You are on page 1of 28

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dewasa ini semakin berkembang material yang digunakan dalam restorasi gigi. Amalgam telah digunakan sebagai bahan tambalan bagi lesi karies sejak abad ke-15 dan sampai ini amalgam masih merupakan bahan yang banyak dipergunakan sebagai bahan tambalan untuk gigi posterior (Farahanny , 2009). Bahan restorasi merupakan salah satu bahan yang banyak dipakai dibidang kedokteran gigi. Bahan restorasi berfungsi untuk memperbaiki dan merestorasi struktur gigi yang rusak. Tujuan restorasi gigi tidak hanya membuang penyakit dan mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga mengembalikan fungsinya. Bahan-bahan restorasi gigi yang ideal pada saat ini masih belum ada meskipun berkembang pesat. Untuk dapat diterima secara klinis, kita harus mengetahui sifat-sifat bahan yang akan kita pakai sehingga jika bahanbahan baru keluar di pasaran, kita dapat segera mengenali kebaikan dan keburukan dibanding dengan bahan yang lama. Dua sifat yang sangat penting yang harus dimiliki oleh bahan restorasi adalah harus mudah digunakan dan tahan lama. Dental Amalgam merupakan bahan yang paling banyak digunakan oleh dokter gigi, khususnya untuk tumpatan gigi posterior. Sejak pergantian abad ini, formulasinya tidak banyak berubah, yang mencerminkan bahwa bahan tambalan lain tidak ada yang seideal amalgam. Komponen utama amalgam terdiri dari liquid yaitu logam merkuri dan bubuk / powder yaitu logam paduan yang kandungan utamanya terdiri dari perak, timah, dan tembaga. Selain itu juga terkandung logam-logam lain dengan persentase yang lebih kecil. Kedua komponen tersebut direaksikan membentuk tambalan amalgam yang akan mengeras, dengan warna logam yang kontras dengan warna gigi.

Namun, tidak jarang terjadi kesalahan dalam melakukan restorasi amalgam yang menyebabkan lepas dan pecahnya tumpatan amalgam pada gigi posterior. Hal ini menjadi masalah bagi dunia kedokteran gigi karena kesalahan bisa terjadi baik dari dokter maupun dari bahan amalgam tersebut dan berakibat pada lepas dan pecahnya tumpatan amalgam. Penulisan ini ingin mengkaji fenomena tumpatan klas 2 amalgam yang lepas dan pecah pada bagian proksimalnya dengan mengkaji prosedur normal restorasi klas 2 amlgam secara benar karena hal ini sering terjadi pada dokter yang melakukan manipulasi dan prosedur preparasi serta prosedur penumpatan dengan kurang tepat

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan berikut : 1. Bagaimana prosedur restorasi klas 2 amalgam yang tepat, mulai dari pemilihan bahan, prinsip preparasi, preparasi kavitas, prosedur basis, prosedur penumpatan, serta finishing dan polishing. 2. Apa saja penyebab dan macam kerusakan atau kegagalan dalam restorasi klas 2 amalgam ? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui prosedur restorasi klas 2 amalgam, dasar pemilihan bahan serta penyebab dan macam kegagalan dalam restorasi klas 2 amalgam. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mempelajari definisi, komposisi, sifat-sifat, dan biokompatibilitas bahan restorasi amalgam. 2. Mempelajari prinsip preparasi, preparasi kavitas, basis, prosedur penumpatan, serta polishing dan finishing tumpatan klas 2 amalgam. 3. Menganalisa penyebab lepas dan pecahnya tumpatan klas 2 amalgam pada bagian proksimal. 4. Mengetahui macam kerusakan dan kegagalan dalam restorasi.

1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat Keilmuan 1. Hasil penulisan ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan yang lebih khususnya mengenai prosedur restorasi klas amalgam yang benar dan tepat serta mengenai faktor penyebab dan macam kegagalan dalam restorasi klas 2. 1.4.2 Manfaat Institusional 1. Penulisan ini digunakan untuk pengembangan pustaka ilmiah dan pengembangan pengetahuan. 2. Memberikan masukan bagi institusi dalam meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. 1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat 1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai prosedur restorasi klas 2 amalgam yang benar dan tepat serta memberikan informasi tentang faktor-faktor penyebab dan macam kerusakan/kegagalan dalam restorasi, khususnya restorasi klas 2 amalgam. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Amalgam 2.1.1 Pengertian Amalgam Amalgam merupakan campuran dari dua atau beberapa logam (alloy) yang salah satunya adalah merkuri. Kata amalgam juga didefenisikan untuk menggambarkan kombinasi atau campuran dari beberapa bahan seperti merkuri, perak, timah, tembaga, dan lainnya. Dental amalgam sendiri adalah kombinasi alloy dengan merkuri melalui suatu proses yang disebut amalgamasi. Ketika powder alloy dan liquid merkuri dicampur, terjadi suatu reaksi kimia yang menghasilkan dental amalgam yang berbentuk bahan restorasi keras dengan warna perak abuabu (Baum 1997).

2.1.2 Klasifikasi Amalgam Amalgam dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis, yaitu : 1. Berdasarkan jumlah metal alloy, yaitu: a. Alloy binary, contohnya : silver-tin b. Alloy tertinary, contohnya : silver-tin-copper c. Alloy quartenary, contohnya : silver-tin-copper-indium 2. Berdasarkan ukuran alloy, yaitu: a. Microcut, dengan ukuran 10 30 m. b. Macrocut, dengan ukuran lebih besar dari 30 m.

3. Berdasarkan bentuk partikel alloy, yaitu: a. Alloy lathe-cut Alloy ini memiliki bentuk yang tidak teratur.

b. Alloy spherical Alloy spherical dibentuk melalui proses atomisasi. Dimana cairan alloy diatomisasi menjadi tetesan logam yang berbentuk bulat kecil, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Alloy ini tidak berbentuk bulat sempurna tetapi dapat juga berbentuk persegi, tergantung pada teknik atomisasi dan pemadatan yang digunakan (Baum 1997).

c. Alloy Spheroidal Alloy spheroidal juga dibentuk melaui proses atomisasi.

