You are on page 1of 2

Editorial

Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Purwantyastuti
Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Dokter tidak dapat dipisahkan dari obat. Meskipun pencegahan penyakit merupakan hal terbaik yang harus dilakukan, tidak dapat dipungkiri bahwa dokter tetap masih lebih banyak melakukan pengobatan daripada pencegahan. Obat menjadi kawan yang menemani dokter, sayangnya tidak semua kawan tersebut kita kenal secara mendalam sifatsifatnya. Terutama obat baru, kawanbaru, yang masih harus diselami sifat baik maupun sifat buruknya. Obat yang baru tersebut bisa memang baru ditemukan dan dipasarkan, atau obat lama yang baru kita pakai.Makin jarang kita bertemu seorang kawan makin tidak kita kenal sifatnya, begitu pula dengan obat. Orang lain yang telah lebih dulu menggunakan obat tersebut mungkin telah menemukan efek sampingnya. Alangkah baiknya bila pengalaman para dokter yang telah menemukan efek samping suatu obat disebarluaskan sehingga sejawat yang lain tidak perlu menunggu sampai mengalaminya sendiri. World Health Organization (WHO) dalam hal ini telah berupaya untuk menghimpun data tentang efek samping obat dari seluruh Negara di dunia. WHO kemudian menyebarluaskan informasi yang dihasilkan setelah data tersebut diolah oleh para ahli pharmaco vigilance di Pusat Monitoring Efek Samping Obat di Uppsala, Sweden.

Bagaimana peran serta Indonesia dalam kegiatan ini? Sayang sekali Indonesia berada dalam kelompok negara yang sangat jarang mengirimkan laporan efek samping obat ke Uppsala. Hal ini bukan hanya merugikan seluruh warga dunia, karena Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar ketiga di Asia sehingga kemungkinan terjadinya efek samping obat juga relatif besar, tetapi juga merugikan Indonesia sendiri. Dengan tidak aktif merekam efek samping obat yang terjadi di Indonesia kita kehilangan kesempatan untuk mengenali suatu obat dengan baik dan juga kehilangan kesempatan untuk mengenali respon orang Indonesia terhadap obat. Kita tahu ada respon obat yang spesifik pada kelompok tertentu, yang dapat terkait dengan kebiasaan dan lingkungan hidup atau pun etnik seseorang (Pharmacogenomic mempelajari hubungan efek obat dengan gen seseorang). Bagaimana dan siapa yang merekam efek samping obat? Dalam proyek global WHO ini yang melaporkan efek samping obat adalah dokter yang menangani pasien. Ada form khusus yang di isi sehingga nantinya data yang terkumpul cukup baik untuk dianalisis. Artinya, dapat ditentukan dengan ketepatan tinggi apakah suatu gejala yang terjadi berhubungan dengan obat tertentu. Formulir yang telah diisi

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 4, April 2010

145

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) oleh dokter ditandatangani dan dikirimkan (gratis) ke Pusat MESO Indonesia, yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Jakarta. Formulir tersebut akan dianalisis oleh sekelompok pakar yang diangkat oleh Kepala BPOM untuk kurun waktu tertentu. Hasil analisis akan dikirim ke Uppsala untuk disatukan dengan hasil MESO dari Negara di seluruh dunia, sehingga didapat angka kejadian efek samping tertentu. Hasil akhir ini akan dikirim kembali oleh Tim pakar di Uppsala kepada tim pakar di pusat MESO di tiap Negara untuk selanjutnya disebarluaskan kepada yang berkepentingan, sampai kepada para dokter di negara tersebut. Cara tersebut di atas akan membantu dokter dalam meningkatkan pengetahuannya dari waktu ke waktu. Kerjasama dokter di seluruh dunia hanya akan berhasil optimal bila semua dokter yang menangani pasien di dunia ini turut berpartisipasi. Sebagai contoh, efek samping yang jarang terjadi hanya akan diketahui bila semua yang memakai obat tersebut dan melihat efek samping memasukkan laporannya ke Uppsala. Efek samping yang terjadi hanya di daerah tertentu atau pada bangsa/ras tertentu juga hanya akan diketahui bila semua efek samping dilaporkan. Pada waktunya, pengetahuan tentang mekanisme yang mendasari suatu efek samping juga akan menambah ilmu pengetahuan tentang manusia atau penyakit. Bagaimana Indonesia dapat meningkatkan peranannya dalam MESO dunia ini? Mungkin sudah tiba waktunya IDI berperan aktif menggalang anggautanya untuk merekam semua efek samping yang ditemui dalam praktek di rumah sakit maupun diluar rumah sakit. Suatu system harus dibuat sehingga IDI dapat membantu anggautanya berpartisipasi dalam kegiatan global ini, sehingga IDI dapat membantu BPOM bukan hanya dalam pengumpulan data tetapi juga memastikan setiap dokter menerima info terkini tentang efek samping obat. Ini hanya bisa terjadi bila tiap dokter, berarti tiap anggota IDI, mulai hari ini berniat dan melaksanakan pengisian formulir MESO yang terlampir dalam MKI yang sedang kita baca. Form itu silahkan diperbanyak sehingga ada persediaan yang cukup untuk beberapa waktu sebelum datang MKI berikutnya. Ajak dan ingatkan sejawat yang lain untuk terus berpartisipasi. Mungkin belum langsung terasa manfaatnya, karena dibutuhkan waktu sampai sistem yang solid terbentuk di Indonesia. Hanya dengan niat beribadah, keteguhan serta ketahanan yang tinggi untuk terus turut berperan demi perbaikan pelayanan, pada saatnya kita akan mengenyam hasilnya, yaitu datangnya informasi efek samping obat secara rutin kepada tiap dokter di Indonesia. Mari kita mulai!
PA

146

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 4, April 2010

You might also like