You are on page 1of 15

BAB 2 KARSINOMA SEL SKUAMOSA

Lapisan rongga

mulut

terdiri dari epitel

skuamosa

berlapis pada

permukaannya, dengan lapisan subepitel dibawahnya berupa jaringan ikat.11 Kebanyakan keganasan pada rongga mulut berasal dari permukaan epitel dan salah satunya adalah karsinoma sel skuamosa (KSS).2,7,11 KSS menduduki posisi keenam dari kanker yang paling sering terjadi di dunia dan lebih dari 300,000 kasus telah didiagnosa setiap tahunnya.3 Kanker rongga mulut kadang-kadang didahului oleh lesi yang dapat terlihat secara klinis sebagai lesi non-kanker yang disebut sebagai lesi prekanker tetapi tidak seluruh kanker berasal dari lesi seperti ini.11

2.1 Defenisi Karsinoma sel skuamosa (KSS) adalah suatu neoplasma invasif pada jaringan epitel rongga mulut dengan berbagai tingkat diferensiasi yang muncul pada tempattempat seperti jaringan mukosa mulut, alveolar, gingiva, dasar mulut, lidah, palatum, tonsil dan orofaring. KSS cenderung untuk segera bermetastase dan meluas.12

2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi Penyebab KSS merupakan hal yang multifaktorial yaitu tidak ada agen ataupun faktor (karsinogen) tunggal sebagai penyebab KSS yang telah ditegaskan atau telah diterima secara jelas. Faktor ekstrinsik sebagai penyebab yakni merupakan agen eksternal seperti tembakau, alkohol, penyakit sipilis, dan sinar matahari. Faktor intrinsik merupakan kondisi umum atau sistemik pasien, seperti malnutrisi ataupun

Universitas Sumatera Utara

anemia defisiensi besi. Walaupun faktor-faktor lain juga signifikan, kemungkinan bahwa KSS dapat ditularkan secara herediter, akan tetapi herediter sendiri tidak memainkan peranan utama.13 Kebanyakan KSS dihubungkan dengan lesi prekanker, khususnya leukoplakia.3 Pada pertemuan para peneliti WHO mengenai defenisi histologis lesi-lesi prekanker, keadaan prekanker dibagi menjadi : lesi prekanker dan kondisi prekanker. Lesi prekanker didefenisikan sebagai perubahan jaringan secara morfologis dimana kanker kelihatannya lebih sering terjadi daripada bagian-bagian yang normal.11 Lesilesi prekanker yang dapat berkembang menjadi KSS3: 1. Eritroplasia (eritroplakia) merupakan lesi yang paling sering berkembang menjadi displasia berat ataupun karsinoma 2. Leukoplakia yang terdiri dari proliferative verrucous leukoplakia, leukoplakia sublingual, leukoplakia kandida, leukoplakia sipilitik. Kondisi prekanker didefenisikan sebagai suatu keadaan umum dihubungkan dengan peningkatan resiko terjadinya kanker secara jelas.11 Kondisi prekanker yaitu:3 1. Aktinik keilitis 2. Liken planus: juga ada kasus displasia dengan penampakan likenoid (displasia likenoid) 3. Discoid lupus erythematosus 4. Displasia pada pasien immunocompromised 5. Diskeratosis kongenita 6. Sindrom Paterson-Kelly (disfagia sideropenik; sindrom Plummer-Vinson)

Universitas Sumatera Utara

Salah satu gambaran utama yang muncul mendahului timbulnya keganasan adalah epitel displasia, oleh karena hal itu maka metode evaluasi lesi dan kondisi prekanker yang berpotensi menjadi ganas dengan cara konvensional seperti pemeriksaan mikroskopis terhadap epitel yang mengalami displasia. Telah ditunjukkan pada penelitian-penelitian longitudinal bahwa untuk berubah menjadi ganas lesi displastik beresiko lima belas kali lebih tinggi daripada lesi non-displastik dan tingkat keparahan displasia bervariasi, jika makin tinggi tingkat keparahannya maka makin tinggi pula hubungannya dengan tingkat keganasan.11

