You are on page 1of 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR LUMBAL DI RUANG MELATI 3 RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Tugas Mandiri Stase Keperawatan Medikal Bedah Tahap Profesi Program Studi Ilmu Keperawatan

Disusun oleh : Apri Nur Wulandari 08/267882/KU/12756

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013 0

FRAKTUR VERTEBRA (LUMBAL)

I. Konsep Fraktur Lumbal A. Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Faktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Jika tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, seperti dapat mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. (Brunner and Suddarth, 2002). Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Gejala gejala fraktur tergantung pada sisi, beratnya dan jumlah kerusakan pada struktur lain, biasanya terjadi pada orang dewasa laki-laki yang disebabkan oleh kecelakaan, jatuh, dan perilaku kekerasan. Fraktur lumbal adalah kerusakan pada tulang belakang berakibat trauma, biasanya terjadi pada orang dewasa laki-laki yang disebabkan oleh kecelakaan, jatuh, dan perilaku kekerasan. Fraktur lumbal biasanya merupakan fraktur karena trauma indirek dari atas dan dari bawah, di mana hal ini dapat menimbulkan fraktur stabil dan tidak stabil.

B. Jenis Fraktur 1. Fraktur Komplet Adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal 2. Fraktur Tidak komplet Yaitu patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang 3. Fraktur Tertutup ( simpel) Yaitu fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit 4. Fraktur Terbuka (komplikata atau kompleks) Merupakan fraktur dengan luka pada kulit adau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka dibagi menjadi: a. Grade I dengan luka bersih panjangnya kurang dari 1 cm b. Greade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif. 1

c. Grade III mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensi yang sangat terkontaminasi dan merupakan yang paling berat.

Fraktur juga dogolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang: fraktur brgeser atau tidak bergaser. Berikut adalah berbagai jenis kusus fraktur: a. Green stick. Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainya membengkok. b. Trasfersal. Fraktur sepanjang garis tengah tulang. c. Oblik, fraktur membetuk sudut denga membentuk garis tengah tulang (lebih tidak stabil daibanding transfersal). d. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang. e. Kominutiv, fraktur dalam tulang pecah menjadi beberapa fragmen. f. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah). g. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi pada tulang belakang). h. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit paget, metstasis tulang, tumor). i. Avolsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlekatannya. j. Epifiseal, fraktur melalui ipifisis. k. Impaksi, fraktur dimana tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.

C. Etiologi Menurut Brunner and Suddart (2002) penyebab fraktur adalah sebagai berikut : 1. Trauma langsung merupakan utama yang sering menyebabkan fraktur. Fraktur tersebut terjadi pada saat benturan dengan benda keras. 2. Putaran dengan kekuatan yang berlebihan (hiperfleksi) pada tulang akan dapat mengakibatkan dislokasi atau fraktur. 3. Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya.

4. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. 5. Postur Tubuh (obesitas atau kegemukan) dan Body Mekanik yang salah seperti mengangkat benda berat.

D. Patofisiologi 1. Perjalanan Penyakit Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antara korpus vertebra yang saling berdekatan. Diantaranya korpus vertebra mulai dari vertebra sevikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus-discus ini membentuk sendi fibrokartilago yang lentur antara korpus pulposus ditengah dan annulus fibrosus di sekelilingnya. Nucleus pulposus merupakan rongga intervertebralis yang terdiri dari lapisan tulang rawan dalam sifatnya semigelatin, mengandung berkas-berkas serabut kolagen, sel sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Zat-zat ini berfungsi sebagai peredam benturan antara korpus vertebra yang berdekatan, selain itu juga memainkan peranan penting dalam pertukaran cairan antara discus dan pembuluh-pembuluh kapiler. Apabila kontuinitas tulang terputus, hal tersebut akan mempengaruhi berbagai bagian struktur yang ada disekelilingnya seperti otot dan pembuluh darah. Akibat yang terjadi sangat tergantung pada berat ringannya fraktur, tipe, dan luas fraktur. Pada umumnya terjadi edema pada jaringan lunak, terjadi perdarahan pada otot dan persendian, ada dislokasi atau pergeseran tulang, ruptur tendon, putus persyarafan, kerusakan pembuluh darah dan perubahan bentuk tulang dan deformitas. Bila terjadi patah tulang, maka sel sel tulang mati. Perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat yang patah dan jaringan lunak disekitar tulang tersebut biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi peradangan hebat timbul dapat setelah fraktur.

