You are on page 1of 18

Alirahman

seorang manusia biasa

Kemerdekaan Indonesia adalah


kodrat Illahi. Keyakinan yang tinggi atas
rahmat Allah SWT terhadap kemerdekaan
dan keberadaan bangsa Indonesia tersebut
diwujudkan dalam prinsip-prinsip cara
berfikir manusia biasa yang menjunjung
tinggi keutamaan manusia Indonesia yang merdeka dan
bermartabat.
Ketajaman rasionalitas dalam menyelami
perikehidupan manusia sebagai individu, kelompok,
masyarakat, dan bagian penting dari rakyat menjadikan
sosok Alirahman sangat kritis menanggapi pendekatan
pilihan masyarakat secara kolektif ke dalam indikator-
indikator keutamaan manusia Indonesia. Ketajaman yang
didasari kecintaan terhadap setiap aspek kehidupan inilah
yang membentuk Alirahman menjadi seorang negarawan
yang tidak dikalahkan oleh waktu.

Ikhlas

Sebagaimana kehidupan seorang anak yang


dilahirkan dalam budaya Lampung, Alirahman muda tidak
lepas dari masa-masa pendidikan keagamaan yang pada
saat itu merupakan lembaga pendidikan swadaya
masyarakat yang lebih tersedia dibandingkan pendidikan
formal seperti saat ini. Meskipun kehadirannya untuk

Menggali Warna 1
mengikuti pelajaran mengaji ayat-ayat Al Quran masih
diwarnai oleh ketaatan seorang anak terhadap orang tua
dan keinginan untuk bermain dengan teman-teman
sebaya di surau, akan tetapi ingatan terhadap suasana
batiniah pengajian tersebut masih kental dalam dirinya.
Dalam setiap akhir sholat selalu disempatkan untuk
memanjatkan doa bagi orang tua, keluarga, teman, dan
bahkan seluruh umat muslim merupakan salah satu
sumber kekuatan yang membentuk keyakinan dalam
berfikir, merasa, dan bersikap ikhlas terhadap seluruh
jalan hidup yang telah dan akan dijalaninya.
Pergaulannya dengan tokoh-tokoh agama dan
pemikiran Islam membawa beliau kepada pendalaman,
penajaman, dan penghayatan terhadap ayat-ayat suci Al
Quran yang secara sederhana diwujudkan dan diamalkan
dalam terminologi ikhlas bagi diri sendiri dan orang
banyak. Cara berfikir, merasa, dan bersikap ikhlas tidak
hanya terbatas pada diri sendiri dan keluarga, akan tetapi
sering muncul dalam setiap pembicaraan dalam topik
apapun.
Seringkali dicontohkan tentang keikhlasan penganut
agama lainnya untuk menutup toko-toko makanan dan
tidak melakukan kegiatan yang mengganggu kegiatan
masyarakat Islam sewaktu berpuasa merupakan bentuk
toleransi yang didasarkan kepada keikhlasan suatu kaum.
Demikian juga rasa toleransi yang tinggi dari umat-umat
lainnya pada saat hari raya Nyepi bagi umat hindu
merupakan contoh pemahaman diri terhadap terminologi
ikhlas di dalam toleransi atar umat beragama. Keikhlasan
yang mewujud dalam rasa toleransi beragama inilah yang
dianggap mampu membawa bangsa dan negara

Menggali Warna 2
Indonesia kepada kerukunan beragama yang
dibanggakan selama ini.
Bentuk keikhlasan ini tidak terbatas pada masalah-
masalah umat dan negara, akan tetapi diwujudkan hingga
kesediaan untuk menerima dan membalas telpon dari
siapapun. Kalaupun tidak sempat menerima atau
berhalangan, pada waktu kemudian beliau akan berusaha
menghubungi kembali nomor tersebut.
Dasar pemikiran untuk menerima atau menghubungi
kembali telpon yang tidak sempat diterima menunjukkan
bahwa Alirahman memiliki kapasitas yang besar untuk
menampung dan memecahkan permasalahan yang
dihadapi oleh penelpon. Tidak terbersit sedikitpun
pemikiran bahwa penelpon tersebut akan menyusahkan
atau merugikan beliau secara material maupun psikologis.
Perilaku ini merupakan bentuk lanjut dari rasa ikhlas yang
diwujudkan dalam menjaga hubungan silaturahmi dan
penghargaan setinggi tingginya terhadap manusia
lainnya.
Wujud rasa ikhlas yang tinggi juga terlihat dalam
keberanian beliau untuk menolak berbagai kepentingan
individu atau kelompok tertentu yang akan dan dapat
merugikan masyarakat umum. Sikap berani menolak dan
tidak ada kompromi tersebut dikemas dalam kata-kata
halus sampai keras, tergantung pada individu atau
kelompok yang dihadapi. Hal ini menunjukkan bahwa
keberanian untuk menghadapi masalah yang lebih besar,
bahkan harus mengorbankan nyawa, merupakan rasa
ikhlas yang tinggi bagi kepentingan umat yang lebih besar.

