You are on page 1of 8

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi individu maupun kelompok di tempat dan waktu tertentu, biasanya memiliki empat unsur, yakni waktu, ruang, tubuh si seniman, dan interaksi seniman dengan penonton. Dalam seni modern, seni pertunjukan bisa mempertunjukan seni tari, seni teater, seni musik, seni sastra, dan film. Di negara-negara berkembang, seni pertunjukan dapat dijadikan sebagai presentasi estetis yang disuguhkan kepada para wisatawan, khususnya wisatawan asing. Pagelaran seni yang rutin digelar dalam kurun waktu tertentu atau mungkin pertunjukan seni khas budaya Indonesia yang dapat dipentaskan setiap hari, tentu dapat sangat menunjang pembangunan sektor pariwisata. Kalah dengan negara-negara tetangga seperti Thailand dan RRC, Selain itu, pertunjukan seni sering kali mengangkat tema-tema yang lekat dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, seni pertunjukan dapat dikatakan sebagai potret kehidupan sosial budaya suatu bangsa yang dapat disuguhkan kepada masyarakat lokal untuk berkaca karena dinilai mampu merefleksikan kondisi bangsa dengan kritis dan jujur. Sayangnya, antusiasme masyarakat dalam negeri terhadap seni pertunjukan masih bisa dikatakan kurang. Masyarakat sekarang ini lebih menyukai rekreasi di tempat lain yang bersifat serba ada dan santai, seperti pusat perbelanjaan misalnya. Untuk mengakomodir seni pertunjukan, dibutuhkan suatu bangunan yang berfungsi sebagai gedung pertunjukan, dan mampu memfasilitasi kegiatan pertunjukan yang digelar di dalamnya. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan minat masyarakat untuk menyaksikan pertunjukan seni. Selain seniman yang melakukan pertunjukan, perancangan interior gedung juga memegang peranan penting dalam menarik minat pengunjung. Perancangan interior yang terencana dengan baik dapat memberi perubahan agar tercipta nuansa yang lebih segar dan menarik sehingga dapat

meningkatkan daya tarik bagi masyarakat.

1.2.Rumusan Masalah 1.Apa peranan seni pertunjukan bagi pembangunan di Indonesia ?

BAB II PEMBAHASAN 2.1.Peranan seni pertunjukan bagi pembangunan di Indonesia Peran seni pertunjukan bagi pembangunan di Indonesia Arti penting seni bagi kehidupan manusia pada umumnya dan bangsa khususnya di antaranya dikemukakan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Prof. Dr. Satryo Soemantri Brodjonegoro dalam Semiloka Peningkatan Kualitas Pendidikan Seni di Indonesia yang dilaksanakan pada tahun 2003 di Surakarta. Dikemukakan pada kesempatan Semiloka tersebut bahwa tatanan sosial masyarakat Indonesia pada saat ini yang sangat majemuk dan kompleks perlu menempatkan seni di tengah-tengah kehidupan. Masyarakat Indonesia yang ditengarai sedang mengalami krisis kebanggaan, martabat, serta jati diri bangsa yang kurang diakui secara internasional, memerlukan seni sebagai media untuk meraih penghargaan yang diharapkan ini .Bermacam-macam jenis dan bentuk seni yang dicontohkan, termasuk seni pertunjukan di dalamnya. Seni pertunjukan yang banyak memuat dan menawarkan bermacam-macam fungsi bagi kehidupan masyarakat dipandang mampu memunculkan toleransi terhadap berbagai perbedaan. Sikap toleran sangat berguna untuk menipiskan dan menepis sekat-sekat pembeda yang seringkali muncul oleh berbagai penyebab. Sikap toleran sangat diperlukan bagi pembangunan moral bangsa. Perbedaan yang timbul selayaknya dapat dimengerti sebagai kemajemukan yang mengayakan wawasan. Majemuk dan plural yang menjadi ciri budaya Indonesia merupakan keunggulan yang patut dibanggakan, bukan untuk diseragamkan atau terus dipertentangkan. Pertentangan pandangan yang kadangkala berlanjut pada pertikaian fisik dan perusakan lingkungan. Ketidaksepahaman ini mudah menyulut konflik yang tidak berkesudahan, karena penghormatan terhadap keragaman dan kemajemukan budaya seringkali tidak diabaikan. Seni pertunjukan yang berfungsi sebagai sarana ritual, hiburan pribadi, dan presentasi estetis seperti dikemukakan oleh Soedarsono mengajarkan bagaimana

