You are on page 1of 73

CASE REPORT

SEORANG LAKI-LAKI 52 TAHUN TETANUS


Pembimbing :

dr. Mutia Sinta, Sp.S dr. Dwi Kusumaningsih,Sp.S


Presentan: Manuar puri (J500060061) Fitri Andaru (J500090007) Wagnini Bifadlika(J500090010) Bethari P.F (J500090012) Suman Yus Mei (J500090110)
Stase Ilmu Penyakit Saraf RSUD DR Harjono Ponorogo Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta 2013

ANAMNESIS
Nama Jenis kelamin Umur Alamat Pekerjaan Agama Status Pernikahan Pendidikan No. Rekam Medis Tanggal Pemeriksaan : Tn. J : laki-laki : 52 tahun : Balong : Petani : Islam : menikah : SMA : xx xx xx : 1 Januari 2014

ANAMNES IS
KELUHAN UTAMA :

Nyeri punggung 4 hari


KELUHAN TAMBAHAN :

lemas

Riwayat Penyakit sekarang


Pasien datang ke IRD RS pada tanggal 1 januari 2014 dengan keluhan nyeri punggung bawah bagian kanan sejak 4 hari yang lalu Pasien mempunyai riwayat sering mengangkat barangbarang berat. Pusing cekotcekot (-), mual (-), muntah (-), sesak (-), BAB (+), BAK (+)

memberat dan paginya pasien merasa lemas

riwayat luka di bagian telapak kaki (+) sudah 1 minggu diobati sendiri.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Riwayat hipertensi : diakui Riwayat DM : disangkal Riwayat sakit serupa : disangkal Riwayat TB : disangkal Riwayat sakit jantung : disangkal Riwayat penyakit herpes : disangkal Riwayat alergi obat & makanan : disangkal Riwayat kejang : disangkal Riwayat opname : disangkal Riwayat operasi : disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KEBIASAAN

Riwayat kebiasaan merokok Riwayat konsumsi alkohol Riwayat konsumsi obat warung

: diakui : disangkal : diakui

STATUS INTERNA

Keadaan Umum
Tekanan Darah Nadi Suhu Pernafasan : 160/90 mmHg : 80 x/menit : 36,8 C : 20 x/ menit

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sianosis (-), pupil isokor uk. 3 mm, reflek cahaya (+/+) Leher : leher simetris, retraksi suprasternal (-), deviasi trakhea (-), pembesaran kelenjar limfe (-), tidak ada peningkatan JVP. Thoraks : Simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-) Jantung Inspeksi : dinding dada pada daerah tidak cembung/cekung, ictus cordis tidak tampak. Palpasi : ictus cordis tidak teraba, tidak kuat angkat, di SIC V linea midclavicula sinistra Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, bising (-)

PARU-PARU
PARU Depan KANAN Ketinggalan gerak (-) Retraksi dada (-) PEMERIKSAAN Inspeksi KIRI Ketinggalan gerak (-) Retraksi dada (-)

Fremitus (+) Sonor (+) sdv (+/+) Ronkhi (-/-) Wheezing (-/-) Belakang Ketinggalan gerak (-) Fremitus (+) Sonor (+) sdv(+/+) Ronkhi (-/-)

Palpasi Perkusi Auskultasi

Fremitus (+) Sonor (+) sdv (+/+) Ronkhi (-/-) Wheezing (-/-)

Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

Ketinggalan gerak (-) Fremitus (+) Sonor (+) sdv (+/+) Ronkhi (-/-)

KESAN : dalam batas normal

Abdomen : Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi

Hati Limpa Anogenital Ekstremitas

: simetris dinding abdomen, distended (+) venektasi (-) : Peristaltik (+), meteorismus (-) : Timpani : supel, defans muskuler (+), nyeri tekan (-), lien sulit dievaluasi, hepar sulit dievaluasi, opistotonus (+), ginjal tidak teraba, nyeri ketok costovertebrae (-/-) : Hepatomegali (-) : Splenomegali (-) : Anus (+) : Akral dingin (-), pucat (-), turgor kulit (N), stiffness (-)

KESAN : defans muskular(+), opistotonus (+)