4. Berdasarkan kandungan tembaga Kandungan tembaga pada amalgam berguna untuk meningkatkan kekuatan (strength), kekerasan (hardness), dan ekspansi saat pengerasan. Pembagian amalgam berdasarkan kandungan tembaga yaitu: a. Alloy rendah Copper (Low Copper Alloy) Low copper alloy ini mengandung silver (68-70%), tin (26-27%), copper (4-5%), zinc (0-1%). b. Alloy tinggi copper (High Copper Alloy) High copper alloy mengandung silver (40-70%), tin (22-30%), copper (13-30%), zinc (0-1%). Alloy ini dapat diklasifikasikan sebagai : a) Admixed/dispersi/blended alloys. Alloy ini merupakan campuran spherical alloy dengan lathe-cut alloy dengan komposisi yang berbeda yaitu high copper spherical alloy dengan low copper lathe-cut alloy. Komposisi seluruhnya terdiri atas silver (69%), tin (17%), copper (13%), zinc (1%). b) Single composisition atau unicomposition alloys Tiap partikel dari alloy ini memiliki komposisi yang sama. Komposisi seluruhnya terdiri atas silver (40-60%), tin (22-30%), copper (13-30%), zinc (0-4%). 5. Berdasarkan kandungan zinc a. Alloy mengandung seng: mengandung lebih dari 0.01% zinc. b. Alloy bebas seng: mengandung kurang dari 0.01% zinc. 2.1.3 Komposisi dan Fungsi Unsur Unsur Amalgam Komposisi bahan restorasi dental amalgam terdiri dari perak, timah, tembaga, merkuri, platinum, dan seng. Unsur unsur kandungan bahan restorasi amalgam tersebut memiliki fungsinya masing masing, dimana sebagian diantaranya akan saling mengatasi kelemahan yang ditimbulkan logam lain, jika logam tersebut dikombinasikan dengan

perbandingan yang tepat. Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi persentase berat kandungan alloy amalgam (Baum 1997).

Tabel 1. KOMPOSISI DARI ALLOY AMALGAM Alloy Silver Tin Copper Zinc Mercury Persentase Berat 65 (minimum) 29 (maximum) 6 (maximum) 2 (maximum) 3 (maximum)

Fungsi unsur unsur kandungan bahan restorasi terdiri atas : 1. Silver a. Memutihkan alloy b. Menurunkan creep c. Meningkatkan strength d. Meningkatkan setting ekspansion e. Meningkatkan resistensi terhadap tarnis 2. Tin a. Mengurangi strength dan hardness b. Menngendalikan reaksi antara perak dan merkuri. Tanpa timah reaksi akan terlalu cepat terjadi dan setting ekspansi tidak dapat ditoleransi. c. Meningkatkan kontraksi d. Mengurangi resistensi terhadap tarnis dan korosi 3. Copper a. Meningkatkan ekspansi saat pengerasan b. Meningkatkan strength dan hardness 4. Zinc a. Zinc dapat menyebabkan terjadinya suatu ekspansi yang tertunda bila campuran amalgam terkontaminasi oleh cairan selama proses pemanipulasiannya. b. Dalam jumlah kecil, tidak dapat mempengaruhi reaksi pengerasan dan sifat sifat amalgam. Zinc berperan sebagai pembersih ataupun deoxidizer selama proses pembuatannya, sehingga dapat mencegah oksidasi dari unsur unsur penting seperti silver, copper ataupun tin. Alloy yang dibuat tanpa zinc akan menjadi lebih rapuh, sedangkan amalgam yang dibuat dengan penambahan zinc akan menjadi kurang plastis. 5. Merkuri

Dalam beberapa merek, sejumlah kecil merkuri (sampai 3%) ditambahkan kedalam alloy. Campuran yang terbentuk disebut dengan alloy pre-amalgamasi yang dapat menghasilkan reaksi yang lebih cepat. 6. Palladium a. Mengeraskan alloy b. Memutihkan alloy 7. Platinum a. Mengeraskan alloy b. Meningkatkan resistensi terhadap korosi 2.1.4 Indikasi dan Kontraindikasi Amalgam Indikasi amalgam : 1. Untuk gigi posterior 2. Karies pit dan fisur gigi posterior, karies proksimal gigi posterior, karies permukaan halus (sisi bukal atau lingual) 3. Pasien dengan insidensi karies tinggi Kontra indikasi amalgam : 1. Gigi yang memerlukan estetika baik (terutama gigi anterior) Indikasi Restorasi kelas II dengan bahan amalgam : 1. Restorasi sedang sampai besar 2. Tidak mengutamakan estetik 3. mempunyai kontak oklusal besar 4. tidak dapat diisolasi dengan baik 5.restorasi yang meluas sampai permukaan akar 6. gigi abutmen untuk partial denture 7. sebagai restorasi sementara atau control karies Kontra indikasi : 1. Mengutamakan estetik untuk gigi posterior 2. Restorasi kecil sampai sedang yang tidak dapat dilakukan isolasi dengan baik 3. Restorasi kelas 6 yang kecil 2.2 Restorasi Klas 2 Amalgam