selayaknya manusia berperilaku sosial. Aspek-aspek pembentuk sosok seni pertunjukan mengetengahkan norma-norma dan nilai-nilai yang dapat menjaga kesinambungan pembangunan moral bangsa. Kejernihan mencerna seni pertunjukan diharapkan mampu membangunkan kearifan yang banyak tertumpang oleh kepentingan individu atau kelompok. Penghormatan atau salam pun kurang mendapatkan tempat. Bapak Pendidikan Indonesia, yakni Ki Hadjar Dewantara (18891959) sekitar setengah abad lalu telah mengemukakan bahwa nilai-nilai moral dapat diajarkan melalui seni pertunjukan. Sandiwara atau yang kini dikenal dengan drama disebutkan sebagai salah satu di antaranya. Tokoh pendidikan ini menyebutkan bahwa sandiwara yang berasal dari kata sandi yang berarti tertutup atau rahasia dan wara yang berarti pelajaran memiliki peran pen ting dalam pendidikan yang berhubungan dengan moral.6 Seni pertunjukan juga berusaha mendekatkan kita pada alam yang arif. Betapa alam yang kaya yang sering dijadikan tema garapan seni pertunjukan menuntun kita pada kearifan. Salah satu contoh adalah alam takambang jadi guru yang menjadi pijakan atau filosofi seni pertunjukan di Sumatera Barat. Alam di sekeliling manusia merupakan guru yang bijak bagi manusia, sehingga tidak seharusnya manusia menyia-nyiakannya. Apabila manusia tidak

menggunduli hutan, maka banjir dan kepunahan satwa dapat dihindari. Namun demikian, kebijakan yang diajarkan oleh alam kerapkali tidak mampu menembus batas keserakahan manusia. Dengan cara yang lain lagi, seni pertunjukan mengingatkan nilai-nilai moral bagi masyarakat. Ke dalam tema yang membingkainya tidak sedikit disisipkan cerita, baik berupa mitos, legenda, atau babad. Kearifan yang selayaknya diteladani atau sebaliknya tabu yang harus dihindari oleh masyarakat berulangkali ditampilkan melalui seni pertunjukan, terutama yang berpola dan berakar tradisi. Seni pertunjukan menjadi kepanjangan norma serta nilai yang diharapkan oleh masyarakat. Ia juga mampu menjaga kebersamaan dalam bermasyarakat apabila ditempatkan sebagai savety valve atau katup pengaman ketegangan dan peredam dorongan-dorongan agresif ketika seseorang berada dalam konflik.

Perjalanan sejarah mencatat bahwa seni pertunjukan tidak diragukan memiliki arti penting bagi kehidupan bermasyarakat. Seni pertunjukan dengan aspek-aspek pembentuk sosoknya sesungguhnya telah berusaha menempatkan diri sebagai pilar-pilar yang dapat digunakan sebagai penyangga kehidupan berbangsa yang saat ini sedang dalam pembangunan. Masyarakat Indonesia yang sedang dalam pembangunan, khususnya pembangunan moral memerlukan dukungan untuk kebersamaan. Kebersamaan yang dilandasi oleh toleransi bermasyarakat ditawarkan oleh seni pertunjukan kepada kita yang sedang membangun kembali jati diri, kebanggaan, dan martabat bangsa seperti sekarang ini. Namun demikian, semuanya terpulang kepada kita sendiri. Mampukah kita menepis batas egoisme, pemaksaan kehendak, atau keserakahan yang merupakan kendala untuk melangkah ke depan. Peran seni pertunjukan bagi pembangunan di Indonesia adalah untuk menambah devisa Negara, karena dengan adanya seni pertunjukan di Indonesia dapat memberi pemasukan dana untuk membangun Negara Indonesia menjadi lebih maju misalnya adanya Opera Van Java yang merupakan salah satu seni pertunjukan yang ada di media televisi yang dapat di tonton oleh masyarakat Indonesia dan tanpa kita sadari dengan menonton acara TV tersebut kita telah ikut serta dalam pembangunan yang di lakukan di Indonesia. Fungsi seni pertunjukan di Indonesia Indonesia adalah negara yang kaya dengan berbagai macam seni pertunjukan. Seni pertunjukan tersebut dari masa ke masa selalu mengalami pasang surut, dengan penyebab yang bermacam-macam. Misalnya perubahan politik, perubahan selera masyarakat penikmat, tidak mampu bersaing dengan bentuk-bentuk pertunjukan yang lain, termasuk juga dana/biaya. Apabila dicermati dengan seksama seni pertunjukan memiliki fungsi yang sangat kompleks dalam kehidupan manusia. Di negara-negara berkembang yang dalam tata kehidupannya masih banyak mengacu ke kebudayan agraris, seni pertunjukkan memiliki fungsi ritual yang sangat beragam. Terlebih apabila penduduknya memeluk agama yang selalu melibatkan seni dalam kegiatan