2.3 Patogenesis KSS muncul sebagai akibat dari berbagai kejadian molekular yang menyebabkan kerusakan genetik yang mempengaruhi kromosom dan gen, yang akhirnya menuju kepada perubahan DNA. Akumulasi perubahan-perubahan tersebut memicu terjadinya disregulasi sel pada batas dimana terjadinya pertumbuhan otonom dan perkembangan yang invasif. Proses neoplastik mula-mula bermanifestasi secara intraepitel dekat membran dasar sebagai suatu hal yang fokal, kemudian terjadi pertumbuhan klonal keratinosit sel yang berubah secara berlebihan, menggantikan epitelium normal. Setelah beberapa waktu atau beberapa tahun, terjadi invasi membran dasar jaringan epitel menandakan awal kanker invasif.3

2.3.1 Patologis Premalignansi oral merupakan ciri lesi yang dapat beresiko untuk berubah menjadi pertumbuhan sel yang tidak terkontrol dan bertransformasi menjadi kanker diikuti dengan kekacauan fungsi normal jaringan. Proses patologis premalignansi

Universitas Sumatera Utara

mempengaruhi epitel skuamosa berlapis yang melindungi rongga mulut. Gambaran utama yang terlihat mendahului perjalanan keganasan adalah displasia epitel yaitu yang secara histologis menggambarkan kombinasi gangguan pematangan dan gangguan proliferasi sel. Derajat displasia epitel dan karsinoma yakni displasia ringan, displasia menengah, displasia berat (karsinoma in situ) dan karsinoma.3 Prediksi transformasi ke malignan tidak akurat dan hanya tes secara mikroskopis yakni pemeriksaan patologi yang dapat membantu. Pada pemeriksaan patologi perubahan yang terjadi pada leukoplakia mulai dari keratosis simpel sampai karsinoma sel skuamosa dini. Yang termasuk keratosis jinak yaitu hiperparakeratosis, hiperorthokeratosis, akantosis dan kombinasi ketiganya. Iritasi dan perubahan inflamasi pada mukosa dapat juga menyebabkan perubahan yang sama. Walaupun lesi displastik disebut potential malignant, tetapi tanpa dirawat dapat juga menetap tanpa perubahan yang cepat untuk beberapa bulan atau tahun dan sebagian dapat mengalami kemunduran ataupun spontan hilang. Tidak ada gambaran klinis ataupun histologis yang dapat digunakan untuk memperkirakan kapan lesi berubah menjadi ganas atau sembuh spontan.3

2.3.2 Imunologis Didapati bukti jelas mengenai pengaruh imunologis pada perkembangan malignansi, akan tetapi apakah suatu tumor berkembang karena kegagalan mekanisme pengenalan atau kerusakan imun atau respon-respon lain masih belum jelas diketahui tetapi dilaporkan bahwa respon imun bahkan dapat menstimulus onkogenesis.11 Secara primer KSS menyebar dengan perluasan lokal melalui sistem

Universitas Sumatera Utara

limfatik. Penyebaran regional pada mukosa oral dapat terjadi dengan perluasan langsung dan kadang dengan penyebaran submukosal dan hasilnya yakni luasnya daerah yang terlibat. Produksi kolagenase tipe I dan proteinase lain, prostaglandin E2, dan interleukin 1 dapat mempengaruhi matriks ekstraseluler dan motilitas sel-sel epitel dapat membiarkan terjadinya invasi. Perubahan-perubahan pada membran dasar, seperti kerusakan laminin dan kolagen, terjadi dengan invasi.13 Sel inflamatori mononuklear yang menginfiltrasi umumnya ditemukan diantara epitelium displastik oral khususnya di area yang menunjukkan tanda atipia epitelial. Suatu penelitian yang menggunakan antibodi monoklonal telah

menunjukkan bahwa infiltrasi biasanya didominasi oleh komposisi limfosit T dan makrofag, khususnya sel sitotoksik/supresor (T8), mengesankan adanya reaksi imun cell-mediated terhadap tumor.13