Pathway

E. Manifestasi Klinik 1. Pada daerah fraktur biasanya didapatkan rasa sakit bila digerakkan dan adanya spasme otot paravertebra. Bila kepala ditekan ke bawah terasa nyeri. 2. Setelah fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstimitas yang bisa diketahui adengan membandingkan dengan ekstrimitas normal. Ekstrimitas tak dapat berfungsi denga baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulag tempat melengketnya otot. 3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur.

4. Saat diperiksa dengan tangan teraba derik tulang yang disebut krepitus akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji kreptus dapat berakibat kerusakan jaringan lunak yang lebih berat) 5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit karena trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelahb eberapa jam atau hari. Tidak semua tanda dan gejala diatas terdapat pada setiap fraktur. Diagnosis fraktur tergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaaan sinar X.

F. Komplikasi a. Syok Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma. b. Mal union, gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union). c. Non union Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai. d. Delayed union Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama dari proses penyembuhan fraktur. e. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur. f. Emboli lemak Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain. 5

g. Sindrom Kompartemen Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika tidak ditangani segera. h. Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia, dan gangguan syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri atau keadaan penekanan syaraf karena pemasangan gips, balutan atau pemasangan traksi. G. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang 1) Foto Rontgen Spinal, yang memperlihatkan adanya perubahan degeneratif pada tulang belakang, atau tulang intervetebralis atau mengesampingkan kecurigaan patologis lain seperti tumor, osteomielitis. 2) Elektromiografi, untuk melokalisasi lesi pada tingkat akar syaraf spinal utama yang terkena. 3) Venogram Epidural, yang dapat dilakukan di mana keakuratan dan miogram terbatas. 4) Fungsi Lumbal, yang dapat mengkesampingkan kondisi yang berhubungan, infeksi adanya darah. 5) Tanda Le Seque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas) untuk mendukung diagnosa awal dari herniasi discus intervertebralis ketika muncul nyeri pada kaki posterior. 6) CT - Scan yang dapat menunjukkan kanal spinal yang mengecil, adanya protrusi discus intervetebralis. 7) MRI, termasuk pemeriksaan non invasif yang dapat menunjukkan adanya perubahan tulang dan jaringan lunak dan dapat memperkuat adanya herniasi discus. 8) Mielogram, hasilnya mungkin normal atau memperlihatkan penyempitan dari ruang discus, menentukan lokasi dan ukuran herniasi secara spesifik.

H. Penatalaksanaan 1. Bila sederhana ( stabil dan tidak ada gejala neurologik): a. Istirahat di tempat tidur, terlentang dengan dasar keras dan posisi miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah decubitus selama 2 minggu.

b. Bila sakit diberikan analgetik c. Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone d. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot e. Pada fraktur yang stabil jika tidak merasa sakit lagi setelah 2 minggu latih otot-otot punggung dalam 1-2 minggu, dilanjutkan dengan mobilisasi, belajar duduk, jalan, memakai brace, dan bila tidak ada apa-apa pasien dapat pulang. Pada fraktur yang tidak stabil ditunggu lebih lama 3-4 minggu. 2. Bila dengan kelainan neurologik Kelainan neurologik dapat timbul karena edema, hematomieli, kompresi dari fraktur, dank arena luksasi tulang belakang. Kelainan dapat komplit dan inkomplit. Jika pada observasi keadaan neurologis memburuk segera dilakukan operasi dekompresi, misalnya tindakan laminektomi dan fiksasi tulang belakang, Pada fraktur lumbal dengan deficit neurologis, indikasi tindakan operatif adalah untuk stabilisasi fraktur, untuk rehabilitasi dini (duduk, berdiri, dan berjalan). Pada fraktur lumbal dengan defisit neurologis yang dilakukan tindakan konservatif (tanpa operasi) setelah 6 minggu atau fraktur kuat, dilakukan mobilisasi duduk/berdiri dengan menggunakan external support seperti gips Bohler, gips korset, jaket Minerva, tergantung dari tempat fraktur. Pemasangan gips korset harus meliputi manubrium sterni, simfisis, daerah fraktur, dan di bawah ujung scapula.

