You are on page 1of 8

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAY DI LUAR KELAS UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI SPEAKING SISWA KELAS VIII.

5 DI SMP NEGERI 2 PAREPARE Oleh : AHYANI (Guru Bahasa Inggris SMP Negeri 2 Parepare)

ABSTRAK

Meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris merupakan kompetensi dasar Speaking (Berbicara) yang minimal siswa harus kuasai, dengan kata lain bahwa kompetensi tersebut menjadi prasyarat dalam mengikuti proses pembelajaran Bahasa Inggris. Kejenuhan belajar siswa disebabkan proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas sehingga rata-rata siswa kurang semangat dan kurang antusias mengikuti proses pembelajaran berbahasa Inggris, hal ini berpengaruh terhadap kemampuan rata-rata siswa dalam meningkatkan kompetensi speakingnya dan hasil ulangan harian tidak memenuhi kriteria ketuntasan minimal belajar. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Parepare pada kelas VIII.5 tahun pelajaran 2011/2012. Pelaksanaan penelitian menganut sistem siklik dengan mengikuti empat tahapan, yaitu; 1) Perencanaan, 2) Pelaksanaan, 3) Observasi dan 4) Refleksi. Keempat tahapan dilaksanakan pada tiap siklus tindakan dan pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan September sampai Oktober 2011 selama 3 siklus dimana masing-masing siklus dilaksanakan 4 kali pertemuan dengan penerapan model pembelajaran Role Play di luar kelas dan satu kali ulangan harian tiap siklus. Sumber data pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII.5 yang berjumlah 32 orang dengan rincian 12 orang laki-laki dan 20 perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi Speaking siswa kelas VIII.5 dapat meningkat setelah diberikan tindakan melalui model pembelajaran Role Play di luar kelas selama tiga siklus secara berkesinambungan dengan peningkatan hasil belajar pada apek afektif sebesar 17 %, aspek koginitf sebesar 15 % dengan acuan KKM 75 % dan aspek psikomotor sebesar 12 % dengan acuan indikator penilaian adalah Fluency, Expressive, Pronounciation dan Performance.