2.2.1 Prinsip Preparasi Kavitas Tahap I preparasi kavitas adalah memperoleh jalan masuk ke lesi karies di dentin 1 bila karies mengenai permukaan bukal gigi karena sudah tidak terhalang email maka pencapaian ini mudah dilakukan 2 bila karies mengenai email di proksimal maka akses langsung akan terhambat oleh gigi tetangga. Oleh karena itu, hanya dilakukan pengeboran email sehat di bagian dalam ridge tepi (marginal ridge) 1. Outline form Outline form adalah bentuk dan batas dari suatu preparasi, meliputi daerah yang terkena karies dan daerah yang rentan terhadap karies. Yang harus diperhatikan dalam membentuk outline form : 1. Convenience form Preparasi harus dilakukan sedemikian rupa sehingga memudahkan operator dalam menggunakan peralatan dan menempatkan bahan tumpatan ke dalam kavitas. 2. Extention for prevention Perluasan untuk pencegahan, bahwa pit dan fisure yang dalam perlu ikut diikutsertakan dalam preparasi (meskipun belum terkena karies) untuk mecegah terjadinya karies sekunder. Ada 4 alasan perluasan kavitas dengan menghilangkan pit dan fissure yang dalam : a. Penetrasi bakteri mungkin sudah terjadi di daerah pertautan email-dentin tapi tidak terdeteksi

b. Sulit sekali membuat tepi kavitas yang baik pada fissure yang dalam c. Fissure yang dalam mempunyai resiko tinggi terserang karies lebih lanjut

d. Lebih mudah melebarkan kavitas dengan sedikit membuang fissure 3. Retention form Suatu bentukan kavitas sedemikian rupa sehingga bahan restorasi tidak mudah lepas. 4. Resistance form

Preparasi dengan tidak terlalu banyak membuang jaringan gigi yang sehat sehingga sisa jaringan gigi dan restorasi cukup tahan terhadap beban kunyah. 5. Removal of caries Membuang seluruh jaringan karies yang infeksius terutama dentin yang lunak. 7. Finish of enamel wall Menghaluskan seluruh ruang patah karena amalgam amat rapuh. Oleh karena itu, preparasi gigi dibuat mempunyai ketebalan 2 mm. Bila karies dentin menembus lebih dalam dari 2 mm, pelapik atau basis semen harus ditempatkan (Eccles, 1994). Untuk mengimbangi sifat rapuh dari amalgam, seluruh kavitas dibentuk ke dalam gigi. dinding-dinding rata sejajar atau tegak dengan permukaan gigi, menyusun bentuk preparasi seperti boks. Retensi dari bahan dicapai dengan kesejajaran dinding yang berlawanan atau dengan sedikit underkut pada dentin (Eccles, 1994). Amalgam, bahan plastik yang renyah seperti adonan dempul, beradaptasi sendiri ke dalam bentuk internal dari kavitas. Restorasi campuran yang mencakup dua atau lebih permukaan gigi, membutuhkan suatu bentuk atau pola yang membatasi bahan sehingga dapat dipadatkan ke tempatnya dengan tekanan. Seperti sifat kayu yang membatasi beton sampai mengeras pita matriks membentuk dinding bagi pemampatan amalgam (Eccles, 1994). Setelah pengisian kavitas dengan amalgam, matriks dilepas dan diukir ke bentuk gigi semula. Pada kunjungan berikutnya baru tambalan amalgam ini dipoles (Eccles, 1994). 2.2.2 Preparasi Kavitas Klas II Amalgam Outline form bidang sama seperti pada klas I yang dilanjutkan pada bidang proksimal mesial (MO) atau distal (DO) atau mesial dan distal (MOD) tergantung lokasi karies. Preparasi bidang proksimal diperlebar sampai diluar titik kontak (daerah yang mudah dibersihkan) dengan membentuk sudut 90o, tidak boleh menyudut tajam karena mudah pecah. Bentuk outline pada bagian proksimal konvergen ke oklusal, cara pembentukan dengan

menembus lingir tepi untuk pembukaan arah proksimal, bur bergerak seperti pendulum arah bukal lingual. Dinding gingival dibuat setinggi interdental dengan lebar 1,8 mm untuk molar dan 1,2 mm untuk premolar atau 1/6 lebar mesiodistal. Lebar isthmus 1/3 jarak cusp linguo bukal dan mesiodistal. Dibuat slight bevel (dibulatkan) pada axio pulpo line angle (Eccles, 1994). 2.2.3 Basis 2.2.3.1 Macam Bahan Basis 1. Semen Oksida Seng Egenol (Ose) Semen oksida seng eugenol adalah suatu semen tope sedative yang lembut. Biasanya disediakan dalam bentuk bubuk dan cairan, dan berguna sebagai basis insulatif (penghambat). Bahan ini juga sangat sering digunakan untuk balutan sementara. pH-nya mendekati 7 yang membuatnya menjadi salah satu semen dental yang paling sedikit mengiritasi (Anusavice, 2003). Eugenol memiliki efek paliatif terhadap pulpa gigi dan ini adalah salah satu kelebihan jenis semen tersebut. Kelebihan lainnya adalah kemampuan semen untuk meminimalkan kebocoran mikro, dan memberikan perlindungan terhadap pulpa. Bahan ini paling sering digunakan ketika merawat lesi-lesi karies yang besar (Philips, 1991). Campuran konvensional dari oksida seng dan eganol relatif lemah. Di tahun-tahun terakhir ini mulai diperkienalkan semen-semen oksida seng eganol yang telah disempurnakan. Salah satu produk OSE yang diperkuat dan cukup terkenal adalah produk yang menggunakan polimer sebagai penguat . Selain itu, partikel-partikel bubuk oksida seng telah dirawat permukaan untuk menghasilkan ikatan partikel-partikel ke matriks yang lebih baik. Hal ini menghasilkan kekuatan yang lebih besar dan durabilitas (masa pakai) yang lebih lama bila digunakan sebagai bahan sementara. Sejumlah bahan lain, seperti resin hidrogenasi, dapat juga dijumpai dalam beberapa produk (Philips, 1991).

TABEL 1. SIFAT DARI SEMEN PEREKAT (LUTING)

Kekuatan kompresif Waktu pengerasan (menit) Ketebalan lapisan 24 jam

Kekuatan tensil Modulus elasitas diametral-24 jam

Kelarutan dan Respons disintegrasi (psi x pulpa dalam H2O 10 ) (% wt)


6

(m)

(MPa)

(psi)

(MPa)

(psi)

(GPa)

ADA Spec No. 8 Tipe 1 Seng fosfat OSE Tipe 1 OSE + Alumina + EBA (tipe II) OSE + polimer (tipe II) Silikofosfat Semen resin

5 menit 9 maks. 5,5 4-10

25 maks.

