You are on page 1of 26

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah,hanya milik-Nya, hanya kepada-Nya kita memuji, memohon

pertolongan dan memohon ampunan.kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan

buruknya amalan kita. Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah,maka tidak ada yang dapat

menyesatkanya dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang dapat

menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah semata,tidak

ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rosul-Nya.

Makalah ini berisi tentang etika,moral dan akhlak sebagai seorang muslim yang harus kita

ketahui dan wajib kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kita tahu bahwa pada zaman

sekarang banyak orang yang sudah tidak memperhatikan etika,moral dan akhlak dalam kehidupan

sehari-hari.Kami mengharapkan dengan adanya makalah yang kami buat ini para pembaca dapat

menyadari pentingnya posisi etika,moral dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari kita.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan-

kekurangan didalamnya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan

karya tulis ini.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam

menyelesaikan makalah ini.semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semu

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar………………………………………………………………………….1
Daftar isi…………………………………………………………………………………2
BAB I
• Pendahuluan…………………………………………………………….................3
BAB II
• Permasalahan……………………………………………………………………...4
BAB III
• Pembahasan……………………………………………………………………..5-20
A. Pengertian etika,moral dan akhlak

 Pengertian etika……………………………………………………………5
 Pengertian moral…………………………………………………………...6

 Pengertian akhlak …………………………………………………………7


B. Karekteristik etika islam
 Jenis karakteristik dalam etika dalam islam……………………………....11

 Etika bergaul……………………………………………………………….11

C. Hubungan tasawuf dengan akhlak

 Pengertian tasawuf……..………………………………………………….19

 Penjelasan ajaran tasawuf menurut para ulama…………………...............20

D. Aktualisasi akhlak dalam kehidupan………………………………………….20

 Keutamaan akhlak…………………………………………………………23

BAB IV
• Penutup
Kesimpulan dan saran…………………………………………………………….25

1
BAB I
PENDAHULUAN

Sesungguhnya Islam benar-benar menaruh perhatian yang sangat besar kepada manusia di
dalam segala perihal dan urusannya, agama dan dunianya, lapang dan kesulitannya, bangun dan
tidurnya, dikala bepergian dan iqamah, makan dan minum, bahagia dan sedihnya. Tidak ada perkara
kecil ataupun besar apapun yang tidak dijelaskan oleh Islam.bahkan,etika buang hajat-pun sudah
diatur dalam islam.

Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam telah menggoreskan buat kita melalui ucapan dan
perbuatannya.untuk itu kita sebagai muslim sudah selayaknya meneladani beliau dalam segala
keseharian kita baik dalam segi akhlak,moral dan etika.akhlak kita yang seharusnya selalu kita
perbaiki ataupun etika dalam kita menjalani hidup harus sesuai dengan tuntunah Rosulullah
salallahu’alahi wasalam. Melalui kepribadiannya yang mulia, Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam
telah menjelaskan kepada kita contoh etika,ahlak dan moral yang seharusnya ditiru. Maka barang
siapa yang menghendaki kebahagiaan, hendaklah ia menempuh jalan hidup Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam dan meneladani etika,moral dan akhlak-nya.

Oleh karena kebanyakan orang pada akhir-akhir ini yang tidak mengetahui etika,moral dan
akhlak yang Rosulullah ajarkan kepada umatnya tersebut atau butuh untuk diingatkan kembali,
maka kami memandang perlu menyajikannya secara singkat dalam makalah ini, dengan iringan do`a
kepada Allah Tabaroka wata'ala semoga makalah ini bisa berguna bagi kami sebagai penyusun
makalah ini dan segenap kaum muslimin yang membaca makalah ini.

1
BAB II
PERMASALAHAN

Sungguh ironis memang jika kita melihat keadaan umat muslim di zaman ini,mungkin
orang-orang di zaman ini akan sedikit merasa aneh jika ada orang yang meniru akhlak,moral dan
etika yang pernah di ajarkan oleh Rosulullah salallahu’alaihiwassalam karena ajaran islam di zaman
sekarang sungguh asing di tengah-tengah masyarakat kita..kita bisa melihat sendiri kenyataanya di
tengah-tengah masyarakat kita yang mereka sudah tidak lagi memperhatikan akhlak,moral dan etika
sebagaimana yang telah nabi ajarkan kepada umatnya.

Ada sebuah penilitian di Jakarta bahwa dari 10 remaja di ibu kota hanya ada 1 remaja yang
masih perjaka/gadis.ini membuktikan bahwa akhlak dan moral para remaja kita perlu di
pertanyakan.lalu kemana orang tua dan guru yang sudah semestinya memberikan pengajaran bagi
mereka. Sungguh sangat meyedihkan memang jika kita melihat keadaan masyarakat kita di zaman
ini. Banyak para remaja kita yang terlibat pergaulan bebas bahkan tidak sedikit dari mereka yang
sudah memakai obat-obatan terlarang. Para orang tua sudah selayaknya memperhatikan hal ini
karena pendidikan utama dalam hal ini terletak di keluarga. Tapi kenyataanya banyak orang tua yang
tidak memperhatikan anak-anak mereka karena kesibukanya mengurus pekerjaan di luar rumah
sehingga tidak memperhatikan pendidikan bagi keluarganya.

Ibu adalah sosok penting didalam keluarga karena dia adalah seorang pendidik bagi anak-
anaknya.lalu bagaimana jadinya jika seorang ibu yang seharusnya menjadi seorang pendidik tidak
ada di samping anak-anaknya. kita tidak bisa mengandalkan pedidikan kepda guru yang ada di
sekolah karena perhatian mereka tidak seperti orang tua terhadap anaknya.

Hal itulah yang seharusnya menjadi perhatian semua elemen masyarakat terutama para orang
tua yang diamanahkan oleh Allah untuk mendidik anak-anaknya agar memiliki akhlak yang
baik,karena Allah akan meminta pertnaggungjawaban mereka diyaumul akhir kelak.