Kata Kunci : Role Play, Pembelajaran di Luar Kelas, Kompetensi Speaking

1. Pendahuluan Meningkatkan kompetensi siswa dalam menguasai kompetensi bahasa Inggris, khususnya kompetensi Speaking atau berbicara, diidentifkasi plus minus, dikatakan plus atau mudah, karena siswa dapat diarahkan untuk membuka halaman tertentu pada buku pegangan siswa dengan menemukan daftar dialog pada buku tersebut dan menginstruksikan kepada mereka untuk menguasainya bersama teman sebangku, dan dikatakan minus atau sulit sebab siswa yang dihadapi dengan sangat majemuk, ada yang mampu dengan satu kali saja penjelasan dan cepat memahami apa yang disampaikan, akan tetapi bila berada di kelas yang rata-rata siswanya kurang semangat belajar tentunya kesulitan yang penulis maksud seperti halnya pada kelas VIII.5, dimana siswanya berada dibawah rata-rata dalam kemampuan berbahasa Inggrisnya. Selain daripada itu, ketidakmampuan tersebut terimplementasi pada ulangan harian yang diadakan pada hari Selasa, 6 September 2011 dimana hasilnya menunjukkan daya serap siswa dibawah ketentuan standar KKM 75 % pada mata pelajaran Bahasa Inggris di SMP Negeri 2 Parepare. Hal tersebut berdasarkan analisis hasil ulangan harian I menunjukkan daya serap siswa 61.24 % dengan ketuntasan kelas hanya 8.82% dari 34 jumlah siswa pada kelas tersebut, artinya bahwa 31 orang siswa dikategorikan tidak tuntas atau mengikuti kegiatan remedial. Dan kelas VIII.5 dipilih menjadi subyek penelitian, karena rata-rata siswa dalam kelas ini yang nampak pasif pada saat mengikuti proses pembelajaran Bahasa Inggris, khususnya pada kompetensi Speaking. Mereka sangat kurang percaya diri (Confidence) dalam memerankan dialog pada saat pembelajaran Speaking (Berbicara) dengan rata-rata prosentase 37% dengan acuan hasil pengamatan melalui lembar observasi pada saat pelaksanaan pembelajaran sedang berlangsung. Ketidakberhasilan siswa tersebut tidak terlepas dari peran serta penulis selaku guru dalam melaksanakan pembelajaran Speaking pada siswa di kelas VIII.5 tahun pelajaran 2011/2012 dengan menerapkan cara-cara konvensional tanpa melihat kondisi dan latar belakang siswa. Disadari bahwa pembelajaran pada kompetensi Speaking yang selama ini dilakukan oleh penulis, memfokuskan pada tata bahasa atau grammar. Adapun pemberian materi dialog difokuskan pada buku sumber, tanpa mempertimbangkan apakah teks tersebut sesuai dengan kondisi, waktu dan keadaan siswa itu sendiri. Yang biasa dilakukan pada materi yang menuntut percakapan, siswa hanya disuruh membaca, tidak mengacu pada kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh siswa, sehingga tidak ada kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan apa yang semestinya dikuasai, sehingga berdampak pada hasil ulangan dan kompetensi Speakingnya. Menurut Spencer & Spencer (1993:9) yang menjelaskan bahwa kompetensi merupakan bagian dari kepribadian individu yang relatif dan stabil, dan dapat dilihat serta diukur dari perilaku individu yang bersangkutan, di tempat kerja atau dalam berbagai situasi. Disamping itu Leuven (2003) memaparkan bahwa pengertian kompetensi adalah peingintegrasian dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memungkinkan untuk melaksanakan satu cara efektif. Dan adapun kompetensi yang dimaksud di atas adalah kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran selama kurun waktu tertentu dengan pemberian perlakuan dalam bentuk pelaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran role play di luar kelas. Dengan perlakuan tersebut dalam tindakan penelitian diharapkan dapat mendorong siswa untuk meningkatkan kompetensi Speaking sebagaimana ruang lingkup pembelajaran Bahasa Inggris di SMP yang menitikberatkan pada keterampilan berbahasa. Menurut Mulgrave (1994 : 6-9) Standar Kompetensi Speaking dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu; 1) Berbicara terapan atau berbicara fungsional (the speech arts) dan 2) Pengetahuan dasar berbicara (the speech sciences). Dan Standar Kompetensi yang digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah kemampuan Berkomunikasi dengan Bahasa Inggris. Kemudian Surya (2003) bahwa pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dan selanjutnya Dimyati (1999:297) menyatakan bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru secra terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Agar pelaksanaan tindakan penelitian berjalan sesuai harapan maka model pembelajaran yang digunakan dimodifikasi untuk disesuaikan dengan kondisi siswa dan kondisi penulis itu sendiri. Hal ini dilakukan agar pemberian tindakan dapat meningkatkan kompetensi Speaking siswa kelas VIII.5 melalui model pembelajaran role play di luar kelas pada semester 1 (Ganjil) tahun pelajanran 2011/2012. Berdasarkan hal tersebut maka batasan rumusan penelitian adalah Bagaimana meningkatkan kompetensi Speaking siswa kelas VIII.5 melalui model pembelajaran role play di luar kelas di SMP Negeri 2 Parepare Tahun Pelajaran 2011/2012 ? Dengan demikian tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan kompetensi Speaking siswa kelas VIII.5 melalui model pembelajaran role play di luar kelas di SMP Negeri 2 Parepare Tahun Pelajaran 2011/2012.