Gambar 1. Perubahan patologis epitel normal menjadi KSS8

Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Molekuler Patogenesis molekuler KSS mencerminkan akumulasi perubahan genetik yang terjadi selama periode bertahun-tahun. Perubahan ini terjadi pada gen-gen yang mengkodekan protein yang mengendalikan siklus sel, keselamatan sel, motilitas sel dan angiogenesis. Setiap mutasi genetik memberikan keuntungan pertumbuhan yang selektif, membiarkan perluasan klonal sel-sel mutan dengan peningkatan potensi malignansi.13 Karsinogenesis merupakan suatu proses genetik yang menuju pada perubahan morfologi dan tingkah laku seluler. Gen-gen utama yang terlibat pada KSS meliputi proto-onkogen dan gen supresor tumor (tumor suppresor genes/TSGs). Faktor lain yang memainkan peranan pada perkembangan penyakit meliputi kehilangan alel pada rasio lain kromosom, mutasi pada proto-onkogen dan TSG, atau perubahan epigenetik seperti metilasi atau histonin diasetilasi DNA. Faktor pertumbuhan sitokin, angiogenesis, molekul adesi sel, fungsi imun dan regulasi homeostatik pada sel-sel normal yang mengelilingi juga memainkan peranan.13

gambar 2. proses patogenesis secara molekuler displasia menjadi KSS13

Universitas Sumatera Utara

2.4 Gambaran Klinis KSS mempunyai gambaran klinis yang bervariasi, yakni sebagai berikut 1. Lesi Eksofitik Karsinoma eksofitik adalah suatu bentuk masa lesi yang berbentuk seperti nodul, jamur, papilla dan verruciform. Warnanya bervariasi dari merah sampai putih, tergantung pada jumlah keratinisasi permukaan epitel dan juga berdasarkan fibrosis pada jaringan ikat dibawahnya sebagai respon invasi tumor.13,14 Masa terasa keras (indurated), dan jika kanker telah menyebar ke jaringan otot ataupun tulang, masa tumor terasa cekat kepada jaringan sekitar, gambaran ini umumnya terjadi pada mukosa bukal dan tepi lateral lidah.14,15

2.

Lesi Endofitik

Karsinoma endofitik biasanya ulseratif.14 Hal ini berdasarkan pada ketidakmampuan epitelium karsinomatosa untuk menciptakan suatu unit struktural yang stabil dan utuh. Karsinoma tipe ini menunjukkan suatu penekanan, bentuk yang tidak teratur, zona utama yang ulseratif dengan tepi bergerigi. Tepian bergerigi terbentuk ketika tumor menyerang ke jaringan di bawah dan sebelah lateralnya, dengan demikian penarikan tepi epitelial yang berdekatan dengan ulser.14,15

3. Lokasi Lesi a. Vermilion bibir Ciri dari karsinoma pada vermilion bibir yakni berkerak, kasar, ulserasi yang lama yang biasanya berukuran kurang dari satu sentimeter. Tumor

Universitas Sumatera Utara

dikarakteristikkan dengan laju pertumbuhan yang lambat, dan kebanyakan pasien telah menyadari akan area yang bermasalah sekitar 12-16 bulan sebelum diagnosis dibuat.15 b. Intraoral Tempat yang paling umum pada kanker intraoral yakni lidah, biasanya pada lateral posterior dan permukaan ventral. Dua pertiga karsinoma lingual muncul tidak disertai rasa nyeri, masa atau ulser yang lama pada tepi posterior lateral lidah.15