upacaranya. Sebaliknya di negara maju yang mengacu ke budaya industri (yang segala sesuatu diukur dengan uang) sebagian besar bentuk-bentuk seni pertunjukan merupakan penyajian estetis, yang hanya dinikmati keindahannya. Secara primer seni pertunjukan sebenarnya mempunyai tiga fungsi, yaitu sebagai sarana ritual (penikmatnya kekuatan-kekuatan kasat mata misal dewa dan roh-roh nenek moyang), sebagai ungkapan pribadi yang pada umumnya hiburan pribadi (penikmatnya adalah pelaku sendiri, misalnya pengibing pada tayub), dan sebagai presentasi estetis (penikmatnya adalah penonton yang kebanyakan membayar). Di lingkungan masyarakat Indonesia yang masih kental nilai-nilai kehidupan agraris sebagian besar seni pertunjukan berfungsi sebagai ritual. Hal ini terjadi tidak hanya pada daur hidup manusia saja, tetapi juga peristiwa-peristiwa lain yang dianggap penting misalnya masa berburu, menanam padi, panen bahkan perang. Seni pertunjukan ritual memiliki ciri-ciri khas yaitu tempatnya sudah ditentukan, hari dan saatnya ditentukan, pemain-pemainnya sudah dipilih dan tertentu, ada sesaji, tujuan lebih dipentingkan dari pada penampilan secara estetis, busana dan riasan ada aturan tersendiri. Selain itu, Indonesia sangat kaya seni pertunjukan (terutama tari) yang berfungsi sebagai hiburan pribadi. Pertunjukan jenis ini sebenarnnya tidak ada penontonnya, karena penikmatnya harus melibatkan diri di dalam pertunjukan. Seorang penikmat mempunyai gaya pribadi sendiri-sendiri, tak ada aturan ketat untuk tampil di atas pentas. Untuk seni pertunjukan yang berfungsi sebagai presentasi estetis penyandang dana produksinya adalah pembeli karcis, sehingga bersifat komersial. Di negara maju seni ini berkembang dengan baik, berbeda dengan di negara berkembang. Di Indonesia banyak seni pertunjukan jenis ini yang akhirnya sekarat. Penyebab yang utama karena ditinggalkan penonton sehingga tidak ada karcis masuk. Di negara-negara berkembang fungsi seni pertunjukan sebagai presentasi estetis yang tumbuh subur adalah seni pertunjukan yang disajikan kepada wisatawan, terutama wisatawan asing. Untuk menarik para wisatawan, dalam penyajiannya dalam hal-hal tertentu mengalami perubahan. Oleh karena waktu yang tersedia biasanya terbatas, serta penonton tersebut memiliki latar belakang

kebudayaan yang berbeda, maka seni pertuunjukan yang dikemas memiliki ciriciri, tiruan dari aslinya, dibuat lebih singkat dan padat, mengesampingkan nilainilai sakral, magis dan simbolik atau nilai primernya, penuh variasi, disajikan dengan menarik, harga karcis disesuaikan dengan kemampuan wisatawan. Bisnis pariwisata adalah bisnis global atau internasional. Sehingga seni pertunjukan yang dikemas sebagai seni pertunjukan wisata bergeser kedudukannya, bukan lagi disajikan buat masyarakat setempat, tetapi sudah menjadi komoditi bagi masyarakat konsumen yang khas, yang hanya tinggal di tempat tujuan wisata dalam waktu yang relatif singkat. Di Indonesia banyak sekali seni pertunjukan yang bersifat ritual atau hiburan pribadi berubah menjadi presentasi estetis terutama untuk konsumen wisatawan. Di daerah Bali ada tari Barong dan Kecak yang pada mulanya hanya ditampilkan pada saat-saat tertentu, sekarang bisa dinikmati setiap saat. Di Jawa ada Tayub, yang pada mulanya untuk ritual kesuburan dan juga hiburan pribadi. Tari Piring dari Sumatera yang pada masa dulu penuh ritual sekarang juga bisa disajikan sebagai tari presentasi estetis.

You might also like