1
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika,Moral dan Akhlak

1) Pengertian Etika

Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos
yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan(custom). Dalam kamus umum bahasa
Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral). Dari
pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan
tingkah laku manusia.
Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang
berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut ahmad amin mengartikan etika
adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Dari definisi etika tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan
dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika
berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kedua dilihat dari segi
sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka
etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah,
memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan
berbagai ilmu yang memebahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi,
sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya,
etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang
dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia,
terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor
terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada
pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat
relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.
Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan

1
manusia untuk dikatan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof
barat mengenai perbuatan baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika,
karena berasal dari hasil berfikir. Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan
antroposentris yakni bersifat pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan
kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasulkan oleh akal manusia.

2) Pengertian Moral

Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari
kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan
bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara
layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang
digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan)
baik atau buruk, benar atau salah.
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat
mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama
membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau
buruk.
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan.
Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik
atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya
yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di
masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam
konsep-konsep, sedangkan moral berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah
laku yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam
moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya
yang berlaku di masyarakat.
Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit
perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan
etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada.

1
Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral
lebih mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan
oleh masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan
memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang
berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan.
Jadi semakin jelas bahwa etika merupakan cabang dari filsafat yang mempelajari
tingkah laku manusia untuk menentukan nilai perbuatan tersebut. Untuk memberikan
justifikasi baik buruknya suatu perbuatan, akal pikiranlah yang dijadikan parameter. Sekalipun
penggunaan istilah etika sering disamakan dengan istilah akhlak, namun jika diteliti secara
seksama antara keduanya terdapat perbedaan dan persamaan. Persamaannya terletak pada
obyek, yakni sama-sama pembahasan tentang baik-buruknya tingkah laku manusia; sedangkan
perbedaannya terletak pada parameter. Kalau etika menggunakan parameter akal, akhlak
menggunakan parameter agama, yang dalam hal ini adalah Al-Qur’an dan Al-hadist.

Istilah moral berasal dari bahasa latin mores, yaitu jamak dari mos yang berarti adat
kebiasaan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah baik buruk
dari perbuatan dan kelakuan (Poerwadarminta, 1928:654). Dalam Ensiklopedi pendidikan,
moral dikatakan sebagai “nilai dasar dalam masyarakat untuk menentukan baik-buruknya
suatu tindakan yang pada akhirnya menjadi adat istiadat masyarakat tersebut.” Berdasarkan
definisi tersebut dapat diketahui bahwa baik buruknya suatu tindakan, secara moral hanya
bersifat lokal. Persamaannya dengan akhlak dan moral, ketiganya berbicara tentang nilai
perbuatan manusia, sedangkan bedanya akhlak menilai perbuatan manusia dengan tolak ukur
Qur’an dan Sunnah, etika dengan pertimbangan akal pikiran, sedangkan moral menggunakan
tolak ukur adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat tertentu.

3) Pengertian Akhlak

Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan


"akhlak" berasal dari bahasa Arab jama' dari bentuk mufradnya "Khuluqun" yang
menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut
mengandung segi-segi persesuain dengan perkataan "khalkun" yang berarti kejadian, serta
erat hubungan " Khaliq" yang berarti Pencipta dan "Makhluk" yang berarti yang diciptakan.

1
Baik kata akhlaq atau khuluq kedua-duanya dapat dijumpai di dalam al Qur'an,
sebagai berikut:

Yang Artinya :

“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang Agung.” (Q.S.
Al-Qalam, 68:4).

Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi, akhlak memiliki definisi sebagai


berikut:

• Imam Ibnul Mubarak mendefinisikan, "Akhlak yang mulia adalah berwajah ceria,
memberikan kebaikan dan menahan diri dari gangguan" (Kitab Jami'ul Ulum wal Hikam
1/457)

• Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, "Akhlak mulia itu dengan bersabar atas gangguan
manusia, tidak marah dan tidak berlaku kasar kepada mereka" (Kitab Adab Syar'iyah 2/191)

• Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Asas akhlak mulia terhadap sesama manusia adalah
engkau menyambung persahabatan terhadap orang yang memutusmu dengan memberi
salam, memuliakan, mendoakan kebaikannya, memuji dan mengunjunginya" (Kitab Majmu'
Fatawa10/658)

• Syaikh Abdurrahman As Sa'di berkata, "Akhlak yang mulia asasnya adalah sabar dan lembut,
sehingga menghasilkan sifat pemaaf, berlapang dada, bermanfaat bagi manusia, sabar atas
gangguan serta membalas kejelekan dengan kebaikan" (Kitab Ar Riyadhun Nadhirah hal.68)

Suatu ketika dikisahkan seorang sahabat mulia Hakim bin Aflah ra. Bertanya kepada Aisyah
ra tentang akhlak Rosulullah SAW,lalu Aisyah ra menuturkan :

1
“Tidakkah engkau membaca Al Qur'an ? Ketahuilah akhlak beliau adalah Al
Qur'an"(HR.Muslim no.746 Abu Dawud no.1342 dan Ahmad 6/54)

Dan salah satu agenda dakwah Rasulullah SAW di muka bumi ini adalah untuk
menyempurnakan akhlak manusia sebagaimana sabdanya,
"Innamaa bu'itstu liutammimal shaalihal akhlaaq" yang artinya "Sesungguhnya aku diutus
untuk menyempurnakan akhlak yang shalih" (HR. Ahmad 2/381 dan Hakim 2/613, hadits ini
dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Kitab Ash-Shahihah)

Sehingga dengan demikian akhlak yang mulia menempati kedudukan yang tinggi di dalam
Islam dan sangat berkorelasi dengan keimanan. Rasulullah SAW bersabda,
"Akmalul mu'mini imaanan ahsanuHum akhlaaqan" yang artinya "Orang mukmin yang
paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya" (HR. Abu Dawud no. 4682,
At Tirmidzi no. 1162 dan Ahmad 2/472, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam
Kitab Ash-Shahihah)

Berkaitan dengan masalah ini, Imam Ibnul Qayyim juga berkata, "Agama ini seluruhnya
akhlak, barangsiapa memperbaiki akhlaknya maka baik pula agamanya" (Kitab Madarijus
Salikin 2/320)

Pada akhirnya, akhlak mulia yang dimiliki seorang muslim akan membawanya
menuju surga yang penuh dengan kebaikan dan kenikmatan. Rasulullah SAW pernah ditanya
tentang amalan apa yang paling banyak menyebabkan manusia masuk surga maka Rasullah
SAW menjawab:
"TaqwallaHi wa husnul khuluq" yang artinya "Takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia"
(HR. At Tirmidzi no. 2004, Ibnu Majah no. 4246, Ahmad 2/291, Ibnu Hibban no. 476, dan Al
Hakim 4/324, dari Abu Hurairah ra., hadits ini dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Kitab
Ash Shahihah)

Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak


sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling bertentangan, melainkan saling
melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan lahiriah

1
yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran lagi dan sudah menjadi
kebiasaan.
Jika dikaitkan dengan kata Islami, maka akan berbentuk akhlak Islami, secara
sederhana akhlak Islami diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak
yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam menempati
posisi sifat. Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan
mudah, disengaja, mendarah daging dan sebernya berdasarkan pada ajaran Islam. Dilihat
dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal.