2. Kajian Teori a. Pengertian Kompetensi Pengertian kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu pada satu materi ajar yang dipelajari secara berkesinambungan yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Leuven (2003) memaparkan bahwa pengertian kompetensi adalah peingintegrasian dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memungkinkan untuk melaksanakan satu cara efektif. Sedangkan Roe (2005:73), menyatakan Competence is defined as the ability to adequately perform a task, duty or role. Competence integrates knowledge, skills, personal values and attitudes. Competence builds on knowledge and skills and is acquired through work experience and learning by doing. Demikian pula Puspadi (2003), kompetensi merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas secara efektif. Secara fisik dan mental, kemampuan manusia yang terdiri dari kognitif, psikomotor dan afektif dapat muncul secara bersama pada saat menjalankan suatu tugas (Klausmeier dan Goodwin, 1966). Serta menurut Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002 mengemukakan bahwa Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. b. Pengertian Pembelajaran Pengertian pembelajaran dalam penelitian ini adalah proses interaksi siswa dan guru atau peneliti, atau siswa dan siswa dalam mendalami materi pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi speaking selama kurun waktu tertentu di semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012. Dalam pengertian umum, pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan guru agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada siswa. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan baik. Menurut Gagne, Briggs, dan Wagner dalam Winataputra (2008: 40) pengertian pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses komunikasi yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi yang bersifat timbal balik adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami, dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran (Kurikulum dan Pembelajaran, 2002: 48). Dapat pula dikatakan bahwa pembelajaran merupakan proses yang diperoleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku yang muncul karena adanya pengalaman. Seperti yang dikatakan oleh Surya (2005) bahwa pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. c. Model pembelajaran role play di luar kelas Role Play adalah suatu kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan penulis agar siswa dapat menguasai bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan dalam memerankan salah satu karakter suatu kegiatan Speaking sesuai konteks dari isi percakapan tersebut. Menurut Sudrajat (2011) role play merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antar manusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan siswa. Dalam penerapan Role Play siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Bermain peran (role playing) merupakan salah satu cara pemecahan masalah dalam suatu proses komunikasi (Mulyasa, 2005). Secara sederhana Role Play adalah pembelajaran dengan cara seolah-olah berada dalam situasi untuk memperoleh suatu pemahaman tentang suatu konsep (Rustaman, 2005). Untuk melakukan pembelajaran sebelumnya siswa harus memiliki pengetahuan awal agar dapat mengetahui karakter dari peran yang dimainkannya. Tugas guru selanjutnya adalah memberi penjelasan dan penguatan terhadap simulasi yang dilakukan dikaitkan dengan konsep yang relevan yang sedang dibahas (Saptono, 2003).

