum tanah berdasar pada hukum barat. 5. Asas-asas yang terkandung dalam hukum agraria antar golongan sebelum keberlakuan UUPA Asas nasionalisme Asas dikuasai oleh Negara Asas hukum adat yang disaneer Asas fungsi sosial Asas kebangsaan atau (demokrasi) Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan) Asas gotong royong Asas unifikasi Asas pemisahan horizontal

6. Asas-asas yang terkandung dalam UUPA a. Asas Kebangsaan (pasal 1 UUPA) b. Asas Hak Menguasai Negara (pasal 2 UUPA) c. Asas pengakuan Hak Ulayat (pasal 3 UUPA) d. Asas Hukum Agraria Nasional berdasar hukum adat (pasal 5 UUPA) e. Asas Fungsi Sosial (pasal 6 UUPA) f. Asas Landreform (pasal 7, 10 dan 17 UUPA) g. Asas Tata Guna Tanah (pasal 13, 14 dan 15 UUPA) h. Asas Kepentingan Umum (pasal 18 UUPA) i. Asas Pendaftaran Tanah (pasal 19 UUPA) 7. George dapat memiliki tanah rifky tersebut karena tujuan dari pembelian tanah oleh george adalah untuk menegmbangkan usaha untuk kemajuan ekonomi indonesia, guna mencapai kemakmuran rakyat. walaupun dalam hak milik atas tanah adalah rifky namun masih ada hak menguasai negara dalam hal menyelenggarakan peruntukkan, dan pemeliharaan atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, jadi george dapat membeli dan menguasai tanah rifky berdasarkan atas hak menguasai negara. 8. Yang membedakan adalah :

Pada domein verklaring; bahwa semua tanah adalah milik pemerintah kolonial kecuali dapat dibuktikan secara tertulis tentang adanya hak di atas tanah tertentu sedangkan pada hak menguasai negara; mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut, menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. 9. Sejarah terbentuknya UUPA a. Panitia Agraria Yogyakarta Meniadakan asas domein dan pengakuan hak ulayat, yaitu hak masyarakat hukum adat. Mengadakan peraturan mengenai hak perseorangan yang kuat, yaitu hak milik atas tanah. Mengadakan study perbandingan ke negara tetangga sebelum menetukan apakah orang asing dapat pula mempunyai hak milik atas tanah. Mengadakan penetapan luas minimum pemilik tanah agar para petani kecil dapat hidup layak, untuk pulau Jawa diusulkan 2 (dua) hektar. Mengadakan penetapan luas maksimum pemilikan tanah dengan tidak memandang jenis tanahnya, untuk Pulau Jawa diusulkan 10 (sepuluh) hektar. Menganjurkan menerima skema hak-hak atas tanah yang diusulkan oleh Panitia ini. Mengadakan pendaftaran tanah milik.

b. Panitia Agraria Jakarta Mengadakan batas minimum pemilikan tanah, yaitu 2 (dua) hektar Menentuukan batas maksimum pemilikan tanah, yaitu 25 (dua puluh lima) hektar untuk satu kelarga Yang dapat memiliki tanah pertanian hanya warga negara Indonesia, sedangkan badan hukum tidak diperkenankan.

