You are on page 1of 18

KAKI DIABETES

A. PENDAHULUAN Penyakit Diabetes Mellitus (DM) sering disebut the great imitator karena dapat muncul dengan gejala-gejala yang serupa dengan penyakit-penyakit dari sistem lainnya. Hal ini dikarenakan komplikasi penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh. Pada penderita DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan pembuluh darah besar (makrovaskuler). Pada tingkat mikrovaskuler, manifestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada pada retina mata (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), saraf (neuropati diabetik) dan pada otot jantung (kardiomiopati). Sedangkan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) dapat ditemukan komplikasi pada otak (stroke), jantung (Acute Coronary Syndrome) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus / gangren diabetes. 1 Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi DM yang ditandai dengan adanya penyulit vaskuler (mikrovaskuler dan makrovaskuler) ditambah dengan neuropati perifer dan kemudian infeksi sehingga terjadi ulkus diabetik. Tiga faktor risiko terjadinya nekrosis jaringan pada ulkus diabetik yaitu, neuropati, iskemi dan infeksi. Diantaranya yang paling sering adalah neuropati dan iskemi, sedangkan infeksi sebagai akibat lebih lanjut kedua faktor tersebut.2 Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan baik bagi dokter pengelola maupun penderita DM dan keluarganya. Sering kaki diabetik berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetik masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena sedikit sekali orang berminat menggeluti kaki diabetik. Permasalahan yang
1

dihadapi saat ini adalah meningkatnya kejadian kaki diabetik dan penderita datang sudah dalam keadaan stadium lanjut, neuropati perifer dan iskemi perifer berat. Komplikasi kaki diabetik merupakan penyebab amputasi ekstremitas bawah nontraumatik yang paling sering terjadi di negara industri. 1,2

B. EPIDEMIOLOGI Di negara berkembang prevalensi kaki diabetik didapati jauh lebih besar dibandingkan dengan negara maju yaitu kira-kira 2-4%. Data dari beberapa negara tertentu menunjukkan bahwa 10-20% penderita harus dirawat di rumah sakit akibat problem kaki diabetik.2 Di RSUPN dr. Cipto Mangukusumo, masalah kaki diabetik masih merupakan masalah yang besar. Sebagian besar perawatan penderita DM selalu menyangkut kaki diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para penderita DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi.1

C. DEFINISI Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus, dengan gejala dan tanda sebagai berikut : 3,11 1. Sering kesemutan/kram (asmiptomatis). 2. Nyeri otot yang timbul saat beraktivitas dan hilang dengan istirahat sejenak (intermittent claudication). 3. Nyeri saat istirahat.

4. Kerusakan jaringan (nekrosis, ulkus).

D. FAKTOR RISIKO Penyebab kaki diabetik biasanya melibatkan banyak komponen yang berasal dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti sirkulasi darah yang buruk, neuropati, trauma serta infeksi. Berbagai kelainan seperti neuropati,

angiopati yang merupakan faktor endogen dan trauma serta infeksi yang merupakan faktor eksogen yang berperan terhadap terjadinya kaki diabetik. Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki, yaitu:4,5,6,13 Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya luka kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Kedua, sirkulasi darah ke tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi. Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan pada penderita DM terjadi gangguan fungsi leukosit yaitu fungsi kemokinesiskemotaksis dan aktivitas mikrobisidal yang menurun. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.

