Professional Documents
Culture Documents
Ikhlas
Menggali Warna 1
mengikuti pelajaran mengaji ayat-ayat Al Quran masih
diwarnai oleh ketaatan seorang anak terhadap orang tua
dan keinginan untuk bermain dengan teman-teman
sebaya di surau, akan tetapi ingatan terhadap suasana
batiniah pengajian tersebut masih kental dalam dirinya.
Dalam setiap akhir sholat selalu disempatkan untuk
memanjatkan doa bagi orang tua, keluarga, teman, dan
bahkan seluruh umat muslim merupakan salah satu
sumber kekuatan yang membentuk keyakinan dalam
berfikir, merasa, dan bersikap ikhlas terhadap seluruh
jalan hidup yang telah dan akan dijalaninya.
Pergaulannya dengan tokoh-tokoh agama dan
pemikiran Islam membawa beliau kepada pendalaman,
penajaman, dan penghayatan terhadap ayat-ayat suci Al
Quran yang secara sederhana diwujudkan dan diamalkan
dalam terminologi ikhlas bagi diri sendiri dan orang
banyak. Cara berfikir, merasa, dan bersikap ikhlas tidak
hanya terbatas pada diri sendiri dan keluarga, akan tetapi
sering muncul dalam setiap pembicaraan dalam topik
apapun.
Seringkali dicontohkan tentang keikhlasan penganut
agama lainnya untuk menutup toko-toko makanan dan
tidak melakukan kegiatan yang mengganggu kegiatan
masyarakat Islam sewaktu berpuasa merupakan bentuk
toleransi yang didasarkan kepada keikhlasan suatu kaum.
Demikian juga rasa toleransi yang tinggi dari umat-umat
lainnya pada saat hari raya Nyepi bagi umat hindu
merupakan contoh pemahaman diri terhadap terminologi
ikhlas di dalam toleransi atar umat beragama. Keikhlasan
yang mewujud dalam rasa toleransi beragama inilah yang
dianggap mampu membawa bangsa dan negara
Menggali Warna 2
Indonesia kepada kerukunan beragama yang
dibanggakan selama ini.
Bentuk keikhlasan ini tidak terbatas pada masalah-
masalah umat dan negara, akan tetapi diwujudkan hingga
kesediaan untuk menerima dan membalas telpon dari
siapapun. Kalaupun tidak sempat menerima atau
berhalangan, pada waktu kemudian beliau akan berusaha
menghubungi kembali nomor tersebut.
Dasar pemikiran untuk menerima atau menghubungi
kembali telpon yang tidak sempat diterima menunjukkan
bahwa Alirahman memiliki kapasitas yang besar untuk
menampung dan memecahkan permasalahan yang
dihadapi oleh penelpon. Tidak terbersit sedikitpun
pemikiran bahwa penelpon tersebut akan menyusahkan
atau merugikan beliau secara material maupun psikologis.
Perilaku ini merupakan bentuk lanjut dari rasa ikhlas yang
diwujudkan dalam menjaga hubungan silaturahmi dan
penghargaan setinggi tingginya terhadap manusia
lainnya.
Wujud rasa ikhlas yang tinggi juga terlihat dalam
keberanian beliau untuk menolak berbagai kepentingan
individu atau kelompok tertentu yang akan dan dapat
merugikan masyarakat umum. Sikap berani menolak dan
tidak ada kompromi tersebut dikemas dalam kata-kata
halus sampai keras, tergantung pada individu atau
kelompok yang dihadapi. Hal ini menunjukkan bahwa
keberanian untuk menghadapi masalah yang lebih besar,
bahkan harus mengorbankan nyawa, merupakan rasa
ikhlas yang tinggi bagi kepentingan umat yang lebih besar.
Menggali Warna 3
Keikhlasan lainnya yang sulit diterima banyak orang
adalah keberanian untuk dimusuhi atau dipersalahkan
sebagai akibat lanjutan dari tindakannya yang selalu
mencoba memperingatkan siapa saja yang akan dan
tampak melakukan kesalahan. Meskipun sangat disadari
oleh seorang Alirahman bahwa kebenaran yang ia yakini
belum tentu benar dan sesuai bagi orang-orang yang
ditegur, akan tetapi kebenaran yang mendasar diyakini
merupakan bentuk pengetahuan setiap orang dalam
berfikir dan bertindak. Keyakinan akan kebenaran dasar
inilah yang dijadikan pegangan untuk mengevaluasi sikap
dan perilaku lingkungan masyarakatnya dalam
berinteraksi diantara sesama.