d. Penerapan Model Pembelajaran Role Play Penerapan model pembelajaran role play di luar kelas dalam penelitian tindakan kelas dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi Speaking siswa kelas VIII.5 di SMP Negeri 2 Parepare tahun pelajaran 2011/2012. Penulis selaku guru mata pelajaran lebih menitikberatkan pada model belajar konvensional, sehingga kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris di kelas. Olehnya itu, salah satu alternatif model pembelajaran yang dipilih oleh penulis dalam rangka untuk memenuhi kompetensi siswa adalah dengan penerapan model pembelajaran role play di luar kelas. Dan model pembelajaran ini digunakan dengan tujuan untuk; 1) melatih siswa agar mereka mampu meningkatkan kompetensinya masing-masing; dan 2) melatih siswa agar mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya. Dengan demikian, prosedur penerapan model pembelajaran role play di luar kelas pada penelitian tindakan kelas ini sebagaimana yang direkomendasikan Doff (1997, 233-234) yang didesain ulang oleh penulis dengan sasaran siswa kelas VIII.5 pada semester 1 tahun pelajaran 2011/2012, yaitu ; (1) Guru memilih salah satu dialog sederhana dari buku teks atau dibuat sendiri sesuai konteks materi pembelajaran; (2) Guru membentuk kelompok pasangan siswa, sesuai pilihan siswa sendiri; (3) Guru membimbing siswa memahami isi dialog; (4) Guru melatih cara pengucapan dialog secara klasikal; (5) Siswa bersama pasangannya melatih diri untuk menguasai isi dialog dan cara memerankannya di luar kelas; (6.) Guru membimbing tiap pasangan siswa dalam pengucapan dan cara memerankannya dengan ekspresi yang diharapkan dari isi dialog; (7) Memberikan kesempatan tiap pasangan melatih dirinya sebelum memerankan isi dialog; (8) Tiap pasangan yang telah menguasai cara pengucapan dan ekspresi berdialog sesuai isi teks percakapan; (9) Guru memberikan reward bagi tiap passangan yang memperoleh skor tertinggi; (12) Mengajak siswa masuk kelas untuk memberikan kesimpulan terhadap kegiatan pembelajaran. 3. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada kelas VIII.5 SMP Negeri 2 Parepare yang berlokasi di jalan Lahalede No. 84 Kecamatan Soreang Kota Parepare. Kelas ini dipilih untuk menjadi subyek penelitian, karena rata-rata siswa berdasarakan hasil pengamatan tidak semangat dan antusias pada saat mengikuti proses pembelajaran Bahasa Inggris. Rata-rata siswa kurang percaya diri (Confidence) dalam memerankan dialog pada saat pembelajaran Speaking (Berbicara) dengan rata-rata prosentase 37% dengan acuan hasil pengamatan melalui lembar observasi pada saat pelaksanaan pembelajaran sedang berlangsung demikian pula hasil belajar mereka pada ulangan harian I yang dilaksanakan pada hari, Selasa tanggal 6 September 2011 dikategorikan sangat kurang, dimana daya serap siswa 61.24% dengan ketuntasan kelas 8.82 % dari 34 siswa pada kelas tersebut. Adapun waktu pelaksanaan penelitian mengacu pada jadwal mengajar pada mata pelajaran Bahasa Inggris pada kelas VIII.5 yang telah ditetapkan pihak urusan kurikulum SMP Negeri 2 Parepare tahun pelajaran 2011/2012 yang jatuh pada hari Selasa dan Kamis, dengan alokasi waktu 80 menit tiap kali pertemuan. Dengan jadwal tersebut, maka pelaksanaan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran Role Play di luar kelas setiap hari Selasa dan Kamis. Pelaksanaan penelitian ini menganut sistem siklik dengan mengikuti empat tahapan, yaitu; 1) Perencanaan, 2) Pelaksanaan, 3) Observasi dan dan 4) Refleksi. Keempat tahapan dilaksanakan pada tiap siklus tindakan dimulai pada bulan September sampai dengan Desember 2011. Tindakan penelitian selama 3 siklus dimana masing-masing siklus dilaksanakan lima kali pertemuan tatap muka, 4 kali pertemuan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Role Play di luar kelas dan satu kali ulangan harian tiap siklus. Dan untuk memperlancar jalannya proses penelitian, penulis berkolaborasi dengan rekan sejawat yang mengampu mata pelajaran yang sama namun jadwal mengajar yang berbeda, agar tidak saling mengganggu proses pembelajaran masing-masing. Sumber data penelitian ini adalah siswa Kelas VIII.5 tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 32 orang dengan rincian 12 orang siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan. Jenis data yang dihimpun dari sumber data tersebut adalah data kualitatif karena penelitian ini merupakan penelitian proses yang dilakukan selama tindakan berlangsung dan data kuantitatif yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran melalui pelaksanaan Ulangan Harian. Untuk memperoleh data kualitatif, peneliti menyusun rubrik penilaian yang meliputi; 1) Fluency, 2) Expressive, 3) Pronunciation, dan 4) Performance, dan untuk memperoleh data kuantitatif, peneliti melakukan analisis hasil ulangan harian setelah pelaksanaan tindakan kelas selama tiga siklus. Dalam pengumpulan data ini pula peneliti berkolaborasi dengan rekan sejawat yang mengajar pada kelas yang berbeda. Selain itu pengumpulan data diperoleh dari dokumentasi yang berupa pengambilan gambar dan catatan lapangan. Data penelitian dikumpulkan melalui pengamatan dengan menggunakan instrumen yang berupa lembar observasi, lembar rubrik penilaian, dan hasil ulangan harian. Kegiatan observasi ini dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan. Peneliti