STATUS NEULOGIS

Kesadaran
Kesadaran : Compos Mentis, GCS = E4 V5 M6

Meningeal Sign
Kaku kuduk : ( - ) Brudzinski I : ( - ) Brudzinski II : ( - ) Brudzinski III : ( - ) Brudzinski IV : ( - ) Kernig :(-)

Nervus Cranialis
Nervus Pemeriksaan Dextra Sinistr
a I (Olfaktorius) Daya pembau Visus + >2/60 + >2/60

II (Opticus)
Pengenalan warna Ptosis Gerakan mata ke atas + +

*
+ +

Gerakan mata ke tengah


III (Occulomotorius) Gerakan mata ke bawah Ukuran pupil -Reflek direct

+
+ Isokor 3mm

+
+ Isokor 3mm

-Reflek indirect
IV (Trochlearis) Gerakan mata medial ke bawah + +

IV (Trochlearis)

Gerakan mata medial ke bawah Menggigit Membuka mulut

+ + +

+ + +

V (Trigeminus) Sensibilitas wajah (atas, tengah, bawah) VI (Abduccens) Gerakan mata ke lateral Mengangkat alis Menutup mata VII (Facialis) Meringis Menggembungkan pipi VIII (Vestibulo-cochlear) IX (Glosso-pharyngeus) X (Vagus) Menelan Memalingkan kepala XI (Accesorius) Menahan bahu XII (Hypoglosus) Menjulurkan lidah + + + + + + + Mendengarkan suara bisik Arcus faring (dilihat) Bersuara + + + + + + + + + + + + +

Kesan N. Cranialis : dalam batas normal

Reflek Motorik
Gerakan
BT BT B B

Tonus
Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus

Kekuatan otot
444
444

Trofi
Eutrofi
Eutrofi

555
555

Eutrofi
Eutrofi

Klonus (-)

Reflek Sensorik
Eksterioseptik
No Pemeriksaan eksterioseptik Atas Ekstremitas Bawah

1
2

Nyeri
Taktil

+
+

+
+

+
+

+
+

Propioseptik
No Pemeriksaan
propioseptik 1 2 Gerak/posisi Tekan + + Atas + + + +

Ekstremitas
Bawah + +

Reflek Patologis
Hoffman Trommer Babinsky : (-/-) : (-/-) : (-/-)

Chaddock
Gordon Gonda Stranscy Mandel B Rossolimo Oppenheim

: (-/-)
: (-/-) : (-/-) : (-/-) : (-/-) : (-/-) : (-/-)

Provokasi Nyeri
Laseque sign Patrick sign Kontrapatrick sign : (-/-) : (-/-) : (-/-)

Pemeriksaan Cerebellum
Finger to nose Heel to shin Rebound test : (-/-) : (+/+) : (+/+)

Fungsi Otonom
Miksi Defekasi : lancer, kuning, 500ml : lancer, kuning, padat

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Laboratorium
Hasil Parameter 1 januari 2014 Nilai Normal Parameter 1 januari 2014 Hasil Nilai Normal

WBC #Lymph #Mid #Gran Lymph % Mid % Gran % HGB RBC HCT MCV MCH MCHC RDW-CV

7,7 1,2 0,3 6,1 25,6 8,4 39,0 14,9 5,29 49,9 97,3 29,0 29,9 13,7

4.0 - 10.0 (x 103/uL) 0.8 - 4.0 (x 103/uL) 0.1 - 0.9 (x 103/uL) 2.0 - 7.0 (x 103/uL) 20.0 - 40.0 (%) 3.0 - 9.0 (%) 50.0 - 70.0 (%) 11.0 - 16.0 (g/dL) 3.50 - 5.50 (x106/uL) 37.0 - 50.0 (%) 82.0 - 95.0 (fL) 27.0 - 31.0 (pg) 32.0 - 36.0 (g/dL) 11.5 - 14.5 (%)

RDW-SD PLT MPV PDW PCT

43,3 233 10,4 15,4 0.145

35.0 - 56.0 (fL) 150 - 300 (x 103/uL) 7 - 11 (fL) 15 - 17 0.108 - 0.282 (%)