Menggali Warna 3
Keikhlasan lainnya yang sulit diterima banyak orang
adalah keberanian untuk dimusuhi atau dipersalahkan
sebagai akibat lanjutan dari tindakannya yang selalu
mencoba memperingatkan siapa saja yang akan dan
tampak melakukan kesalahan. Meskipun sangat disadari
oleh seorang Alirahman bahwa kebenaran yang ia yakini
belum tentu benar dan sesuai bagi orang-orang yang
ditegur, akan tetapi kebenaran yang mendasar diyakini
merupakan bentuk pengetahuan setiap orang dalam
berfikir dan bertindak. Keyakinan akan kebenaran dasar
inilah yang dijadikan pegangan untuk mengevaluasi sikap
dan perilaku lingkungan masyarakatnya dalam
berinteraksi diantara sesama.

Rasionalitas Manusia yang Dididik Lingkungan

Keinginan untuk mempelajari berbagai aspek


kehidupan masyarakat baik dengan membaca buku,
diskusi, dan pengamatannya terhadap segala fenomena
sosial terus memaksa dirinya untuk tetap menjaga
rasionalitas dalam keadaan apapun. Rasionalitas berfikir
menjadi ujung tombak terdepan dalam mengahadapi
berbagai perkara. Rasionalitas yang didudukkan pada
model-model sederhana kehidupan merupakan
pembentuk karakter kuat dalam menghadapi berbagai
persoalan kehidupan sehari hari.
Sejarah pendidikan yang dimulai dari sekolah dasar
hingga sekolah menengah atas di Lampung merupakan
gambaran perjuangan untuk mencapai pendidikan tinggi,
dimana pada zamannya tidak tersedia sarana dan
prasarana yang memadai, baik secara sosial maupun
ekonomi. Dorongan orang tua untuk menempuh
Menggali Warna 4
pendidikan setinggi-tingginya menjadikan dirinya lebih
menyadari bahwa mempelajari suatu disiplin ilmu perlu
dimulai dengan mempelajari perilaku kawan, staf
pengajar, dan berbagai kehidupan kampus sebagai bentuk
arus kuat yang mampu mendorong keberhasilan seorang
mahasiswa untuk lebih mendalami disiplin ilmunya. Cara
pandang yang menjunjung tinggi terhadap persahabatan
dan kesetiakawanan merupakan nilai tambah yang besar
bagi seorang mahasiswa untuk melengkapi sumber dan
penguasaan ilmu itu sendiri.
Diskusi antarkawan lebih diyakini sebagai sebenar-
benarnya guru yang setiap waktu dapat dan selalu
tersedia untuk bersama-sama mengkaji setiap tugas-tugas
perkuliahan. Selain itu, persahabatan diyakini sebagai
bentuk strategi untuk menekan biaya perkuliahan antar
sesama mahasiswa, dimana satu sama lain akan saling
membantu dalam memperoleh informasi, buku, atau
aspek lainnya tanpa harus setiap mahasiswa
mengeluarkan biaya untuk satu kegiatan tertentu.
Dari latar belakang sejarah pendidikan di Kampus
Institut Pertanian Bogor, rasionalitas Alirahman memiliki
karakter yang selalu bermula dari pemikiran yang baik
terhadap setiap manusia dan bermuara pada kepentingan
dan manfaat yang mungkin diperoleh orang banyak.
Rasionalitas inilah yang mengarahkan Alirahman kepada
pemahaman terhadap tututan kewajiban pribadi untuk
selalu memikirkan dan mewujudkan kesejahteraan orang
banyak.
Ketika berceritera tentang masa perkuliahan, beliau
sering tertawa geli jika mengingat komentar kawan-
kawanya terhadap keyakinannya untuk mengarahkan
Menggali Warna 5
seluruh pemikiran bagi kepentingan orang banyak.
Bahkan seringkali pendapat beliau dianggap sebagai
bentuk kesombongan seorang mahasiswa miskin yang
sering terseok-seok dalam memenuhi biaya selama
menjalani perkuliahan. Banyak kawan-kawan
seangkatannya yang menyarankan agar beliau terlebih
dahulu memikirkan kepentingan pribadi daripada
memikirkan orang banyak yang belum tentu memikirkan
dirinya.
Perbedaan pendapat inilah yang dikemudian hari
secara sadar dan tidak sadar membentuk Alirahman yang
percaya bahwa pemenuhan kepentingan orang banyak
akan sekaligus merupakan pemenuhan kepentingan
pribadi, dan sebaliknya. Kepercayaan ini dikemas dalam
kepercayaan bahwa Allah SWT akan memberikan
mekanisme tertentu sehingga terjadi timbal balik yang
serasi antara kepentingan pribadi dan kepentingan orang
banyak.
Keyakinan terhadap rasionalitas tersebut semakin
terbentuk ketika beliau menjalani perkuliahan untuk
meraih gelar doktor di Amerika Serikat. Kehidupan
masyarakat di Amerika serikat yang cenderung
individualistis selalu mengingatkan beliau terhadap
kehidupan masyarakat Indonesia yang tidak terlepas dari
kehidupan sosialnya. Prinsip bahwa aliran manfaat yang
mungkin diciptakan oleh seorang manusia terhadap
lingkungan sosialnya akan berdampak terbentuknya aliran
manfaat bagi kepentingan pribadi semakin sering terbukti.
Prinsip ini yang selanjutnya menjadi dasar rasionalitas
dalam merencanakan berbagai program pembangunan
ketika beliau bertugas di BAPPENAS.

