You are on page 1of 10

GANGGUAN EKSTRAPIRAMIDAL

Pendahuluan Sistem ekstrapiramidal meliputi : 1. Basal ganglia : nucleus kaudatus, putamen dan globus pallidus 2. Substansia nigra 3. Nukleus rubra

Gangguan pada ekstrapiramidal dapat timbul gerakan otot involunter,yaitu gerakan otot secara spontan dan tidak dapat dikendalikan dengan kemauan dan gerak otot tersebut tidak mempunyai tujuan. Efek dari gangguan sistem ini dapat memberikan efek defisit fungsional primer yang merupakan gejala negatif dan efek sekunder yaitu gejala positif. Pada ganguan dalam fungsi traktus ekstrapiramidal gejala positif dan negatif itu

menimbulkan dua jenis sindrom yaitu : 1. Sindrom hiperkinetik-hipotonik : asetilkolin menurun, dopamine meningkat
y y

Tonus otot menurun Gerak involunter/ireguler

Pada : chorea, atetosis, distonia, ballismus 2. Sindrom hipokinetik-hipertonik : asetilkolin meningkat, dopamine menurun
y y y

Tonus otot meningkat Gerak spontan/asosiatif menurun Gerak involunter spontan

Pada : parkinson Gejala negative dapat berupa : 1. Bradikinesia Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama sekali. Gejala ini merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit Parkinson. 2. Ganguuan sikap postural Merupakan hilangnya reflex postural normal. Paling sering ditemukan pada penyakit Parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena penderita tidak dapat mempertahankan keseimbangan secara tepat. Penderita akan terjatuh bila berputar dan didorong.

Gejala positif dapat berupa : 1) Gerakan involunter


y y y y y

Tremor Athetosis Chorea Distonia Hemiballismus

2) Rigiditas Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan ekstremitas secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif tersebut dan mengenai gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut sebagai plastic atau lead pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka disebut dengan tanda cogwheel. Pada penyakit Parkinson terdapat gejala positif dan gejala negative seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan pada chorea Huntington lebih didominasi oleh gejala positif, yaitu : chorea.

Patofisiologi Pada keadaan normal terdapat arus rangsang kortiko-kortikal yang melalui inti-inti basal (basal ganglia) yang mengatur kendali korteks atas gerakan volunteer dengan proses inhibisi secara bertingkat. Inti-inti basal juga berperan mengatur dan mengendalikan keseimbangan antara kegiatan neuron motorik alfa dan gamma. Di antara inti-inti basal, maka globus pallidus merupakan stasiun neuroaferen terakhir dan yang kegiatannay diatur oleh asupan dari korteks, nucleus kaudatus, putamen, substansia nigra dan inti subtalamik.

Gerakan involunter yang timbul akibat lesi difus pada putamen dan globus pallidus disebabkan oleh terganggunya kendali atas reflex-refleks dan rangsangan yang masuk, yang dalam keadaan normal turut mempengaruhi putamen dan globus pallidus. Keadaan tersebut dinamakan Release phenomenon, yang berarti hilangnya aktivitas inhibisi yang normal.

Adapun lesi di substansia nigra (penyakit Parkinson), di inti dari luys (hemiballismus), bagian luar dari putamen (atetosis), di nucleus kaudatus terutama dan nucleus lentiformis sebagian kecil (korea) dan di korteks serebri piramidalis berikut putamen dan thalamus (distonia).

Berbagai neurotransmitter turut berperan dalam fungsi dan peran system neurotransmitter, meliputi : a. Dopamine, bekerja pada jalur nigostriatal (hubungan substansia nigra dan korpus striatum) dan pada system mesolimbik dan mesokortikal tertentu. b. GABA (Gama Aminobutiric Acid), berperan pada jalur / neuron-neiron striatonigral. c. Glutamate, bekerja pada jalur kortikostriatal d. Zat-zat neurotransmitter kolinergik, digunakan untuk neuron-neruon talamostriatal. e. Substansia P dan metenfekalin, terdapat pada jalur striatopalidal dan striatonigral. f. Kolesistokinin, dapat ditemukan bersama dopamine dalam sistem neural yang sama.