68,7

9956 menit

No. spesifikasi

No. spesifikasi

0,2 maks.

20 25

104 6-28

15.000 8004000

5,5 -

800 -

13,5 -

1,96 -

0,06 0,04

Moderat Ringan

9,5

25

55

8000

4,1

600

5,0

0,73

0,05

Ringan

6-10

32

48

7000

4,1

600

2,5

0,36

0.08

Ringan

3,5-4 2-4

25 < 25

145 70-172

21.000 10.000 25.000

7,6 -

1100 -

2,1-3,2

0,310,46

0,4 0,0-0,01

Moderat Moderat

Polikarboksilat Ionomer kaca

6 7

21 24

55 86

8000 12.500

6,2 6,2

900 900

5,1 7,3

0,74 1,06

0,06 1,25

Ringan Ringan sampai moderat

Berdasarkan pada perbandingan dengan semen silikat iritasi hebat.

2. Semen Seng Fosfat (Zp) Semen seng fosfat umumnya keras dan kuat tetapi mengiritasi pulpa. Terdiri atas bahan bubuk-cairan; bubuknya biasanya adalah oksida seng dan cairannya adalah asam ortofosforik, garam-garam logam, dan air. Pemakaian utama dan tradisional dari bahan ini adalah untuk merekatkan restorasi-restorasi pengecoran ke gigi. Juga digunakan sebagai bahan basis bila diperlukan kekuatan kompresif yang besar (Philips, 1991). Campuran awal dari semen sangat asam karena adanya asam fosforik, tapi pH-nya akan mencapai normal dalam waktu singkat. Semen fosfat yang baru diaduk sangat

mengiritasi pulpa, dan tanpa perlindungan vernis atau jenis bahan basis lainnya, dapat menyebabkan kerusakan pulpa yang ireversibel (Philips, 1991).

Jenis semen ini adalah yang tertua dari seluruh semen yang digunakan dalam kedokteran gigi (Gambar 6-9). Mudah dimanipulasi, memiliki kekuatan yang besar untuk suatu basis, dapat menahan trauma mekanis, seperti tipe bahan basis lainnya, dan memberikan perlindungan yang baik terhadap rangsangan panas. Tetapi, semen ini mudah pecah dan tidak baik digunakan sebagai tambahan sementara (Philips, 1991). Manipulasi bubuk dan cairan yang tepat merupakan keharusan. Konsentrasi asam fosfor dengan teliti diatur oleh pabrik. Bahkan sedikit saja perubahan dalam konsentrasi tersebut memiliki pengaruh yang besar pada waktu pengerasan dan kelarutan, serta kekuatan. Karena itu, botol harus selalu ditutup segera setelah cairan dipakai. Begitu juga bahan tersebut tidak boleh dibiarkan berlama-lama di glass slab sebelum dilakukan pengadukan. Juga lebih bijak bila botol yang cairannya sudah digunakan 4/5-nya dibuang saja, karena cairan tersisa dalam botol mungkin saja telah terkontaminasi akibat pemakaian yang berulang-ulang (Philips, 1991). Bila digunakan untuk tujuan menyemen hasil tuangan, lapisan semen harus cukup tipis agar tidak mengganggu permukaan antara gigi hasil tuangan. Ukuran partikel bubuk tergantung pada ketebalan lapisan. Meskipun demikian, ukuran partikel bisa dikurangi dengan mengaduk bubuk menjadi larutan dengan cairan semen dan dengan memberikan tekanan selama penyemenan tuangan. Partikel-partikel yang tertekan diantara dindingdinding restorasi dan gigi akhirnya dapat menahan tekanan yang diberikan dokter gigi pada hasil tuangan. Pada umumnya, semakin halus partikel-partikel bubuk semen semakin kecil

ukuran butiran semen dan semakin tipis lapisannya. Semakin tipis ketebalan lapisan tersebut, semakin besar daya perlekatannya (Philips, 1991). Kelarutan. Barangkali salah satu sifat yang paling petning secara klinis adalah kelarutan dan disintegrasi semen. Sebenarnya sifat ini merupakan salah satu pertimbangan yang paling penting dalam pemakaian dan pemilihan setiap bahan tambalan gigi. Pada restorasi tuangan yang disemen, kelarutan asam sangat perlu diperhatikan. Seperti diketahui, bagian tipis semen selalu terkena cairan mulut pada tepinya, walaupun garis semen ini mungkin tidak segera terlihat dengan mata telanjang. Ketepatan visual pada kondisi mulut adalah 50 m. Jadi, jika ada garis semen yang terlihat di dalam mulut, kemungkinan besar lebih dari 50 m. Pada daerah servikal yang sulit dilihat, penyimpangan tepi beberapa kali lipat dari ini akan terlewati tanpa terlihat. Lapisan semen yang terbuka ini perlahan-lahan larut sehingga akhirnya inlay longgar atau dapat terjadi karies sekunder (Philips, 1991) Dari kenyataan bahwa kandungan air semen sangat penting, daerah perlekatan permukaan gigi terhadap semen harus dijaga agar tetap kering ketika campuran bubuk cairan sedang dipersiapkan, sampai dimasukkan kegigi, dan selama proses pengerasannya. Bila dibiarkan mengeras ketika berkontak dengan saliva, permukaan-permukaan kebanyakan jenis semen menjadi lembut dan mudah dilarutkan oleh cairan-cairan mulut (Philips, 1991).

3. Glass Ionomer Cement (GIC) Glass Ionomer Cement (GIC) telah banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi. Sejak penemuannya banyak riset telah dilakukan sehingga semen ini mengalami banyak perubahan-perubahan untuk memperbaiki kegunaan klinisnya (Edmond, 2011).

