You are on page 1of 13

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 mengenai persamaan hak dalam memperoleh pendidikan bagi seluruh warga negara, pendidikan inklusi hadir diharapkan dapat memfasilitasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau difabel (perbedaan dalam kemampuan) untuk belajar dan berinteraksi dengan anak-anak normal lainnya disekolah reguler yang telah dikondisikan melalui program pendidikan inklusi yang diterapkan di beberapa sekolah inklusif di Indonesia. Beberapa landasan hukum yang kemudian dapat menjadi alasan perlunya pendidikan inklusi di Indonesia adalah (Ifdlali, 2010): 1) Konvensi PBB tentang Hak anak tahun 1989; 2) Deklarasi Pendidikan untuk Semua di Thailand tahun 1990; 3) Kesepakatan Salamanka tentang Pendidikan inklusi tahun 1994; 4) UU No. 4 tentang Penyandang Cacat tahun 1997; 5) UU No. 23 tentang Perlindungan Hak Anak tahun 2003; 6) PP No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional tahun 2004. Permendiknas mengesahkan UU no. 70 tahun 2009 tanggal 5 oktober 2009 (dalam Karimaberkarya, 2010) tentang pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan / bakat istimewa. Dengan di sahkannya UU mengenai pendidikan Inklusif tersebut, maka setiap penyandang cacat memiliki kekuatan hukum agar bisa mendapatkan pendidikan yang layak.

Pada tahun 2004, tepatnya tanggal 11 Agustus, pendidikan inklusi secara formal diumumkan dalam Deklarasi Bandung tentang Indonesia Menuju Pendidikan Inklusi. Melalui program ini diharapkan pendidikan inklusi mampy memberikan hak yang sama bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk dapat menempuh pendidikan di sekolah reguler yang kemudian diadaptasi menjadi sekolah inklusif. Seperti yang dijelaskan dalam pasal berikut ini, Setiap penyandang cacat berhak memperolah pendidikan pada semua sektor, jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 6 ayat 1). Setiap penyandang cacat memiliki hak yang sama untuk menumbuh kembangkan bakat, kemampuan dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. (Pasal 6 ayat 6 UU RI No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat). ( Ifdlali, 2010) Selain itu, sebuah kesepakatan yang bertaraf internasional dalam rangka mendukung

terwujudnya pendidikan inklusi di Indonesia, adalah oleh Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional Protocol. Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pada pasal 24 dalam Konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan. Adapun salah satu tujuannya adalah untuk mendorong terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam kehidupan masyarakat. Namun dalam prakteknya sistem pendidikan inklusi di Indonesia masih menyisakan persoalan tarik ulur antara pihak pemerintah dan praktisi pendidikan, dalam hal ini para guru. (Ifdlali, 2010)

Kegiatan belajar-mengajar merupakan inti dan pelaksanaan kurikulum Baik-buruknya mutu pendidikan atau mutu lulusan dipengaruhi oleh mutu kegiatan belajar-mengajar. Bila mutu lulusanya bagus dapat diproduksi bagus mutu kegiatan belajar-mengajarnya juga bagus atau sebaliknya. Guru Sekolah Dasar (SD) selama ini disiapkan untuk mengajar siswasiswi yang ada di SD. Pada umumnya para siswa di SD adalah anak-anak normal yang tidak memiliki kelainan/penyimpangan yang signifikan (berarti) baik dalam segi fisik. Intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris. Mereka pada umumnya memiliki kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris yang relatif homogen. Seiring dengan kemajuan jaman, reformasi kelembagaan yang melayani anak berkelainan banyak dilakukan. Pada masa-masa sebelumya bentuk kelembagaan yang melayani pendidikan bagi anak berkelainan masih banyak yang bersifat segregasi atau terpisah dari masyarakat pada umumnya. Tetapi memasuki akhir milenium dua, misi dan visi kelembagaan sudah cenderung kepada bentuk integrasi. Suatu Bentuk dimana anak luar biasa atau para penyandang ketunaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan masyarakat pada umumnya. Muncul berbagai istilah yang berhubungan dengan bentuk kelembagaan dan layanan pendidikan yang diperuntukkan bagi mereka, Seperti normalisasi, dan integrasi, mainstreaming, least restrictive environment, institusionalisasi, dan ink/usi. Dewasa ini, inklusi merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak berkelainan yang dipandang ideal untuk dilaksanakan sesuai dengan Pernyataan Salamanca.