Gambar 3. (A) Lesi Eksofitik (B) Lesi Endofitik13

c. Orofaringeal Karsinoma pada palatum lunak dan mukosa orofaringeal pada dasarnya mempunyai gambaran klinis seperti karsinoma anterior, kecuali lokasinya yang berada di posterior sehingga pasien tidak waspada terhadap kehadirannya yang menyebabkan tertundanya diagnosis. Ukuran tumor biasanya lebih besar daripada karsinoma anterior, dan diagnosis proporsi kasus metastase servikal dan metastase jauh lebih tinggi.15

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4. Lokasi lesi (A) Lidah (B) Vermilion Bibir (C) Palatum lunak13

2.5 Diagnosis dan Perawatan Untuk menegakkan diagnosis yang tepat pada kasus KSS klinisi harus waspada terhadap ulser tunggal dengan bercak kemerahan atau keputihan, khususnya jika ulser ini menetap dan tidak sembuh lebih dari tiga minggu karena hal tersebut kemungkinan merupakan manifestasi dari kegananasan.3 Untuk itu perlu dilakukan suatu pemeriksaan yang tepat sesuai prosedur dan selanjutnya dilakukan perawatan yang tepat.

2.5.1 Pemeriksaan Prosedur pemeriksaan dalam menegakkan diagnosa KSS antara lain3: 1. Biopsi lesi 2. Fine Needle Aspiration pada kedua limfonodus servikal

Universitas Sumatera Utara

3. Radiografi rahang (seringnya pantomografi putar), walaupun tidak adekuat untuk mengetahui adanya invasi sampai ke tulang. 4. Radiografi toraks. Hal ini penting sebagai pemeriksaan pra-anastesi, khususnya pasien yang diketahui mempunyai penyakit paru dan saluran pernapasan serta untuk menunjukkan saluran lymph, tulang rusuk dan juga tulang belakang. 5. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau Computed Tomography (CT) kepala dan leher serta tempat yang dicurigai metasatase jauh dan MRI leher untuk menggambarkan luas metastase nodus servikal. Beberapa unit pemeriksaan rutin dada dan abdomen. MRI khususnya berguna untuk menentukan penyebaran tumor, keterlibatan tulang, metastase nodus 6. Elektrokardiografi 7. Pemeriksaan darah

2.5.2 Perawatan Prinsip utama perawatan kanker yaitu untuk mengobati pasien. Pilihan

perawatan berdasarkan pada tipe sel dan tingkat diferensiasi, tempat dan ukuran lesi primer, status limfonodus, ada tidaknya keterlibatan tulang, kemampuan untuk mendapatkan tepi pembedahan yang adekuat, ada tidaknya metastase, kemampuan untuk memelihara fungsi orofaring, termasuk fungsi bicara, pengunyahan dan estetis, status medis dan mental pasien, ketersediaan bantuan terapi keseluruhan, perkiraan yang seksama mengenai kemungkinan komplikasi dari masing-masing terapi, pengalaman dokter bedah dan radioterapis, pilihan pribadi dan kerjasama pasien. Jika

Universitas Sumatera Utara

lesi tidak sembuh dengan terapi inisial, pilihan untuk perawatan menjadi terbatas, dan kemungkinan untuk sembuh menjadi berkurang. 13

2.5.2.1 Pembedahan Dalam pemilihan perawatan bedah, perlu diketahui indikasi serta tujuan penanganan terhadap KSS. Adapun indikasi pembedahan antara lain13: 1. Tumor yang telah melibatkan tulang 2. Efek samping pembedahan diharapkan lebih kecil daripada radiasi 3. Tumor yang kurang sensitif terhadap radiasi 4. Tumor rekuren pada daerah yang sebelumnya telah menerima terapi radiasi. 5. Pada kasus paliatif untuk mengurangi ukuran tumor