Pada awalnya GIC yang digunakan sebagai semen tumpatan hanyalah dianjurkan untuk merestorasi kelas III, kemudian dengan perbaikan mutu bahan, maka GIC juga dapat

digunakan sebagai tumpatan klas I, II, IV, V, basis tumpatan, bahan perekat, dan inti pasak (Tyas, 2006). McLean (1974) menggunakan GIC sebagai usaha pencegahan yaitu pelapis pit dan fissure (fissure sealing) dan restorasi pit dan fissure (fissure filling) (Cho dan Cheng, 1999). GIC dapat diklasifikasikan menurut komposisi, pemakaian, serta proses

pengerasannya.

2.2.3.2 Prosedur Basis Peralatan : 1. Semen oksida seng eganol (bubuk dan cairan) 2. Kertas pencampur dan spatula logam. 3. Eksplorer berujung panjang (tipe No. 6 atau No. 23) 4. Kapas-kapas kecil dan pinset kapas. Untuk mencampur semen ini lebih sering digunakan kertas pad disbanding glass slab. Bubuk dalam jumlah secukupnya ditambahkan ke beberapa tetes eugenol dan diaduk sampai mencapai suatu tekstur yang seperti pasta kental, yang dapat dipegang tanpa melekat ke jari. Sebagian kecil kira-kira seukuran biji wijen dilengketkan ke ujung eksplorer dan dioleskan dengan hati-hati ke dalam kavitas. Hindari mengenai tepi-tepi kavitas (Philips, 1991). Bubuk oksida seng murni dan campuran eganol murni cenderung mempunyai waktu pengerasan yang lama. Waktu pengerasan bisa dipersingkat dengan menambahkan asam asetat glacial 0,5 ml pada 1 ons cairan eugenol (Philips, 1991). Kapas yang sangat kecil dijepit dengan pinset dan digunakan sebagai alat untuk menekan bahan tersebut dan membentuknya di dalam kavitas. Semen yang baru diaduk cenderung lengket ke instrumen logam atau plastik, karena itu kapas harus kering. Penambahan bahan bisa dilakukan berulangkali, dengan cara yang sama sampai diperoleh ketebalan yang cukup (Philips, 1991). Untuk meningkatkan kekuatan kompresif semen, berbagai bahan tambahan digunakan. Polimer-polimer dan senyawa-senyawa anorganik (seperti alumina) dapat

ditambahkan ke bubuk oksida seng untuk menghasilkan struktur komposit dan menambah kekuatan.Bahan tambahan yang lain dan popular adalah asam o-toksibenzoat (biasanya disebut EBA) yang dicampurkan ke egenol (Philips, 1991). Senyawa-senyawa yang baru ini disebut sebagai semen oksida seng egenol fortifikasi, diperkuat, modifikasi, atau diperbaiki. Secara komersial ada yang disebut semen EBA bila produk tersebut mengandung o-etoksibenzoat sebagai pengganti sebagian egenol. Semen-semen ini didesain terutama menyemen secara tetap inlay, mahkota tiruan dan jembatan. Sifat fisiknya (misal, kekuatan) adalah lebih baik disbanding semen oksida seng konvensional atau semen oksida seng eganol yang tidak diperkuat (Philips, 1991). Pemakaian semen-semen EBA sebagai bahan perekat untuk sementasi permanen restorasi-restorasi cekat masih diperdebatkan. Derajat kelarutan semen-semen ini masih kontroversial. Hanya dengan pengamatan klinis yang lama akan bisa ditetapkan apakah penurunan kekuatan dari tipe semen ini bila dibandingkan dengan semen seng fosfat akan menyebabkan hilangnya retensi dan lepasnya restorasi. Juga derajat kelarutan semen-semen ini masih kontroversial (Philips, 1991). Kelebihan semen oksida seng eganol yang telah disempurnakan ini pada umumnya bersifat biologis. Dalam keadaan tertentu, semen-semen ini merupakan indikasi yaitu bila dokter gigi mengetahui bahwa gigi yang direstorasi mungkin akan sensitif karena faktorfaktor seperti ke dalaman kavitas dan keadaan pulpa. Dalam kasus-kasus demikian, pertimbangan-pertimbangan biologis adalah lebih penting dibanding yang lainnya (Philips, 1991). Peralatan untuk basis dan perekat : 1. Glass slab dan spatula yang bersih dan serta dingin. 2. Semen seng fosfat, bubuk dan cairan. 3. Alkohol 95% dalam dappen dish (agar semen tidak lengket ke alat-alat).

4.

Dua instrumen plastik pilihan: yang satu untuk membentuk bahan tersebut pada dinding aksial, yang lain untuk membentuk dinding pulpa.

5. Eksplorer No. 6 dan 23. Prosedur Sementasi. Jumlah semen yang diperlukan menentukan jumlah cairan yang diletakkan pada glass slab. Lebih baik menyediakan sedikit berlebihan untuk memastikan bahwa ada pasokan yang cukup dan agar dapat tercampur dengan baik (Philips, 1991). 1. Tiga sampai enam tetes cairan bersama-sama dengan bubuk diletakkan pada glass slab. Tidak perlu menggunakan alat takaran untuk mengukur bubuk dan cairan karena konsistensi yang diinginkan dapat berbeda sesuai dengan keadaan klinis. Meskipun demikian, harus digunakan bubuk dalam jumlah maksimal untuk mengurangi kelarutan dan meningkatkan kekuatan semen. Kelarutan sangat dipengaruhi oleh rasio bubuk : cairan. Semakin tinggi rasio, semakin baik sifat-sifatnya. 2. Glass slab yang dingin harus digunakan. Temperature glass slab tidak boleh dibawah kelembaban ruang, kalau tidak kelembaban akan berkondensasi pada permukaan dan mengencerkan semen. Slab yang dingin menunda pengerasan dan memungkinkan operator memasukkan jumlah bubuk yang maksimal sebelum kristalisasi berlanjut ke suatu titik dimana campuran tersebut mengeras. 3. Pengadukan diawali dengan menambahkan sejumlah kecil bubuk. Prosedur ini membantu menetralkan asam. Setelah menunggu kira-kira 30 detik, aksi buffer dari garam-garam dalam asam telah selesai. Jumlah bubuk yang lebih banyak sekarang dimasukkan dengan menggunakan spatula dan gerakan memutar. Dalam mengaduk semen digunakan permukaan slab yang luas. Suatu aturan yang baik untuk diikuti adalah mengaduk selama 15 detik setelah setiap kali menambahkan bubuk. Waktu pengadukan untuk jenis semen ini tidak terlalu kritis dan penyelesaian pengadukan biasanya membutuhkan 1,5 menit.