c. Panitia Soewahjo Karena panitia Agraria Jakarta tidak dapat menyelesaikann penysunan rancangan UUPA Nasional dalam waktu singkat, maka dengan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1956 tanggal 14 Januari 1956 Panitia Agraria Jakarta dibubarkan dan dibentuk apanitaia Negara Urusan Agraria yang diketuai oleh Soewahajo Sumudilogo. Panitia ini berkedudukan di Jakarta. Dalam waktu satu tahun, tepatnya tanggal 1 januari 1957 Panitia ini telah merampungkan penyusunan rancangan UUPA. Karena tugasnya telah selesai, maka dengan Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1958 tanggal 6 Mei 1958 Panitia ini dibubarkan. d. Rancangan Soenarjo Setelah diadakan perubahan sistematika dan rumusan beberapa Pasal, Rancangan Panitia Soewahjo diajukan oleh Menteri Soenarjo ke Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk membahas rancangan tersebut, DPR perlu mengumpulkan bahanbahan yang lebih lengkap. Untuk itu, DPR mintah kepada Universitas Gajhah Mada Yogyakarta untuk menyumbangkan pikirannya mengenai rancangan UUPA. e. Rancangan Sadjarwo Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diberlakukan kembali UUD 1945. Karena rancangan Soenarjo disusun berdasarkan UUDS 1950, maka pada tanggal 23 Maret 1960 rancangan terbut ditarik kembali. Dalam rangka menyesuiakan rancangan UUPA dengan UUD 1945, perlu diminta saran dari Universitas Gajhah Mada. Untuk itu, pada tanggal 29 Desember 1959, Menteri Agraria Mr. Sadjarwo berserta stafnya Singgih Praptodihardjo, Mr. Boedi Harsono, Mr. Soemitro pergi ke Yogyakarta untuk berbicara dengan pihak Universitas Gajhah Mada ayang diwakili oleh Prof. Mr. Drs. Notonagoro dan Drs. Iman Sutignyo. Setelah selesai penyesuaian dengan UUD 1945 dan penyempurnaannaya maka rancangan UUPA diajukan kepada DPRGR. Pada hari Sabtu tanggal 24 september 1960 rancangan UUPA disetujui oleh DPRGR dan kemudian disahkan oleh Presiden RI menjadi UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang lazim disebut Undangundang Pokok Agraria dan disingkat UUPA. 10. Tujuan UUPA:

a.

Meletakan dasar-dasar penyusunan Hukum Agraria Nasional, yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka maayarakat yang adil dan makmur.

Tujuan yang pertama diundangkan UUPA ini merupakan kebalikan dari ciri Hukum Agraria Kolonial, yaitu Hukum Agraria kolonial disusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari Prmerintahan Jajahan (Hindia Belanda) yang ditujukan untuk kepentingan, keuntungan, kesejahteraan dan krmakmuran bagi Pemerintah Hindia Belanda, orang-orang Belanda, dab Eropa lainnya.

b.

Meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan. Tujuan yang kedua diundangkan UUPA ini merupakan kebalikan dari ciri Hukum Agraria kolonial, yaitu ciri Hukum Agraria kolonial mempunyai sifat dualisme hukum

c.

Meletakan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya Tujuan yang ketiga dundangkan UUPA ini merupakan kebalikan dari ciri.Hukum Agraria kolinial, yaitu Hukum Agraria kolonial tidak memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak rakyat Indonesia atas tanah, dikarenakan pada waktu itu hanya hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum barat yang didaftar oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan tujuan memberikan jaminan kepastian hukum (Recht Cadaster), sedangkan bagi tanah-tanah yang tunduk pada hukum adat tidak dilakukan pendaftaran tanah.

11. Hukum tanah nasional: Hukum Tanah Nasional harus dibuat oleh pembentuk Undang-Undang Indonesia Dibuat di Indonesia Disusun dalam Bahasa Indonesia Berlaku di seluruh wilayah Indonesia Meliputi semua tanah yang ada di wilayah Negara Indonesia.