A. PENYAKIT PARKINSON  Definisi Penyakit Parkinson merupakan suatu penyakit neuro degenerative yang disebabkan karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus. Yaitu gangguan gerakan yang kronik progresif ditandai dengan adanya tremor, bradikinesia, rigiditas, dan ketidakstabilan postural.  Etiologi Penyebab pasti penyakit Parkinson masih belum diketahuii, meskipun penelitian mengarah pada kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Jauh di dalam otak ada sebuah daerah yang disebut ganglia basalis. Jika otak memerintahkan suatu aktivitas (misalnya mengangkat lengan), maka sel-sel saraf di dalam ganglia basalis akan membantu menghaluskan gerakan tersebut dan mengatur perubahan sikap tubuh. Ganglia basalis mengolah sinyal dan mengantarkan pesan ke talamus, yang akan menyampaikan informasi yang telah diolah kembali ke korteks serebri. Keseluruhan sinyal tersebut diantarkan oleh bahan kimia neurotransmiter sebagai impuls listrik di sepanjang jalur saraf dan diantara saraf-saraf. Neurotransmiter yang utama pada ganglia basalis adalah dopamin. Pada penyakit Parkinson, sel-sel saraf pada ganglia basalis mengalami kemunduran sehingga pembentukan dopamin berkurang dan hubungan dengan sel saraf dan otot lainnya juga lebih sedikit. Penyebab dari kemunduran sel saraf dan berkurangnya dopamin biasanya tidak diketahui. Tampaknya faktor genetik tidak memegang peran utama, meskipun penyakit ini cenderung diturunkan.

Akan tetapi ada beberapa faktor risiko (multifaktorial) yang telah dikenalpasti dan mungkin menjadi penyebab penyakit parkinson yakni : 1. Usia, karena Penyakit Parkinson umumnya dijumpai pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia di bawah 30 tahun. 2. Ras, di mana orang kulit putih lebih sering mendapat penyakit Parkinson daripada orang Asia dan Afrika. 3. Genetik, factor genetik amat penting dengan penemuan pelbagai kecacatan pada gen tertentu yang terdapat pada penderita Penyakit Parkinson, khususnya penderita Parkinson pada usia muda. 4. Toksin (seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-trihidroxypyridine (MPTP), CO, Mn, Mg, CS2, methanol, etanol dan sianida), penggunaan herbisida dan pestisida, serta jangkitan. 5. Cedera kranio serebral, meski peranannya masih belum jelas, dan 6. Tekanan emosional, yang juga dipercayai menjadi faktor risiko.

 Klasifikasi a. Parkinsonismus primer atau idiopatik (Penyakit Parkinson agytans) b. Parkinson sekunder atau simptomatik     Pasca ensefalitis virus Pasca infeksi lainnya, missal sifilis, menigovaskular, tuberkulosis Toksik Lain-lain, contoh perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakunar, tumor serebri atau kalsifikasi. c. Sindrom paraparkinson (parkinsons plus)          Sindrom Shy-Drager Sindrom Steele-Richardson-Olszweski Penyakit Wilson Degenerasi Striatonigral Atrofi palidal Penyakit Creutzfeldt-Jacob Penyakit Hallevorden-Spatz Hidrosefalus normotensif Kompleks demensia parkinsonisme guam.

 Gejala Klinik Onset biasanya insidious dan bertahap, serta penjalaran penyakitnya lambat. Gejala-gejala pertama biasanya berupa perasaan lemas yang cenderung untuk gemetar, terutama pada lengan dan jari-jari tangan. Terdapat trias Parkinson, yaitu : tremor, rigiditas, dan bradikinesia. 1. Tremor
y

Resting / alternating tremor, terutama saat istirahat dan bertambah hebat saat emosi.

y y

Tremor bersifat kasar dan pelan (3-7 detik) Pola tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung pil. (pil rolling)

Tremor mulai pada tangan, namun dapat meluas ke bibir dan seluruh kepala, juga dapat meluas ke kaki.

2. Rigiditas
y

Cogwheel phenomenon positif, disebabkan meningkatnya aktivitas motor neuron alfa.

Hipertoni pada seluruh gerakan.

3. Akinesia / Bradikinesia
y y

Gerakan volunteer yang lambat dan sulit terutama pada gerakan halus Gerakan asosiatif yang berkurang, misalnya gerakan lengan, yang kurang dan melekat pada badan sewaktu berjalan, lengan dalam keadaan fleksi dan adduksi.

y y

Gerakan spontan yang berkurang. Ekspresi muka/ gerak mimic wajah berkurang (muka topeng), bicara menjadi lambat dan monoton, volume suara berkurang (hipofonia).