mengisi rubrik penilaian kompetensi Speaking siswa kelas VIII.5 dan mencatat perilaku spontan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran melalui model pembelajaran Role Play di luar kelas sedang berlangsung dan rekan sejawat mengambil dokumentasi berupa pengambilan gambar selama pelaksanaan pembelajaran. Selain itu peneliti menganalisis hasil ulangan harian untuk mengetahui prosentase ketuntasan belajar siswa setelah tindakan diberikan. Kegiatan penilaian hasil tindakan dan pelaksanaan observasi kegiatan siswa dalam pembelajaran role play dilakukan selama 3 siklus. Dan setiap siklus, peneliti melakukan tindakan sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran atau RPP yang telah dibuat sebelum pelaksanaan tindakan. Hasil penilaian kompetensi speaking siswa dan analisis ulangan harian II, III dan IV serta analisis hasil observasi yang telah dihimpun, direfleksikan pada siklus berikutnya yakni perbaikan atas kendala-kendala yang telah dilakukan siswa selama proses penelitian. Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan statistik diskriptif. Dengan menggunakan rubrik penilaian kompetensi Speaking dengan empat indikator, yaitu; 1) Fluency, 2) Expressive, 3) Pronunciation, dan 4) Performance. Dan teknik analisisnya menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dipergunakan untuk mengolah data hasil pengamatan selama proses pembelajaran, sedangkan analisis kuantitatif dipergunakan untuk mengolah data hasil belajar. 4. Hasil dan Pembahasan Penelitian yang dilaksanakan kurang lebih 4 (empat) bulan dengan penerapan model pembelajaran Role Play di luar kelas dimulai tanggal 12 September sampai dengan 17 Desember 2011 dengan empat tahapan penelitian tindakan kelas yang meliputi ; 1) tahap perencanaan, 2) tahap pelaksanaan tindakan, 3) tahap observasi, dan 4) tahap refleksi selama tiga siklus. Hasil tindakan siklus I yang dilaksanakan selama empat kali pertemuan dan satu kali ulangan harian serta kegiatan remedial yang dimulai 20 September sampai 6 Oktober 2011, berdasarkan berdasarkan hasil observasi dan catatan lapangan menunjukkan kondisi kelas gaduh, ha ini karena siswa belum terbiasa dengan penerapan model pembelajaran role play di luar kelas. Namun demikian keseriusan siswa nampak pada penampilan berperan mereka. Rasa percaya diri siswa mulai terbangun, hal ini nampak pada penampilan mereka. Tak satupun pasangan yang tidak tampil, walaupun nampak penampilan mereka kelihatan kurang menjiwai apa yang diperankan, nampak seperti seorang yang sedang membaca teks. Hasil dari keseluruhan kategori yang harus dipenuhi, hampir semua kategori kurang optimal, terutama kategori pronounciation (pelafalan) dan fluency (kelancaran) yang masih perlu diperbaiki. Pada penampilan pasangan pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima, mereka dapat bermain peran cukup bagus, hanya bagaimana pronounciation (pelafalan) dan fluency (kelancaran) pengucapan kalimat kurang jelas apa yang diucapkan. Pada penampilan pasangan keenam, ketujuh, kedelapan, kesembilan dan kesepuluh, kesulitan lebih banyak mereka lakukan dalam kategori komunikasi interaktif, dimana rata-rata dari tiap pasangan pada saat merespon tidak sesuai dengan apa yang diucapkan oleh penutur pertama. Kurang optimal juga terjadi pada pasangan kesebelas sampai pasangan keenambelas dimana setiap mereka tampil, rata-rata dari mereka nampak tidak siap dalam melakukan Role Play di luar kelas. Dari hasil penilaian dengan lembar pengamatan dan catatan lapangan yang dihimpun diatas, dapat diketahui bahwa untuk kategori pertama yakni kategori pemahaman yang berupa pengungkapan phrase dan tindak tutur yang digunakan dalam percakapan tersebut yang saling terkait, siswa hanya mampu mengungkapkan 1 phrase dengan benar. Kategori pronounciation (pelafalan) merupakan kategori yang paling sulit bagi siswa. Kebanyakan siswa melafalkan seperti membaca teks, dan beberapa orang siswa melafalkan tindak tutur yang kurang jelas sehingga mempengaruhi makna. Sedangkan untuk kategori yang meliputi fluency (kelancaran) rata rata siswa cukup baik dan bagaimana mengkomunikasikan nampak saling tidak terkait dengan apa yang diucapkan antara pembicara pertama dengan pembicara kedua. Hasil tindakan siklus II yang di mulai 11 Oktober sampai 27 Oktober 2011 berdasarkan berdasarkan hasil observasi dan catatan lapangan menunjukkan suasana kelas lebih hidup dimana tiap pasangan siswa nampak lebih santai dalam memerankan apa yang menjadi tugasnya. Hal ini disebabkan mereka sudah terbiasa pada saat pelaksanaan tindakan pada siklus I. Siswa nampak lebih santai pada saat memerankan tema percakapan. Semua pasangan tampil lebih percaya diri, walaupun tiga pasangan dari enam belas pasangan yang terbentuk masih kurang menjiwai apa yang diperankan. Hasil dari keseluruhan kategori yang harus dipenuhi, semua kategori menunjukkan adanya peningkatan. Pada kategori pronounciation (pelafalan) dan fluency (kelancaran) hampir semua pasangan tidak mengalami kesulitan dalam mengucapkan phrase. Pada penampilan pasangan pertama sampai pasangan kesepuluh, mereka dapat bermain peran lebih bagus, pronounciation (pelafalan) dan fluency (kelancaran) pengucapan kalimat cukup jelas apa yang diucapkan. Pada penampilan pasangan kesebelas sampai pasangan keempatbelas masih mengalami kendala dalam kategori komunikasi interaktif, dimana rata-rata dari tiap pasangan pada saat merespon tidak sesuai dengan apa yang diucapkan oleh penutur