Jadi, akhlak islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban


manusia dan mengobati bagi penyakit social dari jiwa dan mental, serta tujuan berakhlak yang baik
untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Dengan demikian akhlak Islami itu jauh lebih sempurna dibandingkan dengan akhlak
lainnya. Jika akhlak lainnya hanya berbicara tentang hubungan dengan manusia, maka akhlak
Islami berbicara pula tentang cara berhubungan dengan binatang, tumbuh-tumbuhan, air, udara
dan lain sebagainya. Dengan cara demikian, masing masing makhluk merasakan fungsi dan
eksistensinya di dunia ini.

Persoalan "akhlak" didalam Islam banyak dibicarakan dan dimuat dalam al-Hadits
sumber tersebut merupakan batasan-batasan dalam tindakan sehari-hari bagi manusia ada yang
menjelaskan artibaik dan buruk. Memberi informasi kepada umat, apa yang mestinya harus
diperbuat dan bagaimana harus bertindak. Sehingga dengan mudah dapat diketahui, apakah
perbuatan itu terpuji atau tercela, benar atau salah.

Kita telah mengetahui bahwa akhlak Islam adalah merupakan sistem moral atau akhlak
yang berdasarkan Islam, yakni bertititk tolak dari aqidah yang diwahyukan Allah kepada
Nabi atau Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan kepada umatnya.

Akhlak Islam, karena merupakan sistem akhlak yang berdasarkan kepada kepercayaan
kepada Tuhan, maka tentunya sesuai pula dengan dasar dari pada agama itu sendiri. Dengan
demikian, dasar atau sumber pokok daripada akhlak adalah al-Qur'an dan al-Hadits yang
merupakan sumber utama dari agama itu sendiri.

1
Pribadi Nabi Muhammad adalah contoh yang paling tepat untuk dijadikan teladan
dalam membentuk kepribadian. Begitu juga sahabat-sahabat Beliau yang selalu berpedoman
kepada al-Qur'an dan as-Sunnah dalam kesehariannya.

Beliau bersabda:

Artinya :

Dari Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Nabi saw bersabda,"telah ku tinggalkan
atas kamu sekalian dua perkara, yang apabila kamu berpegang kepada keduanya,
maka tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah dan sunnah Rasulnya.

Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa segala perbuatan atau tindakan manusia
apapun bentuknya pada hakekatnya adalah bermaksud mencapai kebahagiaan, sedangkan untuk
mencapai kebahagiaan menurut sistem moral atau akhlak yang agamis (Islam) dapat dicapai
dengan jalan menuruti perintah Allah yakni dengan menjauhi segala larangannya dan mengerjakan
segala perintahnya, sebagaimana yang tertera dalam pedoman dasar hidup bagi setiap muslim
yakni al-Qur'an dan as-Sunnah serta ijma shalafus sholeh.

B. karakteristik Etika Islam


Etika islam mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Etika islam mengajarkan dan menuntut manusia pada tingkah laku yang baik dan
menjauhkan dar tingkah laku yang buruk.
b. Etika islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik buruknya
perbuatan didasarkan pada ajaran Allah SWT.
c. Etika islam beersikap universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman
oleh seluruh umat manusia.
d. Etika islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan
meluruskan perbuatan manusia.

1
Di sini kami akan menyajikan penjelasan etika dalam bergaul menurut penjelasan
para ulama:

SIKAP-SIKAP YANG DISUKAI MANUSIA

[a]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Memberi Perhatian Kepada Orang Lain.
Diantara bentuk perhatian kepada orang lain, ialah mengucapkan salam, menanyakan
kabarnya, menengoknya ketika sakit, memberi hadiah dan sebagainya. Manusia itu
membutuhkan perhatian orang lain. Maka, selama tidak melewati batas-batas syar’i,
hendaknya kita menampakkan perhatian kepada orang lain. seorang anak kecil bisa
berprilaku nakal, karena mau mendapat perhatian orang dewasa. orang tua kadang lupa
bahwa anak itu tidak cukup hanya diberi materi saja. Merekapun membutuhkan untuk
diperhatikan, ditanya dan mendapat kasih sayang dari orang tuanya. Apabila kasih sayang
tidak didapatkan dari orang tuanya, maka anak akan mencarinya dari orang lain.

[b]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Mau Mendengar Ucapan Mereka.
Kita jangan ingin hanya ucapan kita saja yang didengar tanpa bersedia mendengar ucapan
orang lain. kita harus memberi waktu kepada orang lain untuk berbicara. Seorang suami –
misalnya-ketika pulang ke rumah dan bertemu istrinya, walaupun masih terasa lelah, harus
mencoba menyediakan waktu untuk mendengar istrinya bercerita. Istrinya yang ditinggal
sendiri di rumah tentu tak bisa berbicara dengan orang lain. Sehingga ketika sang suami
pulang, ia merasa senang karena ada teman untuk berbincang-bincang. Oleh karena itu,
suami harus mendengarkan dahulu perkataan istri. Jika belum siap untuk mendengarkannya,
jelaskanlah dengan baik kepadanya, bahwa dia perlu istirahat dulu dan nanti ceritanya
dilanjutkan lagi.

Contoh lain, yaitu ketika teman kita berbicara dan salah dalam bicaranya itu, maka
seharusnya kita tidak memotong langsung, apalagi membantahnya dengan kasar. kita
dengarkan dulu pembicaraannya hingga selesai, kemudian kita jelaskan kesalahannya
dengan baik.