Menggali Warna 6
Apabila dirinci secara ilmiah, cara berfikir Alirahman
selalu diawali dengan kajian rinci terhadap aspek-aspek
normatif yang dilanjutkan dengan kajian rinci terhadap
pemikiran positif, sehingga pemecahan masalah yang
terbentuk dalam sikap dan perilakunya terstruktur secara
pragmatis yang berdasar. Rasionalitas inilah yang
membuat seorang Alirahman hampir tidak pernah salah
dalam mengevaluasi atau menilai suatu sub-sistem
sederhana sampai kepada sistem yang rumit.

Alirahman Manusia Biasa

Pernyataan bahwa Alirahman yang hampir tidak


pernah salah dalam mengevaluasi atau menilai suatu
masalah seolah-olah mendudukkan beliau sebagai
manusia super yang tidak pernah salah. Justeru
pernyataan tersebut yang mengakibatkan beliau sering
dihadapkan pada pertentangan dengan berbagai
perorangan maupun kelompok. Berbagai benturan dan
kejengkelan terhadap kesalahan-kesalahan yang terjadi di
sekelilingnya, secara pasti membuat beliau sadar untuk
selalu maklum terhadap tingkat dan cara berfikir
seseorang.
Seringkali terbersit pemikiran miris terhadap
pemikiran-pemikiran yang beliau sampaikan dalam
berbagai kesempatan berdiskusi. Apakah tidak pernah
terpikirkan oleh seorang Alirahman untuk sengaja berkata
dan bertindak salah, bahkan untuk suatu kesalahan yang
sedikit saja. Jawaban beliau tegas,, tidak !
Alasan yang kemudian mengemuka adalah
kesalahan yang bermula dari perseorangan akan mungkin