I. Proses Penyembuhan Tulang a. Tahap Hematoma, Pada tahap terjadi fraktur, terjadi kerusakan pada kanalis Havers sehingga masuk ke area fraktur setelah 24 jam terbenutk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur, terbenuklah hematoma kemudian berkembang menjadi jaringan granulasi. b. Tahap Poliferasi, Pada aerea fraktur periosteum, endosteum dan sumsum mensuplai sel yang berubah menjadi fibrin kartilago, kartilago hialin dan jaringan panjang. c. Tahap Formiasi Kalus atau Prakalus, Jaringan granulasi berubah menjadi prakalus. Prakalus mencapai ukuran maksimal pada 14 sampai 21 hari setelah injuri.

d. Tahap Osifikasi kalus, Pemberian osifikasi kalus eksternal (antara periosteum dan korteks), kalus internal (medulla) dan kalus intermediet pada minggu ke-3 sampai dengan minggu ke-10 kalus menutupi lubang. e. Tahap consolidasi, Dengan aktivitas osteoblasi dan osteoklas, kalus mengalami proses tulang sesuai dengan hasilnya. Faktor faktor yang mempengaruhi proses pemulihan : a. Usia klien b. Immobilisasi c. Tipe fraktur dan area fraktur d. Tipe tulang yang fraktur, tulang spongiosa lebih cepat sembuh dibandingkan dengan tulang kompak. e. Keadaan gizi klien f. Asupan darah dan hormon hormon pertumbuhan yang memadai g. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang h. Komplikasi atau tidak misalnya infeksi biasa menyebabkan penyembuhan lebih lama. i. Keganasan lokal, penyakit tulang metabolik dan kortikosteroid.

II. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan a. Data demografi/ identitas klien Antara lain nama, umur, jenis kelamin, agama, tempat tinggal, pekerjaan, dan alamat klien. b. Keluhan utama Adanya nyeri dan sakit pada daerah punggung c. Riwayat kesehatan keluarga Untuk menentukan hubungan genetik perlu diidentifikasi misalnya adanya predisposisi seperti arthritis, spondilitis ankilosis, gout/ pirai (terdapat pada fraktur psikologis). d. Riwayat spiritual

Apakah agama yang dianut, nilai-nilai spiritual dalam keluarga dan bagaimana dalam menjalankannya. e. Aktivitas kegiatan sehari-hari Identifikasi pekerjaan klien dan aktivitasnya sehari-hari, kebiasaan membawa bendabenda berat yang dapat menimbulkan strain otot dan jenis utama lainnya. Orang yang kurang aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun. f. Pemeriksaan fisik 1) Pengukuran tinggi badan 2) Pengukuran tanda-tanda vital 3) Integritas tulang, deformitas tulang belakang 4) Kelainan bentuk pada dada 5) Adakah kelainan bunyi pada paru-paru, seperti ronkhi basah atau kering, sonor atau vesikuler, apakah ada dahak atau tidak, bila ada bagaimana warna dan produktivitasnya. 6) Kardiovaskuler: sirkulasi perifer yaitu frekuensi nadi, tekanan darah, pengisian kapiler, warna kulit dan temperatur kulit. 7) Abdomen tegang atau lemas, turgor kulit, bising usus, pembesaran hati atau tidak, apakah limpa membesar atau tidak. 8) Eliminasi: terjadinya perubahan eliminasi fekal dan pola berkemih karena adanya immobilisasi. 9) Aktivitas adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur 10) Apakah ada nyeri, kaji kekuatan otot, apakah ada kelainan bentuk tulang dan keadaan tonus otot.