Jenis peraturan per-uu-an RI 1. yang diatur dalam UUD 1945 a. Undang-undang b. Peraturan pemerintah pengganti UU (perpu) c. Peraturan pemerintah d. Perda dll 2. Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 a. UUD 1945 b. Tap MPR c. UU/PERPU d. Peraturan Pemerintah e. keputusan presiden 3. Tap MPR No. III/MPR/2000 a. Undang-Undang Dasar 1945 b. ketetapan MPR RI c. Undang-undang. d. peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) e. peraturan pemerintah f keputusan presiden g. Perda 4. UU No 10 Tahun 2004 a. UUD Negara RI b. UU/Peraturan pemerintah pengganti UU/PERPU c. peraturan pemerintahan d. peraturan presiden e. peraturan daerah Tujuan mempelajari Ilmu per-UU-an 1. Dapat mengetahui berbagai norma hukum, jenisnya dan karakteristiknya serta tata susunannya, yang memang penting bagi pemahaman hakekat peraturan per-UU-an. 2. Dapat mengetahui berbagai jenis peraturan per-UU-an dan fungsinya serta materi muatannya masing2 secara sumir 3. Dapat mengetahui bentuk luar (kenvorm) dari berbagai jenis peraturan per-UU-an 4. Dapat mengetahui tahap2 proses pembentukan UU, peraturan pemerintahan dan peraturan per-UU-an 5. Dapat mengetahui bagaimana menyusun dan merancang suatu peraturan per-UU-an, apa bagian2 esensial peraturan Per-UU-an, bagaimana sistimatika pembagian batang tubuhnya 6. Dapat mengetahui ragam bahasa dan ungkapan yang digunakan dalam peraturan per-UU-an Peraturan per-UU-an yang baik Untuk menghasilkan suatu peraturan per-uu-an yang baik diperlukan untuk merancangnya. Tenaga2 teknis tidak saja menguasai tehnik masalah, tata susunan, sistimatika bahasa tetapi juga harus mengetahui : 1. Tujuan pembentukan Tujuan pembentukan harus jelas atau produk UU tsb ada sasarannya yang akan dicapai/dapat mengatur masyarakat yang tidak beraturan menjadi masyarakat yang beraturan. 2. Fungsi pembentukan Bentuk suatu peraturan per-UU-an agar memenuhi fungsinya sebagai sumber pengenal (kenvorm), dibagi atas 4 bagian besar yaitu : a. penamaan b. pembukaan c. batang tubuh - ketentuan umum - ketentuan materi - ketentuan pidana - ketentuan peralihan - ketentuan penutup d. penutup 3. Mengetahui, menguasai materi yang diatur a. menguasai materi harus dikuasai benar oleh pembuat uu sehingga menghasilkan produk UU yang benar dan dapat mencapai tujuan atau sasaran uu yang diinginkan b. mengetahui pengetahuan2 tersebut meliputi : - apakah materi tersebut pernah diatur sebelumnya - untuk apa materi tersebut diatur - bentuk peraturan per-uu-an mana yang tepat untuk mengaturnya - pandangan jauh kedepan. Pandangan Bagirmanan untuk suatu peraturan per-uu-an yang baik yaitu : 1. Perumusan tersusun secara sistematis, sederhana dan baku. 2. Sebagai kaidah mampu mencapai daya guna dan hasil guna yang maksimal baik dalam wujud ketertiban maupun keadilan 3. sebagai gejala sosial merupakan perwujudan pandangan hidup kesadaran hukum dan rasa keadilan masyarakat 4. sebagai sistim hukum harus mencerminkan suatu rangkaian sistim yang teratur dari keseluruhan sistim hukum yang ada. Jenis peraturan per-uu-an RI 1. yang diatur dalam UUD 1945 a. Undang-undang b. Peraturan pemerintah pengganti UU (perpu) c. Peraturan pemerintah d. Perda dll 2. Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 a. UUD 1945 b. Tap MPR c. UU/PERPU d. Peraturan Pemerintah e. keputusan presiden