Menggali Warna 7
menghasilkan dampak dengan skala dan intensitas yang
tidak terbayangkan sebelumnya. Hal ini akan menjadi
fatal bagi sesorang dan lingkungan sosialnya. Apalagi jika
yang berbuat kesalahan adalah seorang penentu
kebijakan di negara ini.
Bagi beberapa kalangan yang kurang mengenal
beliau dengan baik, kesan pertama yang muncul adalah
Alirahman tidak lebih dari sosok manusia sombong dan
perfeksionis sejati. Pandangan ini menjadi sangat keliru
jika kita cermati perilaku beliau sehari hari yang selalu
menjalani proses pembelajaran terhadap sesuatu.
Kesalahan akan lahir jika seseorang berhenti belajar
dalam hidupnya. Kalimat inilah yang selalu diucapkan jika
tampak olehnya orang-orang muda yang sarat berkata-
kata tanpa didukung oleh data dan bukti-bukti emprik
dalam konsepnya.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa
pembelajaran yang dilakukan Alirahman adalah dengan
melakukan komunikasi dengan siapapun dalam
kesempatan apapun. Lebih tepat jika dikatakan bahwa
proses belajar yang beliau lakukan adalah dengan
mengenal sebanyak-banyaknya masalah yang dihadapi
setiap individu, kelompok dan jenis masyarakat kecil, yaitu
untuk memperoleh gambaran tentang fenomena sosial
budaya masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang
dilontarkan dalam setiap kesempatan berdiskusi selalu
diawali dengan pertanyan tentang kebutuhan dan atau
keinginan dari orang yang diajak berbicara. Baru
kemudian dilanjutkan dengan pilihan-pilihan yang tersedia
dan yang mungkin diakses.

Menggali Warna 8
Kerangka berfikir tersebut menunjukkan bahwa
Alirahman meyakini perkembangan sosial budaya
merupakan sumber dan sekaligus arah bagi
pembangunan aspek ekonomi, politk, pertahanan dan
keamanan, dan tidak sebaliknya. Meskipun tidak pernah
secara langsung ditanggapi, beliau menganggap bahwa
interaksi ekonomi, politik, dan hankam juga akan
membentuk peradaban sosial budaya baru, yang secara
perlahan merupakan kritalisasi dari dampak kebutuhan
dan keinginan masyarakat dalam tatanan budaya dunia.
Secara sederhana, dapat dikatakan Alirahman
layaknya manusia biasa yang sebagian besar hidupnya
hanya digunakan untuk mengingat, menimbang dan
memutuskan alternatif-alternatif pilihan-pilihan terbaik dari
kebutuhan dan keinginan manusia dalam membangun
keluarga sakinah sampai kepada masalah negara.
Kesantunan untuk memahami muatan konsep dalam
tataran pemikiran orang-orang di lingkungannya
mengarahkan beliau kepada pemikiran bahwa setiap buah
fikiran atau konsep perlu disajikan dalam bahasa dan
terminologi yang dipahami secara pasti oleh sasaran.
Adanya perbedaan bahasa dan terminologi dalam
berkomunikasi dianggap sebagai suatu kecelakaan besar
yang bermuara pada terbentuknya kelangkaan dan
informasi yang asimetrik.
Kelangkaan dan asimetrik informasi inilah yang
sering disampaikan sebagai salah satu hambatan terbesar
dalam pembangunan ekonomi masyarakat pedesaan yang
memiliki bahasa dan terminologi yang berbeda. Di
tambah lagi dengan pemahaman bahwa aturan main dan
hukum akan lahir sebagai bentuk pemuliaan hak dan

Menggali Warna 9
kewajiban setiap warganegara dalam memanfaatkan dan
memelihara hasil pembangunan, semakin mendudukkan
bahasa dan terminologi sebagai bentuk upaya tegas
dalam penegakan hukum. Dengan demikian tidaklah
aneh bagi seorang Alirahman untuk terus belajar
menguasai berbagai bahasa di nusantara, seperti bahasa
jawa, sunda, batak, dan minang sebagai bahasa yang
dominan digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Layaknya pemahaman seseorang yang menghargai
bahasa suatu suku atau bangsa, hampir dapat dikatakan
bahwa Alirahman merupakan orang yang tunduk terhadap
adat budaya Lampung. Rasa hormatnya yang tinggi
terhadap budaya sering dikatakan sebagai wujud rasa
hormat terhadap kearifan nenek moyang yang secara
normatif mampu membatasi perilaku manusia di dalam
masing-masing sukunya. Dan ini tidak berarti beliau
meninggikan adat budaya Lampung sebagai adat istiadat
yang lebih tinggi dari adat istiadat lainnya, akan tetapi
lebih dapat diistilahkan sebagai acuan pribadi dalam
menghormati dan mengadopsi berbagai adat istiadat
lainnya dalam khasanah nasional.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Alirahman adalah
manusia biasa yang diciptakan dengan berbagai
ketidakmampuan, sehingga beliau mendefinisikan
manusia biasa adalah manusia yang selalu bertuhan,
berfikir, dan merasa.