Menggali Warna 6
Apabila dirinci secara ilmiah, cara berfikir Alirahman
selalu diawali dengan kajian rinci terhadap aspek-aspek
normatif yang dilanjutkan dengan kajian rinci terhadap
pemikiran positif, sehingga pemecahan masalah yang
terbentuk dalam sikap dan perilakunya terstruktur secara
pragmatis yang berdasar. Rasionalitas inilah yang
membuat seorang Alirahman hampir tidak pernah salah
dalam mengevaluasi atau menilai suatu sub-sistem
sederhana sampai kepada sistem yang rumit.
Menggali Warna 7
menghasilkan dampak dengan skala dan intensitas yang
tidak terbayangkan sebelumnya. Hal ini akan menjadi
fatal bagi sesorang dan lingkungan sosialnya. Apalagi jika
yang berbuat kesalahan adalah seorang penentu
kebijakan di negara ini.
Bagi beberapa kalangan yang kurang mengenal
beliau dengan baik, kesan pertama yang muncul adalah
Alirahman tidak lebih dari sosok manusia sombong dan
perfeksionis sejati. Pandangan ini menjadi sangat keliru
jika kita cermati perilaku beliau sehari hari yang selalu
menjalani proses pembelajaran terhadap sesuatu.
Kesalahan akan lahir jika seseorang berhenti belajar
dalam hidupnya. Kalimat inilah yang selalu diucapkan jika
tampak olehnya orang-orang muda yang sarat berkata-
kata tanpa didukung oleh data dan bukti-bukti emprik
dalam konsepnya.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa
pembelajaran yang dilakukan Alirahman adalah dengan
melakukan komunikasi dengan siapapun dalam
kesempatan apapun. Lebih tepat jika dikatakan bahwa
proses belajar yang beliau lakukan adalah dengan
mengenal sebanyak-banyaknya masalah yang dihadapi
setiap individu, kelompok dan jenis masyarakat kecil, yaitu
untuk memperoleh gambaran tentang fenomena sosial
budaya masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang
dilontarkan dalam setiap kesempatan berdiskusi selalu
diawali dengan pertanyan tentang kebutuhan dan atau
keinginan dari orang yang diajak berbicara. Baru
kemudian dilanjutkan dengan pilihan-pilihan yang tersedia
dan yang mungkin diakses.
Menggali Warna 8
Kerangka berfikir tersebut menunjukkan bahwa
Alirahman meyakini perkembangan sosial budaya
merupakan sumber dan sekaligus arah bagi
pembangunan aspek ekonomi, politk, pertahanan dan
keamanan, dan tidak sebaliknya. Meskipun tidak pernah
secara langsung ditanggapi, beliau menganggap bahwa
interaksi ekonomi, politik, dan hankam juga akan
membentuk peradaban sosial budaya baru, yang secara
perlahan merupakan kritalisasi dari dampak kebutuhan
dan keinginan masyarakat dalam tatanan budaya dunia.
Secara sederhana, dapat dikatakan Alirahman
layaknya manusia biasa yang sebagian besar hidupnya
hanya digunakan untuk mengingat, menimbang dan
memutuskan alternatif-alternatif pilihan-pilihan terbaik dari
kebutuhan dan keinginan manusia dalam membangun
keluarga sakinah sampai kepada masalah negara.
Kesantunan untuk memahami muatan konsep dalam
tataran pemikiran orang-orang di lingkungannya
mengarahkan beliau kepada pemikiran bahwa setiap buah
fikiran atau konsep perlu disajikan dalam bahasa dan
terminologi yang dipahami secara pasti oleh sasaran.
Adanya perbedaan bahasa dan terminologi dalam
berkomunikasi dianggap sebagai suatu kecelakaan besar
yang bermuara pada terbentuknya kelangkaan dan
informasi yang asimetrik.
