You are on page 1of 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Cidera kepala merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia, angka kejadian cidera kepala menempati 15%- 20% kematian pada orang berusia 5 hingga 35 tahun (Debora, Villyastuti, Harahap, 2009). Kematian akibat cidera kepala diproyeksikan meningkat dari 5,1 juta menjadi 8,4 juta yaitu 9,2% dari kematian secara keseluruhan dan diperkirakan menempati peringkat ketiga dissability adjusted life years. Walaupun dengan frekuensi yang lebih kecil kejadian perdarahan subarachnoid (SAH) dapat menyebabkan kerusakan neurogis dalam jangka panjang. Beberapa tahun terakhir hampir 30ribu orang di Amerika pada antara usia 40 sampai dengan 60 tahun, 60 persen diantaranya meninggal atau mengalami disabilitas (LeRouxdan Winn, 2004). Tidak semua neuron rusak muncul dalam waktu bersamaan dengan terjadinya cidera otak atau pecahnya aneurisma, kerusakan sekunder dapat terjadi di daerah sekitar titik cidera dan kerusakan berkembang selama pasien menjalani perawatan intensif. Kerusakan ini mengakibatkan terjadinya hipotensi, hipoksia, peningkatan tekanan intrakranial (TIK) atau penurunan tekanan perfusi serebral. Pada dasarnya perawatan pada pasien dengan cidera otak yaitu dengan memonitor dan mengontrol tekanan intrakranial (TIK), tekanan perfusi serebral, dan mean arterial pressure (MAP). Tujuan perawatan ini untuk mempertahankan aliran darah serebral yang adekuat dan pengiriman oksigen dan glukosa pada otak (Albano, Comandante, & Nolan, 2005; Littkejohns & Bader, 2005). Dua hal yang berperan dalam metabolisme otak agar tetap berjalan normal adalah kecukupan oksigen dan kecukupan sumber energi yaitu glukosa. Oleh karena otak tidak dapat menyimpan cadangan energi maka metabolisme otak tergantung pada aliran darah yang optimal. Dalam keadaan emergensi dan kritis akan terjadi kegagalan sistem autoregulasi pembuluh darah serebral. Karena aliran darah otak (CBF) merupakan hasil pembagian tekanan perfusi ke otak (CPP) dengan tahanan pembuluh darah serebral (CVR), maka pada kegagalan sistem autoregulasi sangat tergantung pada CPP (Greenberrg, 2006). Beberapa variabel yang mempengaruhi TIK, tekanan perfusi serebral, atau MAP setelah cidera otak diantaranya posisi tubuh. Multi sistemik dan proses patofisiologi ekstra cranial yang terjadi setelah cedera otak dapat membuat SAH parah pada pasien TBI yang rentan terhadap perubahan posisi tubuh secara acak (Yanko&Mitcho,2001). Namun pada komponen penting dari asuhan keperawatan di ICU, efek yang tepat dari

posisi tubuh pada fisiologi intrakranial setelah cedera otak tidak didefinisikan dengan baik. Sebagai contoh Pedoman yang diterbitkan American Association of Neurological Surgeons and Brain Trauma Foundation ( 2007) untuk manajemen cedera kepala berat tidak memasukan rekomendasi spesifik untuk posisi optimal setelah cidera kepala berat ( Bratton et al ., 2007). Demikian pula pedoman pada perawatan pasien SAH tidak menjelaskan tentang posisi pasien yang optimal (Bederson et al.,2009; Mayberg et al., 1994). 1.2 Rumusan Masalah Apakah perubahan posisi tubuh pasien termasuk kombinasi elevasi kepala dan posisi miring berpengaruh pada nilai PbtO2, ICP, CPP, dan MAP pada pasien dengan cidera otak?

1.3 Tujuan Mengetahui pengaruh perubahan posisi tubuh pasien termasuk kombinasi elevasi kepala dan posisi miring pada nilai PbtO2, ICP, CPP, dan MAP pada pasien dengan cidera otak. 1.4 Manfaat 1.4.1 Bagi Tenaga Kesehatan Memperkaya keilmuan sebagai dasar dalam mempertimbangkan perubahan posisi tubuh pada pasien dengan cidera otak agar tidak terjadi peningkatan TIK dan menjamin keselamatan pasien. 1.4.2 Bagi Institusi Keperawatan Memberikan kesempatan dalam menganalisis dan berpikir kritis tentang tren dan isu serta berbagi keilmuan terkini tentang penatalaksanaan pasien dengan cidera otak melalui perubahan posisi tubuh guna mengembangkan praktik berdasarkan evidance based.

1.4.3 Bagi Pasien dan Keluarga Mendapatkan layanan yang maksimal serta mendapatkan pengarahan yang tepat dalam melakukan perubahan posisi tubuh pada pasien yang mengalami cidera kepala.

DAFTAR PUSTAKA

Debora, Y., YW Villyastuti, MS Harahap. 2009. Nutrisi Pada Pasien Cidera Kepala. Jurnal Anastesiologi Indonesia. 1: 56-64.

You might also like