Pada beberapa kasus dengan keterlibatan tulang alveolar yang minimal, mandibulektomi parsial dapat membiarkan terpeliharanya kontinuitas mandibula. Diseksi leher dapat digunakan pada sisa perawatan kanker yang rekuren di leher. Eksisi lesi displastik dan malignan dapat disempurnakan dengan terapi laser. Terapi laser untuk lesi ini ditolerir dengan baik dan biasanya menurunkan waktu perawatan di rumah sakit tetapi memiliki kekurangan yaitu terbatasnya perkiraan mengenai tepi pembedahan untuk konfirmasi secara histopatologis. Manajemen lanjutan

pembedahan meliputi pendekatan baru pembedahan dan pembedahan baru untuk rekonstruksi, seperti vaskularisasi flap, rekonstruksi mikrovaskular bebas dan anastomose neurologis dari cangkokan bebas. Rekonstruksi dengan menggunakan implan ossenintegrasi bertujuan untuk memberikan prostesis yang stabil dan estetis

Universitas Sumatera Utara

yang lebih tinggi dan hasil fungsional. Kemampuan untuk menempatkan implan pada tulang yang disinari merupakan pilihan untuk rehabilitasi.13

2.5.2.2 Radioterapi KSS biasanya radiosensitif, dan mempunyai lesi awal dengan tingkat kesembuhan yang tinggi. Pada umumnya, tumor yang lebih berdiferensiasi maka mempunyai kecepatan daya respon yang lebih kecil terhadap radioterapi. Tumor eksofitik dan yang teroksigenasi dengan baik lebih radiosensitif, sedangkan tumor besar yang invasif dengan fraksi pertumbuhan yang kecil memunyai respon yang lebih sedikit. KSS yang dibatasi oleh mukosa mempunyai daya sembuh lebih tinggi dengan radioterapi, akan tetapi penyebaran tumor sampai ke tulang mengurangi kemungkinan penyembuhan dengan radioterapi. Metastase servikal yang kecil dapat dikendalikan hanya dengan radioterapi saja, walaupun keterlibatan servikal nodus yang lebih lanjut lebih baik diatasi dengan terapi kombinasi.13 Untuk mendapatkan efek terapetik, radioterapi diberikan dengan pembagian harian. Hiperfraksionasi radiasi (biasanya dosis dua kali sehari) digunakan secara luas untuk mengurangi komplikasi kronik yang timbul walaupun komplikasi akut lebih parah. Efek biologis radioterapi tergantung pada jumlah dosis yang diberikan perhari, total waktu perawatan, dan dosis total.13 Radioterapi mempunyai keuntungan dalam perawatan karsinoma in situ karena mencegah pembuangan jaringan, dan dapat digunakan sebagai pilihan perawatan pada tumor T1 dan T2. Radiasi dapat diberikan pada lesi yang terlokalisasi dengan menggunakan teknik implant (brakiterapi) atau pada regio kepala dan leher

Universitas Sumatera Utara

dengan menggunakan eksternal beam radiation. Terapi external beam

dapat

memberikan cara tertentu untuk melindungi jaringan normal yang berbatasan dengan tumor yang tidak terlibat. Inovasi pada radioterapi meliputi IMRT, menggunakan pancaran radiasi dengan berbagai intensitas, yang memberikan kemampuan untuk menyesuaikan dengan dosis yang diresepkan terhadap bentuk dan jaringan target dalam tiga dimensi, mengurangi dosis untuk jaringan normal sekitarnya. IMRT idealnya cocok untuk malignansi pada kepala dan leher yang dekat dengan struktur yang penting seperti batang otak, chiasm optik, dan kelenjar ludah.13 Concurrent Chemotherapy and Radiotherapy (CCRT) dan IMRT menjadi standard perawatan pada KSS. CCRT meningkatkan laju penyembuhan tetapi dihubungkan dengan peningkatan toksisitas yang menyertainya.13