Kelangkaan dan asimetrik informasi inilah yang
sering disampaikan sebagai salah satu hambatan terbesar
dalam pembangunan ekonomi masyarakat pedesaan yang
memiliki bahasa dan terminologi yang berbeda. Di
tambah lagi dengan pemahaman bahwa aturan main dan
hukum akan lahir sebagai bentuk pemuliaan hak dan
Menggali Warna 9
kewajiban setiap warganegara dalam memanfaatkan dan
memelihara hasil pembangunan, semakin mendudukkan
bahasa dan terminologi sebagai bentuk upaya tegas
dalam penegakan hukum. Dengan demikian tidaklah
aneh bagi seorang Alirahman untuk terus belajar
menguasai berbagai bahasa di nusantara, seperti bahasa
jawa, sunda, batak, dan minang sebagai bahasa yang
dominan digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Layaknya pemahaman seseorang yang menghargai
bahasa suatu suku atau bangsa, hampir dapat dikatakan
bahwa Alirahman merupakan orang yang tunduk terhadap
adat budaya Lampung. Rasa hormatnya yang tinggi
terhadap budaya sering dikatakan sebagai wujud rasa
hormat terhadap kearifan nenek moyang yang secara
normatif mampu membatasi perilaku manusia di dalam
masing-masing sukunya. Dan ini tidak berarti beliau
meninggikan adat budaya Lampung sebagai adat istiadat
yang lebih tinggi dari adat istiadat lainnya, akan tetapi
lebih dapat diistilahkan sebagai acuan pribadi dalam
menghormati dan mengadopsi berbagai adat istiadat
lainnya dalam khasanah nasional.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Alirahman adalah
manusia biasa yang diciptakan dengan berbagai
ketidakmampuan, sehingga beliau mendefinisikan
manusia biasa adalah manusia yang selalu bertuhan,
berfikir, dan merasa.
Menggali Warna 10
terbuka menyatakan bahwa mereka berkawan dengan
iblis. Kalaupun berkawan, mereka akan melakukan
dengan sembunyi-sembunyi atau hanya diketahui oleh
kelompoknya sendiri.
Sikap eksklusif iblis memang demikian. Secara
sistematik tidak pernah lelah untuk selalu mencari
kelemahan pemikiran manusia. Berbagai kelemahan
aturan dan norma merupakan peluang untuk
menjerumuskan manusia ke dalam kehinaan bathin.
Hanya saja karena tidak ada seorang manusia pun yang
dapat terlepas dari aturan dan norma, sehingga seringkali
sulit untuk melihat tanda-tanda pengaruh iblis di dalam
wajah manusia.
Sering diucapkan dalam beberapa kesempatan
bahwa Iblis tidak pernah mati akal. Ini bedanya malaikat
dengan iblis. Iblis mampu memberikan berbagai insentif
yang tak terhingga jumlahnya kepada manusia melalui
perhitungan-perhitungan keduniawian yang nyaris akurat
menurut akal manusia. Iblis bersembunyi dan tak henti-
hentinya berusaha untuk menguasai akal manusia.
Sesekali tampaklah sosok iblis yang berpura pura simpati
ketika sesorang menyesal telah melakukan dosa besar,
lantas kemudian dicoba berbagai cara mempengaruhi
manusia untuk melakukan kesalahan yang sama maupun
berbeda.
Hampir semua manusia faham dengan kuasa iblis
yang besar dalam kehidupan di dunia. Akan tetapi apakah
setiap manusia sadar untuk tetap sadar memilih jalan
kesatria menuju kesempurnaan dunia dan akhirat ? Untuk
ini Alirahman sebagai seorang muslim, beliau memegang
teguh pemahaman terhadap surat Al Asr, yaitu surat yang
Menggali Warna 11
menjelaskan bahwa manusia akan termasuk dalam
golongan orang merugi apabila tidak beriman, tidak
menjaga kebenaran, dan tidak sabar.
Kehilangan iman merupakan sebesar-besarnya
kehilangan. Melayang tanpa arah seolah tiada langit
maupun daratan untuk berpijak. Sepintas mungkin
menyenangkan manusia untuk mencicipinya. Lantas apa
setelah itu ? Tidak sedikitpun tersisa nilai utama manusia
di hadapan Sang Pencipta. Baginya tak ada yang perlu
dibicarakan lagi tentang iman dan islam. Dalam hal ini
manusia hanya tinggal melaksanakan.
Alirahman dengan keluguan seorang yang tak henti-
hentinya berfikir, meletakkan iman dan islam sebagai
batas yurisdiksi yang tidak dapat ditawar-tawar dalam
beribadah. Sedangkan ibadah dinyatakan sebagai sikap
perilaku positif manusia dalam menjaga harmonisasi
kehidupan dan lingkungan semata-mata karena Allah
SWT.