4. Konsistensi yang sebenarnya bervariasi sesuai dengan tujuan penggunaan senam. Konsistensi yang diinginkan selalu didapatkan dengan penambahan bubuk baru ke campuran tersebut dan tidak boleh dengan menambahkan cairan. 5. Konsistensi yang baik untuk perekat ditentukan secara acak dan pengujian yang dianjurkan adalah mengumpulkan semen yang baru diaduk dan menyentuhkan sisi spatula ke semen serta mengangkat semen tersebut. Jika konsistensinya baik, benang-benang semen tersebut akan ditarik ke atas - inci. Bila kurang dari harus ditambahkan lebih banyak bubuk, bila melebihi inci sebaiknya diulang kembali. 6. Untuk pemakaian sebagai basis, konsistensi harus seperti campuran pasta. Ini dapat dicapai dengan cara menambahkan bubuk dengan cepat setelah semen yang telah diaduk dengan perlahan-lahan mencapai suatu tekstur krim yang kental. Setelah tahap ini bila operator menginginkan, dia dapat mengolesi tangannya dengan bubuk semen dan memanipulasi semen menggunakan jarinya. Pada saat mencampur semen untuk bahan basis, sejumlah kecil adukan krim tersebut diletakkan pada sudut slab dan dioleskan untuk melekat ke basis. 2.2.4 Manipulasi Amalgam a. Perbandingan alloy/mercury Perbandingan takaran alloy dengan mercury : amalgam yang telah sethendaknya kurang dari 50%, ada 2 tehnik yang dikemukakan (Combe, 1992): 1. Menggunakan perbandingan alloy dan mercury 5:7 atau 5:8. Kelebihan merkuri mempermudah triturasi dan dapat diperoleh hasil campuran yang plastis. Sebelum bahan dimasukkan kdalam kavitas, kelebihan merkuri diambil dengan cara memerasnya dalam kain kassa (Combe, 1992). 2. Minimal mercury techniques ( eames techniques ), dimana mercury dan alloy ditimbang dalam jumlah yang sama, tidak perlu dilakukan pemerasan merkuri sebelum dilakukan kondensasi. Metode pencampuran secara mekanis.

b. Triturasi 1. 2. Pencampuran manual dengan menggunakan mortar dan pastel. Pencampuran secara mekanis

2.2.5 Prosedur Penumpatan Pertama dilakukan pencampuran amalgam alloy dengan perbandingan alloy : merkuri sesuai petunjuk pabrik menggunakan mortal pastle 60 x putaran. Campuran yang telah homogen kelihatan mengkilap diambil dengan spatula semen kemudian kelebihan merkuri diperas dengan lap peras. Dengan menggunakan amalgam pistol atau amalgam plugger, logam campur dimasukkan ke dalam kavitas sedikit demi sedikit, sambil dilakukan kondensasi sampai memenuhi seluruh permukaan kavitas. Kavitas diisi amalgam sampai sedikit berlebih, kemudian dioklusikan untuk dapat oklusi yang baik. Kelebihan bahan dibersihkan dengan kapas kecil. Selanjutnya dilakukan carving untuk membentuk anatomi oklusal dan terakhir dilakukan burnishing untuk membuat permukaan amalgam dan tepi kavitas beradaptasi dengan baik. 2.2.6 Finishing dan Polishing Pemolesan harus dilakukan pada kunjungan berikutnya, bila permukaan yang sudah megeras sempurna mempunyai ketahanan yang lebih besar terhadap korosi. Terlepas dari membuat permukaan yang menarik, pemolesan menghilangkan garut dan cacat yang diakibatkan oleh pengukiran yang tidak sempurna. Ketidak sempurnaan ini, jika tidak dihilangkan cenderung menjadi pusat korosi. Pemolesan dapat diselesaikan dengan berbagai cara, dan pilihan berdasarkan pada kesukaan pribadi. Meskipun demikian, pada dasarnya permukaan yang keras dikikis menjadi halus dengan bur pengakhir atau batu. Aksi ini menghilangkan ketidakteraturan dan membuat permukaan menyatu dengan email (Baum, 1997).

Bila ini sudah diselesaikan, guratan yang disisakan menjadi sangat brkurang sehingga terentuk permukaan yang halus dan relative mengkilap. Sebagai catatan, permukaan yang halus diinginkan karena lebih bisa diterima oleh gingival dan tidak mudah menahan plak microbial (Baum, 1997). Pertimbangan Oklusal Kekuatan amalgam tergantunng pada ketebalannya. Walaupun tidak ada restorasi yang boleh tinggi dalam oklusi, tidak terlalu mengasah permukaan oklusal melewati oklusi fisiologis. Suatu kesalahan yang umum adalah mengukir berlebihan (kontur terlalu rendah) permukaan oklusal penyebab bathtubs oklusal mungkin konseptual atau manipulative, tetapi hasil akhirnya meniggalkan bahan yang tidak cukup di dalam permukaan oklusal. Pengukiran yang sejajar dengan tepi menggunakan pengukir kleoid atau diskoid mungkin menyeabkan terlalu banyak amalgam yang dibuang dari daerah oklusal (Baum, 1997). Bila tonjol harus direstorasi, biasanya merupakan tindakan bijaksana bila tonjol dibentuk kembali agak pendek dari tinggi yang asli. Ini terutama berlaku untuk dibentuk kembali agak pendek dari tinggi ang asli. Iini terutama berlaku utuk tonjol bukal molar atas dan tonjol lingual molar bawah. Meski demikian, tonjol pendukung tak bisa diasah sembarangan, karena tonjol ini memberikan stabilitas vertical bagi gigi dan tonjol yang direstorasi dengan cara itu akan membuat kontak sentrik selama pnutupan (Baum, 1997).