[c].Manusia Suka Kepada Orang Yang Menjauhi Debat Kusir.

1
Allah berfirman. "Artinya: “Serulah kepada jalan Rabbmu dengan hikmah, dan nasehat yang
baik, dan debatlah mereka dengan cara yang baik,” Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-
Albani rahimahullah dalam kasetnya, menerangkan tentang ayat : "Serulah kepada jalan
Rabbmu dengan hikmah". Beliau berkata, “manusia tidak suka kepada orang yang berdiskusi
dengan hararah (dengan panas). Karena umumnya orang hidup dengan latar belakang……..
dan pemahaman yang berbeda dengan kita dan itu sudah mendarah daging……..sehingga
para penuntut ilmu, jika akan berdiskusi dengan orang yang fanatik terhadap madzhabnya,
(maka) sebelum berdiskusi dia harus mengadakan pendahuluan untuk menciptakan suasana
kondusif antara dia dengan dirinya. target pertama yang kita inginkan ialah agar orang itu
mengikuti apa yang kita yakini kebenarannya, tetapi hal itu tidaklah mudah. Umumnya
disebabkan fanatik madzhab, mereka tidak siap mengikuti kebenaran. target kedua,
minimalnya dia tidak menjadi musuh bagi kita. Karena sebelumnya tercipta suasana yang
kondusif antara kita dengan dirinya. Sehingga ketika kita menyampaikan yang haq, dia tidak
akan memusuhi kita disebabkan ucapan yang haq tersebut. Sedangkan apabila ada orang lain
yang ada yang berdiskusi dalam permasalahan yang sama, namun belum tercipta suasana
kondusif antara dia dengan dirinya, tentu akan berbeda tanggapannya.

[d]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Memberikan Penghargaan Dan Penghormatan
Kepada Orang Lain.

Nabi mengatakan, bahwa orang yang lebih muda harus menghormati orang yang lebih tua,
dan yang lebih tua harus menyayangi yang lebih muda. Permasalahan ini kelihatannya
sepele. Ketika kita shalat di masjid……namun menjadikan seseorang tersinggung karena
dibelakangi. Hal ini kadang tidak sengaja kita lakukan. Oleh karena itu, dari pengalaman kita
dan orang lain, kita harus belajar dan mengambil faidah. Sehingga bisa memperbaiki diri
dalam hal menghormati orang lain. Hal-hal yang membuat diri kita tersinggung, jangan kita
lakukan kepada orang lain. Bentuk-bentuk sikap tidak hormat dan pelecehan, harus kita
kenali dan hindarkan.

Misalnya, ketika berjabat tangan tanpa melihat wajah yang diajaknya. Hal seperti itu jarang
kita lakukan kepada orang lain. Apabila kita diperlakukan kurang hormat, maka kita sebisa
mungkin memakluminya.Karena-mungkin-orang lain belum mengerti atau tidak
menyadarinya.Ketika kita memberi salam kepada orang lain, namun orang tersebut tidak

1
menjawab, maka kita jangan langsung menuduh orang itu menganggap kita ahli bid’ah atau
kafir. Bisa jadi, ketika itu dia sedang menghadapi banyak persoalan sehingga tidak sadar ada
yang memberi salam kepadanya, dan ada kemungkinan-kemungkinan lainnya. Kalau perlu
didatangi dengan baik dan ditanyakan,agar persoalannya jelas. Dalam hal ini kita dianjurkan
untuk banyak memaafkan orang lain.Allah berfirman."Artinya: “Terimalah apa yang mudah
dari akhlaq mereka dan perintahkanlah orang lain mengerjakan yang ma’ruf serta
berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” [Al-A’raaf : 199]

[e]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Memberi Kesempatan Kepada Orang Lain Untuk
Maju.

Sebagai seorang muslim, seharusnya senang jika saudara kita maju, berhasil atau
mendapatkan kenikmatan, walaupun secara naluri manusia itu tidak suka, jika ada orang lain
yang melebihi dirinya. Naluri seperti ini harus kita kekang dan dikikis sedikit demi sedikit.
Misalnya, bagi mahasiswa. Jika di kampus ada teman muslim yang lebih pandai daripada
kita. Maka kita harus senang. Jika kita ingin seperti dia, maka harus berikhtiar dengan rajin
belajar dan tidak bermalas-malasan. Berbeda dengan orang yang dengki, tidak suka jika
temannya lebih pandai dari dirinya. Malahan karena dengkinya itu dia bisa-bisa memboikot
temannya dengan mencuri catatan pelajarannya dan sebagainya.

[f]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Tahu Berterima Kasih Atau Suka Membalas
Kebaikan.
Hal ini bukan berarti dibolehkan mengharapkan ucapan terima kasih atau balasan dari
manusia jika kita berbuat kebaikan terhadap mereka. Akan tetapi hendaklah tidak segan-
segan untuk mengucapkan terima kasih dan membalas kebaikan yang diberikan orang lain
kepada kita.

[g]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Memperbaiki Kesalahan Orang Lain Tanpa Melukai
Perasaannya.

Kita perlu melatih diri untuk menyampaikan ungkapan kata-kata yamg tidak menyakiti
perasaan orang lain dan tetapSampai kepada tujuan yang diinginkan. Dalam sebuah buku
diceritakan, ada seorang suami yang memberikan ceramah dalam suatu majelis dengan
bahasa yang cukup tinggi, sehingga tidak bisa dipahami oleh yang mengikuti majelis

1
tersebut. Ketika pulang, dia menanyakan pendapat istrinya tentang ceramahnya. Istrinya
menjawab dengan mengatakan, bahwa jika ceramah tersebut disampaikan di hadapan para
dosen, maka tentunya akan tepat sekali.

Ucapan itu merupakan sindiran halus, bahwa ceramah itu tidak tepat disampaikan di hadapan
hadirin saat itu, dengan tanpa mengucapkan perkataan demikian. Hal ini bukan berarti kita
harus banyak berbasa-basi atau bahkan membohongi orang lain. Namun hal ini agar tidak
melukai perasaan orang, tanpa kehilangan maksud untuk memperbaikinya.