Dalam batas yurisdiksi yang jelas, beliau lebih
memusatkan pemikiran terhadap upaya-upaya untuk
menjaga kebenaran. Kebenaran diyakini sebagai resultan
dan sekaligus merupakan vektor-vektor kebutuhan dan
keinginan manusia yang saling berimpitan. Beliau sering
menginatkan bahwa dengan menggunakan berbagai
simbol keduniawian, iblis berupaya membentuk sudut
yang sebesar-besarnya antara vektor kebutuhan dan
keinginan, sehingga kebenaran hanya merupakan resultan
yang cenderung merupakan hasil kompromis pemikiran
manusia dalam menjaga kebenaran.
Menggali Warna 12
Nyaris sulit dibedakan antara Alirahman yang kaku
terhadap nilai-nilai kebenaran dengan Alirahman yang
mencoba mencari berbagai metode pendekatan yang
mampu memproyeksikan kedua vektor ke dalam satu
garis yang memiliki arah positif. Secara teknis, kebenaran
merupakan pernyataan umum yang membenarkan atau
menyalahkan pengelolaan hak yang menjadi atribut
seseorang. Sedangkan kewajiban merupakan hak pihak
lainnya terhadap kepastian pengelolaan hak yang menjadi
atribut sesorang.
Keheranan yang beliau rasakan akhir akhir ini
adalah hilangnya kepercayaan sesorang terhadap
sesama. Jika pelaksanaan transaksi tidak dapat
dibuktikan secara hitam putih, maka hampir dipastikan
akan ada satu fihak yang cedera dalam pelaksanaan
transaksinya. Beliau mengenangkan beberapa puluh
tahun lalu tentang transaksi jual beli tanah yang hanya
mengucapkan basmallah, dimana kemudian setelah itu
kedua pihak tetap menjaga kebenaran transaksi tersebut,
baik secara perorangan maupun di dalam masyarakat.
Hal ini yang diistilahkan beliau dengan hilangnya
kepercayaan manusia dengan manusia lainnya. Sering
beliau pertanyakan mana yang lebih mulya antara
hubungan transaksi yang dibentuk oleh kepercayaan
secara lisan atau hubungan tertulis ?
Dengan ringan beliau menjelaskan masing-masing
kemulyaan yang dibentuk oleh kedua pendekatan
tersebut. Kemuliaan transaksi lisan hanya dapat terwujud
jika hanya jika terdapat fungsi pengawasan masyarakat
yang tinggi. Sebaliknya kemuliaan transaksi tertulis
cenderung berfungsi sebagai tindakan pengawasan
Menggali Warna 13
masyarakat itu sendiri. Hanya saja pada kemuliaan
transaksi lisan kedua belah fihak memfungsikan Yang
Maha Kuasa sebagai saksi dan sekaligus ancaman azab
sebagai sanksinya.
Zaman sudah berubah. Tuhan menjadi tidak lebih
mulia dari kebutuhan dan keinginan manusia untuk
menikmati hidup di dunia. Kepedihan ini yang membuat
seorang Alirahman menjadi gundah berkepanjangan.
Bagaimana mungkin seorang manusia bisa hidup dalam
kerangka kepercayaan yang semakin menipis terhadap
kebesaran tuhannya dan manusia lainnya ? Ketika
kepercayaan manusia terhadap manusia lainnya
mencapai titik terendah, maka kegiatan pembangunan
akan banyak bersifat merusak.
Beralihnya kepercayaan manusia terhadap tuhan
dan manusia kepada nilai kepentingan material
menunjukkan pilar utama manusia telah dikuasai duniawi.
Keadaan ini semakin diperparah ketika peradaban yang
berada di tangan kaum muda yang membaca peradaban
dengan menggunakan terminologi dan sudut pandang
yang berbeda dengan akar budayanya. Keinginan
manusia yang dijadikan struktur peradaban dalam
pengembangan bentuk-bentuk dan kualitas kehidupan,
telah membuat manusia menjadi tamak dan terus dikuasai
oleh keinginan itu sendiri.