2.2.7 Matriks dan Baji 2.2.7.1 Matriks Tujuan penambalan amalgam ialah memugar daerah kontak dan linger tepi, dan pada saat yang sama memperoleh pertautan halus antara re storasi dan gigi. Akan tetapi karena dinding kavitas tidak lengkap, maka dinding tambalan harus dibuat agar amalgam

dapat diisikan dan dikondensasikan secara leluasa, hal itu dapat diatasi dengan penggunaan lempeng matriks (Baum 1997). a. Fungsi :

Membantu kondensasi amalgam di kavitas. Memungkinkan adaptasi amalgam terhadap tepi servikal dan oklusal dengan rapat dan baik.

Membantu memugar daerah kontak dan eksternal mahkota.

b. Jenis :

Matriks yang pita matriksnya mengelilingi seluruh gigi dan dimantapkan dengan gagang di sebelah bukal, dan dalam beberapa kasus di aspek lingual. Matriks ini paling banyak dijumpai dan terdapat dengan berbagai pola tipe gagangan. Selain itu ada sejumlah desain pita matriks yang berbeda yaitu lurus, melengkung, countered. Keuntungan matriks ini dapat diadaptasikan dengan cekat ke gigi.

Matriks yang pita matriksnya mengelilingi hanya tiga -perempat mahkota dan dimantapkan dengan g a g a n g yang menekan di embrasure.

B e r m a n f a a t t e r u t a m a j i k a t i t i k k o n t a k n ya d e m i k i a n r a p a t sehingga sukar untuk menempatkan pita matriks tipe lainnya.

Matriks tanpa gagang. Matriks ini meliputi sejumlah variasi yang hanya melibatkan satu pita matriks saja, tanpa memakai gagang. Pita matriks dipasang dengan bantuan baji, dimantapkan dengan kawatatau suatu pit akomplit dengan mekanisme pegas. Keuntungannya ialah tidak memerlukan gagang dan terutama cocok untuk gigi yang menglami patah parah.

c. Tipe :

Matriks tofflemire populer karena keragaman dan kemudahan pemakaiannya. Matriks non yielding. Hanya memakai lempengan pendek dari logam tanpa retainer. Lebih kaku dan serba guna untuk kavitas yang relatif kecil, yang tidak luas jauh di bawah papil gingivanya.

d. Keuntungan:

Kebebasan dan akses untuk pemadatan karena tidak ada pegangan y a n g menghalangi.

Automatriks. Mempergunakan pita yang sudah dibentuk dan disposibel. Pita tidak konvulsi dan jarang dipotong-potong untuk disesuaikan dengan gigi atau kavitas.

e. Matriks lain: Pita tembaga


Ukuran bervariasi. Menghasilkan matriks sangat baik. Kekurangan: berbentuk silinder dan tidak cukup mengembang keluar untuk memegang titik kontak yang jauh.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pita matriks:


Pita harus tipis (0,05 mm), halus, dan kuat. Mampu menciptakan adaptasi yang baik terutama di tepi servikal. Memungkinkan terjadinya kontak dengan gigi tetangganya supaya tidak

mengakibatkan terselipnya makanan. f. Syarat-syarat matriks:

Mudah

p e m a s a n g a n n ya

desain

pita

dan

retainer

harus

s e d e r h a n a , a g a r m u d a h d i p a s a n g d a n disterilisasi.

Tidak susah dipakai retainer tidak mengganggu pemadatan amalgam atau kenyamanan pasien.

Dapat dilepas

Setelah pemadatan, pita dapat dilepas dengan mudah tanpa merusak amalgam yang lunak. Kekakuan dalam batas tertentu, pita harus cukup kaku untuk membatasi bahan selama penekanan. Serba guna Matriks bisa memberikan kontur proksimal yang diinginkan untuk pemampatan amalgam. Tinggi Retainer dan pita harus cukup kecil dan pendek sehingga perluasannya hanya sedikit lebih pendek diluar panjang gigi. Hal tersebut sangat penting, karena jika melebihi panjang gigi maka dapatmembatasi .penglihatan dan gerakan pada saat pemadatan. Kontur proksimal Matriks dapat memberikan ketebalan bahan yang cukup untuk mengukir titik kontak fisiologis sambil mencegah meluasnya amalgam ke tepi gingival akibat tekanan. Tekanan proksimal yang positif Karena setelah memadatkan restorasi harus diangkat, maka matriksharus meninggalkan gigi yang berdekatan dalam tekanan positif yang tetap ke arah mesial (Baum 1997). b. Baji/Wedge Bahan terbuat dari kayu, plastik atatu logam, tebal di satu ujing kemudian meruncing keujung lain. Digunakan untuk memisahkan atau mencegah gerakan bebas,

memegang pita matriks agar terletak dengan baik dan erat di daerah tepi servik al suatu kavitas yang baru dipreparasi, dan untuk memisahkan gigi (Baum 1997). Persyaratan baji: Tidak semua kavitas perlu diberi baji Dasar gingiva ditempatkan pada permukaan proksimalyang cembung (misalnya, mesial dari P2 bawah) tidak memerlukan baji. Kecembungan yang lebihrendah atau lebih rata, seperti yang dijumpai pada permukaan mesial atau distal P2 atas, harusdikuatkan dengan baji. Permukaan cekung dan datar tak pelak lagi membutuhkan baji. Baji harus tidak menghalangi pita matriks dari penonjolan keluar untuk membuat titik kontak yang baik. Baji yang dipasang terlalu tinggi sehingga menghasilkan embrasur gingiva begitu besar merupakan kontraindikasi. Tepi gingiva yang berakhir di atas puncak gingiva bisa saja secara rutin dikuatkan denganbaji yang sesuai ruangan dan menyangga pita pada gigi (Baum 1997). Baji biasanya harus disisipkan dari fasial Karena gigi-gigi cenderung lebih berdekatan di permukaan lingualnya, keruncingan alami dari baji beradaptasi sendiri menutup ruang dengan lebih tepat jika disisipkan dari sisi fasial.