SIKAP-SIKAP YANG TIDAK DISUKAI MANUSIA

Kita mempelajari sikap-sikap yang tidak disukai manusia agar terhindar dari sikap seperti
itu. Maksud dari sikap yang tidak disukai manusia, ialah sikap yang menyelisihi syariat.
berkaitan dengan sikap-sikap yang tidak disukai manusia, tetapi Allah ridho, maka harus kita
utamakan. Dan sebaliknya, terhadap sikap-sikap yang dibenci oleh Allah, maka harus kita
jauhi.

Adapun perbuatan-perbuatan yang tidak disukai manusia ialah sebagai berikut:

Pertama.Memberi Nasehat Kepadanya Di Hadapan Orang Lain.

Al Imam Asy Syafii berkata dalam syairnya yang berbunyi.

Sengajalah engkau memberi nasehat kepadaku ketika aku sendirian.Jauhkanlah member


nasehat kepadaku dihadapan orang banyak Karena sesungguhnya nasehat yang dilakukan
dihadapan manusia Adalah salah satu bentuk menjelek – jelekkan.Aku tidak ridho
mendengarnya.Apabila engkau menyelisihiku dan tidak mengikuti ucapanku
Maka janganlah jengkel apabila nasehatmu tidak ditaati.

Kata nasehat itu sendiri berasal dari kata nashala, yang memiliki arti khalasa, yaitu murni.
Maksudnya, hendaklah jika ingin memberikan nasehat itu memurnikan niatnya semata –mata
karena Allah. Selain itu, kata nasehat juga bermakna khaththa, yang artinya menjahit.
Maksudnya, ingin memperbaiki kekurangan orang lain. maka secara istilah, nasehat itu
artinya keinginan seseorang yang memberi nasehat agar orang yang diberi nasehat itu
menjadi baik.

Kedua.Manusia Tidak Suka Diberi Nasehat Secara Langsung.

1
Hal ini dijelaskan Al Imam Ibn Hazm dalam kitab Al Akhlaq Was Siyar Fi Mudawatin
Nufus, hendaklah nasehat yang kita berikan itu disampaikan secara tidak langsung. Tetapi,
jika orang yang diberi nasehat itu tidak mengerti juga, maka dapatlah diberikan secara
langsung.

Ada suatu metoda dalam pendidikan, yang dinamakan metoda bimbingan secara tidak
langsung. Misalnya sebuah buku yang ditulis oleh Syaikh Shalih bin Humaid, imam masjidil
Haram, berjudul At Taujihu Ghairul Mubasyir (bimbingan secara tidak langsung).

Metoda ini perlu dipraktekkan, walaupun tidak mutlak. Misalnya, ketika melihat banyak
kebid’ahan yang dilakukan oleh seorang ustadz di suatu pengajian, maka kita tanyakan
pendapatnya dengan menyodorkan buku yang menerangkan kebid’ahan-kebid’ahan yang
dilakukannya.

Ketiga.Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang Selalu Memojokkannya Dengan Kesalahan
– Kesalahannya.

Yang dimaksud dengan kesalahan-kesalahan disini, yaitu kesalahan yang tidak fatal; bukan
kesalahan yang besar semisal penyimpangan dalam aqidah. Karena manusia adalah makhluk
yang banyak memiliki kekurangan-kekurangan pada dirinya.

Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alus Syaikh menjelaskan dalam ceramahnya, bahwa ada
empat fenomena yang mengotori dakwah Ahlu Sunnah Wal Jamaah.

[1]. Memandang sesuatu hanya dari satu sisi, yaitu hanya dalam masalah-masalah
ijtihadiyah.

[2]. Isti’jal atau terburu-buru.

[3]. Ta’ashub atau fanatik.

[4]. Thalabul kamal atau menuntut kesempurnaan.

Syaikh Shalih menjelaskan, selama seseorang berada di atas aqidah yang benar, maka kita
seharusnya saling nasehat-menasehati, saling mengingati antara satu dengan yang lain.
bukan saling memusuhi. Rasulullah bersabda yang artinya, “janganlah seorang mukmin

1
membenci istrinya, karena jika dia tidak suka dengan satu akhlaknya yang buruk, dia akan
suka dengan akhlaqnya yang baik.

Imam Ibn Qudamah menjelaskan dalam kitabMukhtasar Minhajul Qashidin, bahwa ada
empat kriteria yang patut menjadi pedoman dalam memilih teman.

[1]. Aqidahnya benar.

[2]. Akhlaqnya baik.

[3]. Bukan dengan orang yang tolol atau bodoh dalam hal berprilaku. Karena dapat
menimbulkan mudharat.

[4]. Bukan dengan orang yang ambisius terhadap dunia atau bukan orang yang materialistis.

Keempat.
Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang Tidak Pernah Melupakan Kesalahan Orang Lain.

Sebagai seorang muslim, kita harus bisa memafkan dan melupakan kesalahan orang lain atas
diri kita. tidak secara terus-menerus mengungkit-ungkit, apalagi menyebut-nyebutnya di
depan orang lain. terkadang pada kondisi tertentu, membalas kejahatan itu bisa menjadi
suatu keharusan atau lebih utama. Syaikh Utsaimin dalam kitab Syarh Riyadush Shalihin
menjelaskan, bahwa memaafkan dilakukan bila terjadi perbaikan atau ishlah dengan
pemberian maaf itu. Jika tidak demikian, maka tidak memberi maaf lalu membalas
kejahatannya.

Kelima.Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang Sombong.

Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga, barang siapa yang di
dalam hatinya ada sifat sombong, walau sedikit saja…….. " sombong itu adalah menolak
kebenaran dan merendahkan orang lain. ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan
manusia menjadi sombong.

[1]. Harta atau uang .

[2]. Ilmu.

1
[3]. Nasab atau keturunan.

Keenam.Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang Terburu-Buru Memvonis Orang Lain.

Dr. Abdullah Al Khatir rahimahullah menjelaskan, bahwa di masyarakat ada fenomena yang
tidak baik. Yaitu sebagian manusia menyangka, jika menemukan orang yang melakukan
kesalahan, mereka menganggap, bahwa cara yang benar untuk memperbaikinya, ialah
dengan mencela atau menegur dengan keras. Padahal para ulama memilik kaedah, bahwa
hukum seseorang atas sesuatu, merupakan cabang persepsinya atas sesuatu tersebut.