E. PATOFISIOLOGI Perubahan patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan

neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang berakibat terganggunya proses penyembuhan luka.7 1. Neuropati perifer 3,4,7 Neuropati perifer pada penyakit DM dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus, pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) dan bersama dengan adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Hal ini disebabkan hilangnya sinyal terhadap rasa sakit (mati rasa setempat) dan hilangnya perlindungan terhadap trauma, sehingga penderita mengalami cedera tanpa disadari, akibatnya kalus yang sudah terbentuk berubah menjadi ulkus yang bila disertai infeksi berkembang menjadi selulitis dan berakhir dengan ganggren. Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik dapat berdampak pada distribusi darah pada pembuluh darah arteriola dan juga dapat menyebabkan produksi keringat berkurang, sehingga menyebabkan kulit penderita akan mengalami dehidrasi serta menjadi kulit kering (anhidrosis) yang memudahkan timbulnya infeksi dan terbentuknya fisura kulit dan edema kaki. Kerusakan serabut motorik, sensoris dan autonom memudahkan terjadinya artropati Charcot (penyakit sendi neuropatik). 2. Vaskulopati perifer 3,6,8 Penderita hiperglikemia yang lama dapat menyebabkan penebalan tunika intima hiperplasia membran basalis arteria, oklusi (penyumbatan) arteria, abnormalitas trombosit, sehingga menghantarkan perlekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi). Menurut kepustakaan, adanya peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit, akan menyebabkan tingginya agregasi sel

darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan aggregasi trombosit pada dinding arteria yang sudah kaku hingga akhirnya terjadi gangguan sirkulasi. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan/tindakan amputasi. 3. Infeksi 3,9, 12, 13 Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan pada penderita DM terjadi gangguan fungsi leukosit berupa gangguan fungsi granulosit dan monosit dimana terjadi penurunan fungsi kemokinesis-kemotaksis dan aktivitas mikrobisidal. Adanya gangguan fungsi granulosit neutrofil, utamanya granulosit primer yang memiliki kandungan berupa myeloperoxidase dan bactericidal-increasing protein yang penting untuk membunuh bakteri utamanya bakteri gram negatif, dan gangguan fungsi monosit yang akan berkembang menjadi makrofag ini menyebabkan menurunnya fungsi fagositosis dan bakterisid intrasel sehingga bila ada infeksi mikroorganisme (bakteri), sukar untuk dimusnahkan oleh sistem fagositosis-bakterisid intraseluler. Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah persoalan baru pada borok. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat). Bakteri kokkus aerobik gram-positif merupakan mikroorganisme dominan yang berkolonisasi dan menginfeksi secara akut ke dalam kulit. Staphylococcus aureus dan B-Hemolitic streptococcus (kelompok A, C, dan G, tetapi khususnya kelompok B) adalah patogen yang paling sering ditemukan. Luka kronis dapat mengembangkan kolonial flora yang lebih kompleks, termasuk enterococci, berbagai enterobacteriaceae, bakteri anaerob obligatif, Pseudomonas aeruginosa, dan kadang-kadang bakteri kokkus gram-negatif nonfermentatif lainnya. Kultur

spesimen yang diperoleh dari pasien dengan infeksi campuran umumnya didapatkan hasil 3-5 isolat, termasuk aerob gram positif dan gram-negatif dan anaerob, yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium septikum.

Gambar: Skematik Patogenesis Kaki Diabetik

F. GAMBARAN KLINIS 3,5,10 Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dengan penentuan tipe angiopati dan neuropati berupa kelainan mikroangiopati atau makroangiopati, sifat obstruksi dan status vaskuler Tanda tanda dan gejala-gejala mikroangiopati (penurunan akibat aliran darah ke tungkai) meliputi intermittent claudication, nyeri yang terdapat pada telapak atau kaki depan pada saat istirahat atau malam hari, tidak ada denyut a. poplitea atau denyut a. tibialis superior, kulit menipis atau berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan, tidak ada rambut pada tungkai dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area yang terkena ketika tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki diangkat. Neuropati diabetik, secara klinis dapat dijumpai parestesi, hiperestesi, nyeri radikuler, hilangnya reflek tendon, hilangnya sensibilitas, anhidrosis, pembentukan kalus, ulkus tropic, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot ataupun perubahan tulang dan sendi seperti bunion, hammer toes (ibu jari martil), dan charcot foot, secara radiologis akan tampak adanya demineralisasi, osteolisis atau sendi charcot. Persendian Charcot (penyakit sendi neuropatik) merupakan akibat dari kerusakan saraf yang

mengganggu kemampuan seseorang untuk merasakan nyeri yang berasal dari suatu sendi, sehingga luka kecil dan patah tulang berulang terjadi tanpa disadari, sampai cedera yang terkumpul, secara permanen merusak sendi. Gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga gangren panas karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki. Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,

sedangkan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu : a. Pain (nyeri). b. Paleness (kepucatan). c. Paresthesia (parestesia dan kesemutan).