3. Tap MPR No. III/MPR/2000 a. Undang-Undang Dasar 1945 b. ketetapan MPR RI c. Undang-undang. d. peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) e. peraturan pemerintah f keputusan presiden g. Perda 4. UU No 10 Tahun 2004 a. UUD Negara RI b. UU/Peraturan pemerintah pengganti UU/PERPU c. peraturan pemerintahan d. peraturan presiden e. peraturan daerah FUNGSI PERATURAN PER-UU-AN 1. Undang2 dan perpu a. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UUD 1945 yang tegas2 menyebutnya b. Pengaturan lebih lanjut secara umum aturan dasar lainnya dalam batang tubuh UUD 1945. c. Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Tap MPR yang tegas2 menyebutnya. d. Pengaturan dalam bidang konstitusi 2. Peraturan pemerintahan (PP) a. pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UU yang tegas2 menyebutnya. b. Pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam UU yang mengaturnya 3. Keputusan Presiden (kepres) a. menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan b. enyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam PP yang tegas2 menyebutnya. c. Menyelenggarakan lebih lanjut ketentuan lain dalam PP 4. Keputusan mentri (kepmen) a. menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan dibidangnya. b. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam keputusan presiden c. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UU yang tegas2 menyebutnya. d. Menyelenggarakan lebih lanjut ketentuan dalam PP yang tegas2 menyebutnya 5. Keputusan kepala lembagapemerintahan non departemen a. menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di bidangnya. b. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam keputusan presiden 6. Peraturan daerah Peraturan daerah berfungsi yang bersifat atribusi dan fungsi delegasian dari keputusan presiden. 7. Keputusan kepala daerah Menyelenggarakan pengaturan pelaksanaan peraturan daerah. Materi muatan peraturan per-UU-an Pengertian Adalah materi yang dimuat dalam peraturanper-uu-an sesuai dengan jenis, fungsi, dan hirarki peraturan per-uu-an. Asas2 materi muatan dalam peraturan per-UU-an 1. Pengayoman Peraturan per-uu-an berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat 2. kemanusiaan materi muatan peraturan per-uu-an mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak2 asasi manusia secara proposional. 3. kebangsaan materi muatan peraturan per-uu-an mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistic. 4. kekeluargaan materi muatan peraturan per-uu-an mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam mengambil keputusan. 5. kenusantaraan materi muatan peraturan per-uu-an memperlihatkan kepentingan seluruh wilayah Indonesia. 6. bhineka tunggal ika materi muatan peraturan per-uu-an memperhatikan keberagaman penduduk, agama, suku, dan golongan. 7. keadilan materi muatan peraturan per-uu-an mencerminkan keadilan secara proposional 8. kebersamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan materi muatan peraturan per-uu-an tidak boleh berisikan hal2 yang bersifat membedakan. 9. ketertiban dan kepastian hukum materi muatan peraturan per-uu-an harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum. 10. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan materi muatan peraturan per-uu-an mencerminkan keseimbangan, keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara. Materi muatan masing2 jenis peraturan per-uu-an 1. Materi muatan undang-undang a. mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi hak2 asasi manusia hak dan kewajiban negara pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara wilayah negara dan pembagian daerah kewarganegaraan dan kependudukan keuangan negara b. diperintahkan oleh suatu UU untuk diatur dengan UU 2. Materi muatan PERPU Sama dengan materi muatan dalam UU 3. Materi muatan PP Materi untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya dan tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam UU yang bersangkutan.

1.