Ketujuh.Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang Mempertahankan Kesalahannya, Atau


Orang Yang Berat Untuk Rujuk Kepada Kebenaran Setelah Dia Meyakini Kebenaran
Tersebut.

Syaikh Abdurrahman bin Yahya Al Mu’allimi rahimahullah berkata, “pintu hawa nafsu itu
tidak terhitung banyaknya”. oleh karena itu, kita harus berusaha menahan hawa nafsu dan
menundukkannya kepada kebenaran. Sehingga lebih mencintai kebenaran daripada hawa
nafsu kita sendiri.

Kedelapan.Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang Menisbatkan Kebaikan Kepada Dirinya
Dan Menisbatkan Kejelekan Kepada Orang Lain.

Syaikh Utsaimin rahimahullah dalam kasetnya yang menjelaskan syarh Hilyatul ‘ilm,
tentang adab ilmu. Beliau menjelaskan, bahwa jika kita mendapati atsar dari salaf yang
menisbatkan kebaikan kepada dirinya, maka kita harus husnudzan. Bahwa hal itu
diungkapkan bukan karena kesombongan, tetapi untuk memberikan nasehat kepada kita.

Dalam kitab Ighasatul Lahfan, Al Imam Ibn Qayyim menjelaskan, bahwa manusia diberi
naluri untuk mencintai dirinya sendiri. Sehingga apabila terjadi perselisihan dengan orang
lain, maka akan menganggap dirinya yang berada di pihak yang benar, tidak punya kesalahan
sama sekali. sedangkan lawannya, berada di pihak yang salah. Dia merasa dirinya yang
didhalimi dan lawannyalah yang berbuat dhalim kepadanya.Tetapi, jika dia memperhatikan
secara mendalam, kenyataannya tidaklah demikian.

1
Oleh karena itu, kita harus terus introspeksi diri dan hati-hati dalam berbuat. Agar bisa
menilai apakah langkah kita sudah benar. Wallahu a’lam.

C. HUBUNGAN TASAWUF DENGAN AKHLAK


Definisi tasawuf/shufi menurut para ulama

Kata Tasawuf / Shufi berasal dari bahasa Yunani “Shufiya” yang artinya: hikmah. Ada pendapat
lain yang mengatakan bahwa kata ini merupakan penisbatan kepada pakaian dari kain “Shuf” (kain
wol) dan pendapat ini lebih sesuai karena pakaian wol di zaman dulu selalu diidentikkan dengan
sifat zuhud, Ada juga yang mengatakan bahwa memakai pakaian wol dimaksudkan untuk
bertasyabbuh (menyerupai) Nabi ‘Isa Al Masih ‘alaihi sallam (Lihat kitab kecil “Haqiqat Ash
Shufiyyah Fii Dhau’il Kitab was Sunnah” (hal.13), tulisan Syaikh DR. Muhammad bin Rabi’
Al Madkhali).

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: “Ada perbedaan pendapat dalam penisbatan kata
“Shufi”, karena kata ini termasuk nama yang menunjukkan penisbatan, seperti kata “Al Qurasyi”
(yang artinya: penisbatan kepada suku Quraisy), dan kata “Al Madani” (artinya: penisbatan kepada
kota Madinah) dan yang semisalnya.

Ada yang mengatakan: “Shufi” adalah nisbat kepada Ahlush Shuffah (Ash Shuffah adalah
semacam teras yang bersambung dengan mesjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang dulu
dijadikan tempat tinggal sementara oleh beberapa orang sahabat Muhajirin radhiallahu ‘anhum yang
miskin, karena mereka tidak memiliki harta, tempat tinggal dan keluarga di Madinah, maka Rasullah

1
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan mereka tinggal sementara di teras tersebut sampai
mereka memiliki tempat tinggal tetap dan penghidupan yang cukup. Lihat kitab Taqdis Al Asykhash
tulisan Syaikh Muhammad Ahmad Lauh 1/34, -pen), tapi pendapat ini (jelas) salah, karena kalau
benar demikian maka mestinya pengucapannya adalah: “Shuffi” (dengan huruf fa’ yang didobel).

Ada juga yang mengatakan nisbat kepada “Ash Shaff” (barisan) yang terdepan di hadapan
Allah ‘Azza wa Jalla , pendapat ini pun salah, karena kalau benar demikian maka mestinya
pengucapannya adalah “Shaffi” (dengan harakat fathah pada huruf “shad” dan huruf “fa’” yang
didobel. Ada juga yang mengatakan nisbat kepada “Ash Shafwah” (orang-orang terpilih) dari semua
makhluk Allah ‘Azza wa Jalla , dan pendapat ini pun salah karena kalau benar demikian maka
mestinya pengucapannya adalah: “Shafawi”.

Ada juga yang mengatakan nisbat kepada (seorang yang bernama) Shufah bin Bisyr bin Udd
bin Bisyr bin Thabikhah, satu suku dari bangsa Arab yang di zaman dulu (zaman jahiliah) pernah
bertempat tinggal di dekat Ka’bah di Mekkah, yang kemudian orang-orang yang ahli nusuk (ibadah)
setelah mereka dinisbatkan kepada mereka, pendapat ini juga lemah meskipun lafadznya sesuai jika
ditinjau dari segi penisbatan, karena suku ini tidak populer dan tidak dikenal oleh kebanyakan
orang-orang ahli ibadah, dan kalau seandainya orang-orang ahli ibadah dinisbatkan kepada mereka
maka mestinya penisbatan ini lebih utama di zaman para sahabat, para tabi’in dan tabi’it tabi’in, dan
juga karena mayoritas orang-orang yang berbicara atas nama shufi tidak mengenal qabilah (suku) ini
dan tidak ridha dirinya dinisbatkan kepada suatu suku yang ada di zaman jahiliyah yang tidak ada
eksistensinya dalam islam. Ada juga yang mengatakan –dan pendapat inilah yang lebih dikenal-
nisbat kepada “Ash Shuf” (kain wol).” (Majmu’ul Fatawa 11/5-6).