4. Langkah dan gaya berjalan


y y

Instabilitas postural Sikap parkinsonisme yang khas, penderita berjalan dengan langkahlangkah kecil (festination). Makin menjadi cepat. Kepala dan badan doyong ke depan dan sukar berhenti atas kemauan sendiri, bila

mendadak dapat berhenti membeku sehingga bisa jatuh terjungkal, kadang doyong ke belakang atau ke samping dan juga mempunyai

kecenderungan beralih seperti gerakan berlari serta sulit atau tidak dapat berbalik dengan cepat. 5. Gejala lain
y

Tanda Myerson positif, yaitu kedua mata berkedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya.

Kesukaran dalam usaha pengosongan kandung kencing dan juga sering mengalami obstipasi kronik.

y y

Rasa nyeri pada otot terutama otot betis pada malam hari Juga terdapat kesukaran bila hendak berlari dari kursi atau tempat tidur yang rendah.

Gejala-gejala pelengkap yang lain disesuaikan dengan kausa parkinsonisme atau sindrom Parkinson. Misalnya hipotensi

orthostatic, takikardi, hiperhidrosis, sekresi kelenjar lemak kulit yang tinggi, emosi yang labil, impotensia, intelegensia tetap utuh, atau mengalami kemunduran sampai kelumpuhan neuron motorik sentral, oftalmoplegi, krisis okulogirik, gangguan serebellum dan lain-lain.  Terapi dan Perawatan 1. Pada Parkinson tahap dini a. Psikoterapi suportif b. Fisioterapi c. Pemberian anti Parkinson : L-Dopa d. Pemberian obat penunjang Beta bloker (propanolol) 6-24 mg/hari, Nadolol 40-80 mg/hari, Metoprolol 50 100mg/hari Primidon, untuk mengatasi tremor 50 500 mg/hari Imipramin 25 50 mg/hari Amitriptilin 25 50 mg/hari, Diazepam 2 6 mg/hari Deprenyl / jumex 10 mg/hari

2. Pada Parkinson tahap ringan dan sedang Untuk tremor dan rigiditas diberikan: Triheksiphenidyl 1 12 mg/hari, Benzotropin 1 4 mg/hari, Difenhidramin 25 200 mg/hari, Sulfas atropine 0,05 1,5 mg/hari, Etopropazin 30 60 mg/hari

Untuk bradikinesia diberikan Amantadin 100 300 mg/hari yang mempunyai khasiat meningkatkan produksi dopamine.

3. Pada Parkinson tahap berat L-dopa 100 200 mg/hari dalam 2x/hari di tambah Benserazid 25 50 mg. Pemberian berangsur-angsur ditingkatkan sampai dosis maksimal 800 mg/hari Thioridazin 10 75 mg/hari Tindakan operatif: talamotomi ventrolateral atau talamotomi bilateral untuk penderita yang tidak terkontrol dengan obat anti Parkinson

B. WILSON DISEASES (Degenerasi hepatolentikular)  Definisi Merupakan kelainan autosom resesif dari metabolism tembaga dengan gambaran ekstrapiramidal yang jelas. Cacat primer genetik tidak diketahui.  Gambaran klinis Ada 2 gambaran klinis: 1. Akut (anak-anak)
y y y y y

Bradikardi Perubahan tingkah laku Gerakan di luar kesadaran Gangguan hati Meninggal dalam waktu 2 tahun

2. Kronis (dewasa muda)


y y y y y

Tremor Disartria Gerakan khoreoatetoid Gangguan fungsi hati berat Jika tidak diterapi dengan cepat, meninggal dalam 10 tahun

 Diagnosis
y y y y

Ceruroplasmin rendah <20 mg/hari Pengangkatan serum tembaga yang tidak terbatas Peningkatan tembaga pada ekskresi urin Biopsy hati dan tes tembaga dengan radioaktif 64CU

 Terapi
y y

Diet tembaga dan chelating agent misalnya penicilamin 1 2 gr/hari Bila tidak tahan dengan efek chelating agent dapat diberikan sulfat zinc

C. HEMIBALISMUS (Sindrom Balistik) Gerakan involunter ditandai secara khas oleh gerakan melempar dan menjangkau keluar yang kasar, terutama oleh otot-otot bahu dan pelvis. Adanya gangguan ekstrapiramidal ini merupakan kerusakan akut nucleus subtalamik dan hubungannya dengan sector lateral dari pallidum. Hemibalismus yang terjadi kontralateral terhadap lesi. Hal ini biasa terjadi pada penyakit vaskuler dan multiple sklerosis. Terapi obat tidak efektif.