pertama, demikian pula pada pasangan kelimabelas dan pasangan keenambelas dimana setiap mereka tampil, mereka nampak selalu melupakan apa yang akan diucapkan, sekali-kali melihat buku catatan atau bertanya kepada teman pasangannya pada saat mereka melakukan Role Play di depan kelas. Dari hasil penilaian dengan lembar pengamatan dan catatan lapangan yang dihimpun diatas, dapat diketahui bahwa untuk kategori pertama yakni kategori pemahaman yang berupa pengungkapan phrase dan tindak tutur yang digunakan dalam percakapan tersebut yang saling terkait, siswa sudah mampu mengungkapkan tiga phrase dengan benar. Kategori pronounciation (pelafalan) merupakan kategori yang paling sulit bagi siswa namun dengan ketekunan dan kerjasama dengan pasangannya sehingga mereka dapat dengan mudah melafalkan keseluruhan teks percakapan. Sedangkan untuk kategori yang meliputi fluency (kelancaran) ratarata tiap pasangan tidak mengalami kesulitan, demikian pula pada kategori komunikasi interaktif, tiap pasangan menunjukkan kemajuan dimana phrase yang diperankan saling berkait. Dan pada kategori expressive percakapan, semua pasangan dapat menyesuaikan phrase percakapan dengan benar. Hasil tindakan siklus III yang di mulai 1 November sampai dengan 15 November berdasarkan hasil observasi dan catatan lapangan menunjukkan suasana kelas lebih hidup dimana tiap pasangan siswa nampak lebih santai dalam memerankan apa yang menjadi tugasnya. Hal ini disebabkan mereka sudah terbiasa pada saat pelaksanaan tindakan pada siklus III. Siswa nampak lebih santai pada saat memerankan tema percakapan. Semua pasangan tampil lebih percaya diri, dan dapat menjiwai karakter yang ada dalam teks percakapan sesuai tema yang diberikan. Hasil dari keseluruhan kategori penilaian menunjukkan adanya peningkatan, artinya bahwa peningkatan hasil belajar siswa nampak pada siklus III, hal ini setelah tindakan yang diberikan selama dua siklus terdahulu. Hasil penilaian dengan lembar pengamatan dan catatan lapangan dari tiga siklus menunjukkan bahwa pemahaman siswa terhadap pengungkapan phrase dan tindak tutur yang digunakan dalam percakapan sudah saling terkait, siswa sudah mampu mengungkapkan keseluruhan phrase pada teks percakapan dengan benar, pronounciation (pelafalan) merupakan kategori yang paling sulit bagi siswa namun dengan ketekunan dan kerjasama dengan pasangannya sehingga mereka dapat dengan mudah melafalkan keseluruhan teks percakapan, sedangkan fluency (kelancaran) ratarata tiap pasangan tidak mengalami kesulitan, demikian pula pada komunikasi interaktif, tiap pasangan menunjukkan kemajuan dimana phrase dan tindak tutur yang diperankan saling berkait. Dan pada expressive, semua pasangan dapat menyesuaikan phrase percakapan dengan tema percakapan dengan benar. Sehingga perubahan yang ditunjukkan pada kemajuan siswa dalam pelaksanaan model pembelajaran Role Play di luar kelas dapar meningkatkan kompetensi siswa setelah pelaksanaan tindakan pembelajaran. Dengan mengacu pada hasil pengamatan dan catatan lapangan dimana hasil tindakan pada siklus I ini menunjukkan peningkatan kompetensi Speaking siswa baik pada aspek afektif, psikomotorik maupun pada aspek kognitif. Pada aspek afektif, dengan lima indikator, yaitu Confidence, Cooperative, Responsibility, Tolerance dan Interactive menunjukkan peningkatan 29%, demikian pula penilaian pada aspek psikomotorik dengan indikator penilaian Fluency, Expressive, Pronounciation dan Performance dikategorikan Cukup dengan peningkatan 20%, serta peningkatan juga terjada pada aspek kognitif dengan acuan hasil ulangan harian II menunjukkan daya serap 74.59% dan ketuntasan kelas 41.18 % dengan acuan KKM 75%. Pelaksanaan tindakan pada siklus II, melalui latihan pengucapan berulang pada tiap kalimat atau expression menunjukkan peningkatan kompetensi Speaking 13% pada aspek afektif dan pada aspek psikomotorik dikategorikan Baik dengan peningkatan 7%, serta peningkatan juga terjada pada aspek kognitif dengan acuan hasil ulangan harian III menunjukkan daya serap 78.71% dan ketuntasan kelas 70.59 %. Pelaksanaan tindakan pada siklus III, melalui latihan pengucapan berulang pada tiap kalimat atau expression menunjukkan peningkatan 17% pada aspek afektif dan 12 % pada aspek psikomotorik yang dikategorikan Amat Baik, serta peningkatan pada aspek kognitif dengan acuan hasil ulangan harian IV yang menunjukkan daya serap 82.59% dan ketuntasan kelas 97.06 %. Dan tindakan pembelajaran melalui model pembelajaran Role Play di luar kelas dengan menggunakan pendekatan yang variatif pada siklus III dapat meningkatkan kompetensi Speaking siswa sehingga diperoleh ketercapaian yang maksimal bila dibandingkan dengan pelaksanaan tindakan pada siklus sebelumnya. Dengan pembahasan hasil tindakan pada penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa tindakan pembelajaran melalui model pembelajaran Role Play di luar kelas meningkatkan kompetensi Speaking pada siswa kelas VIII.5 baik pada aspek afektif, psikomotorik maupun pada aspek kognitif pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris di SMP Negeri 2 Parepare tahun pelajaran 2011/2012.

5. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian tindakan kelas maka disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Role Play di Luar Kelas dapat meningkatkan kompetensi Speaking siswa kelas VIII.5 di SMP Negeri 2 Parepare tahun pelajaran 2011/2012 setelah dilakukan tindakan pembelajaran selama tiga siklus secara berkesinambungan dengan peningkatan hasil belajar pada apek afektif sebesar 17 %, aspek koginitf sebesar 15 % dengan acuan KKM 75 % dan aspek psikomotor sebesar 12 % dengan acuan indikator penilaian adalah Fluency, Expressive, Pronounciation dan Performance. Dengan hasil penelitian tersebut bila dikaitkan dengan sebelum pelaksanaan tindakan yang menunjukkan kejenuhan belajar siswa yang disebabkan proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas sehingga rata-rata siswa kurang semangat dan kurang antusias mengikuti proses pembelajaran berbahasa Inggris dan setelah pelaksanaan tindakan selama tiga siklus secara berkesinambungan menunjukkan perubahan sikap belajar siswa baik pada saat mengikuti proses pembelajaran dengan penilaian kogintif dan penilaian psikomotorik pada tiga kompetensi yang dipersyaratkan dikuasai siswa pada semester 1 di SMP Negeri 2 Parepare tahun pelajaran 2011/2012.