2.5.2.3 Kemoterapi Kemoterapi digunakan sebagai terapi awal sebelum dilakukan terapi lokal, bersama dengan radioterapi (CCRT), dan kemoterapi pembantu setelah perawatan lokal. Tujuan kemoterapi yakni untuk mengurangi tumor awal dan memberikan perawatan dini pada mikrometastaste. Efek toksik kemoterapi meliputi mukositis, nausea, muntah, dan penekanan sumsum tulang. Obat-obatan utama kemoterapi itu sendiri maupun untuk terapi kombinasi yaitu antara lain methotrexate, bleomycin, Tasol dan turunannya, turunan platinum (cisplatin dan carboplatin), dan 5fluorouracil. Protokol kemoterapi dan radioterapi yang dilakukan bersamaan, saat ini telah menjadi standard sebagai perawatan pada stadium tiga dan empat dengan prognosis yang buruk apabila dirawat dengan pembedahan.13

Universitas Sumatera Utara

Sebagai perawatan untuk keganasan yang lainnya, obat-obatan kemoterapi yang baru telah dipelajari sebagai tambahan atau pengganti obat-obatan yang lama. Obat-obatan kombinasi percobaan yang menargetkan jalur yang berbeda-beda, seperti bevazicumb dan erlotinib, juga telah disempurnakan dengan hasil yang menjanjikan. Obat-obatan seperti capecitabine menawarkan suatu cara lain pada pasien yang secara jelas terkena efek samping dari kemoterapi standard. Interferon alfa 2b efektif sebagai terapi pembantu terapi konvensional pasien imunosupresi.13

2.5.2.4 Kombinasi Pembedahan dan Radioterapi Keuntungan radioterapi seperti potensi untuk membasmi sel-sel tumor yang teroksiogenasi dengan baik pada perifer tumor dan untuk mengatur penyakit regional subklinis. Pembedahan lebih ditekankan pada pengaturan masa tumor yang berproses secara relatif pada sel-sel hipoksik yang radio-resisten dan tumor yang melibatkan tulang. Terapi kombinasi dapat menghasilkan keselamatan yang baik pada kasuskasus tumor tingkat lanjut dan pada tumor yang menunjukkan tingkah laku biologis yang agresif. Keuntungan dari radioterapi preoperatif yaitu destruksi sel-sel tumor perifer, potensi pengendalian penyakit subklinis, dan kemungkinan mengubah lesi yang tidak dapat dioperasi menjadi dapat dioperasi. Kerugiannya meliputi, penundaan pembedahan dan penundaan penyembuhan pasca operasi. Kemoradioterapi pasca operasi dapat digunakan untuk merawat sel-sel yang tersisa pada pembedahan dan untuk mengendalikan penyakit subklinis.13

Universitas Sumatera Utara

2.5.2.5 Terapi Gen Terapi gen didefenisikan sebagai transfer gen untuk tujuan mengobati penyakit pada manusia, meliputi transfer materi genetik yang baru sebagai manipulasi materi genetik yang ada. Hal ini bermanfaat khususnya untuk sel-sel kanker, yang didominasi onkogen yang teraktivasi. Pengunaan terapi gen pada perawatan kanker yakni untuk merawat penyakit yang rekuren dan terapi pembantu, misalnya pada pembedahan. Berdasarkan pada persyaratannya yakni injeksi secara langsung, KSS merupakan target yang cocok karena kebanyakan lesi primer ataupun yang rekuren dapat dicapai dengan injeksi. Ada beberapa strategi umum yang digunakan pada terapi gen untuk merawat KSS, yaitu:16 1. penambahan gen supresor tumor (terapi gen tambahan) 2. penghilangan gen tumor yag tidak sempurna (terapi gen eksisi) 3. penurunan regulasi gen yang terlihat yang menstimulasi pertumbuhan tumor (RNA antisense) 4. perbaikan penjagaan imun (imunoterapi) 5. aktivasi obat-obatan yang mempunyai efek kemoterapetik (terapi gen suicide) 6. pengenalan virus yang menghancurkan sel-sel tumor sebagai bagian dari siklus replikasi 7. pengiriman gen-gen yang resisten terhadap obat ke jaringan normal sebagai perlindungan dari kemoterapi 8. pengenalan gen yang menghambat angiogenesis tumor

Universitas Sumatera Utara

You might also like