D. CHOREA 1. Chorea Huntington (Chorea Mayor) Merupakan gangguan herediter yang bersifat autosomal dominan, onset pada usia pertengahan dan berjalan progresif sehingga menyebabkan kematian dalam waktu 10 12 tahun. Dapat terjadi pada usia muda (tipe juvenile) dimana gejalanya kurang tampak dan didominasi oleh gejala negative (rigiditas).  Patologi Kehilangan neuron pada striatum berhubungan dengan berkurangnya hubungan dengan struktur ganglia basalis lainnya. Selain itu juga, ditemukan hilangnya sel pada korteks frontal dan temporal. Dasar neurokimia dari penyakit ini adalah defisiensi GABA dan asetilkolin sebagai neuromodulator enkephalin dan substansi P.  Gejala
y Chorea y Demensia y Gangguan mental: perubahan kepribadian, gangguan afektif, psikosis. y Hipotonus y Refleks primitive

 Diagnosis Pada pasien dengan gejala chorea dan didapatkan riwayat keluarga, singkirkan dari penyakit benign hereditary chorea di mana terdapat intelektual pada

penyakit tersebut. Pada Huntingtons Choreal biasnya intelektual terganggu. Bedakan dengan chorea senilis dimana terjadi biasanya pada usia yang lebih tua dan terdapat demensia. Singkirkan juga berbagai penyebab chorea yang lain seperti chorea syndenam, chorea gravidarum, dan chorea akibat obat-obatan.  Pengobatan Pada stadium awal dapat digunakan fenotiazin, haloperidol atau tetrabenazin.

2. Chorea Sydenham (Chorea Minor) Onset akut, berhubungan dengan infeksi streptokokus. Lebih sering terdapat pada anak-anak. Terdapat gejala rematoid lain (jantung)

3. Chorea Gravidarum Onset saat kehamilan, merupakan reaktivasi chorea Sydenham.

E. DISTONIA Manifestasi sebagai postur tubuh yang abnormal untuk waktu yang lama, yang diakibatkan oleh spasme otot-otot besar yang terdapat di badan dan ekstremitas. Misalnya retraksi pada kepala. Distonia dapat terjadi umum pada distonia muskulorum atau lokal pada torticolis. 1. Dystonia Musculorum Deformans Onset terjadi pada masa anak-anak dan diturunkan secara autosomal resesif. Pada awalnya terjadi deformans pada kaki berupa fleksi ketika berjalan. Lalu kelainan ini bertambah menjadi generalisata. Dengan postur kepala, badan, dan ekstremitas yang abnormal. Diagnosis ditegakkan jika pada pasien memiliki riwayat perinatal normal dan tidak terdapat bukti laboratorium adanya penyakit Wilson. Pengobatan penyakit ini dapat dengan levodopa atau Karbamazepin. Namun pada beberapa pasien tidak ditemukan peningkatan yang berarti sehingga dapat diganti dengan anti kolinergik. 2. Spasmodik Tortikolis (Why neck) Deviasi kepala unilateral dan etiologinya belum diketahui. Pada pemeriksaan didapatkan kelainan vestibular, namun hal ini tidak jelas apakah disebabkan oleh tortikolis atau postur kepala yang tidak normal. Kontraksi distonik dari M. Sternokleidomastoideus yang nyeri dan dapat terjadi hipertrofi pada otot tersebut dan otot-otot leher lainnya, yang menyebabkan

kepala berputar ke satu sisi secara involunter, juga kadang ke arah depan (antekoli) dan ke belakang (retrokoli).  Pengobatan:
y Fenotiasin dan antikolinergik (triheksilfenidil) y Tindakan operatif yaitu dengan miotomi dan pemotongan nervus accesorius

dan radiks anterior servikalis atas.  Prognosis:


y Dapat remisi y Dystonia dapat menyebar pada kelompok otot yang lainnya

F. ATETOSIS Atetosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti berubah-ubah atau tidak mantap. Gangguan kinetik ini biasanya disebabkan oleh kerusakan perinatal dan korpus striatal. Dapat juga disebabkan oleh Kern ikterus atau hiperbilirubinemia. Gerakan involunter menjadi lambat dengan kecenderungan untuk ekstensi berlebihandari ekstremitas bagian perifer. Tampak sebagai kekacauan gerakan dengan tingkat pergerakan Chorea dan dystonia. Gejala ini melibatkan organ tangan, kaki dan sisi wajah. Umumnya disertai otak congenital (palsi serebral).

You might also like