d. Pulselessness (denyut nadi hilang). e. Paralysis (lumpuh). Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari Fontaine, yaitu : a. Stadium I ; asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau b. Stadium II ; terjadi intermittent claudication. c. Stadium III ; timbul nyeri saat istirahat. d. Stadium IV ; berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus). Perbedaan ulkus neuropati dan vascular7 Pemeriksaan Kulit Neuropati Kulit hangat, Vaskular kering, Kulit dingin, sianotik, hitam (gangrene) Tidak teraba atau teraba lemah geringgingan).

warna kulit normal Pulsus di tungkai (arteri Teraba normal dorsalis posterior) Refleks ankle Sensitivitas lokal Deformitas kaki Reflex menurun / tak ada Menurun Clawed toe Otot kaki atrofi Kalus Lokalisasi ulkus Karakter ulkus Sisi plantar kaki Luka punched out di area yang mengalami hiperkeratotik Ankle (ABI) Brachial Index Normal (>1) pedis, tibialis

Normal Normal Biasanya tidak ada

Jari kaki Nyeri, nekrotik dengan area

<0,7-0,9 ringan)

(iskemia

<0,4 (iskemia berat) Transcutaneous Tension (TcPO2) Oxygen Normal (>40 mmHg) <40 mmHg

Pemeriksaan Neuropati Vaskular


8

Calus -

Kulit Teraba normal Refleks ankle Refleks menurun / tak ada Normal Sensitivitas lokal Menurun Normal Deformitas kaki Clawed toe Biasanya tidak ada Otot kaki atrofi

Lokalisasi ulkus Sisi plantar kaki Jari kaki Karakter ulkus Nyeri, dengan area nekrotik Ankle branchial index (ABI) Normal (>1) <0,7 0,9 (iskemia ringan) <0,4 (iskemia berat)

Normal (>40 mmHg) <40 mmHg Kulit hangat, kering, warna kulit normal Kulit dingin, sianotik, hitam (gangren) Pulsus di tungkai (arteri dorsalis pedis, tibialis posterior) Tidak teraba atau teraba lemah

Luka punched out di area yang mengalami hiperkeratotik Transcutaneous oxygen tension (TcP02)

G. KLASIFIKASI Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam enam derajat menurut Wagner, yaitu ; 1,12 0 Kulit utuh; ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati 1 Tukak superficial, terbatas pada kulit 2 Tukak dalam (sampai tendon, tulang) sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan (sellulitis) 3 Tukak dalam yang melibatkan tulang, sendi, dan formasi abses 4 Tukak dengan gangren terlokalisir seperti pada ibu jari kaki, bagian depan kaki atau tumit 5 Tukak dengan gangren luas seluruh kaki

Gambar 2. Kaki Diabetik derajat V Berdasarkan pembagian diatas, maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut :3 1. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada 2. Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor 3. Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkandengan tindakan bedah mayor seperti amputasi diatas lutut atau amputasi bawah lutut Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :3 1. Insisi : abses atau selullitis yang luas 2. Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II 3. Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V 4. Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V 5. Amputasi : pada kaki diabetik derajat V H. DIAGNOSIS 5 1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Perlunya dilakukan anamnesis pada pasien tentang gejala-gejala mereka mencakup trauma lokal dan / atau tekanan (seringkali berkaitan dengan kurangnya sensasi karena neuropati) dan riwayat menderita penyakit DM. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisis yang mencakup tandatanda vital pasien (suhu, nadi, tekanan darah, dan laju pernafasan), pemeriksaan sensasi di tungkai dan kaki, pemeriksaan sirkulasi di tungkai dan kaki, pemeriksaan menyeluruh daerah yang bermasalah. Untuk luka atau ulkus tungkai bawah, perlu dilakukan pemeriksaan luka dengan probe