2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, ketidaknyamanan, spasme otot, kerusakan neuromuscular. c. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik d. Resiko Infeksi berhubungan dengan paparan mikroorganisme e. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh 9

3. Perencanaan Keperawatan No 1 Diagnosa Keperawatan NOC NIC NIC : Managemen Nyeri Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri Evaluasi keefektifan kontrol nyeri Tingkatkan istirahat Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri Analgesic Administration 10

Nyeri akut b/d agen NOC : injury (biologis, kimia, Kontrol Nyeri fisik, psikologis) Tingkat Nyeri Definisi : Kriteria Hasil : Sensori yang tidak Mampu menyenangkan dan mengontrol nyeri (tahu pengalaman emosional penyebab nyeri, mampu yang muncul secara aktual menggunakan tehnik atau potensial kerusakan nonfarmakologi untuk jaringan atau mengurangi nyeri, menggambarkan adanya mencari bantuan) kerusakan (Asosiasi Studi Melaporkan Nyeri Internasional): bahwa nyeri berkurang serangan mendadak atau dengan menggunakan pelan intensitasnya dari manajemen nyeri ringan sampai berat yang Mampu dapat diantisipasi dengan mengenali nyeri (skala, akhir yang dapat diprediksi intensitas, frekuensi dan dan dengan durasi kurang tanda nyeri) dari 6 bulan. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri Batasan karakteristik : berkurang - Laporan secara verbal Tanda vital atau non verbal dalam rentang normal - Fakta dari observasi - Posisi antalgic untuk menghindari nyeri - Gerakan melindungi - Tingkah laku berhatihati - Muka topeng - Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) - Terfokus pada diri sendiri - Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi

dengan orang dan lingkungan) Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulangulang) Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) Perubahan dalam nafsu makan dan minum NOC : Mobility Level Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 hari dapat teridentifikasi Mobility level, dengan kriteria hasil : aktifitas fisik meningkat Melaporkan perasaan peningkatan kekuatan, kemampuan dalam bergerak Klien bisa melakukan aktifitas walaupun dengan dibantu Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)

Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi Cek riwayat alergi Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

Gangguan mobilitas fisik b.d. nyeri, ketidaknyamanan, spasme otot, kerusakan neuromuscular. Definisi : Keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik tertentu pada bagian tubuh atau satu atau lebih ekstremitas Batasan karakteristik : a. Postur tubuh yang tidak stabil selama melakukan kegiatan rutin harian b. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan

NIC : Exercise therapy : ambulation Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika 11

keterampilan motorik kasar c. Keterbatasan ROM d. Usaha kuat untuk perubahan gerak Risiko kerusakan integritas kulit b.d immobilisasi fisik.

diperlukan

NOC : Risk Control Dengan kriteria hasil : Pasien mengerti tentang faktor risiko yang dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit Tanda-tanda vital dalam batas normal. Memodifikasi lingkungan untuk mengurangi faktor risiko.

Pressure Management Memberitahukan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar. Memonitor status nutrisi pasien. Memonitor area kulit yang dapat terjadi kemerahan dan luka. Melakukan perubahan posisi pada pasien, minimal setiap 2 jam. Mengajari pasien ROM aktif dan pasif. Mengajari pasien tentang faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Voumel 1. Jakarta: EGC Iowa Outcomes Project. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC): Fourth Edition. Missouri: Mosby, Inc. Iowa Outcomes Project. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC): Fifth Edition. Missouri: Mosby Year Book, Inc. Mansjoer A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga, Jilid 2. Fakultas Kedokteran UI: Media Aesculapius North American Nursing Diagnosis Association. 2009. Nursing Diagnoses : Definition & Classification 2012-20014. Philadelphia

12

You might also like