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsini dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara Aqib, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan Kelas bagi Pengembangan Profesi Guru . Bandung : Yrama Widya. Blatner, Dam. Role Playing in Education. (Online: http://www.serc.carleton. edu/ resources/1299.html, diakses 19 Juli 2011) Bonnet, Claudie. The Relevance Of Role-Playing http://serc.carleton.edu/resources/1300.html, diakses 19 Juli 2011) In Environmental Education . (Online:

Budden, Joanna. Role Play. 2009 (Online: http:// www.teachingenglish.org.uk/think /speak/role_play.shtm, diakses 19 Juli 2011) Dauviller, Christa, Dorothea Lvy-Hillerich. 2004. Spiele im Deutschunterricht. Berlin: Goethe Institut. Developing Speaking Activities. (Online:http://www.nclrc.org/essenstials/ speaking/ developspeak.htm, diakses 19 Juli 2011) Dimyati dan Mudjiono. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Doff, A. and C. Jones. 1997. Language in Use. Cambridge: Cambridge University Press. Einecke, G. Role Play . (Online: www.fachdidaktik-einecke.de, diakses 19 Juli 2011) Gagne, Robert M. & Driscol, Marcy Perkins . 1989. Essentials of Learning For Instruction. New Jersey: Prentice- Hall Inc. Klausmeier, Herbert J and William Goodwin. 1966. Learning and Human Abilities: Educational Psychology: Second Edition. New York and London: Harper & Row, Publishers. Kemmis, Stephen & McTaggart, Robin. 1984. The Action Research Planner. Victoria: Deakin University. Ladousse, Gillian Porter. 2002. Role Play. Oxford: Oxford University Press Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris. Peters, Henning. Role Play . (Online: http://rospi.faroul.de, diakses 19 Juli 2011) Roe, R.A. 2005. The design of selection systems - Context, principles, issues. In: Evers, A., Anderson, N. & Smit, O. Handbook of personnel selection. Oxford: Blackwell. Rustaman. N. 2005. Pengembangan Model Pembelajaran. Bandung: UPI. Saptono. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Semarang;UNNES. Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning, Theory, Research, and Practice . Needham Heights, Massachusetts: Allyn and Bacon.

Spencer Jr., L. M., Spencer, S. 1993. Competence at Work. Models for Superior Performance . John Wiley & Sons, Inc., New York. Sudrajat, Akhmad. 2011. Pengertian Pendekatan-Metode-Teknik-Taktik dan Model Pembelajaran. (On Line). Tersedia: (http://akhmadsudrajat.wordpress.com /2008/09/12/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan model pembelajaran) diakses tanggal 19 September 2011. Surya, Muhammad. 2005. Psikologi Perkembangan dan Pengajaran. Bandung: Bani Quraisy. Tompkins, Patricia. Role Playing/Simulation. (Online: http://iteslj.org/, diakses 19 Juli 2011) Tarigan, Henry Guntur. 1996. Berbicara Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa. UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wikipedia. Role Play (Online: http://de.wikipedia.org/wiki, diakses 19 Juli 2011) Winataputra, Udin S. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran: Edisi IV. Jakarta: UT. Wiriatmadja. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

You might also like