10

tumpul untuk menentukan kedalaman. Bedah luka minor (pembersihan atau pemotongan jaringan) mungkin diperlukan untuk menentukan keparahan luka. 2. Tes Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap akan membantu dalam menentukan ada tidaknya dan beratnya infeksi. Kadar leukosit yang sangat tinggi atau sangat rendah menunjukkan infeksi serius. Perlu juga dilakukan pemeriksaan gula darah pasien baik dengan metode fingerstick atau dengan tes laboratorium. Berdasarkan tingkat keparahan luka dapat pula dilakukan tes fungsi ginjal, tes kimia darah (elektrolit), tes enzim hati, dan tes enzim jantung untuk menilai apakah sistem tubuh lainnya bekerja dengan benar dalam menghadapi infeksi serius. 3. Foto X-Ray Foto x-ray tungkai atau kaki dapat menilai tanda-tanda kerusakan pada tulang atau arthritis, kerusakan dari infeksi, benda asing dalam jaringan lunak. Gas di jaringan lunak, menunjukkan gangren, infeksi yang sangat serius berpotensi mengancam nyawa atau amputasi. 4. USG Doppler USG Doppler untuk melihat aliran darah melalui arteri dan vena di ekstremitas bawah. 5. Angiogram Jika ahli bedah vaskuler menentukan bahwa pasien memiliki suplai sirkulasi yang sangat sedikit untuk daerah ekstremitas bawah, maka angiogram dapat dilakukan dalam persiapan untuk operasi untuk meningkatkan sirkulasi. 6. Ankle-Brachial Index Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat murah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai marker adanya insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita mengukur tekanan darah menggunakan manset

11

tekanan darah, kemudian adanya tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler (pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai bawah (ankle) sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas (brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachial. Dalam kondisi normal, harga normal dari ABI adalah >0,9, ABI 0,710,90 terjadi iskemia ringan, ABI 0,410,70 telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,000,40 telah terjadi obstruksi vaskuler berat.13,14 Pasien diabetes melitus dan hemodialisis yang mempunyai lesi pada arteri kaki bagian bawah, (karena kalsifikasi pembuluh darah), maka ABI menunjukkan lebih dari 1,2 sehingga angka ABI tersebut tidak menjadi petunjuk diagnosis. Pasien dengan ABI kurang dari 0,5 dianjurkan operasi (misalnya amputasi) karena prognosis buruk. Jika ABI >0,6 dapat diharapkan adanya manfaat dari terapi obat dan latihan. Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vascular perifer masih diragukan, atau apabila direncanakan akan dilakukan tindakan

revaskularisasi maka pemeriksaan digital subtraction angiography, CTA atau MRA perlu dikerjakan. Gold standar untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi vascular perifer adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi endovascular menjadi pilihan terapi.

I. PENATALAKSANAAN Pengobatan kelainan kaki diabetik terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan terhadap kelainan kaki. A. Pengendalian Diabetes1,5,14 Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena kebanyakan pasien dengan kaki diabetik juga menderita malnutrisi, penyakit ginjal kronik, dan infeksi kronis. Diabetes melitus jika tidak dikelola dengan

12

baik akan dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes, salah satunya adalah terjadinya gangren diabetik. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah, paling sedikit dihambat. Mengelola diabetes melitus langkah yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makanan dan kegiatan jasmani. Perencanaan makanan pada penderita diabetes masih tetap merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes melitus, meskipun sudah sedemikian majunya riset di bidang pengobatan diabetes dengan ditemukannya berbagai jenis insulin dan obat oral yang mutakhir. Baru kemudian kalau dengan langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum tercapai, dilanjutkan dengan langkah berikutnya, yaitu dengan penggunaan obat atau pengelolaan farmakologis. Sarana pengendalian secara farmakologis pada diabetes melitus dapat berupa : a. Pemberian Obat Hipoglikemik Insulin Oral (OHO) - Golongan Sulfonilurea, yang bekerja meningkatkan sekresi insulin, misalnya Klorpropramid, Glibenklamid, Glipizid, Glikazid,