PENJELASAN AJARAN TASAWUF/SUFI MENURUT PARA ULAMA


Tasawuf adalah istilah yang sama sekali tidak dikenal di zaman para sahabat
radhiallahu‘anhum bahkan tidak dikenal di zaman tiga generasi yang utama (generasi sahabat,
tabi’in dan tabi’it tabi’in). Ajaran ini baru muncul sesudah zaman tiga generasi ini. (Lihat
Haqiqat Ash Shufiyyah hal. 14).
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, “Adapun lafazh “Shufiyyah”, lafazh ini tidak
dikenal di kalangan tiga generasi yang utama. Lafazh ini baru dikenal dan dibicarakan setelah
tiga generasi tersebut, dan telah dinukil dari beberapa orang imam dan syaikh yang
membicarakan lafazh ini, seperti Imam Ahmad bin Hambal, Abu Sulaiman Ad Darani dan yang

1
lainnya, dan juga diriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri bahwasanya beliau membicarakan lafazh
ini, dan ada juga yang meriwayatkan dari Hasan Al Bashri.” (Majmu’ Al Fatawa 11/5).

Kemudian Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwasanya ajaran ini pertama kali muncul di kota
Bashrah, Iraq, yang dimulai dengan timbulnya sikap berlebih-lebihan dalam zuhud dan ibadah yang
tidak terdapat di kota-kota (islam) lainnya. (Majmu’ Al Fatawa 11/6).

Berkata Imam Ibnu Al Jauzi: “Tasawuf adalah suatu aliran yang lahirnya diawali dengan
sifat zuhud secara keseluruhan, kemudian orang-orang yang menisbatkan diri kepada aliran ini
mulai mencari kelonggaran dengan mendengarkan nyanyian dan melakukan tari-tarian, sehingga
orang-orang awam yang cenderung kepada akhirat tertarik kepada mereka karena mereka
menampakkan sifat zuhud, dan orang-orang yang cinta dunia pun tertarik kepada mereka karena
melihat gaya hidup yang suka bersenang-senang dan bermain pada diri mereka.” (Talbis Iblis hal
161).

Dan berkata DR. Shabir Tha’imah dalam kitabnya Ash Shufiyyah Mu’taqadan Wa Maslakan
(hal. 17): “Dan jelas sekali besarnya pengaruh gaya hidup kependetaan Nasrani -yang mereka selalu
memakai pakaian wol ketika mereka berada di dalam biara-biara- pada orang-orang yang
memusatkan diri pada kegiatan ajaran tasawuf ini di seluruh penjuru dunia, padahal Islam telah
membebaskan dunia ini dengan tauhid, yang mana gaya hidup ini dan lainnya memberikan suatu
pengaruh yang sangat jelas pada tingkah laku para pendahulu ahli tasawuf.” (Dinukil oleh Syaikh
Shalih Al Fauzan dalam kitabnya “Haqiqat At Tashawuf” hal. 13).

Dan berkata Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir dalam kitab beliau At Tashawuf, Al Mansya’ wa Al
Mashdar hal. 28: “Ketika kita mengamati lebih dalam ajaran-ajaran tasawuf yang dulu maupun yang
sekarang dan ucapan-ucapan mereka, yang dinukil dan diriwayatkan dalam kitab-kitab tasawuf yang
dulu maupun sekarang, kita akan melihat suatu perbedaan yang sangat jelas antara ajaran tersebut
dengan ajaran Al Quran dan As Sunnah.

Dan sama sekali tidak pernah kita dapati bibit dan cikal bakal ajaran tasawuf ini dalam
perjalanan sejarah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau
radhiallahu ‘anhum yang mulia, orang-orang yang terbaik dan pilihan dari hamba-hamba Allah
‘Azza wa Jalla , bahkan justru sebaliknya kita dapati ajaran tasawuf ini diambil dan dipungut dari
kependetaan model Nasrani, dari kebrahmanaan model agama Hindu, peribadatan model Yahudi dan

1
kezuhudan model agama Budha.” (Dinukil oleh Syaikh Shalih Al Fauzan dalam kitabnya
“Haqiqat At Tashawuf” hal. 14).

Dari keterangan yang kami nukilkan di atas, jelaslah bahwa tasawuf adalah ajaran yang
menyusup ke dalam Islam, hal ini terlihat jelas pada amalan-amalan yang dilakukan oleh orang-
orang ahli tasawuf, amalan-amalan asing dan jauh dari petunjuk islam. Dan yang kami maksudkan
di sini adalah orang-orang ahli tasawuf zaman sekarang, yang banyak melakukan kesesatan dan
kebohongan dalam agama, adapun ahli tasawuf yang terdahulu keadaan mereka masih lumayan,
seperti Fudhail bin ‘Iyadh, Al Junaid, Ibrahim bin Adham dan lain-lain. (Lihat kitab Haqiqat At
Tashawwuf tulisan Syaikh Shalih Al Fauzan hal. 15).

D. Aktualisasi akhlak dalam kehidupan

Mungkin banyak diantara kita kurang memperhatikan masalah akhlak. Di satu sisi kita
mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara pokok/inti agama ini, berupaya
menelaah dan mempelajarinya, namun disisi lain dalam masalah akhlak kurang diperhatikan.
Sehingga tidak dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan yang terlontar dari kalangan awwam,
seperti ucapan : “Wah udah ngerti agama kok kurang ajar sama orang tua.” Atau ucapan : “Dia
sih agamanya bagus tapi sama tetangga tidak pedulian.”, dan lain-lain.

Seharusnya ucapan-ucapan seperti ini ataupun yang semisal dengan ini menjadi cambuk bagi
kita untuk mengoreksi diri dan membenahi akhlak. Islam bukanlah agama yang mengabaikan
akhlak, bahkan islam mementingkan akhlak. Yang perlu diingat bahwa tauhid sebagai sisi
pokok/inti islam yang memang seharusnya kita utamakan, namun tidak berarti mengabaikan
perkara penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai hubungan yang erat. Tauhid merupakan
realisasi akhlak seorang hamba terhadap Allah dan ini merupakan pokok inti akhlak seorang
hamba. Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baik manusia.
Semakin sempurna tauhid seseorang maka semakin baik akhlaknya, dan sebaliknya bila seorang
muwahhid memiliki akhlak yang buruk berarti lemah tauhidnya.