Iblis: Musuh Manusia

Di negara Republik Indonesia yang ber-Ketuhanan


yang Maha Esa ini tidak seorangpun mampu secara

Menggali Warna 10
terbuka menyatakan bahwa mereka berkawan dengan
iblis. Kalaupun berkawan, mereka akan melakukan
dengan sembunyi-sembunyi atau hanya diketahui oleh
kelompoknya sendiri.
Sikap eksklusif iblis memang demikian. Secara
sistematik tidak pernah lelah untuk selalu mencari
kelemahan pemikiran manusia. Berbagai kelemahan
aturan dan norma merupakan peluang untuk
menjerumuskan manusia ke dalam kehinaan bathin.
Hanya saja karena tidak ada seorang manusia pun yang
dapat terlepas dari aturan dan norma, sehingga seringkali
sulit untuk melihat tanda-tanda pengaruh iblis di dalam
wajah manusia.
Sering diucapkan dalam beberapa kesempatan
bahwa Iblis tidak pernah mati akal. Ini bedanya malaikat
dengan iblis. Iblis mampu memberikan berbagai insentif
yang tak terhingga jumlahnya kepada manusia melalui
perhitungan-perhitungan keduniawian yang nyaris akurat
menurut akal manusia. Iblis bersembunyi dan tak henti-
hentinya berusaha untuk menguasai akal manusia.
Sesekali tampaklah sosok iblis yang berpura pura simpati
ketika sesorang menyesal telah melakukan dosa besar,
lantas kemudian dicoba berbagai cara mempengaruhi
manusia untuk melakukan kesalahan yang sama maupun
berbeda.
Hampir semua manusia faham dengan kuasa iblis
yang besar dalam kehidupan di dunia. Akan tetapi apakah
setiap manusia sadar untuk tetap sadar memilih jalan
kesatria menuju kesempurnaan dunia dan akhirat ? Untuk
ini Alirahman sebagai seorang muslim, beliau memegang
teguh pemahaman terhadap surat Al Asr, yaitu surat yang
Menggali Warna 11
menjelaskan bahwa manusia akan termasuk dalam
golongan orang merugi apabila tidak beriman, tidak
menjaga kebenaran, dan tidak sabar.
Kehilangan iman merupakan sebesar-besarnya
kehilangan. Melayang tanpa arah seolah tiada langit
maupun daratan untuk berpijak. Sepintas mungkin
menyenangkan manusia untuk mencicipinya. Lantas apa
setelah itu ? Tidak sedikitpun tersisa nilai utama manusia
di hadapan Sang Pencipta. Baginya tak ada yang perlu
dibicarakan lagi tentang iman dan islam. Dalam hal ini
manusia hanya tinggal melaksanakan.
Alirahman dengan keluguan seorang yang tak henti-
hentinya berfikir, meletakkan iman dan islam sebagai
batas yurisdiksi yang tidak dapat ditawar-tawar dalam
beribadah. Sedangkan ibadah dinyatakan sebagai sikap
perilaku positif manusia dalam menjaga harmonisasi
kehidupan dan lingkungan semata-mata karena Allah
SWT.
Dalam batas yurisdiksi yang jelas, beliau lebih
memusatkan pemikiran terhadap upaya-upaya untuk
menjaga kebenaran. Kebenaran diyakini sebagai resultan
dan sekaligus merupakan vektor-vektor kebutuhan dan
keinginan manusia yang saling berimpitan. Beliau sering
menginatkan bahwa dengan menggunakan berbagai
simbol keduniawian, iblis berupaya membentuk sudut
yang sebesar-besarnya antara vektor kebutuhan dan
keinginan, sehingga kebenaran hanya merupakan resultan
yang cenderung merupakan hasil kompromis pemikiran
manusia dalam menjaga kebenaran.