Alirahman hanya bisa berfikir dan merasa. Tidak
banyak yang bisa ia perbuat ketika harus berhadapan
dengan peradaban yang berpilarkan pengarus-utamaan
keinginan. Bukankah keinginan adalah situasi harapan
yang dicirikan oleh saratnya pemenuhan kepentingan
secara maksimal? Bukankah upaya untuk memaksimalkan
Menggali Warna 14
kepentingan akan menciptakan situasi yang mengarah
kepada terbentuknya sistem yang open akses terhadap
berbagai penggalian sumberdaya yang belum tersentuh
oleh peraturan ?
Masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang
selalu mengarah kepada pengujian premis dan asumsi
yang digunakan secara umum dalam peradaban.
Sebelum ada pengujian yang terstruktur secara integral
dan bersifat holistik, tidaklah berani seorang Alirahman
untuk menyatakan peradaban telah salah mengarah.
Faktanya kebenaran menjadi sering terabaikan oleh
kekuatan pengarusutamaan kepentingan yang
terakumulasi secata kolektif.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kebenaran yang lahir
dari kepentingan yang didasarkan pada kebutuhan akan
sering berhadapan dengan kebenaran yang lahir dari
kepentingan yang didasarkan keinginan. Kelompok
kepentingan yang didasarkan pada kebutuhan akan
menganggap bahwa kelompok kepentingan yang
didasarkan pada keinginan akan mendorong terbentuknya
sistem peradaban yang rapuh dalam memelihara hasil
pembangunan itu sendiri. Sebaliknya, kelompok
kepentingan yang didasarkan pada keinginan akan
menganggap kelompok kepentingan yang didasarkan
pada kebutuhan terlalu lambat dalam mengantisipasi
pertumbuhan kebutuhan yang telah berkembang ke dalam
multi dimensi.
Setiap orang akan dengan mudah mengatakan
bahwa pemecahan masalah dari kedua kelompok tersebut
adalah terbukanya pintu kompromi yang menjembatani
pemikiran keduanya. Akan tetapi apabila dikaji dengan
Menggali Warna 15
lebih cermat, kesulitan yang akan timbul menjadi tidak
terukur, yaitu ketika terperangkap di dalam bentuk dan
nilai kepentingan itu sendiri.
Keterbatasan upaya untuk menghadapi
perkembangan dunia yang begitu luas, menyadarkan
Alirahman tentang begitu besarnya rahmat Allah SWT
yang memberi kemerdekaan kepada setiap manusia untuk
berfikir dalam keadaan sesulit apapun. Hanya pemikiran
dan intuisi yang dapat dijadikan pisau analisis untuk
memilih berbagai kebenaran yang dimiliki setiap pribadi
dan atau kelompok masyarakat.
Entah pada saat kapan dan dimana Alirahman
memperoleh hidayah pencerahan terhadap jalan lurus.
Meskipun tidak mudah untuk dikatakan, pencerahan
tersebut hanya dapat disapaikan dalam bentuk pesan,
yaitu dengan hanya bermodalkan keterbatasan dan iman,
mata batin manusia akan mampu membedakan
sedemikian banyaknya kebenaran ke dalam kebenaran
hak yang hanya satu.
Istilah kebenaran yang hak tidaklah asing bagi
siapapun. Akan tetapi bagi seorang Alirahman kebenaran
tersebut menjadi sangat luar biasa, yaitu ketika dalam
ketidakberdayaan manusia hakikat kebenaran itu terbukti
dan muncul di waktu mendatang. Seolah-olah dalam
ketidakberdayaan manusia, kebenaran dikalahkan dan
bersembunyi di dalam relung hati manusia. Ditambah lagi
dengan tingginya perubahan situasi dalam kehidupan
manusia, kebenaran diletakkan hanya sebagai suatu
keyakinan tanpa pembuktian asumsi. Bahkan rasionalitas
cenderung kukuh dibentuk dengan berstrukturkan
kepentingan yang penuh dengan perhitungan untung rugi.
Menggali Warna 16
Berdasarkan pemikiran tersebut, kebenaran yang
hak adalah kebenaran yang bersifat kontinyu dari waktu
awal hingga ke akhir waktu itu sendiri. Kontinyuitas
kebenaran ini yang difahami oleh Alirahman sebagai
kesabaran manusia untuk tetap berada di jalan menuju
keselamatan dunia dan akhirat.
Menggali Warna 17
Penutup
Menggali Warna 18