GDA CREAT UREA UA CHOL TG HDL LDL

138

<200 (0,7 1,2 mg/dl) (10 50 mg/dl) (2,4 5,7 mg/dl) (140 200mg/dl) (36 165 mg/dl) (45 150 mg/dl) (0 190 mg/dl)

1,1
29,6 2,9 229 114 60 146

Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Laboratorium DL , GDA 1 januari 2014 Peningkatan : -MCV (97,3) - CHOL(229) Penurunan : - MCHC (29,9) KIMIADARAH,

pasien punggung.

nyeri

pada

bagian Tekanan Darah N: 80 x/menit

160/90

Perut kaku setiap 10 menit S: 36,8C

seharian
Paha Pasien hipertensi kanan kejang

RR: 20 x/ menit
selama Gerakan terbatas pada ex. Superior et inferior dextra riwayat Epistotonus (+) Defans muskuler (+)

kurang lebih 2 menit mempunyai

Diagnosis klinis Hipertensi Opistotonus Defans muskuler Diagnosis topis

Musculorum
Diagnosis etiologi tetanus

PENATALAKSANAAN
Farmakologik Non farmakologik

Farmakologik
O2 2 L/menit Infuse RL 16 tpm Inj citicolin 2x250 mg Inj Vit B1 3x1 Amp Inj Ranitidin 2x1Amp Cek lab lengkap DL ulang

Non Farmakologik
1. Terapi umum 6B 2. Managemen neurorehabilitasi 3. Managemen stress

Non Farmakologik
1. Terapi umum 6B
Breath : jaga fungsi pernafasan dan oksigenasi baik Blood : awasi tekanan darah ; gula darah Brain : penurunan kesadaran, kejang, peningkatan TIK Bowel : fungsi sal cerna, nutrisi, perdarahan GIT Bladder : fungsi sal kemih, keseimb cairan dan elektrolit Bone and body skin : cegah dekubitus

Non Farmakologik
2. Managemen neurorehabilitasi Fase akut (0-3 minggu) posisi tidur pasien sangat penting, karena pasien dalam fase yang lemah sehingga posisi yg salah bisa menyebabkan bertambahnya subluksasi sendi bahu yang terkena sakit mengganggu terapi.

Posisi tidur yang benar pada fase akut


Lengan yang sakit harus diluruskan dengan bahu ke depan Tungkai yang lumpuh harus dalam posisi yang sewajar mungkin Usahakan merubah posisi pasien secara teratur, pada waktu miring kesisi yang sakit < 20 menit. Letakkan bantal di bawah lengan yang lumpuh, sehingga bahu terangkat ke atas dengan lengan agak ditinggikan ke arah luar, siku dan pergelanagan tangan agak ditinggikan. Letakkan bantal di bawah paha yang lumpuh dengan posisi agak mmutar kearah dalam, lutut agak ditekuk. Miring ke sisi yang sehat Bahu lumpuh harus menghadap ke depan Lengan yang lumpuh memeluk bantal dengan siku diluruskan Kaki yang lumpuh diletakkan ke depan, paha dan tungkai di bawah bantal,lutut di tekuk

Non Farmakologik
3. Managemen stress Pasien perlu diberi penjelasan mengenai perjalanan penyakitnya, dibuat strategi untuk mengikatkan kepatuhan pasien dan mempercepat kembali ke aktivitas sebelum sakit.

PROGNOSIS
Disease Discomfort Dissatification Diasability Death : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam

ANALISIS KASUS
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK LAB

1pasien nyeri bagian punggung.

pada

1Tekanan Darah 160/90 2N: 80 x/menit 3S: 36,8C

DL

2Perut kaku setiap 10 menit seharian 3Paha kanan kejang selama kurang lebih 2 menit 4Pasien mempunyai riwayat hipertensi

4RR: 20 x/ menit
5Gerakan terbatas pada ex. Superior et inferior dextra 6Epistotonus (+) 7Defans muskuler (+)

Diagnosis Banding: HNP

Pemeriksaan Penunjang: DL Diagnosis Pasti: Anamnesis & gejal klinis

Tinjauan pustaka

TETANUS

Gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu protein yang kuat yang dihasilkan oleh clostridiun tetani.

Tetanus merupakan penyakit infeksi akut dan sering fatal yang disebabkan oleh basil Clostridium tetani. Clostridium tetani tetanospasmin neurotoksin masuk ke dalam tubuh melalui luka tusuk yang terkontaminasi.