Menggali Warna 12
Nyaris sulit dibedakan antara Alirahman yang kaku
terhadap nilai-nilai kebenaran dengan Alirahman yang
mencoba mencari berbagai metode pendekatan yang
mampu memproyeksikan kedua vektor ke dalam satu
garis yang memiliki arah positif. Secara teknis, kebenaran
merupakan pernyataan umum yang membenarkan atau
menyalahkan pengelolaan hak yang menjadi atribut
seseorang. Sedangkan kewajiban merupakan hak pihak
lainnya terhadap kepastian pengelolaan hak yang menjadi
atribut sesorang.
Keheranan yang beliau rasakan akhir akhir ini
adalah hilangnya kepercayaan sesorang terhadap
sesama. Jika pelaksanaan transaksi tidak dapat
dibuktikan secara hitam putih, maka hampir dipastikan
akan ada satu fihak yang cedera dalam pelaksanaan
transaksinya. Beliau mengenangkan beberapa puluh
tahun lalu tentang transaksi jual beli tanah yang hanya
mengucapkan basmallah, dimana kemudian setelah itu
kedua pihak tetap menjaga kebenaran transaksi tersebut,
baik secara perorangan maupun di dalam masyarakat.
Hal ini yang diistilahkan beliau dengan hilangnya
kepercayaan manusia dengan manusia lainnya. Sering
beliau pertanyakan mana yang lebih mulya antara
hubungan transaksi yang dibentuk oleh kepercayaan
secara lisan atau hubungan tertulis ?
Dengan ringan beliau menjelaskan masing-masing
kemulyaan yang dibentuk oleh kedua pendekatan
tersebut. Kemuliaan transaksi lisan hanya dapat terwujud
jika hanya jika terdapat fungsi pengawasan masyarakat
yang tinggi. Sebaliknya kemuliaan transaksi tertulis
cenderung berfungsi sebagai tindakan pengawasan
Menggali Warna 13
masyarakat itu sendiri. Hanya saja pada kemuliaan
transaksi lisan kedua belah fihak memfungsikan Yang
Maha Kuasa sebagai saksi dan sekaligus ancaman azab
sebagai sanksinya.
Zaman sudah berubah. Tuhan menjadi tidak lebih
mulia dari kebutuhan dan keinginan manusia untuk
menikmati hidup di dunia. Kepedihan ini yang membuat
seorang Alirahman menjadi gundah berkepanjangan.
Bagaimana mungkin seorang manusia bisa hidup dalam
kerangka kepercayaan yang semakin menipis terhadap
kebesaran tuhannya dan manusia lainnya ? Ketika
kepercayaan manusia terhadap manusia lainnya
mencapai titik terendah, maka kegiatan pembangunan
akan banyak bersifat merusak.
Beralihnya kepercayaan manusia terhadap tuhan
dan manusia kepada nilai kepentingan material
menunjukkan pilar utama manusia telah dikuasai duniawi.
Keadaan ini semakin diperparah ketika peradaban yang
berada di tangan kaum muda yang membaca peradaban
dengan menggunakan terminologi dan sudut pandang
yang berbeda dengan akar budayanya. Keinginan
manusia yang dijadikan struktur peradaban dalam
pengembangan bentuk-bentuk dan kualitas kehidupan,
telah membuat manusia menjadi tamak dan terus dikuasai
oleh keinginan itu sendiri.
Alirahman hanya bisa berfikir dan merasa. Tidak
banyak yang bisa ia perbuat ketika harus berhadapan
dengan peradaban yang berpilarkan pengarus-utamaan
keinginan. Bukankah keinginan adalah situasi harapan
yang dicirikan oleh saratnya pemenuhan kepentingan
secara maksimal? Bukankah upaya untuk memaksimalkan
Menggali Warna 14
kepentingan akan menciptakan situasi yang mengarah
kepada terbentuknya sistem yang open akses terhadap
berbagai penggalian sumberdaya yang belum tersentuh
oleh peraturan ?
Masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang
selalu mengarah kepada pengujian premis dan asumsi
yang digunakan secara umum dalam peradaban.
Sebelum ada pengujian yang terstruktur secara integral
dan bersifat holistik, tidaklah berani seorang Alirahman
untuk menyatakan peradaban telah salah mengarah.
Faktanya kebenaran menjadi sering terabaikan oleh
kekuatan pengarusutamaan kepentingan yang
terakumulasi secata kolektif.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kebenaran yang lahir
dari kepentingan yang didasarkan pada kebutuhan akan
sering berhadapan dengan kebenaran yang lahir dari
kepentingan yang didasarkan keinginan. Kelompok
kepentingan yang didasarkan pada kebutuhan akan
menganggap bahwa kelompok kepentingan yang
didasarkan pada keinginan akan mendorong terbentuknya
sistem peradaban yang rapuh dalam memelihara hasil
pembangunan itu sendiri. Sebaliknya, kelompok
kepentingan yang didasarkan pada keinginan akan
menganggap kelompok kepentingan yang didasarkan
pada kebutuhan terlalu lambat dalam mengantisipasi
pertumbuhan kebutuhan yang telah berkembang ke dalam
multi dimensi.
Setiap orang akan dengan mudah mengatakan
bahwa pemecahan masalah dari kedua kelompok tersebut
adalah terbukanya pintu kompromi yang menjembatani
pemikiran keduanya. Akan tetapi apabila dikaji dengan
Menggali Warna 15
lebih cermat, kesulitan yang akan timbul menjadi tidak
terukur, yaitu ketika terperangkap di dalam bentuk dan
nilai kepentingan itu sendiri.
Keterbatasan upaya untuk menghadapi
perkembangan dunia yang begitu luas, menyadarkan
Alirahman tentang begitu besarnya rahmat Allah SWT
yang memberi kemerdekaan kepada setiap manusia untuk
berfikir dalam keadaan sesulit apapun. Hanya pemikiran
dan intuisi yang dapat dijadikan pisau analisis untuk
memilih berbagai kebenaran yang dimiliki setiap pribadi
dan atau kelompok masyarakat.
Entah pada saat kapan dan dimana Alirahman
memperoleh hidayah pencerahan terhadap jalan lurus.
Meskipun tidak mudah untuk dikatakan, pencerahan
tersebut hanya dapat disapaikan dalam bentuk pesan,
yaitu dengan hanya bermodalkan keterbatasan dan iman,
mata batin manusia akan mampu membedakan
sedemikian banyaknya kebenaran ke dalam kebenaran
hak yang hanya satu.
Istilah kebenaran yang hak tidaklah asing bagi
siapapun. Akan tetapi bagi seorang Alirahman kebenaran
tersebut menjadi sangat luar biasa, yaitu ketika dalam
ketidakberdayaan manusia hakikat kebenaran itu terbukti
dan muncul di waktu mendatang. Seolah-olah dalam
ketidakberdayaan manusia, kebenaran dikalahkan dan
bersembunyi di dalam relung hati manusia. Ditambah lagi
dengan tingginya perubahan situasi dalam kehidupan
manusia, kebenaran diletakkan hanya sebagai suatu
keyakinan tanpa pembuktian asumsi. Bahkan rasionalitas
cenderung kukuh dibentuk dengan berstrukturkan
kepentingan yang penuh dengan perhitungan untung rugi.
Menggali Warna 16
Berdasarkan pemikiran tersebut, kebenaran yang
hak adalah kebenaran yang bersifat kontinyu dari waktu
awal hingga ke akhir waktu itu sendiri. Kontinyuitas
kebenaran ini yang difahami oleh Alirahman sebagai
kesabaran manusia untuk tetap berada di jalan menuju
keselamatan dunia dan akhirat.