Baji harus tepat Tidak ada baji yang universal dan masing -masing baji harus sesuai

dengan ruangan yang tersedia. Pengasahan dapat dilak ukan dengan skalpel, pisau emas, atau batu intan. Fungsi wedge/ baji:

Merapatkan pita matriks dengan dinding kavitas agar posisinya stabil dan kuat sehingga tak adaamalgam yang lolos melalui matriks saat kondensasi. Untuk sedikit memisahkan gigi, sehingga saat baji dan matriks dibuka,

gigi akan kembali ke posisi semula dan menutup ruang kecil yang disebabkan ketebalan pita matriks (Baum 1997).

2.3 Kegagalan Restorasi 2.3.1 Faktor - Faktor Penyebab Kegagalan Restorasi 1. Kesalahan pada waktu preparasi Adapun kesalahan yang terjadi pada waktu preparasi meliputi: 1.1 Pengambilan yang berlebihan Salah satu syarat preparasi kavitas adalah semua pit dan fisur yang terkena karies harus dimasukan ke dalam Outline Form. Tetapi ini bukan berarti Outline Form dapat dibuat selebar mungkin, karena pengambilan yang berlebihan akan melemahkan sisa jaringan dan akan melemahkan amalgamnya sendiri. Pelebaran ke arah buko-lingual kavitas proksimal box di daerah oklusal yang berlebihan akan mengakibatkan tidak baiknya dukungan bagi dinding proksimal dan akhirnya akan mengakibatkan kerusakan pada bagian marginal (marginal deterioration). 1.2 Letak dasar dinding proksimal Kesalahan kedua sewaktu preparasi adalah dalam meletakan dasar dari dinding proksimal. Letak dasar dinding proksimal yang ideal adalah pada daerah self cleansing atau sedikit di bawah gingiva bebas. 1.3 Isthmus

Lampshire (1955) menganjurkan pembuatan isthmus harus lebar agar diperoleh badan tumpatan yang cukup kuat pada titik lemah preparasi, sehingga akan mencegah terjadinya fraktur pada tumpatan. Law et al (1966) dan MC. Donald (1966) menjelaskan bahwa pembuatan isthmus harus sempit sedangkan badan tumpatan yang cukup kuat dapat diproleh dengan jalan mendalarnkan kavitas. Merle dan Raymond berpendapat bahwa fraktur pada amalgam biasanya terjadi di daerah istmus. Penyebab fraktur pada isthmus adalah trauma dari gigi antagonis dan pemakaian restorasi selama 24 jam. 1.4 Terbukanya pulpa Jarak antara tanduk pulpa dan permukaan enamel demikian dekatnya yaitu lebih kurang 2 mm. Oleh karena itu pergerakan sedikit saja dari pasien dapat me,nyebabkan terkenanya pulpa untuk ini dituntut keterampilan yang tinggi dari operator dan hendaknya dijalin kerjasama yang baik dengan pasien. Kegagalan membulatkan dinding axial juga dapat menyebabkan terbukanya pulpa. 2.3.2 Macam Kegagalan Dalam Restorasi 1. Kerusakan pada bagian tepi tumpatan Kerusakan pada tepi tumpatan disebabkan oleh tidak cukupnya dukungan terhadap enamel dan manipulasi bahan tumpatan serta pemilihannya yang tidak benar. Kerusakan di daerah tepi tumpatan ini baru dapat diketahui beberapa bulan bahkan beberapa tahun kemudian. Akan tetapi tidak jarang terlihat segera setelah matriks dilepaskan. Hal ini terjadi akibat kondensasi dan carving amalgam belum memadai sebelum rnatriks dilepas. Penyebab lainnya adalah karena pembulatan desain kavitas yang tidak tepat. idealnya, desain kavitas yang tidak tepat harus dimodifikasi.

Kerusakan yang ringan dapat diperbaiki dengan mengasah bagian yang rusak secara horizontal. Kerusakan parah timbul jika bagian tepi ikut terangkat bersamasama matriks atau ketika anak menggigit kuat-kuat sebelum amalgam cukup keras. Yang harus dilakukan adalah amalgam yang sudah ada dibuang dan digantikan dengan amalgam yang baru dengan menggunakan matriks baru. 2. Fraktur pada isthmus Fraktur pada isthmus dapat dihindari dengan membuat badan tumpatan yang cukup efektif di daerah axio-pulpal Line angle, Membuat alur pada axio-pulpal line angle akan menambah badan tumpatan sedangkan mengasah tonjol gigi antagonis akan mengurangi oklusi traumatik. Secara klinis fraktur pada isthmus dapat disebabkan tidak adanya retensi pada proksimal dan adanya tambalan yang menggantung. 3. Karies sekunder Masuknya saliva, bakteri, dan makanan setelah fraktur isthmus dapat memudahkan timbulnya karies sekunder. Pelebaran tepi kavitas interproksimal ke arch self cleansing yang tidak memadai dapat juga memudahkan ter adinya karies sekunder. Karies sekunder dapat juga terjadi di daerah garis sudut gingivo-labial dan gingivo-bukal dari proksimal box jika kondensasi amalgamnya tidak tepat. 4. Terkenanya tanduk pulpa Hal ini terjadi karena kedalaman dari dinding oklusal atau dinding axial melebihi batas lesi. Pengaruh terkenanya pulpa karena tidak hati-hati dan ini dapat dilihat dengan jelas pada waktu pasien datang untuk pemeriksaan kembali atau setelah adanya fistel dan terlihat ada resorbsi eksternal atau internal melalui rontgen foto. Terkenanya tanduk- pulpa biasanya ditanggulangi dengan direct pulp caping, pulpektomi atau harus dicabut.

5. Fraktur pada gigi

Ini dapat terjadi karena pembuatan Outline Form yang berlebihan sehingga sisa jaringan gigi menerima tensile stress yang berlebihan yang dihasilkan oleh gigi dan amalgam

You might also like