ETIOLOGI
Kuman tetanus CLOSTRIDIUM TETANI Bentuk batang Ukuran panjang 2 - 5 m dan lebar 0,3 0,5 m Gram positif Sifatnya anaerob Terdapat flagella antigen Membentuk spora lonjong dengan ujung bulat (korek api / drum stick) Tahan dalam air mendidih selama 4 jam Mati bila dipanaskan selama 15-20 menit pada suhu 121C pada autoclaf Bila tidak kena cahaya spora dapat tahan hidup berulan-bulan bahkan tahunan

Merupakan flora usus normal pada kuda, sapi, babi, domba, anjing, kucing, tikus, ayam dan manusia Spora akan berubah vegetatif dalam anaerob berkembang biak Bentuk vegetatif tidak tahan panas Kuman tetanus tidak invasif tapi akan memproduksi 2 macam

eksotoksin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin


Tetanospamin / neuritoksin dapat mencapai SSP dan

menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot dan


kejang-kejang Tetanolisin menyebabkan eritrosit lisis

Clostridium tetani
Kingdom: Bacteria Division: Firmicutes Class: Clostridia Order: Clostridiales Family: Clostridiaceae Genus: Clostridium Species: Clostridium tetani

EPIDEMIOLOGI
Seluruh dunia terutama pada populasi padat dengan iklim hangatdan lembab. Kuman tetanus ditemukan di tanah,saluran cerna hewan dan manusia Transmisi secara primermelalui lukayang terkontaminasi (luka besar/kecil) Tetanus juga dapat menyertai setelah luka operasi elektif, luka bakar, luka tusuk yang dalam, luka robek, otitis media,infeksi gigi, gigitan binatang, aborsi dan kehamilan. Di negara berkembang, tetanus lebih sering mengenai laki laki dibanding perempuan dengan perbandingan 3 : 1 atau 4:1. angka kejadian umur rata rata pertahun sangat meningkat sesuai kelompok umur, 7x lipat pada kelompok umur 5 19 th dan 20 29 th 9x lipat pada kelompok umur 30 39 th dan > 60 th

PATOGENESIS

Luka yang terkontaminasi

clostridium tetani dalam bentuk spora masuk

tak ada tanda-tanda inflamasi sktr port d `entry


eksotoksin

tetanolisin

tetanospasmin

Bakteri bereplikasi

Ke SSP
TIMBUL GEJALA KLINIS TETANUS

MANIFESTAS KLINIS
trias gejala yaitu rigiditas atau kekauan, spasme dari otot, jika parahmaka bisa disfungsi otonom

Kekakuan otot leher, nyeri tenggorokan, dan kesulitan membuka mulut sering merupakan gejala awal. Spasme otot masseter bisa menyebabkan trismus atau lockjaw. Spasme yang prosesif meluas dari otot muka menyebabkan ekspresi khusus yang disebut Risus Sardonicus dan pada otot menelan menyebabkan disfagia. Kekakuan dari otot leher menyebabkan retraksi kepala. Kekauan otot-otot rangka tubuh menyebabkan opisthotonus dan kesulitan bernafas dengan complience dinding dada yang menurun.

Karakteristik Tetanus
1. 2. 3. 4. 5. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama , dan menetap selama 5-7 hari. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang. Biasanya didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus/lockjaw) karena spasme otot

masseter.
6. 7. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( nuchal rigidity) Risus Sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik ke atas,

sudut mulut tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat.


8. Gambaran umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,tungkai dengan eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik. 9. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak).

KLASIFIKASI
1. Tetanus Umum Biasanya timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Kekakuan otot terutama pada rahang (trismus) dan leher (kaduk kaku) 24 48 jam dari kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama masseter menyebabkan mulut sukar dibuka, 'Lock Jaw'. muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut 'Rhisus Sardonicus' (alis tertarik ke atas,sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otot otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga memberikan gejala kuduk kaku sampai opisthotonus. biasanya diikuti kejang umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal (rabaan, sinar dan bunyi).

Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme otot-otot laring dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia dan sianosis. Retensi urine sering terjadi karena spasme sphincter kandung kemih. Kenaikan temperatur badan umumnya tidak tinggi tetapi dapat disertai panas yang tinggi sehingga harus hati-hati terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu. Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi dan ariunia jantung.

2. Tetanus neonatorum merupakan tetanus bentuk generalisata yang terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang tidak diimunisasi secara adekuat, terutama melalui pemotongan tali pusat yang tidak steril. Onset dalam 2 minggu pertama kehidupan Gejalanya rigiditas, sulit menelan ASI, muntah, irritable, dan spasme. Prognosis buruk dimana 90% penderita meninggal; dan pada penderita yang tetap hidup mangakibatkan terjadinya retardasi.

3. Tetanus lokal Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan karena gambaran klinis tidak khas. Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otototot pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal adalah bentuk ringan dengan angka kematian 1%, kadang-kadang bentuk ini dapat berkembang menjadi tetanus umum.

4. Bentuk cephalic Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, leper, otitis media kronis dan jarang akibat tonsilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf loanial antara lain : n. III, IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri-sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan. Tetanus cephalic dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosa bentuk tetanus cephalic jelek.

DIAGNOSIS
Menurut berat ringannya tetanus umum dapat dibagi atas: 1. Tetanus ringan : trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun dirangsang. 2. Tetanus sedang : trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang. 3. Tetanus berat : trismus kurang dari 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.

Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas : Grade 1: ringan Masa inkubasi lebih dari 14 hari Period of onset > 6 hari Trismus positif tetapi tidak berat Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada. Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dankekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari.
Grade II : sedang Masa inkubasi 10 14 hari Period of onset 3 hari atau kurang Trismus ada dan disfagia ada. Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosistidak ada.

Grade III : berat Masa inkubasi < 10 hari Period of onset 3 hari atau kurang Trismus berat Disfagia berat. Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan takikardia.

Menurut Ablett 1. Derajat I (ringan) : trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia. 2. Derajat II (sedang) : trismus sedang, rigiditas nampak jelas, spasme singkat, ringan sampai sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan >30x/menit, disfagia ringan. 3. Derajat III (berat) : trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks berkepanjangan, frekuensi nafas >40x/menit, serangan apneu, disfagia berat, takikardi >120x/menit. 4. Derajat IV (sangat berat) : derajat III + gangguan otonomik berat yang melibatkan sistem kardiovaskuler (hipertensi berat dan takikardi terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap).

Dengan berdasarkan 5 kriteria di atas ini, maka dibuatlah tingkatan penyakit tetanus sebagai berikut : Tingkat I (ringan) : minimal 1 kriteria (K1 atau K2), mortalitas 0% Tingkat II (sedang) : minimal 2 kriteria (K1 dan K2) dengan masa inkubasi >7 hari dan onset >2 hari, mortalitas 10% Tingkat III (berat) : minimal 3 kriteria dengan inkubasi <7 hari dan onset <2 hari, mortalitas 32% Tingkat IV (sangat berat) : minimal ada 4 kriteria dengan mortalitas 60% Tingkat V : biasanya mortalitas 84% dengan 5 kriteria termasuk didalamnya adalah tetanus neonatorum maupun puerperium.

Tolok Ukur
Masa Inkubasi Kurang 48 jam 2-5 hari 6-10 hari 11-14 hariSS Lebih 14 hari Lokasi Infeksi Internal / umbilical Leher,, kepala, dinding tubuh Ekstremitas proksimal

Nilai
5 4 3 2 1 5 4 3

Ekstremitas distal
Tidak diketahui Imunisasi Tidak ada Mungkin ada / ibu mendapat Lebih 10 tahun yang lalu Kurang 10 tahun Proteksi lengkap Factor Yang Memberatkan Penyakit atau trauma yang membahayakan jiwa Keadaan yang tidak langsung membahayakan jiwa Keadaan yang tidak membahayakan jiwa Trauma atau penyakit ringan A.S.A** derajat

2
1 10 8 4 2 0 10 8 4 2 1

Keempat Tolok Ukur dan Besarnya Angka Nilai (Phillips) Derajat keparahan penyakit didasarkan pada empat tolak ukur, yaitu masa inkubasi, porte dentree, status imunologi, dan faktor yang memberatkan. Berdasarkan jumlah yang diperoleh, derajat keparahan penyakit dapat dibagi menjadi tetanus ringan (jumlah<9), tetanus sedang (jumlah 9-16), dan tetanus berat (jumlah>16). Tetanus ringan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan, tetanus sedang dapat sembuh dengan pengobatan baku, sedangkan tetanus berat memerlukan perawatan khusus yang intensif.