Amal Ibadah Indikator Kunci Kemuliaan Manusia

Tingginya iman dan terjaganya kebenaran di dalam


cara berfikir dan bertindak manusia merupakan indikator
kualitas manusia dalam mengemban amanah sebagai
khalifah di muka bumi. Keduanya yang terbungkus dalam
kesabaran manusia yang hampir tidak dapat dipisahkan
satu sama lain.
Banyak orang yang menyatakan bahwa kebenaran
akan terbukti dengan berjalannya waktu. Bagi seorang
Alirahman, kebenaran merupakan akumulasi amal ibadah,
sebagai hasil dari pelaksanaan niat seseorang untuk
berbuat baik dan benar di jalan agamanya masing-masing.
Seumur hidupnya yang bertugas sebagai perencana
pembangunan membentuk berfikir Alirahman yang tidak
pernah lepas dari bagaimana seseorang melakukan
penilaian terhadap apa yang telah dan akan diperbuat di
dalam hidupnya. Indikator kunci yang digunakan untuk
menilai outcome dari amal ibadah itu sendiri dibangun
oleh indikator iman yang merupakan input, yang disertai
oleh indikator ouput yang dinilai dari hasil penjagaan
terhadap kebenaran, serta cara berfikir sebagai indikator
proses dalam menghasilkan amal ibadah.

Menggali Warna 17
Penutup

Sosok Alirahman telah mengajarkan kepada orang-


orang muda bagaimana bersikap ikhlas, membentuk dan
mengembangkan cara berfikir secara terus menerus,
menyadari keterbatasan manusia dalam menentukan
pilihan, mengingatkan bahwa iblis adalah musuh manusia,
serta mengingatkan bahwa amal ibadah merupakan kunci
penilaian terhadap keberhasilan hidup manusia.

Menggali Warna 18

You might also like