4. Materi muatan peraturan presiden Materi yang diperintahkan oleh UU atau materi untuk melaksanakan peraturan pemerintah 5. materi muatan peraturan daerah seluruh materi muatan dalam rangka menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan per-uu-an yang lebih tinggi. Landasan pembentukan peraturan per-uu-an 1. landasan filosofis yaitu dasar filsafat, pandangan atau ide yang menjadi dasar cita hukum sewaktu menuangkan keinginan ke dalam suatu rancangan peraturan per-uu-an. Ide yang menjadi dasar cita hukum tersebut merupakan sistim nilai yang tumbuh dalam masyarakat mengenai hal2 yang baik dan buruk sebagai pedoman dan tutunan berperilaku dalam kehidupannya. Di Indonesia yang menjadi landasan filosofis pembentukan peraturan per-uu-an adalah Pancasila 2. Landasan politis/sosiologis Landasan Polotis adalah Garis kebijaksanaan politik yang menjadi dasar selanjutnya bagi pembentukan peraturan per-uu-an. Landasan sosiologis adalah landasan yang mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat, kenyataan itu dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalah2 yang dihadapi oleh masyarakat. Dengan dasar sosiologis ini diharapkan peraturan per-uu-an yang di buat akan diterima oleh masyarakat secara wajar, bahkan spontan 3. Landasan Yuridis Adalah ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum bagi pembentukan suatu peraturan per-uu-an Landasan yuridis dibedakan jadi 2 yaitu : a. landasan yuridis dari segi formal landasan yuridis yang memberi kewenangan bagi instansi tertentu untuk membuat peraturan per-uu-an. b. Landasan yuridis dari segi materil Landasan yuridis dari segi isi suatu peraturan hukum untuk diatur lebih lanjut ke dalam peraturan per-uu-an tertentu. Kerangka peraturan per-uu-an 1. PENAMAAN/JUDUL a. judul memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun penetapan, nama peraturan per-uu-an b. judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca, diletakkan ditengah marjin, kata tidak boleh di singakt Ilmu Perundang-Undangan adalah ilmu yang berkembang di negara-negara yang menganut sistem hukum civil law, Proses Pembentukan RUU 1. Lahirnya Undang-undang Proses pembuatan undang-undang adalah rentetan kejadian yang bermula dari perencanaan, pengusulan, pembahasan, dan pengesahan. 2. Perencanaan 3. Usulan Rancangan Undang-Undang 4. Tingkat Pembahasan dan Persetujuan A. Pengusulan RUU Dari Pemerintah RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau naskah akademis yang berasal dari Pemerintah disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden dengan menyebut juga Menteri yang mewakili Pemerintah dalam melakukan pembahasan RUU tersebut b. Pengusulan RUU Dari DPR Sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang anggota dapat mengajukan usul rancangan undang-undang. Usul RUU dapat juga diajukan oleh Komisi, Gabungan Komisi, atau Badan Legislasi dengan memperhatikan program legislasi nasional.

Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Asas hukum merupakan tiang utama bagi pembentuk Peraturan Perundang-Undangan, 1. Asas Formal A. asas tujuan yang jelas. B. asas lembaga yang tepat. C. asas perlunya pengaturan. D. asas dapat dilaksanakan. E. asas konsensus. 2. Asas Material a. asas terminologi dan sistematika yang benar. b. asas dapat dikenali c. asas perlakuan yang sama di depan hukum. d. asas kepastian hukum. e. asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individu. Landasan Peraturan Perundang-Undangan Peraturan perundang-undangan sekurang-kurangnya memuat: A. Landasan Filosofis Peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan folosofis ( filisofische grondslag ) apabila rumusannya atau normanya mendapatkan pembenaran dikaji secara filosofis. B. Landasan Sosiologis Suatu perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan sosiologis ( sociologische groundslag ) apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum, kesadaran hukum masyarakat., tata nilai, dan hukum yang hidup di masyarakat agar peraturan yang dibuat dapat dijalankan.
C. Landasan Yudiris Peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan yuridis ( rechtsground ) apabila mempunyai dasar hukum, legalitas atau landasan yang terdapat dalam ketentuan hukum yang lebih tinggi derajatnya. 3. Fungsi Peraturan Perundang-Undangan Fungsi peraturan perundang-undangan, yang dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu: 1) Fungsi Internal, adalah fungsi pengaturan perundang-undangan sebagai sub sistem hukum (hukum perundang-undangan) terhadap sistem kaidah hukum pada umumnya secara internal, peraturan perundang-undangan menjalankan fungsi penciptaan hukum, fungsi pembaharuan hukum, fungsi integrasi pluralisme hukum, fungsi kepastian hukum. 2) Fungsi Eksternal Fungsi Eksternal, adalah keterkaitan peraturan perundang-undangan dengan tempat berlakunya. Fungsi eksternal ini dapat disebut sebagai fungsi sosial hukum, yang meliputi fungsi perubahan, fungsi stabilisasi, fungsi kemudahan. Dengan demikian, fungsi ini dapat juga berlaku pada hukum-hukum kebiasaan, hukum adat, atau hukum yurisprudensi.

You might also like