PENEGAKAN DIAGNOSA
Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan : Riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi Gejala klinis; dan Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi. Pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam diagnosis. Pemeriksaan mikrobiologi, bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrotis kemudian dibiakkan pada kultur agar darah atau kaldu daging. Tetapi pemeriksaan mikrobiologi hanya pada 30% kasus ditemukan Clostridium Tetani. Pemeriksaan cairan serebrospinalis dalam batas normal, walaupun kadang-kadang didapatkan tekanan meningkat akibat kontraksi otot. Pemeriksaan elektroensefalogram adalah normal Pemeriksaan elektromiografi hasilnya tidak spesifik

DIAGNOSA BANDING
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Meningitis bakterial Poliomielitis Rabies Keracunan strychnine Tetani Retropharingeal abses Tonsilitis berat Efek samping fenotiasin Kuduk kaku juga dapat terjadi pada mastoiditis, pneumonia lobaris atas,miositis leher dan spondilitis leher.

KOMPLIKASI
Laringospasme dan atau spasme otot-otot pernapasan yang mengakibatkan gangguan bernapas Fraktur vertebra atau tulang panjang yang mengakibatkan kontraksi yang berlebih ataupun kejang yang kuat Dislokasi sendi glenohumerale dan temporomandibular Hiperaktivitas sistem saraf otonom yang dapat menyebabkan hipertensi dan atau denyut jantung yang tidak normal

Infeksi nosokomial, sering terjadi karena perawatan di

rumah sakit yang lama. Infeksi sekunder dapat berupa


sepsis, akibat pemasangan kateter, Hospital Acquired Pneumonia dan ulkus dekubitus Emboli paru, terutama merupakan masalah pada pasien dengan penggunaan obat-obatan dan orang tua.

Aspirasi pneumonia, merupakan komplikasi lanjut tetanus


yang palingsering, ditemukan pada 50%-70% kasus Ileus paralitik, luka akibat tekanan dan retensi urine Malnutrisi dan stress ulcers

PENATALAKSANAAN
PENCEGAHAN Prinsip-prinsip Umum Profilaksis : Pertimbangan Individual Penderita Debridemen Imunisasi aktif DPT Imunisasi pasif ATS

Prinsip : 1.Mengeliminasi bakteri dalam tubuh untuk mencegah pengeluarantetanospasmin lebih lanjut 2.Menetralisir tetanospasmin yang beredar bebas dalam sirkulasi (belumterikat dengan sistem saraf pusat) 3.Meminimalisasi gejala yang timbul akibat ikatan tetanospasmin dengansistem saraf pusat

Terapi Khusus 1. Anti Tetanus toksin


Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk: Toksin bebas dalam darah; Toksin yang bergabung dengan jaringan saraf.

Sebelum pemberian antitoksin harus dilakukan:


Anamnesa apakah ada riwayat alergi; Tes kulit dan mata; dan Harus selalu sedia Adrenalin 1:1.000. Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda, yang bersifat heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis.

Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Behrman (1987) danGrossman (1987) menganjurkan dosis 50.000100.000 u yang diberikan setengahlewat intravena dan setengahnya intramuskuler. Pemberian lewat intravenadiberikan dengan cara melarutkannya dalam 100200 cc glukosa 5% dandiberikan selama 12 jam. Di FKUI, ATS diberikan dengan dosis 20.000 u selama2 hari. Di Manado, ATS diberikan dengan dosis 10.000 i.m, sekali pemberian.

2. Antibiotika Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit /KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosisterbagi (

4 dosis ).
Metronidazol loading dose 15 mg/kg BB/jam, selanjutnya 7,5mg/kg BB tiap 6 jam Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengandosis 200.000 unit /kgBB/24 jam,

dibagi 6 dosis selama 10 hari.


Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan.