Glikuidon, Glimepirid. Golongan Glinid, yang bekerja meningkatkan sekresi insulin, misalnya Repaglinid dan Nateglinid. - Golongan Biguanid, yang bekerja mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis) dan menambah sensitivitas terhadap insulin, misalnya Metformin dan Metformin XR. - Golongan Penghambat Glukosidase Alfa, yang bekerja menghambat absorpsi glukosa di usus halus, misalnya Acarbose. - Golongan Tiazolidindion, yang bekerja menambah sensitivitas terhadap insulin, misalnya Rosiglitazon dan Pioglitazon. b. Pemberian Insulin Modifikasi Faktor Risiko Stop merokok Memperbaiki berbagai faktor risiko terkait aterosklerosis:

13

- Hiperglikemia - Hipertensi - Dislipidemia B. Penanganan Kelainan Kaki1,7 Penatalaksanaan ulkus diabetik dilakukan secara komprehensif melalui upaya; mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah selektif, profilaktik, kuratif atau emergensi. Debridemen Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus ulkus diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya membersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, kalus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, debridement bedah. Debridemen mekanik dilakukan irigasi luka dengan menggunakan cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu residu protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang

14

optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan nekrotik. Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk : 1. mengevakuasi bakteri kontaminan, 2. mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan, 3. 4. menghilangkan jaringan kalus, mengurangi risiko infeksi lokal.

Mengurangi beban tekanan (off loading) Pada saat seseorang berjalan, maka kaki mendapatkan beban yang besar. Pada penderita DM yang mengalami neuropati, permukaan plantar kaki mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan. Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidak mendapatkan perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalah mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading). Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable cast walker, total contact cast, sepatu boot ambulatory. Total contact cast merupakan metode off loading yang paling efektif dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan penelitian Amstrong, Total Contact Cast (TCC) dapat mengurangi tekanan pada luka secara signifikan dan memberikian kesembuhan antara 73%-100%. TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dan dirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata. Telapak kaki bagian tengah diganjal dengan karet sehingga memberikan permukaan rata dengan telapak kaki sisi depan dan belakang (tumit).

15

Tehnik Dressing pada Luka Diabetikum Tehnik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode moist wound healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti mikroba, dan sebagainya. Ovington memberikan pedoman dalam memilih dressing yang tepat dalam menjaga keseimbangan kelembaban luka: - Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab - Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk luka-luka tertentu yang akan diobati - Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap kering sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab - Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan tidak menyebabkan maserasi pada luka - Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat tidak sering diganti - Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga luka sehingga dapat meminimalisasi invasi bakteri. - Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat.

16

Pengendalian Infeksi Pemberian antibiotika didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan secara empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat broadspectrum, diberikan secara injeksi. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, umunya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran gram positif dan gram negative serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik dengan spektrum luas, mencakup kuman gram positif dan negatif (seperti misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (seperti misalnya metronidazole). Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti: ampicillin atau sulbactam, ticarcillin atau clavulanate, piperacillin atau tazobactam, cefotaxime atau ceftazidime ditambah clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin atau sulbactam + aztreonam, piperacillin atau tazobactam + vancomycin, vancomycin + metronbidazole + ceftazidime, imipenem atau cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole. Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral selama 6 minggu dan kemudian dievaluasi kembali melalui foto radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu.

17

J. KESIMPULAN o Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus. Dengan manifestasi berupa dermopati, selulitis, ulkus, osteomielitis dan gangren. o Faktor utama yang memegang peranan dalam patogenesis kaki diabetik adalah adanya neuropati, angiopati/iskemi, dan infeksi. o Menurut Wagner kaki diabetik diklasifikasikan menjadi enam derajat. o Prinsip terapi pada kaki diabetik terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan terhadap kelainan kaki dengan mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah selektif, profilaktik, kuratif atau emergensi.

18

You might also like