1
Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam, rasul kita yang mulia mendapat pujian Allah.
Karena ketinggian akhlak beliau sebagaimana firmanNya dalam surat Al Qalam ayat 4. bahkan
beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menegaskan bahwa kedatangannya adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang ada pada diri manusia, “Hanyalah aku diutus (oleh Allah) untuk
menyempurnakan akhlak.” (HR.Ahmad, lihat Ash Shahihah oleh Asy Syaikh al Bani no.45 dan
beliau menshahihkannya).

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia menyatakan : “Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik budi pekertinya.” (HR.Bukhari
dan Muslim). Dalam hadits lain anas memuji beliau shalallahu ‘alahi wasallam : “Belum pernah
saya menyentuh sutra yang tebal atau tipis lebih halus dari tangan rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam. Saya juga belum pernah mencium bau yang lebih wangi dari bau rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam. Selama sepuluh tahun saya melayani rasulullah shalallahu ‘alahi
wa sallam, belum pernah saya dibentak atau ditegur perbuatan saya : mengapa engkau berbuat
ini ? atau mengapa engkau tidak mengerjakan itu ?” (HR. Bukhari dan Muslim)

Akhlak merupakan tolak ukur kesempurnaan iman seorang hamba sebagaimana telah
disabdakan oleh rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam : “Orang mukmin yang paling sempurna
imannya ialah yang terbaik akhlaknya.” (HR Tirmidzi, dari abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,
diriwayatkan juga oleh Ahmad. Disahihkan Al Bani dalam Ash Shahihah No.284 dan 751).
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdillah bin amr bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhuma
disebutkan : “Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang terbaik akhlaknya.”

KEUTAMAAN AKHLAK

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa suatu saat rashulullah pernah ditanya
tentang kriteria orang yang paling banyak masuk syurga. Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam
menjawab : “Taqwa kepada Allah dan Akhlak yang Baik.” (Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi, juga
diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Lihat Riyadus Sholihin no.627, tahqiq Rabbah dan Daqqaq).

Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menasehati sahabatnya, beliau shalallahu


‘alahi wasallam menggandengkan antara nasehat untuk bertaqwa dengan nasehat untuk
bergaul/berakhlak yang baik kepada manusia sebagaimana hadits dari abi dzar, ia berkata bahwa
rashulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau

1
berada dan balaslah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya kebaikan itu akan menutupi
kejelekan dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi, ia berkata:
hadits hasan, dan dishahihkan oleh syaikh Al Salim Al Hilali).

Dalam timbangan (mizan) amal pada hari kiamat tidak ada yang lebih berat dari pada aklak
yang baik, sebagaimana sabda rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam : “ Sesuatu yang paling berat
dalam mizan (timbangan seorang hamba) adalah akhlak yang baik.” (HR. Abu Daud dan Ahmad,
dishahihkan Al Bani. Lihat ash Shahihah Juz 2 hal 535). Juga sabda beliau : “ Sesungguhnya
sesuatu yang paling utama dalam mizan (timbangan) pada hari kiamat adalah akhlak yang baik.”
(HR. Ahmad, dishahihkan al Bani. Lihat Ash Shahihah juz 2 hal.535).

Dari Jabir radhiallahu ‘anhu berkata : Rashulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya orang yang paling saya kasihi dan yang paling dekat padaku majelisnya di hari
kiamat ialah yang terbaik budi pekertinya.” (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan. Diriwayatkan juga
oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Lihat Ash shahihah Juz 2 hal 418-419).

Dari hadits-hadits di atas dapat dipahami bahwa akhlak yang paling baik memiliki
keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah sepantasnya setiap muslimah mengambilakhlak yang baik
sebagai perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa ukuran baik atau buruk suatu akhlak bukan
ditimbang menurut selera individu, bukan pula hitam putih akhlak itu menurut ukuran adat yang
dibuat manusia. Karena boleh jadi, yang dianggap baik oleh adat bernilai jelek menurut timbangan
syari’at atau sebaliknya.

Jelas bagi kita bahwa semuanya berpatokan pada syari’at, dalam semua masalah termasuk
akhlak. Allah sebagai Pembuat syari’at ini, Maha Tahu dengan keluasan ilmu-Nya apa yang
mendatangkan kemashlahatan/kebaikan bagi hamba-hamba-Nya. Wallahu Ta’ala a’lam.

1
BAB IV
PENUTUP

Akhirnya dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa etika, moral dan
akhlak sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia
untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya
keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan
lahiriyah.

Walupun dalam pengertiannya berbeda sudah selayaknya kita sebagai seorang muslim
mengambil contoh etika,moral dan akhlak dari Rosulullah dan para sahabatnya serta para ulama
yang setia meniti jalan yang di tempuh Rosulullah dan para sahabatnya.

semoga dengan adanya makalah dari kami kita semua sedikit dapat menambah wawasan
keislaman kita.dan jangan pernah puas dalam mengkaji dinul islam ini karena manfaatnya akan
terasa bagi dunia dan akhirat kita.semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.amin…

KESIMPULAN
Dari artikel yang telah dibahas diatas kita bisa menyimpulkan bahwa peranan akhlak dalam
kehidupan kita cukup penting,karena dengan adanya etika,moral dan aklak yang telah Allah dan
Rosul-Nya ajarkan kepada kita sebagai umatnya menjadi sebuah acuan bagi kita dalam menjalani
hidup.

1
Kita harus belajar islam sesuai dengan apa yang Allah dan Rosulnya ajarkan yaitu
berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yg shahih serta ijma para sahabat.karena ini adalah jalan
satu-satunya yang menjamin kepada kita surga yang didalamnya terdapat nikmat yang tidak kita
bayangkan di dunia ini.

SARAN

Etika,moral dan akhlak dalam islam adalah adalah sebuah hal yang cukup penting yang perlu
kita kaji setelah aqidah dan harus kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Agar kita
mengetahui mana akhlak baik dan mana akhlak yang buruk,kita harus belajar kepada ulama yang
tinggi keilmunya dan berada di jalan yang lurus. Kita tidak bisa hanya mengandalkan sekolah
sebagai lembaga pendidikan tetapi untuk menjadi orang berilmu kita harus duduk di majlis bersama
orang-orang yang shaleh.sehingga kita akan merasakan lezatnya iman dan insya Allah akhlak kita
akan bertambah bagus dengan bertambahnya keilmuan kita.

You might also like