3. Antikonvulsan dan sedatif Obatobat yang lazim digunakan ialah: Diazepam


Bila penderita datang dalam keadaan kejang 0,5 mg/kg.bb/kali i.v. perlahanlahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulangi setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberiandiazepam peroral (sonde lambung) dengan dosis 0,5 mg/kg.bb/kali sehari diberikan 6 kali.

Fenobarbital
Dosis awal: 1 tahun 50 mg intramuskuler; 1 tahun 7 mg intramuskuler. Dilanjutkan dengan dosis oral 5 9 mg/kg.bb/hari dibagi dalam 3 dosis.

Largactil
Dosis yang dianjurkan 4 mg/kg.bb/haridibagi dalam 6 dosis.

4. Tetanus toksoid

Pemberian tetanus toksoid (TT) yang pertama dilakukan dengan pemberian


antitoksin dengan alat suntik yang berbeda.

TT secara I.M
PETUNJUK PENCEGAHAN TERHADAP TETANUS PADA KEADAAN LUKA

Riwayat imunisasi (dosis) Tidak diketahui 0-1

Luka bersih, kecil Tet. Toksoid (TT) Ya Ya Tidak Tidak Antitoksin

Luka lainnya Tet. Toksoid (TT) Ya Ya Antito ksin Ya Ya

2
3 atau lebih

Ya
Tidak**

Tidak
Tidak

Ya
Tidak**

Tidak*
Tidak

*: kecuali luka> 24 jam **: kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun (8, 16)

PROGNOSIS
1. Tergantung padamasa inkubasi waktu dari inokulasi spora sampai timbul gejala awal dan waktu dari timbulnya gejala awal sampai spasme tetanik awal. 2. Secara umum, interval yang lebih pendek menunjukkan tetanus yang lebih berat dan prognosis yang lebih buruk 3. Kebanyakan pasien yang bertahan dari tetanus ini biasanya akan kembali pada kondisi

kesehatan sebelumnya walau pun perbaikan berjalan secara lambat (sekitar 2 hingga 4 bulan)
dan pasien seringkali tetap menjadi hipotonus. 4. Pasien yang sembuh harus mendapatkan imunisasi aktif dengan tetanus toksoid untuk mengelakkan dari terjadinya rekurensi 5. prognosis dan angka kematian pasien dengan tetanus juga dipengaruhi oleh factor usia, gizi yang buruk serta penangan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi 6. kadar kematian pada penderita tetanus ringan dan sedang adalah 6% dan pada penderita tetanus berat bisa mencapai 60%

Meningkatnya kadar kematian pada penderita tetanus adalah berhubung dengan faktor faktor berikut: 1. Masa inkubasi yang pendek 2. Onset kejang yang dini (early onset) 3. Penanganan yang lambat 4. Apabila terdapat lesi di kepala dan muka yang terkontaminasi 5. Tetanus neonatorum

Berdasarkan 5 kriteria menurut Patel dan Joag, dibuat 5 tingkatan yaitu: 1. 2. Tingkat 1 (ringan): minimal 1 kriteria (K1 atau K2), mortalitas 0% Tingkat 2 (sedang): minimal 2 kriteria (K1atau K2) dengan

masainkubasi > 7 hari dan awitan > 2 hari, mortalitas 10%


3. Tingkat 3 (berat): minimal 3 kriteria (K1atau K2) dengan masa inkubasi< 7 hari dan awitan < 2 hari, mortalitas 32% 4. 5. Tingkat 4 (sangat berat): minimal 4 kriteria, mortalitas 60%e. Tingkat 5: minimal 5 kriteria termasuk tetanus neonatorum

maupun puerperium, mortalitas 80%

Daftar Pustaka
Behrman RE, Kliegnan RM, Arvin AM. Tetanus. Dalam : Wahab AS editor . Ilmu kesehatan anak nelson.Edisi 15. Jakarta : EGC.1999. Doherty GM. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : McGrawHill.2006. Grace P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.Jakarta :Erlangga.2006. Sabiston D, Oswari J. Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit BukuKedokteran EGC.1994. Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC 2000. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Tetanus. Dalam:Alatas H,Hassan R editor. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. jilid 1;Jakarta;Infomedika ;1985.

You might also like