Disadari atau tidak penerapan sistem inklusi sebenarnya sudah diterapkan disekolah-sekolah reguler di Indonesia, hal ini bisa dilihat pada kondisi murid yang beragam pada setiap sekolah. Kondisi tersebut diantaranya keberagaman tingkat sosial ekonomi dan tingkat intelegensi. Kalimantan Selatan khususnya Kota Banjarmasin masih sangat sedikit sekolah yang mempunyai label inklusi, walaupun pada kenyataannya sistem inklusi sudah dilakukan. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti seberapa besar sistem inklusi sudah diterapkan disekolah dasar di kota Banjarmasin? Dalam hal ini penulis meneliti SDN Teluk Tiram 1 sebagai sekolah dasar reguler yang belum berstatus sebagai sekolah inklusi. B. Fokus Masalah Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan penelitian pada SDN Teluk Tiram 1 kota Banjarmasin tentang implementasi sistem inklusi di sekolah tersebut. C. Pertanyaan Penelitian 1. Apakah sistem inklusi sudah diterapkan di SDN Teluk Tiram 1 Kota Banjarmasin? 2. Seberapa besar pengaruh sistem inklusi dalam proses belajar mengajar di SDN Teluk Tiram 1 Kota Banjarmasin? D. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui seberapa besar implementasi sistem inklusi di SDN Teluk Tiram 1 kota Banjarmasin sudah diterapkan di sekolah tersebut.

E. Manfaat Penelitian 1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan referensi di bidang pendidikan luar biasa, terutama penerapan sistem inklusi di Sekolah Dasar Reguler. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: a. Para guru khususnya dan para praktisi pendidikan pada umumnya, sebagai referensi bahwa dalam mengajar, penting untuk

memperhatikan anak secara spesifik berdasarkan kemampuan dan tipe belajar mereka. b. Bagi pemberi kebijakan (Dinas Pendidikan Propinsi maupun Kabupaten/kota), hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran dan temuan yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan kebijakan selanjutnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka a. Pengertian Sekolah Dasar Sekolah dasar (disingkat SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Lulusan sekolah dasar dapat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat). b. Pengertian Inklusi Pengertian inklusi digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka; mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya. Terbuka dalam konsep lingkungan inklusi, berarti semua orang yang tinggal, berada dan beraktivitas dalam lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat merasa aman dan nyaman mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya. Jadi, lingkungan inklusi adalah lingkungan sosial masyarakat yang terbuka, ramah, meniadakan hambatan dan menyenangkan karena setiap warga masyarakat tanpa terkecuali saling menghargai dan merangkul setiap perbedaan.

c.

Pengertian Pendidikan Inklusi Stainback (1990) mengemukakan bahwa: sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Selanjutnya, Staub dan Peck (1995) menyatakan bahwa: pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara itu, Sapon-Shevin (ONeil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang

mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolahsekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya perombakan sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, sehingga sumber belajar menjadi memadai dan mendapat dukungan dari

semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya. Freiber(1995 )Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk mengungkap peristiwa atau gambaran atas fenomena yang terjadi pada masa sekarang dengan menggunakan klasifikasi untuk menata fenomena yang terjadi pada keseluruhan makna. Hal ini sejalan dengan pendapat Suprian (1995 : 14) bahwa: Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha mendeskripsikan sesuatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada masa sekarang. Sedangkan Faisal (1982 : 42) berpendapat sebagai berikut : Penelitian deskriptif tujuannya mendeskripsikan apa-apa yang terjadi pada saat ini. Di dalamnya terdapat upaya pencatatan, deskripsi, analisis dan menginterprestasikan kondisi-kondisi sekarang yang terjadi atau ada. Pada penelitian ini di dalamnya termasuk berbagai tipe perbandingan dan mungkin sampai juga pada usaha menemukan hubungan yang terdapat di antara variabel. Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode deskriptif merupakan metode yang dipusatkan pada masalah-masalah yang aktual dengan mengumpulkan data atau informasi yang lengkap dan terperinci sehingga dapat diketahui pemecahannya.

Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Lexi J. Moleong (2005 : 6) mengemukakan pengertian penelitian kualitatif sebagai berikut : Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang di alami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Sedangkan Nasution (1988 : 18) menjelaskan sebagai berikut : Penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistik, karena data yang dikumpulkan bercorak kualitatif, karena tidak menggunakan alat-alat pengukur. Disebut naturalistik karena situasi lapangan penelitian yang bersifat natural atau wajar sebagaimana adanya tanpa manipulasi di atur dengan eksperimen atau tes. B. Desain Penelitian Desain Penelitian merupakan desain yang disusun untuk memberikan gambaran secara sistematis tentang informasi ilmiah yang berasal dari subjek atau objek penelitian. C. Tempat Penelitian Tempat Penelitian adalah SDN Teluk Tiram 1 Kota Banjarmasin. D. Sumber Data Sumber data penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, serta para siswa yang berada di SDN Teluk Tiram 1 Kota Banjarmasin.

E. Instrumen Wawancara (Interview) Interview digunakan oleh peneliti untuk menilai keadaan seseorang, misalnya untuk mencari data tentang variabel latar belakang murid, orang tua, pendidikan, perhatian, sikap terhadap sesuatu. Observasi Didalam artian penelitian observasi adalah mengadakan pengamatan secara langsung, abservasi dapat dilakukan dengan tes, kuesioner, ragam gambar, dan rekaman suara. Pedoman observasi berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan akan diamati. F. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data lebih menitik beratkan pada perekaman studi yang terjadi dalam konteks masalah yang dibahas. Dengan demikian pada penelitian ini alat utama bagi pengumpulan data adalah sebagai berikut : 1. Wawancara Wawancara yang sering disebut interview adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara yang memperoleh informasi dari

terwawancara. Interview digunakan oleh peneliti untuk mengetahui apakah sistem pendidikan inklusif di SDN Teluk Tiram 1 Kota Banjarmasin telah diklaksanakan. Dalam wawancara ini penulis mewawancarai kepala sekolah, guru, serta murid. Terlebih dahulu penulis menyediakan pertanyaan yang bersifat memilih, pertanyaan tersebut disesuaikan dengan cara pelaksanaaan pendidikan.

2.

Observasi Sering orang mengartikan observasi sebagai suatu aktifitas yang sempit, yakni memperhatikan sesuatu dengan menggunakan mata, di dalam pengertian psikologi, observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi mengobservasi dapat dilakukan dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap. Apa yang dikatakan ini sebenarnya adalah mengamati langsung, dalam artian penelitian observasi dapat dilakukan dengan gambar-gambar rekaman. Di sini penulis melihat langsung data-data yang ada seperti, bagai mana system pendidikan yang dilaksakanan di SDN Teluk Tiram 1 Kota Banjarmasin

3.

Studi Dokumentasi Sebagai objek dalam memperoleh informasi dapat kita perhatikan dari tiga macam sumber yakni : tulisan, tempat, dan kertas atau orang. Dalam mengadakan penelitian yang bersumber pada tulisan, penulis telah menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi asal katanya dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi,peneliti menyelidiki bendabenda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumentasi, peraturanperaturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.

G. Teknik Analisis Data 1. Reduksi Data.

a. Pencatatan Awal Pencatatan awal dilakukan pada saat berlangsungnya pengumpulan data dengan jalan mencatat kata-kata kunci yang di amati oleh peneliti. Data yang diperoleh bersifat kasar dan mentah. b. Pencatatan Formal Pencatatan formal yang lengkap disempurnakan dengan penuturan catatan yang dibuat di lapangan. Catatan pada tahap ini lengkap dengan sistematis sesuai fokus penelitian. Data yang diperoleh dari hasil wawancara di organisasikan sesuai dengan tujuan dan fokus penelitian. 2. Penyajian Data Data disajikan dalam bentuk narasi singkat 3. Kesimpulan Tahap Penarikan kesimpulan dilakukan yaitu dengan cara data hasil pencatatan awal yang kemudian direduksi berdasarkan hasil

wawancara dan observasi, kemudian data tersebut dianalisis berdasarkan kata kunci atau topik yang diteliti. Sehingga hasil dari data yang telah dianalisis tersebut dapat diperoleh kesimpulankesimpulan sementara untuk tercapainya tujuan penelitian yang diharapkan.

You might also like